Anda di halaman 1dari 41

LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL UNTUK

MENINGKATKAN MOTIVASI BERPRESTASI SISWA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling
Pribadi dan Sosial
Dosen Pengampu : Devy Sekar Ayu Ningrum, M.Psi, Psikolog.

Disusun oleh:

Septiani Ainun N F (18010108)


A1 BK 2018

PROGRAM STUDI BIMBINGAN & KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
INSTITUT KEGURUAN & ILMU PENDIDIKAN
(IKIP) SILIWANGI
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di
setiap negara. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, mengembangkan segala
potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran (Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003). Berdasarkan pengertian tersebut dapat terlihat bahwa tujuan
dari pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi diri dan dikarenakan
pentingnya sektor pendidikan tersebut menuntut keberhasilan dalam pendidikan.
Keberhasilan dalam pendidikan atau yang biasa disebut prestasi
merupakan salah satu tujuan utama dalam proses pembelajaran (Soetjiningsih
dalam Kristini & Mere, 2010). Sehingga prestasi akademik merupakan suatu bukti
keberhasilan belajar atau kemampuan seorang siswa dalam melakukan kegiatan
belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya. Sebagaimana diungkapkan oleh
Huitt (dalam Kristini & Mere, 2010) prestasi akademik seseorang sesuai dengan
tingkat keberhasilan dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam
bentuk nilai setelah mengalami proses belajar.
Prestasi akademik yang baik akan dipenuhi jika siswa memiliki motivasi
berprestasi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Winkel (1991) bahwa dalam
rangka belajar di sekolah atau di sebuah lembaga pendidikan, motivasi berprestasi
dapat dikatakan sebagai daya penggerak dalam diri siswa untuk mencapai taraf
prestasi belajar yang maksimal demi penghargaan terhadap diri sendiri.
McClelland (1987) mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai motivasi
yang mendorong individu untuk mencapai sukses, dan bertujuan untuk berhasil
dalam kompetisi atau persaingan dengan beberapa standar keunggulan (standard
of excelence). Sehingga motivasi berprestasi dapat mendorong individu untuk
mencapai kesuksesan.
Motivasi berprestasi merupakan keinginan untuk mencapai prestasi sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan (Degeng, 2000). Sehingga apabila siswa
memiliki motivasi berprestasi maka siswa akan berusaha mencapai prestasi sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan
oleh Toding, David dan Pali (2015) bahwa motivasi yang paling penting dalam
dunia pendidikan adalah motivasi berprestasi.
Motivasi berprestasi penting bagi siswa untuk mencapai prestasi, salah
satunya pada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Siswa Sekolah Menengah
Atas (SMA) sebagai bagian dari generasi muda, dipersiapkan agar dapat
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi serta menekuni bidang
keahliannya. Belum semua siswa mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi
dalam mengikuti pelajaran sehingga prestasi akademik yang dicapai masih banyak
dalam klasifikasi minimal lulus jika dilihat dari kemampuan siswa dalam
mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi (Sugiyanto, 2007).
Komponen motivasi berprestasi yang membedakan siswa dengan motivasi
berprestasi tinggi dan rendah, yaitu : individu yang memiliki motivasi berprestasi
tinggi merasa bertanggungjawab atas tugas yang dikerjakannya dan tidak akan
meninggalkan tugas itu sebelum berhasil menyelesaikannya, memilih tugas
dengan taraf kesulitan sedang dan berani mengambil resiko bila mengalami
kegagalan, cenderung kreatif dan tidak menyukai pekerjaan rutin, menyukai
umpan balik karena memperhatikan kesalahan-kesalahan yang dilakukannya dan
akan berusaha menyelesaikan setiap tugas dalam waktu secepat mungkin dan
seefisien mungkin (Toding dkk, 2015).
Feld, Ruhland, dan Gold (1979) menyatakan bahwa seseorang dengan
tingkat motivasi berprestasi yang tinggi cenderung memandang keberhasilan
dapat dicapai pada apapun, dan untuk mencapainya, seseorang akan cenderung
berusaha dan gigih dalam mengerjakan tugas dibandingkan dengan seseorang
yang memiliki tingkat motivasi berprestasi rendah. Seseorang yang memiliki
motivasi berprestasi tinggi cenderung memiliki prestasi akademis yang tinggi,
mudah beradaptasi dalam kelas, memiliki konsep diri yang tinggi, dan jarang
mengalami kecemasan akademis (Hudley & Gottfried, 2008). Sebaliknya
seseorang dengan motivasi berprestasi rendah cenderung akan sulit untuk
beradaptasi dalam kelas, memiliki konsep diri yang rendah serta seringkali
mengalami kecemasan akademis. Selain itu, Schunk, Pinttrich, dan Meece (2010)
menyatakan karakteristik lain seseorang dengan motivasi berprestasi tinggi
cenderung untuk memperbesar usahanya agar dapat berhasil dengan cara
melakukan usaha-usaha tertentu yang dapat mendukung tujuannya tercapai. Hal
tersebut berbeda dengan individu yang memiliki motivasi berprestasi rendah yang
jarang dalam melakukan penambahan usaha tertentu untuk mencapai tujuannya.
Sebagai guru BK tentu menjadi kewajiban untuk menumbuhkan motivasi
berprestasi pada setiap peserta didiknya. Dalam hal ini guru BK bisa memberika
layanan untuk menumbuhkan motif berprestasi tersebut, salah satunya melalui
layanan bimbingan klasikal. Pada pasal 56 (6) PP No.74 tahun 2008 pada
hakikatnya bimbingan klasikal Yaitu dimaksud dengan mengampu layanan BK
adalah pemberian perhatian, pengarahan, pengendalian, dan pengawasan peserta
didik, yang dapat dilaksanakan dalam bentuk pelayanan tatap muka terjadwal
dikelas dan layanan perorangan atau kelompok bagi yang dianggap perlu dan yang
memerlukan. Bimbingan klasikal merupakan suatu layanan bimbingan yang
diberikan kepada peserta didik sejumlah satuan kelas dikelas atau suatu layanan
bimbingan yang diberikan oleh guru bimbingan atau konselor kepada sejumlah
peserta didik dalam satuan kelas yang dilaksanakan dikelas. Bimbingan klasikal
merupakan salah satu strategi pemberian layanan BK dalam jalur pendidikan
formal.
Layanan bimbingan klasikal merupakan layanan preventif sebagai upaya
pencegahan terjadinya masalah yang secara spesifik diarahkan pada proses yang
proaktif. Berdasarkan model ASCA (asosiasinya konselor sekolah konselor di
Amerika) bimbingan klasikal merupakan bentuk kegiatan yang termasuk kedalam
komponen layanan dasar. Komponen layanan dasra bersifat developmental,
sistematik, terstruktur dan disusun untuk meningkatkan kompetensi belajar,
pribadi, sosial dan karir. Layanan dasar merupakan layanan yang terstruktur untuk
semua peserta didik, tanpa mengenal perbedaan gender, rasa atau agama, mulai
taman kanak-kanak sampai tingkat kelas 3 SLTA (K-12) disajikan melalui
kegiatan kelas untuk memenuhi kebutuhan perkembangan dalam bidang belajar,
pribadi, sosial, dan karir peserta didik yang tujuan untuk meluncurkan aktivitas-
aktivitas pelayanan yang mengembangkan potensi siswa atau mencapai tugas-
tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan
moral spiritual).
Berdasarkan pemaparan literatur dan fenomena mengenai dukungan sosial
orangtua dan motivasi berprestasi, maka peneliti tertarik untuk meneliti
“Meningkatkan Motivasi Berprestasi Siswa melalui kegiatan Bimbingan Klasikal
pada pelajar SMA”.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penulisan ini yaitu apakah bimbingan klasikal
dapat mempengaruhi peningkatan motivasi berprestasi pada peserta didik?.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana bimbingan
klasikal dapat meningkatkan motivasi berprestasi peserta didik.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memperkaya sumber
kepustakaan khususnya dalam bimbingan dan konseling di dunia pendidikan
sehingga hasil penulisan ini dapat dijadikan sebagai penunjang dan diharapkan
dapat memberikan masukan dalam melihat pengaruh bimbingan klasikal terhadap
peningkatan motivasi berprestasi siswa SMA.

E. Definisi Oprasional
Dalam Basri (2017) Variabel yang dioperasionalkan pada penelitian ini
terdiri dari dua variabel yaitu efektivitas bimbingan Klasikal dan motivasi
berprestasi. Definisi ke dua variabel dioperasionalkan berdasarkan konseptual
pada landasan teori.
1. Motivasi Berprestasi
Motivasi berprestasi dalam penelitian berdasarkan teori yang dikemukakan
oleh McClelland (1987) yang mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai suatu
usaha mencapai sukses atau berhasil dalam kompetisi dengan suatu ukuran
keunggulan yang dapat berupa prestasi orang lain amupun prestasi sendiri.
Motivasi berprestasi termasuk kedalam model affective arousal model
yang di ungkap dalam berbagai aspek sebagai berikut.
1) Kebutuhan Berprestasi (N), menunjukan adanya keinginan atau harapan untuk
mencapai suatu hasil yang didasarkan implisit, keinginan atau harapan mengenai
suatu pekerjaan yang bersifat umum.
2) Kegiatan berprestasi (I), menunjukan usaha atau cara-cara yang dilakukan
individu dalam mencapai tujuan, baik bersifat jasmani maupun bersifat rohani.
3) Antisifasi tujuan (Ga+,Ga-) menunjukan bagaimana seseorang membuat
perhitungan terhadap pencapai tujuan yang telah ditentukan, dengan
mengantisipasi kemungkinan yang menunjukan kegagalan atau keberhasilan.
4) Hambatan (Bp, Bw), menggambarkan hambatan, rintangan dan kesukaran yang
harus di atasi dalam usaha mencapai tujuan. Hambatan-hambatan tersebutdapat
bersumber dari dalam diri maupun luar diri.
5) Bantuan (Nup), menunjukan adanya orang-orang yang bersimpati membantu
mendorong mencapai tujuan kearah pencapaian tujuan yang bersifat
berkelanjutan.
6) Suasana perasaan (G+,G-) menggambarkan perasaan-perasaan yang dihayati
individu dalam usaha mencapai tujuan yang meliputi perasaan positif dan
negative.
Tiga kategori pembanding (UI, TI dan AI) merupakan rangkaian kesatuan
untuk menunjukkan dengan pasti bahwa suatu riwayat mengandung perbandingan
yang berhubungan dengan motif berprestasi. Tiga kategori perbandingan
berhubungan dengan penyekoran tingkat prestasi. Dasar pemikiran antara riwayat
fantasia tau double achievement imagry (TI) dan tidak menunjukan fantasi
mengenai hasil atau Unrelated imagery (UI) akan lebih jelas ketika penghitungan
skor motif berprestasi.

2. Bimbingan klasikal
Bimbingan klasikal merupakan salah satu bentuk layanan bimbingan
konseling yang dilakukan kepada seluruh siswa di suatu kelas yang jumlah
siswaanya antara 25 sampai 35 siswa atau 30 samapi 40 siswa. Pelaksanaan
bimbingan klasikal dilakukan secara sistimatis dan terencana dengan
menggunakan lahkah-langkah sebagai berikut :
 Memahami peserta didik
 Menentukan kecenderungan kebutuhan peserta didik
 Memilih metode dan teknik yan g sesuai
 Persiapan layanan
 Memilih sistematika layanan bimbingan klasikal
 Mempersiapkaan alat bantu
 Evaluasi layanan, dan
 Melakukan tindak lanjut
Teknik yang digunakan adalah dengan pelatihan motivasi berprestasi
(Achievement motivation training) untuk kelompok eksperimen dan teknik
ceramah untuk kelompok kontrol . Desain layanan bimbingan klasikal yaitu: 1)
tahap awal, 2) tahap transisi, 3) tahap kerja, 4) tahap akhir, 5) evaluasi, dan 6)
tindak lanjut.
BAB II
LANDASAN TEORI
1.1 Motivasi Berprestasi
A. Pengertian Motivasi Berprestasi
Konsep motivasi berprestasi dirumuskan pertama kali oleh Henry
Alexander Murray. Murray memakai istilah kebutuhan berprestasi (need for
achievement) untuk motivasi berprestasi, yang dideskripsikannya sebagai hasrat
atau tendensi untuk mengerjakan sesuatu yang sulit dengan secepat dan
sebaikmungkin. (Purwanto,1993:20 21). Menurut Murray (dalam Winkel
1984:29) achievement motivation (motivasi berprestasi) adalah daya penggerak
untuk mencapai taraf prestasi belajar yang setinggi mungkin demi pengharapan
kepada dirinya sendiri. Mc. Clelland yang merupakan pionir dalam studi motivasi
berprestasi dan mengembangkan metode pengukurannya, memberi batasan
motivasi berprestasi sebagai usaha untuk mencapai sukses dan bertujuan untuk
berhasil dalam kompetisi dengan suatu ukuran keunggulan. Ukuran keunggulan
itu dapat berupa prestasinya sendiri sebelumnya atau prestasi orang lain (Haditono
1979 : 8).

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi


Motivasi berprestasi merupakan suatu proses psikologis yang mempunyai
arah dan tujuan untuk sukses sebagai ukuran terbaik. Sebagai proses psikologis,
motivasi berprestasi dipengaruhi oleh dua faktor (Martianah 1984 : 26).
a. Faktor Individu (intern)
Individu sebagai pribadi mencakup sejumlah aspek yang saling berkaitan.
Motivasi berprestasi sebagai salah satu aspek psikis, dalam prosesnya dipengaruhi
oleh faktor individu, seperti :
1. Kemampuan
Kemampuan adalah kekuatan penggerak untuk bertindak yang dicapai
oleh manusia melalui latihan belajar. Dalam proses motivasi, kemampuan tidak
mempengaruhi secara langsung tetapi lebih mendasari fungsi dan proses motivasi.
Individu yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi biasanya juga mempunyai
kemampuan tinggi pula.
2. Kebutuhan
Kebutuhan adalah kekurangan, artinya ada sesuatu yang kurang dan oleh
karena itu timbul kehendak untuk memenuhi atau mencukupinya. Kehendak itu
sendiri adalah tenaga pendorong untuk berbuat sesuatu atau bertingkah laku. Ada
kebutuhan pada individu menimbulkan keadaan tak seimbang, rasa ketegangan
yang dirasakan sebagai rasa tidak puas dan menuntut pemuasan. Bila kebutuhan
belum terpuaskan maka ketegangan akan tetap timbul. Keadaan demikian
mendorong seseorang untuk mencari pemuasan. Kebutuhan merupakan faktor
penyebab yang mendasari lahirnya perilaku seseorang, atau kebutuhan merupakan
suatu keadaan yang menimbulkan motivasi.
3. Minat
Minat adalah suatu kecenderungan yang agak menetap dalam diri subjek
untuk merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu dan merasa senang
berkecimpung dalam bidang itu (Winkel 1984: 30). Seseorang yang berminat akan
mendorong dirinya untuk memperhatikan orang lain, benda-benda, pekerjaan atau
kegiatan tertentu. Minat juga menjadi penyebab dari suatu keaktifan dan basil
daripada keikutsertaannya dalam keaktifan tersebut.
4. Harapan/Keyakinan
Harapan merupakan kemungkinan yang dilihat untuk memenuhi suatu
kebutuhan tertentu dari seseorang/individu yang didasarkan atas pengalaman yang
telah lampau; harapan tersebut cenderung untuk mempengaruhi motif pada
seseorang (Moekijat 1984 : 32). Seseorang anak yang merasa yakin akan sukses
dalam ulangan akan lebih terdorong untuk belajar giat, tekun agar dapat
mendapatkan nilai setinggi-tingginya.
b. Faktor Lingkungan (ekstern)
Menurut Mc. Clelland (1987 : 89-90; 128-133) beberapa faktor lingkungan
yang dapat membangkitkan motivasi berprestasi adalah:
1. Adanya norma standar yang harus dicapai
Lingkungan secara tegas menetapkan standar kesuksesan yang harus
dicapai dalam setiap penyelesaian tugas, baik yang berkaitan dengan kemampuan
tugas, perbandingan dengan hasil yang pernah dicapai maupun perbandingan
dengan orang lain. Keadaan ini akan mendorong seseorang untuk berbuat yang
sebaik-baiknya.
2. Ada situasi kompetisi
Sebagai konsekuensi adanya standar keunggulan, timbullah situasi
kompetisi. Namun perlu juga dipahami bahwa situasi kompetitif tersebut tidak
secara otomatis dapat memacu motivasi seseorang manakala individu tersebut
tidak beradaptasi didalamnya.
3. Jenis tugas dan situasi menantang
Jenis tugas dan situasi yang menantang adalah tugas yang memungkinkan
sukses dan gagalnya seseorang. Setiap individu terancam akan gagal apabila
kurang berusaha.

C. Ciri-ciri Orang yang mempunyai Motivasi Berprestasi Tinggi


Mussen el al. (1994:307) menyebutkan bahwa motivasi berprestasi
seringkali dimanifestasikan dalam perilaku motivasi berprestasi, seperti tekun
dalam tugas yang sulit, bekerja giat untuk mencapai penguasaan, dan memilih
tugas yang menantang tetapi tidak terlalu sulit.
Sementara itu Uyun (1998:47) dengan mengutip pendapat Mc. Clelland
tahun 1981 menyebutkan bahwa individu yang mempunyai motivasi berprestasi
tinggi akan mempunyai rasa tanggung jawab dan rasa percaya diri yang tinggi,
lebih ulet, lebih giat dalam melaksanakan suatu tugas, mempunyai harapan yang
tinggi untuk sukses dan mempunyai keinginan untuk menyelesaikan tugasnya
dengan baik.
Menurut Asnawi (2002:86) manifestasi dari motivasi berprestasi ini
terlihat dalam perilaku seperti: 1) mengambil tanggung jawab pribadi atas
perbuatan-perbuatannya, 2) mencari umpan baik tentang perbuatannya, 3)
memilih resiko yang moderat atau sedang dalam perbuatannya, dan 4) berusaha
melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif.
Menurut French dalam Syaodih (2003) siswa yang termotivasi oleh
prestasi akan bertahan lebih lama pada tugas dibandingkan siswa-siswa yang
kurang tinggi dalam motivasi berprestasi, kendati mereka mengalami kegagalan.
Mereka akan menghubungkan kegagalan mereka dengan kurangnnya usaha,
buaknnnya dengan faktor-faktor eksternal seperti kesukaran tugas, keberuntungan.
Siswa yang termotivasi prestasi menginginkan keberhasilan, dan ketika mereka
gagal akan melipatgandakan usaha mereka sehingga dapat berhasil.
Sedangkan menurut Rohwer dalam Syaodih (2003) mengemukakan dalam
dua jenis motivasi berprestasi yaitu a) Motivasi berprestasi ekstrinsik dan b)
Motivasi berprestasi intrinsik. Motivasi instrinsik berasal dari dalam diri sendiri
yaitu dorongan untuk bertindak efisien dan kebutuhan untuk berprestasi secara
baik. Ciri-cirinya adalah siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan
berusaha mencoba setiap tugas yang diberikan meskipun sulit untuk dikerjakan.
Sebaliknya yang bermotivasi rendah, akan enggan melakukan tugas yang
diberikan apabila ia tahu bahwa dirinya tidak mampu melalukannya, tanpa ada
usaha. Bagi siswa yang motivasinya tinggi ada dorongan ingin tahu.
Ciri-ciri seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi diungkapkan
oleh Mc. Clelland dikutip dalam Wahidin (2001) adalah :
1). Mempunyai keinginan untuk bersaing secara sehat dengan dirinya sendiri
maupun dengan orang lain.
2). Mempunyai keinginan bekerja dengan baik.
3). Berfikir realistis, tahu kemampuan serta kelemahan dirinya.
4). Memiliki tanggung jawab pribadi
5). Mampu membuat terobosan dalam berfikir
6). Berfikir strategis dalam jangka panjang
7). Selalu memanfaatkan umpan balik untuk perbaikan.
Motivasi berprestasi dibandingkan dengan menggunakan standar
keunggulan motivasi berprestasi. Menurut Heckhausen (dalam Haditono 1979 :
8). Ada tiga standar keunggulan motivasi berprestasi, yaitu standar keunggulan
dalam:
a. Penyelesaian tugas (the accomplishment of task)
Dalam suatu tugas misalnya, seorang siswa yang mempunyai tugas
menyelesaikan soal-soal matematika, biasanya terkandung standar penyelesaian
tugas. Misalnya kalau siswa tersebut mengerjakan betul semua akan mendapat
nilai sepuluh, sedangkan kalau betul setengahnya akan mendapatkan nilai lima.
Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi pasti akan berusaha
mencapai target yang paling baik.
b. Perbandingan dengan prestasi sebelumnya (the comparison of one's own
precious achievement)
Seorang siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi selalu merasa
kurang puas dengan hasil yang telah dicapai. la akan selalu berusaha untuk
meningkatkan prestasinya itu. Misalnya, seorang siswa yang telah mencapai nilai
delapan dalam bidang matematika, maka pada kesempatan lain ia akan berusaha
mendapatkan nilai yang lebih dari yang diperolehnya.
c. Perbandingan dengan prestasi orang lain (the comparison with another's
achievement)
Dalam suatu kompetisi, orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi
akan selalu mengejar yang terbaik diantara rival-rivalnya. Dalam menerangkan
motivasi berprestasi, teori nilai ekspektansi menyatakan bahwa tendensi untuk
terlibat dan menekuni situasi yang berkaitan dengan prestasi adalah merupakan
fungsi multiplikatif dan motif untuk sukses, ekspektansi atau probabilitas untuk
sukses, dan nilai insentif dari sukses. Secara lebih operasional, Lindgren (dalam
Purwanto 1993 : 21-22) memberi batasan motivasi berprestasi sebagai dorongan
untuk menguasai, memanipulasi, serta mengatur lingkungan sosial secara fisik,
mengatasi rintangan-rintangan dan memelihara kualitas kerja yang tinggi,
bersaing melalui usaha-usaha untuk melebihi perbuatannya yang lampau serta
mengungguh orang lain.
Dengan demikian dapatlah dipahami bersama bahwa seseorang yang
memiliki motivasi berprestasi memiliki kelebihan untuk menjadikan dirinya
berhasil dan sukses dalam berbagai kegiatan dalam kehidupan ini, termasuk
didalamnya adalah keberhasilan dalam prestasi belajarnya.

D. Sifat-sifat Motivasi Berprestasi


Motivasi berprestasi bersifat tetap; artinya bahwa jika seseorang memiliki
motivasi berprestasi tinggi maka pada waktu lain pun akan memiliki motivasi
berprestasi tinggi pula, walaupun tidak dalam semua hal. Motivasi untuk
berprestasi bersifat tetap, tidak disadari, dan tidak mudah melemah oleh faktor-
faktor situasional, seperti kesukaran pekerjaan/tugas atau berfungsinya insentif.
Motivasi berprestasi ini dapat dimiliki dalamgradasi yang tinggi, namun dapat
juga dalam gradasi yang rendah (Stipek, dalam Wolfoolk, 1994:342).
Mussen et al. (1994:289) menjelaskan bahwa motivasi dan perilaku
berprestasi tidak konstan dalam semua tugas dan situasi. Variasi tersebut dapat
terjadi pada satu bidang subjek ke bidang lain atau dari satu periode waktu ke
periode berikutnya. Dalam mengerjakan suatu projek misalnya, mungkin saja
seseorang nampak sangat tekun dan terlibat, sementara dalam kegiatan lain ia
hanya memperlihatkan sedikit usaha atau kurang optimum.
Motivasi berprestasi mempunyai sifat tetap dan tidak mudah terpengaruh
oleh faktor-faktor yang bersifat situasional, namun tingkatan kekuatannya tidak
selalu tetap/konstan untuk semua bidang tugas/pekerjaan. Kekuatan
kecenderungan ini dipengaruhi oleh seberapa besar kebutuhannya akan prestasi
dalam bidang tersebut.

E. Pentingnya Motivasi berprestasi Belajar


Motivasi mendorong timbulnya perbuatan yang dilakukan seseorang
misalnya belajar. Menurut Sardiman dalam buku Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar, prestasi seseorang dalam belajar sangat dipengaruhi oleh motivasi.
Belajar akan menjadi optimal kalau ada motivasi. Karena itu motivasi Belajar
akan menjadi optimal kalau ada motivasi.
Karena itu motivasi mempunyai fungsi: (1) mendorong manusia untuk
berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepas energi. Motivasi dalam
hal ini merupakan motor penggerak bagi setiap kegiatan yang akan dikerjakan, (2)
menentukan kegiatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan
demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang hams dikerjakan
sesuai dengan rumusan tujuannya, dan (3) menyeleksi kegiatan, yakni
menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna
mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat
bagi tujuan tersebut. Seseorang siswa yang akan menghadapi ujian dengan
harapan dapat lulus, tentu akan melakukan kegiatan belajar dan tidak akan
menghabiskan waktunya untuk bermain kartu atau membaca komik, sebab tidak
serasi dengan tujuan (Sardiman 2001 : 83).
Menurut Martin Handoko (1992 : 66-69) cara-cara yang dapat ditempuh
oleh para pendidik untuk memperkembangkan dan memperkuat motivasi antara
lain : (1) memperjelas tujuan yang dicapai, (2) memadukan motif-motif yang
sudah dimiliki, (3) memadukan tujuan-tujuan sementara yang lebih dekat sifatnya,
(4) memberitahukan hasil kerja yang sudah dicapai, dan (5) mengadakan
persaingan yang akan dapat memperkuat usaha yang dilakukan, (6) merangsang
pencapaian tujuan, dan (7) pemberian contoh yang positif. Sementara itu
Moekaerto Mirman (dalam Nugroho 1988 : 13) menyatakan bahwa motivasi
memiliki fungsi sebagai berikut; (1) sebagai pendorong manusia dalam
melakukan / berbuat sesuatu. Intinya, semua manusia mau melakukan aktivitas
walaupun aktivitas tersebut sangat bermanfaat bagi dirinya. Untuk itu perlu
dimotivasi agar mau melakukan aktivitas tersebut, dan (2) sebagai penentu arah
perbuatan. Maksudnya agar aktivitas lebih terarah, efektif dan efisien sehingga
tujuan mudah tercapai, maka perlu diberikan motivasi.
Murray (dikutip Nugroho 1998 : 12) yang memakai istilah kebutuhan
berprestasi (need for achievement) menyatakan bahwa individu yang memiliki
motivasi berprestasi dalam belajar yang tinggi akan cenderung memiliki tingkat
kepercayaan yang tinggi, mempunyai tanggung jawab, selalu berusaha mencapai
basil yang baik, aktif dalam kehidupan sosial, memilih teman yang ahli daripada
sekedar sahabat, serta tahun terhadap tekanan-tekanan. Individu yang seperti ini
memiliki karakteristik tingkah laku dan dinamika yang menonjol, selalu bekerja
dengan memperhitungkan resiko, tidak suka mengerjakan tugas-tugas yang terlalu
mudah/rutin karena hal itu tidak akan memberikan kepuasan. Di samping itujuga
tidak suka mengerjakan tugas yang selalu sukar, karena kemungkinan untuk
berhasil kecil, dan tugas itu di luar jangkauan kemampuannya. Oleh karena itu
individu akan cenderung menetapkan, tujuan yang sebanding dengan
kemampuannya sendiri. Lebih menyukai tugas yang menuntut tanggung jawab
pribadi.
Selain itu juga mempunyai dorongan yang kuat untuk segera mengetahui
basil nyata dari tindakannya, karena hal itu dapat digunakan sebagai umpan balik
agar dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukannya dan mendorong
untuk berbuat lebih baik.
Sejumlah penelitian juga menjelaskan mengenai pengaruh motivasi belajar
dalam keberhasilan prestasi akademik seseorang. Motivasi berprestasi yang
dimiliki siswa sangat erat pengaruhnya dengan prestasi akademik siswa sesuai
dengan prinsip “Maju Berkelanjutan” atau belajar tuntas, dimana siswa akan
merasa memiliki motivasi untuk terus belajar dan berprestasi. Apabila tugas
belajar atau penguasaan bidang studi sebelumnya dilalui dengan sukses. Berkaitan
dengan ini maka bidang studi harus didesain sedemikian rupa sehingga siswa
mampu dan bergairah menguasai materi agar dapat berprestasi tinggi.
Motivasi berprestasi diwujudkan dalam bentuk usaha serta tindakan
belajar yang efektif sehingga dapat mempengaruhi optimalisasi potensi yang
dimiliki anak. Dengan demikian kegiatan belajar akan berhasil bila individu
terdorong untuk belajar. Dengan adanya motivasi berprestasi maka akan muncul
ide-ide atau gagasan, keinginan dan usaha untuk melakukan aktivitas belajar
dengan efektif dan efisien.
Semakin tinggi motivasi berprestasi siswa semakin baik pula siswa
memperoleh prestasi akademiknya. Semakin rendah motivasi berprestasi siswa,
semakin rendah pula prestasi akademik yang diperoleh siswa. Dalam hal ini siswa
yang motivasi berprestasinya tinggi akan berhasil memahami atau memperoleh
prestasi akademik cenderung tinggi dan siswa yang motivasi berprestasinya
rendah sebaliknya cenderung memperoleh prestasi akademik yang rendah.
Dengan demikian diduga ada pengaruh yang positif antara motivasi berprestasi
terhadap prestasi akademik siswa.

1.2 Bimbingan Klasikal


A. Pengertian
Bimbingan klasikal atau dalam bahasa asing classroom guidance adalah
layanan yang diberikan kepada sejumlah peserta didik atau konseli dalam satu
rombongan belajar yang dilaksanakan di kelas dalam bentuk tatap muka antara
guru bimbingan atau konselor dan peserta didik atau konseli yang bersifat
pengembangan, pencegahan, dan pemeliharaan (Ditjen GTK, 2016,hlm.77)
Menurut Yusuf (2009,hlm.79) bimbingan klasikal termasuk kedalam
kurikulum bimbingan yang diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada
semua siswa (for all) di dalam kelas. Secara terjadwal, konselor memberikan
layanan kepada para siswa melalui orientasi dan imformasi tentang berbagai hal
yang dipandang bermanfaat bagi siswa. Layanan orientasi pada umumnya
diberikan pada siswa yang baru masuk disekolah diawal pelajaran. Siswa
diperkenalkan mengenai kurikulum yang digunakan, personil sekolah, jadwal
pelajaran, perpustakaan, tata tertib sekolah, jurusan di sekolah, ekstrakurikuler,
dan fasilitas sekolah. Sementara layanan informasi diberikan pada siswa tentang
berbagai aspek kehidupan yang dipandang penting dalam hidup. Layanan
informasi dapat diberikan baik melalui komunikasi langsung atau tidak langsung,
seperti media cetak maupun elektronik. Layanan bimbingan klasikal merupakan
layanan yang efektif dan efisien untuk meningkatkan kebutuhan peserta didik
disekolah.
Menurut Makrifah dan Nuryono (2014, hlm.3) layanan bimbingan klasikal
merupakan layanan yang berfungsi sebagai pencegahan, pemahaman,
pemeliharaan dan pengembangan sebagai upaya yang secara spesifik yang
diarahkan pada proses yang proaktif. Berdasarkan model ASCA
(Asosiasinyakonselor sekolah di Amerika), bimbingan klasikal merupakan bentuk
kegiatan yang termasuk ke dalam komponen layanan dasar (guidance curriculum).
Komponen layanan dasar bersifat developmental, sistematik, terstruktur, dan
disusun untuk meningkatkan kompetensi belajar, pribadi, sosial dan karir.
Layanan dasar (guidance curriculum) merupakan layanan yang terstruktur untuk
semua peserta didik (guidance for all), tanpa mengenal perbedaan gender, ras, atau
agama mulai taman kanak-kanak sampai tingkat SLTA disajikan melalui kegiatan
kelas untuk memenuhi kebutuhan perkembangan dalam bidang belajar, pribadi,
sosial dan karir peserta didik.
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan Depertemen Pendidikan Nasional 2007 (Dirjend PMPTK,
2007,hlm.40) mengemukakan pendapat: "Layanan bimbingan klasikal adalah
salah satu pelayanan dasar bimbingan yang dirancang konselor untuk melakukan
kontak langsung dengan para peserta didik di kelas secara terjadwal, konselor
memberikan pelayanan bimbingan ini kepada peserta didik. Kegiatan bimbingan
kelas bisa berupa diskusi kelas atau curah pendapat".
Bimbingan klasikal merupakan layanan bimbingan yang diberikan kepada
peserta didik sejumlah satu kelas, atau suatu layanan bimbingan yang diberikan
oleh guru bimbingan kepada konseli dalam satuan kelas yang dilaksanakan di
dalam kelas sehingga para siswa dapat terkontrol dan dapat lebih mengetahui
langsung akan timbal balik (Winkel dan Hastuti, dalam Setiawan, 2015, hlm.15).
Layanan bimbingan klasikal bukanlah suatu kegiatan mengajar atau
menyampaikan materi pelajaran sebagaimana mata pelajaran dalam kurikulum
pendidikan disekolah. Menurut Setiawan (2015,hlm.16) bimbingan klasikal
memiliki ketentuan dalam pelaksanaannnya. Perbedaan antara mengajar dan
membimbing :
1. Melainkan menyampaikan informasi yang dapat berpengaruh terhadap
tercapainya perkembangan yang optimal seluruh aspek perkembangan dan
tercapainya kemandirian peserta didik atau konseli.
2. Materi bimbingan klasikal berkaitan erat dengan domain bimbingan dan
konseling, yaitu bimbingan belajar, pribadi, sosial dan karir, serta aspek-aspek
perkembangan peserta didik.
3. Guru mata pelajaran dalam melaksanakan tugasnya adalah menyelenggarakan
pembelajaran yang mendidik. Guru bimbingan dan konseling atau konselor adalah
menyelenggarakan layanan bimbingan yang memandirikan peserta didik atau
konseli.
Layanan bimbingan klasikal sebagai salah satu layanan dasar yang
digunakan untuk memberikan informasi belajar, karir, pribadi, dan sosial (Dirjen
PMPTK, 2007,hlm.209). Bimbingan klasikal merupakan layanan bantuan bagi
siswa melalui kegiatan-kegiatan secara klasikal yang disajikan secara sistematis,
dalam rangka membantu siswa mengembangkan potensinya secara optimal dan
juga bertujuan membantu siswa memiliki kesadaran pemahaman diri dan
lingkungannya, mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi
tanggung jawab, dan mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan
masalahnya, serta dapat mengembangkan diri dalam rangka mencapai tujuan
hidupnya ( Yusuf dan Nurihsan, 2012, hlm.26).
Bimbingan klasikal merupakan layanan preventif sebagai upaya
pencegahan terjadinya masalah yang secara sepesifik diarahkan pada proses yang
proaktif. Bimbingan klasikal memiliki nilai efisien dalam kaitannya antara jumlah
peserta didik atau konseli yang di layani guru bimbingan dan konseling atau
konselor serta layanan yang bersifat pencegahan, pemeliharaan, dan
pengembangan.
Layanan dasar bimbingan merupakan layanan bantuan bagi peserta didik
(siswa) melalui kegiatan-kegiatan kelas atau diluar kelas, yang disajikan secara
sistematis, dalam rangka membantu siswa mengembangkan potensinya secara
optimal. Layanan ini dilaksanakan melalui kegiatan di dalam kelas (klasikal),
kelompok-kelompok kecil, dan kerjasama antara konselor dan guru dalam
pengembangan kompetensi tertentu yang diperlukan oleh siswa dalam
kehidupannya. Semua siswa, tidak terkecuali harus mendapatkan layanan dasar
secara terencana, teratur dan sistematis.
Guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam melaksanakan
bimbingan perlu menyusun rencana pelaksanaan layanan (RPL) dan laporan
pelaksanaan bimbingan klasikal, sehingga pelaksanaan bimbingan klasikal
terencana dan terarah serta siswa dapat mengetahui, memahami, dan dapat
mengaplikasikan materi yang diberikan (Ditjen GTK, 2016,hlm.77)
Merujuk dari berbagai pengertian, bimbingan klasikal adalah layanan
bantuan yang diberikan kepada siswa sejumlah satuan kelas antara 20-35 atau 30-
40 orang melalui kegiatan klasikal yang disajikan secara sistematis, bersifat
preventif dan memberikan pemahaman diri dan pemahaman tentang orang lain
yang berorientasi pada bidang pembelajaran, pribadi, sosial, dan karir dengan
tujuan menyediakan informasi yang akurat dan dapat membantu individu untuk
merencanakan pengambilan keputusan dalam hidupnya serta mengembangkan
potensinya secara optimal. Layanan bimbingan klasikal dapat membantu siswa
tingkat menengah atas untuk mempu mengembangkan diri sesaui dengan tugas
perkembangan yaitu sebelas aspek perkembangan yaitu, landasan hidup relegius,
landasan prilaku etis, kematangan emosional, kematangan intelektual, kesadaran
tanggungjawab, peran sosial sebagai pria dan wanita, penerimaan diri dan
pengembangannya, kemandirian prilaku ekonomis, wawasan dan persiapan karir,
kematangan hubungan dengan teman sebaya, dan persiapan diri untuk pernikahan
dan hidup berkeluarga.

B. Tujuan Bimbingan Klasikal


Tujuan bimbingan klasikal secara teori belum begitu banyak ditemukan,
oleh karena itu untuk merumuskan tujuan dan manfaat bimbingan klasikal
mempergunakan rumusan tujuan bimbingan dan koseling yang dikaitan dengan
kegiatan di kelas. Tujuan yang ingin dicapai bimbingan dan konseling adalah
tercapainya perkembangan yang optimal, penyesuaian diri yang baik,
penyelesaian masalah yang dihadapi, kemandirian, kesejahteraan dan kebahagian
serta kebermaknaan dalam kehidupannya. Kaitannya dengan domain layanan
bimbingan dan konseling adalah perkembangan yang utuh dan optimal dalam
bidang pribadi, sosial, belajar dan karir, serta keselarasan antara prilaku, perasaan
dan prilaku.
Tujuan bimbingan klasikal adalah membantu individu atau konseli agar
mampu menyesuaikan diri, mampu mengambil keputusan untuk hidup mandiri,
mampu beradaptasi dalam kelompok, mampu menerima support atau dapat
memberikan support pada temen-temennya (Siswabessy dan Hastuti, dalam
Setiawan, 2015,hlm.20)
Layanan dasar dengan metode bimbingan klasikal menurut Yusuf
(2009,hlm. 78) memiliki beberapa tujuan, yaitu :
1) siswa memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya
(pendidikan, pekerjaan, sosial budaya dan agama)
2) siswa mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi
tanggung jawab.
3) siswa mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya.
4) siswa mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan
hidupnya.

1.3 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan kajian teori dan hasil penelitian terdahulu yang relevan
mengenai bimbingan klasikal untuk meningkatkan motivasi berprestasi, maka
dirumuskan hipotesis: Layanan bimbingan klasikal dapat meningkatkan motivasi
berprestasi siswa.

BAB III
METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

A. Metode, Pendekatan, dan Desain Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan,
yaitu studi yang objek penelitiannya berupa karya-karya kepustakaan baik berupa
jurnal ilmiah, buku, artikel dalam media massa, maupun data-data statistika.
Kepustakaan tersebut akan digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian
yang diajukan oleh penulis yang dalam hal ini adalah pengaruh Bimbingan
klasikal terhadap Motivasi berprestasi siswa.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah kuantitatif karena
diperlukan hasil penelitian mengenai motivasi berprestasi siswa. Pendekatan
kuantitatif merupakan pendekatan yang akan mengukur motivasi berprestasi
siswa. Data hasil penelitian berupa skor (angka-angka) dideskripsikan untuk
mendapatkan gambaran motivasi berprestasi siswa di sekolah. Gambaran motivasi
berprestasi siswa di sekolah diukur melalui indikator-indikator dari masing-
masing aspek yang akan dijadikan sumber dalam penyusunan program bimbingan
belajar untuk meningkatkan motivasi berprestasi siswa di sekolah ( Basri, 2017).
Desain penelitian dalam penelitian ini adalah desain eksperimen dengan
jenis one pre test dan post test design. Dalam penelitian ini dilakukan dengan dua
kali pengukuran. Pengukuran pertama dilakukan sebelum kegiatan pemberian
layanan bimbingan klasikal. Pengukuran kedua dilakukan setelah pemberian
layanan klasikal sebanyak beberapa kali kepada subjek penelitian ( Basri, 2017).

B. Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi pada penelitian adalah SMA yang berjumlah 101 siswa
sedangkan sampel penelitiannya berjumlah 66 siswa yang terdiri dari 34 siswa
sebagai kelas eksperimen dan berjumlah 32 sebagai kelas kontrol. Teknik
pengumpulan data menggunakan wawancara, studi dokumentasi, dan pengisian
skala motivasi berprestasi. Data penelitian kemudian dianalisis secara kuantitatif
dengan menggunakan statistik. Teknik analisis data yang digunakan untuk
menguji keefektifan layanan bimbingan klasikal dalam meningkatkan motivasi
berprestasi siswa.
Menurut Basri (2017) pemilihan populasi penelitian didasarkan pada
pertimbangan sebagai berikut :
a. Siswa SMA berada dalam tahap remaja, dimana masa remaja merupakan suatu
titik kritis dalam hal prestasi dan kebutuhan untuk berprestasi merupakan salah
satu kebutuhan pada masa remaja.
b. Siswa SMA berada pada rentang usia 16-18 tahun yang dalam lingkup
psikologi perkembangan individu sedang memasuki masa remaja tengah dan
berada pada masa perubahan kepribadian. Pada masa remaja banyak kondisi
kehidupan yang turut membentuk pola kehidupan dan mempengaruhi motif
berprestasi.
c. Siswa SMA masa pertengahan mengenal lingkungan. Remaja sudah menganal
lingkungan sehingga remaja terlena dengan lingkungannya dan melupakan
prestasinya.
d. Siswa SMA yang di jadikan sample adalah siswa yang heterogen dan
mempunyai motif berprestasi pada kategori bermacam-macam.
Teknik pengambilan sampel dilakukan pada siswa dan siswi pada jenjang
SMA secara acak sederhana atau yang biasa disebut dengan istilah random
sampling. Pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling), dengan
arti setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai
sampel pengolahan data awal pembuatan program.

C. Instrumen Penelitian
1. Jenis Instrumen
Instrument merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti
dalam kegiatan pengumpulan data agar kegiatan menjadi sistimatis dan mudah
(Arikunto, 2010, hlm.160). Dalam hal ini peneliti menggunakan Instrumen yang
digunakan dalam penelitian menggunakan alat ukur motif berprestasi yang dikutip
dari ( Hasan Basri, 2017) dikembangkan oleh Laboratorium Psikologi pendidikan
dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia.
Alasan penggunaan instrument Motif Berprestasi dari Laboratorium Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan karena memiliki karakteristik definisi operasional
penelitian, selain itu instrument yang digunakan memiliki standarisasi secara
ilmiah dan empiris sehingga dapat digunakan dalam penelitian.
Pada instrumen terdapat sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan
untuk meningkatkan karakteristik dan gambaran motif berprestasi siswa jenjang
SMA. Pada setiap pernyataan terdapat dua pilihan yang terdiri dari A dan B,
peserta diminta memilih salah satu pernyataan yang paling sesuai dan menyerupai
diri (Basri, 2017).

2. Kisi-kisi Instrumen
Berdasarkan proses pengembangan teori dan perumusan indikator tentang
motivasi berprestasi, berikut kisi-kisi instrument yang dikutif dari Budiman &
Akhmad (2005) dalam (Basri, 2017).

Tabel 3.2
Kisi-kisi Instrumen Motivasi Berprestasi Siswa
Sub Kategori Butir Pernyataan
Adanya Suatu Hal yang ingin dicapai (AI) Pernyataan A
 Kebutuhan memperoleh hasil (N) 1,6,11,16,21,26,31,36,41,46
 Kebutuhan untuk melakukan kegiatan 2,7,12,17,22,27,32,37,42,47
dalam memperoleh hasil (I)
 Intensitas kecemasan pencapaian
tujuan yang ingin di capai (Ga+) 3,8,13,18,23,28,33,38,33,48
 Intensitas kecemasan pada
kemungkinan kegagalan suatu tujuan 4,9,14,19,24,29,34,39,44,49
(Ga-)
 Kebutuhan untuk mengatasi
hambatanhambatan yang dari diri 5,10,15,20,25,30,35,40,45, 50
sendiri dalam mencapai tujuan (Bp)
 Kebutuhan untuk mengatasi
hambatanhambatan yang datang dari 51,56,61,66,71,76,81,86,91,96
luar diri dalam mencapai tujuan (Bw)
 Intensitas kepuasan subjek terhadap 53,58,63,68,73,78,83,88,93,98
hasil yang dicapai (G+)
 Intensitas kekecewaan terhadap 54,59,64,69,74,79,84,89,94, 98
kegagalan (G-)
 Dorongan yang membantu 55,60,65,70,75,80,85,90,95,100
mengarahkan kegiatan (Nup)
 Intensitas keinginan untuk mencapai 52,57,62,67,72,77,82,87,92, 97
hasil dengan sebaik-baiknya (n.Ach)
Tidak ada sesuatu yang ingin dicapai Pernyataan B: 26 s.d 50 & 76
(UI s.d.100
Keraguan apa yang ingin dicapai (TI) Pernyataan B: 01 .d.25 dan 51
s.d.75

3. Uji kelayakan
Karena peneliti menggunakan instrumen yang sudah di ujibkelayakannya
karena telah di gunakan dalam penelitian sebelumnya oleh karena itu dikutip
dalam (Basri, 2017) Instrument motivasi berprestasi tidak dilakukan penimbangan
karena menggunakan instrument dari Laboratorium Psikologi Pendidikan dan
Bimbingan (LPPB) Fakultas ilmu Pendidikan Universitas Indonesia bandung dan
dikonsultasikan kepada dosen ahli penyusun instrumen motivasi berprestasi
sebagai tim pengembang instrument. Berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan
oleh Budiman dan Akhmad (2005, hlm.4) dalam (Basri, 2017) diperoleh informasi
validasi dan reliabilitas. Validitas digunakan untuk mengetahui derajat ketepatan
antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapat diperoleh
oleh peneliti. (Sugiyono, 2016,hlm.267) dalam Basri (2017) validitas instrument
motif berprestasi sebagai berikut.
4. Uji validitas
Hasil uji validitas yang di kutip dalam Basri (2017) adalah sebagai berikut:
Table 3.3
Hasil Uji Validitas Instrumen Lab Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

No Nama Validitas Indeks Validitas


1 Adanya suatu hasil yang ingin dicap[ai (AI) 0,164 – 0,692
2 Tidak adanya suatu hal yang ingin dicapai 0,097 – 0,764
(UI)
3 Keraguan apa yang ingin dicapai (TI) 0,191 – 0,572

Pengujian reabilitas instrumen bertujuan untuk melihat tingkat


keterandalan atau kemantapan sebuah instrument atau sejauh mana instrumen
mampu menghasilkan skor-skor secara konsisten (Sugiyono, 2010,hlm 183).
Reabilitas instrument merupakan penunjuk sejauh mana hasil pengukuran dengan
menggunakan instrument dapat dipercaya. Reabilitas instrumen ditunjukan
sebagai derajat ke ajegan. Metode yang digunakan dalam uji reabilitas adalah
metode alfha dengan memanfaatkan program SPSS. Reabilitas alat ukur
digunakan untuk mengetahui ketepatan alat ukur yang di pakai, apabila digunakan
beberapa kali objek yang sama akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono,
2012,hlm. 168) dalam (Basri, 2017)

6. Uji Reliabilitas
Uji reabilitas instrumen yang dikutip dalam Basri (2017) adalah sebagai berikut:
Table 3.4
Hasil Uji Reabilitas Instrumen Laboratorium Psikologi Pendidikan dan
Bimbingan

No Nama Validitas Indeks Validitas


1 Adanya suatu hasil yang ingin dicap[ai (AI) 0,727 (Tinggi)
2 Tidak adanya suatu hal yang ingin dicapai 0,781 (Tinggi)
(UI)
3 Keraguan apa yang ingin dicapai (TI) 0,637 (Tinggi)
D. Rencana Pelaksanaan Layanan dan Rancangan Intervensi
RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN
BIMBINGAN KLASIKAL
SEMESTER (GANJIL/GENAP)

Komponen Layanan Layanan Dasar (Bimbingan Klasikal)


Bidang Layanan Pribadi
Topik / Tema Layanan meningkatkan motivasi berprestasi siswa
Fungsi Layanan Pemahaman
Tujuan Umum Peserta didik/konseli mampu memahami motivasi
berprestasi
Tujuan Khusus 1. Peserta didik/konseli memahami tentang pengertian
belajar
2. Peserta didik/konseli dapat memahami prestasi belajar
3. Peserta didik/konseli mengetahui faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar
4. Peserta didik/konseli mendapat motivasi agar bisa
meningkatkan prestasi.
Sasaran Layanan Sejumlah 66 siswa
Materi 1. Definisi belajar
2. Pengertian prestasi belajar dan faktor pengaruh prestasi
belajar.
3. Pengertian motivasi, jenis-jenis motivasi, pengertian
motivasi belajar, dan indikator motivasi.
4. Manfaat yang di dapat jika memiliki prestasi belajar
yang baik.
Waktu 2 Kali Pertemuan x 60 Menit
Sumber Materi Muzani, Akhmad. 2013. Upaya Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa dengan Media Modul pada Mata Pelajaran
Kerja Las.
Metode Pembelajaran Ceramah dan Diskusi
Media / Alat Laptop, Infokus, dan kertas 1 lembar
Pelaksanaan
1 Tahap Awal/Pendahuluan Uraian Kegiatan
a. Pernyataan Tujuan 1. Membuka dengan salam dan berdoa menurut agama dan
kepercayaan masing-masing.
2. Menanyakan kabar, pengenalan, menanyakan pelajaran
sebelumnya, ice breaking
3. Menyampaikan tujuan layanan materi Bimbingan dan
Konseling

b. Tahap peralihan Siswa dimintai pendapat terkait motivasi berprestasi


(Transisi)
Tahap Inti
a. Kegiatan Peserta 1. Peserta didik mengamati slide power point yang
Didik berhubungan dengan materi layanan
2. Diskusi dan pengerjaan tugas kelompok
b. Kegiatan Guru 1. Guru BK membacakan dan menyimpulkan pendapat
BK/Konselor siswa terkait motivasi berprestasi
2. Guru BK menayangkan dan menjelaskan media
slide power point yang berhubungan dengan materi
layanan
3. Mengajak pesertadidik untuk berpendapat
4. Membentuk kelompok untuk berdiskusi dan
mengerjakan tugas
5. Menjelaskan cara mengerjakan dan membagikan
soal tugas kelompok
6. Mengawasi pengerjaan tugas kelompok
7. Mengevaluasi hasil diskusi dari tugas kelompok
3 Tahap Penutup 1. Guru BK memberi kesempatan bagi yang ingin bertanya
2. Guru BK mengajak peserta didik membuat kesimpulan
yang terkait dengan materi layanan
3. Guru BK mengakhiri kegiatan dengan berdoa dan salam

4 Evaluasi Guru BK atau konselor melakukan evaluasi dengan


memperhatikan proses yang terjadi :
1. Melakukan Refleksi hasil, setiap peserta didik
menuliskan di kertas yang sudah disiapkan.
2. Sikap atau antusias peserta didik dalam mengikuti
kegiatan
3. Cara peserta didik dalam menyampaikan pendapat atau
bertanya

LAMPIRAN-LAMPIRAN
LAMPIRAN 1: Materi Intervensi
A. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan sesuatu yang ingin di capai dalam proses
pembelajaran. Tujuan pembelajaran adalah untuk mengembangkan dan
meningkatkan kepribadian individu berupa tingkah laku. Oemar Hamalik (2005:
30) menjabarkan tingkah laku manusia yang merupakan hasil belajar terdiri dari
beberapa aspek, yaitu pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi,
emosional, hubungan social, jasmani, dan sikap.
Menurut Ali Lukman (1991:787) prestasi belajar adalah penguasaan
pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya
ditunjukkan dengan nilai test atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Prestasi
belajar baik itu belajar teori maupun belajar praktik banyak dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Dari pengertian di atas bahwa prestasi adalah hasil dari suatu
kegiatan seseorang atau kelompok yang telah dikerjakan, diciptakan dan
menyenagkan hati yang diperoleh dengan jalan bekerja.Jadi prestasi belajar adalah
hasil yang dicapai oleh siswa selama berlangsungnya proses belajar mengajar
dalam jangka waktu tertentu, umumnya prestasi belajar dalam sekolah berbentuk
pemberian nilai (angka) dari guru kepada siswa sebagai indikasi sejauhmana
siswa telah menguasai materi pelajaran yang disampaikannya, biasanya prestasi
belajar ini dinyatakan dengan angka, huruf, atau kalimat dan terdapat dalam
periode
tertentu.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar


Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat
digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern
( Ahmadi dan Widodo, 2004: 138 ). Faktor intern adalah faktor yang ada dalam
diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada
diluar individu.

1) Faktor intern
Di dalam faktor intern ada tiga faktor, yaitu faktor jasmaniah (keseďhatan,
cacat tubuh), faktor psikologis (inteligensi/kecakapan, perhatian, minat, bakat,
motif, kematangan, kesiapan), dan faktor kelelahan.
2) Faktor ekstern
Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dapatlah dikelompokkan
menjadi tiga faktor , yaitu faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar
anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang
tua, latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum,
relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, waktu
sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas
rumah), dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa,
teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat).

C. Pengertian Motivasi
Secara etimologis motivasi berasaldari kata motif, yang artinya dorongan,
kehendak, alasan, atau kemampuan. Motif adalah segala daya yang mendorong
seseorang untuk mendorong sesuat. Motivasi dapat didefinisikan sebagai ‘ suatu
usaha yang disadari untuk menggerakan, mengarahkan, dan menjaga tingkah laku
seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga
mencapai hasi atau tujuan tertentu (ngalim purwanto, 2002:73).
Menurut Hamzah B. Uno (2008: 1) Motivasi adalah dorongan dasar yang
menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada dalam diri
seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu, dengan dorongan dalam
dirinya. Motivasi juga dapat dikatakan sebagai perbedaan antara dapat
melaksanakan dan mau melaksanakan. Motivasi lebih dekat pada kemauan untuk
melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan.
Oemar Hamalik (2005:157) mengemukakan bahwa motivasi adalah
perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya
perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Ada dua prinsip yang dapat digunakan
untuk meninjau motivasi, ialah:
(1) Motivasi dipandang sebagai suatu proses. Pengetahuan tentang proses ini akan
membantu kita menjelaskan kelakuan yang kita amati dan untuk memperkirakan
kelakuan lain pada seseorang.
(2) Kita menentukan karakter dari proses ini
dengan melihat petunjuk-petunjuk dari tingkah lakunya. Apakah petunjuk
D. Jenis-Jenis Motivasi
Menurut Oemar Hamalik (2005:162) pada pokoknya motivasi dapat dibagi
menjadi dua jenis yaitu motivasi intrisik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrisik
adalah motivasi yang tercang kup di dalam
situasi belajar dan menemui kebutuhan dan tujuan-tujuan. Motivasi yang
sebenarnya yang timbul dari dalam diri siswa sendiri misalnya, keinginan untuk
mendapat ketrampilan tertentu, memperoleh informasi dan pengertian,
mengembangkan sikap untuk berhasil, menyenangi kehidup dan lain-lain.
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang hidup dalam diri siswa dan
berguna dalam situasi belajar yang fungsional. Motivasi ekstrinsik juga dapat
didefinisikan sebagai motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi
belajar, sumbernya datang dari lingkungan diluar dari siswa yang bersangkutan,
misalnya penggunaan pujian, umpan balik, dan intensif untuk memotivasi siswa
melakukan yang terbaik.
Dalam proses belajar, motivasi intrisik lebih menguntukan karena dapat
bertahan lama dalam diri siswa. Sedangkan motivasi ekstrinsik dapat diberikan
oleh guru dengan mengatur situasi dan kondisi lingkungan belajar. Dengan jalan
memeberi penguatan, maka motivasi yang mula-mula bersifat ekstrinsik lambat
laun akan berubah menjadi motivasi intrisik.
Dalam kegiatan pembelajaran, peran motivasi intrisik maupun ekstrinsik sangat
diperlukan karena dapat mendorong siswa untuk menggembangkan aktifitas,
inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekukan siswa dalam melakukan
belajar. Oleh karena itu guru dituntut
dapat menumbuhkan motivasi belajar sisiwa.

E. Komponen-Komponen Motivasi
Motivasi memiliki dua komponen, yaitu komponen dalam (inner
component) dan komponen luar (outer component). Komponen dalam adalah
perubahan dalam diri seseorang, keadaan merasa tidak puas, dan ketegangan
psikologis. Komponen luar adalah apa yang diinginkan seseorang, tujuan yang
menjadi arah kelakuannya. Jadi, komponen dalam adalah kebutuhan kebutuhan
yang ingin dipuaskan, sedangkan komponen luar adalah tujuan yang hendak
dicapai (Oemar hamalik, 2005:159).

F. Fungsi Motivasi
Dari uraian di atas jelaslah bahwa motivasi mendorong timbulnya
kelakuan dan mempengaruhi serta mengubah kelakuan. Jadi, fungsi motivasi
meliputi sebagai berikut ini.
1) Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perubahan. Tampa motivasi maka
tidak akan timbul suatu perubahan seperti belajar.
2) Motivasi berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan perbuatan
kepencapaian tujuan yang diinginkan.
3) Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Besar kecilnya motivasi akan
menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

G. Motivasi Belajar
Hamzah B. Uno (2008: 23), mengatakan bahwa motivasi belajar adalah
dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk
mengadakan perubahan tingkah laku. Motivasi dan belajar tidak dapat dipisahkan,
karena kedua hal tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Belajar adalah
perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi
sebagai hasil dari praktek atau penguatan, yang dilandasi untuk mencapai tujuan
tertentu. Sedangkan motivasi merupakan suatu keinginan/ hasrat, yang
disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk
melakukan aktivitas belajar yang lebih giat dan semangat (Hamzah B. Uno, 2011:
23).

H. Indikator Motivasi
Menurut Hamzah B. Uno (2008: 23), ada beberapa indikator motivasi
belajar, yaitu :
1) Adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil.
2) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar.
3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan.
4) Adanya penghargaan dalam belajar.
5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.
6) Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seorang
siswa dapat belajar dengan baik.Keenam indikator diatas sangat berperan penting
dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Dan nantinya, keenam indikator
tersebut akan menjadi acuan dalam penelitian.

I. Manfaat Berprestasi
1.Masa depan yang cerah
Dengan menjadi siswa berprestasi, peluang untuk memiliki masa depan
yang cerah itu sangat besar. Ini disebabkan oleh adanya kemampuan untuk
mengasah kelebihan sehingga menimbulkan daya kreativitas yang tinggi. Orang
yang kreatif berpotensi menciptakan lapangan kerja sendiri atau mendapatkan
lapangan kerja sesuai dengan keahlian yang dimiliki.

2.Membanggakan keluarga
Jika kita berprestasi, tentunya keluarga pasti bangga, khususnya kedua
orangtua. Tujuan orangtua untuk menyekolahkan kita adalah agar kehidupan kita
lebih baik daripada beliau. Kedua orangtua mungkin tidak butuh imbalan apa pun
dari anak-anaknya, beliau hanya ingin melihat anaknya sukses. Dengan kita
berprestasi, kita pasti akan membuat orangtua kita merasa bangga.

3.Mengharumkan nama sekolah


Jika ada event atau lomba antar sekolah, baik tingkat kecamatan,
kabupaten/kota, provinsi, nasional, bahkan internasional, yang dipilih tentunya
siswa yang berprestasi di bidang yang diperlombakan tersebut. Seandainya kita
menang, tentunya kita akan mengharumkan nama sekolah ataupun daerah asal
kita.

4.Menimbulkan motivasi pada diri orang lain


Bila kita berprestasi, tentunya orang lain kagum dan berminat untuk
mencapai prestasi seperti kita. Orang lain akan termotivasi untuk meraih prestasi.
Meskipun begitu, pasti ada orang yang iri dengan kita.

5.Mendapat pahala dari Allah SWT


Menuntut ilmu adalah suatu kewajiban dalam agama Islam. Dengan
berprestasi, berarti kita telah dapat menuntut ilmu dengan baik, dan pastinya kita
akan mendapat pahala. Tapi jangan sampai prestasi itu membuat kita sombong dan
angkuh.
6. Membantu seseorang ketika memasuki dunia kerja.
7. Memberikan seseorang peluang untuk meraih beasiswa.
8. Membantu seseorang untuk menentukan studi lanjut yang sesuai dengan nilai
prestasi tertinggi.
9. Membantu seseorang dalam menekuni suatu prestasi yang bisa dijadikan
sebagai peluang untuk membuka usaha sendiri (berwirausaha).

RANCANGAN PENERAPAN PROGRAM ( RPP)

Rencana
Tahap Kegiatan Durasi
Pelaksanaan
Persiapan  Peneliti menginformasikan kepada 20’ Rabu
(Sesi 1) peserta didik terkait kegiatan yang minggu ke-1
akan di lakukan untuk -
meningkatkan minat berprestasi
 Peneliti memberikan surat
kesediaan kepada peserta

(Sesi 2) Peneliti mengumpulkan surat Kamis


ketersediaan minggu ke-1
Pre Test Peserta didik mengisi pre test terkait 30’
pemahaman minat berprestasi

Kesadaran  Peserta didik diminta 5’ Senin


motivasi pengetahuannya akan apa yang ia minggu ke-2
berprestasi ketahui dari prestasi
tahap 1  Penelti atau konselor akan 20’
(Sesi 1) menjelaskan materi terkait motif
berprestasi dan klasifikasi prestasi
(Sesi 2)  Memandu peserta didik untuk 10’
menyebutkan prestasi apa yang
pernah di raih
Tahap 1.Pernyataan tujuan Senin
Awal/Penda  Membuka dengan salam dan 5 menit minggu ke-2
huluan berdoa menurut agama dan
kepercayaan masing-masing.
 (menanyakan kabar, 5 menit
pengenalan, menanyakan
pelajaran sebelumnya, ice
breaking)
 Menyampaikan tujuan layanan
materi Bimbingan dan 10
Konseling menit
2.tahap Peralihan/ Transisi
 Siswa dimintai pendapat terkait
motivasi berprestasi 10
menit
Tahap inti  Guru BK membacakan dan 10
menyimpulkan pendapat siswa menit
Selasa
terkait motivasi berprestasi
Minggu ke-2
 Peserta didik mengamati slide 30
power point yang berhubungan menit
dengan materi layanan.
 Guru BK menayangkan dan
menjelaskan media slide power -
point yang berhubungan dengan
materi layanan
 Mengajak pesertadidik untuk
berpendapat 5 menit
 Membentuk kelompok untuk
berdiskusi 5 menit
 Membagikan soal dan
Menjelaskan cara mengerjakan 5menit
tugas kelompok
 Pengerjaan tugas kelompok 20
terkait materi layanan menit
 Mengevaluasi hasil diskusi dari
tugas kelompok 10
menit
Tahap  Guru BK memberi kesempatan 10 Selasa
Penutup bagi yang ingin bertanya menit Minggu ke-2
 Guru BK mengajak peserta
10
didik membuat kesimpulan
yang terkait dengan materi menit
layanan
 Guru BK mengakhiri kegiatan
5 menit
dengan berdoa dan salam

E. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang di laksanakan meliputi langkah berikut :
1) Menentukan permasalahan yang akan diteliti dengan studi literature,
selanjutnya menulis proposal. Lingkup bahasan proposal penelitian mencakup
latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, hipotesis, definisi operasional variable, kerangka teoritis,
metode penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik dan instrument
penelitian, analisis data, dan prosedur penelitian.
2) Pengumpulan data untuk memperoleh data yang diperlukan guna menjawab
penelitian yang dianjurkan.
3) Pelaksanaan pengumpulan data, berupa penyebaran angket yang dilakukan
pada siswa jenjang SMA dengan langka-langkah sebagai berikut.
 Mencek alat pengumpulan data dan mengecek kelengkapan
pedoman.
 Mengecek peserta didik yang menjadi sampel dalam penelitian dan
menjelaskan maksud kedatangan peneliti.
 Menjelaskan petunjuk pengertian angket kepada peserta didik,
kemudian mengisinya.
 Mengumpulkan angket setelah peserta didik selesai mengerjakan.
 Mengecek ulang dan memeriksa kelengkapan identitas dan
jawaban pada setiap lembar jawaban.
 Pengolahan dan analisis data tentang motivasi berprestasi
mahasiswa yang menghasilkan teori motivasi berprestasi siswa dan
dijadikan dasar rumusan buat perencanaan layanan bimbingan
klasikal.
 Penetapan sampel penelitian
 Penyusunan program bimbingan klasikal untuk meningkatkan
motivasi berprestasi siswa, yang selanjutnya dilakukan
pertimbangan oleh para ahli dan praktisi bimbingan dan konseling
untuk menghasilkan strategi bimbingan klasikal yang layak.
 Pelaksanaan pretest terhadap kelompok eksperimendan kontrol.
 Pelaksanaan treatment pada kelompok eksperimen dengan layanan
bimbingan klasikal.

F. Teknik Pengolahan Data


Pengolahan data dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian
mengenai gambaran motif berprestasi siswa. Gambaran motif berprestasi siswa
jenjang SMA diperoleh melalui batas kelompok untuk mengetahui motif
berprestasi siswa berada pada kategori tinggi sekali, tinggi, sedang, rendah atau
sangat rendah. tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Menentukan pengkategorian dengan menjumlahkan skor dari sejumlah
pernyataan, selanjutnya ditentukan panjang setiap kelas dengan rumus berikut
(Furqon,2009,hlm24-25)
R = Xmaks – Xmin
Bk
Keterangan:
R = Panjang kelas
Xmaks = Skor maksimum
Xmin = Skor minimum
Bk = Banyak kelas
b. Mengelompokan data menjadi lima kategori, yaitu sangat rendah, rendah,
sedang, tinggi dan sangat tinggi dengan menggunakan pedoman sebagai berikut.
Table 3.6
Pengkategorian Skor berdasarkan Aspek Motivasi Berprestasi
Skala skor Kategori
>8 Tinggi Sekali (TS)
5–7 Tinggi (T)
2– 4 Sedang (S)
1–1 Rendah (R)
<-2 Rendah Sekali (RT)

 Pengkategorian Skor Motivasi Berprestasi Siswa:


>64 Tinggi Sekali (TS)
55 – 64 Tinggi (T)
45 – 54 Sedang (S)
35 – 44 Rendah (R)
<34 Rendah Sekali (RT)
Interprestasi dari setiap kategori motif berprestasi adalah sebagai berikut.
Table. 3.8
Intervensi Skor Kategori Motif Berprestasi Siswa
Kategori Motif skor Intepretasi
Berprestasi
Sangat rendah <34 Siswa yang memiliki motif berprestasi sangat
rendah ditunjukan dengan tidak memiliki tujuan
hidup yang jelas, tidak memiliki kebutuhan
memperoleh hasil, tidak melakukan kegiatan
memperoleh hasil, memiliki intensitas rendah
terhadap tujuan, kecenderungan berpikir lebih
banyak terhadaap kegagalan, tidak dapat
mengantisipasi hambatan dalam dan luar diri, tidak
memiliki kepuasan terhadap hasil, kurang percaya
diri, memiliki perasaan negatif ketika melakukan
usaha mencapai tujuan, tidak mampu melakukan
dorongan yang mengarah terhadap kegiatan, dan
memiliki intensitas rendah untuk mencapai hasil
Rendah 34- Siswa yang memiliki motif berprestasi sangat
44 rendah ditunjukan dengan, tidak memiliki
kebutuhan memperoleh hasil, tidak melakukan
kegiatan memperoleh hasil, memiliki intensitas
rendah terhadap tujuan, kecenderungan berpikir
lebih banyak terhadaap kegagalan, tidak dapat
mengantisipasi hambatan dalam dan luar diri, tidak
memiliki kepuasan terhadap hasil, memiliki
perasaan negatif ketika melakukan usaha mencapai
tujuan, tidak mampu melakukan dorongan yang
mengarah terhadap kegiatan, dan memiliki
intensitas rendah untuk mencapai hasil
Sedang 45- Siswa yang memiliki kebutuhan memperoleh hasil,
54 melakukan kegiatan dalam memperoleh hasil,
memiliki intensitas rendah terhadap pencapaian
tujuan, memiliki kecenderungan berpikir cara
menghindari hambatan, dapat mengatasi hambatan
dari diri dan luar diri, perasaan negatif ketika
melakukan usaha mencapai tujuan, mampu
mengarahkan dorongan yang memanfaatkan
kegiatan dan minimal melakukan kegiatan
mencapai hasil
Tinggi 55- Siswa yang memiliki kebutuhan tinggi dalam
64 memperoleh hasil, melakukan kegiatan dalam
memperoleh hasil, memiliki intensitas tinggi
terhadap pencapaian tujuan, tidak memiliki
kecenderungan berpikir terhadap kegagalan, dapat
mengatasi hambatan dari diri dan luar diri, memiliki
kepuasan terhadap hasil yang di capai, memiliki
perasaan positif ketika melakukan usah memcapi
tujuan, memanfaatkan dorongan yang mengarah
pada kegiatan, dan memiliki intensitas tinggi untuk
mencapai hasil dengan sebaik bainya.
Sangat Tinggi >65 Siswa yang memiliki tujuan yang jelas, memiliki
kebutuhan tinggi dalam memperoleh hasil,
melakukan kegiatan dalam memperoleh hasil,
memiliki intensitas tinggi terhadap pencapaian
tujuan, tidak memiliki kecenderungan berpikir
terhadap kegagalan, dapat mengatasi hambatan dari
diri dan luar diri, memiliki kepuasan terhadap hasil
yang di capai, memiliki perasaan positif ketika
melakukan usah memcapi tujuan, memanfaatkan
dorongan yang mengarah pada kegiatan, dan
memiliki intensitas tinggi untuk mencapai hasil
dengan sebaik bainya.

Selanjutnya pernyataan penelitian mengenai rancangan bimbingan klasikal


untuk meningkatkan kotivasi berprestasi siswa jenjang SMA dijawab dengan
kajian teoritis dengan fakta penelitian dan uji-t dengan SPSS 17.
DAFTAR PUSTAKA

Fauziyyah, Maharani (2016) Pengaruh Dukungan Sosial Dari Orangtua Terhadap


Motivasi Berprestasi Siswa di SMK Adzkia Padang. Diploma thesis,
Universitas Andalas.
Abdullah, Ambo Enre. 1989. Pengaruh Motivasi Berprestasi dan Perilaku
Komunikasi antar Pribadi terhadap Efektivitas Kepala Sekolah. Editoral
jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Edisi 40.
Adams, J.E. 1997. A Study to Determine the Impact of a Precollege Intervention
on Early Adolescent Aspiration and Motivation for College in West
Virginia. Dissertation Sumitted to the Faculty of the Virginia Politechnic
Institue and State University. Blacksburg, Virginia, Scholar.lib.vt.edu/
theses/public/etd-10139715292/materials/etd.pgf.
Atkinson, J.W. 1958. Achievement Motive and Test Anxiety Asimilator Motives
to Approach Success. Journal of Abnormal and Social Psychology 60.
Chaplin, J.P. 2005. Kamus Lengkap Psikologi. Terjemahan Kartini Kartono.
Jakarta : Raja Grafindo.
Depdiknas, 2003. http://www.depdiknas.htm.
Martianah, Sri Mulyani. 1984. Disertasi : Motif Sosial Remaja Jawa dan
Keturunan Cina Suatu Studi Perbandingan. Yogyakarta : Gadjah Mada
Press.
Mussen, Paul Henry, dkk.1984. Child Development and Personality. Harper &
Row, Inc. Alih bahasa : FX. Budiyanto, dkk. Ctakan II tahun 1994.
copyright dalam bahasa Indonesia. 1989. Jakarta : Penerbit Arcan.
Rahayu. T (2002). Hubungan Kausal antara Disiplin Tata Tertib Sekolah dan
Motivasi Berprestasi terhadap Prestasi Belajar. Tesis. Salatiga : Program
Studi Magister Studi Pembangunan UKSW.
Rivai, M. 2000. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Mahasiswa
http:www.depdiknas.co .id/jurnal/ 29faktor .htm.
Riyadi, Papa, 2004. Hubungan Motivasi Berprestasi dan Bimbingan Belajar
dengan Prestasi Belajar Siswa SMU N 1 Kota Magelang. Tesis. Semarang.
Pascasarjana UNNES.
Slameto. 2002. Persepsi Siswa terhadap Guru Pembimbing dalam Hubungannya
dengan Kemandirian Belajar dan Prestasi Belajar Siswa SMU Unggulan.
Tesis. Semarang : Program Pasca Sarjana UNNES.
Soewadji. 2003. Hubungan Interaksi Sosial dalam Metode Pembelajaran
Kelompok Kecil dan Motivasi Berprestasi dengan Prestasi Belajar Siswa
pada Bidang Studi Geografi di SLTP Laboratorium Kristen Satya Wacana.
Laporan penelitian. Salatiga.
Wahidin. 2001. Tesis Hubungan antara Kecerdasan Emosional dan Motivasi
Berprestasi dengan Prestasi Belajar Siswa. Yogyakarta: UGM.
Yuniarti, K.W. 1988. Pola Asuh, Self Esteem, Motivasi Berprestasi, dan Prestasi
Belajar. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Sugianto. Pentingnya Motivasi Berprestasi dalam Mencapai Keberhasilan
Akademik Siswa. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta.
Basri, Hasan. 2017. EFEKTIVITAS BIMBINGAN KLASIKAL UNTUK
MENINGKATKAN MOTIVASI BERPRESTASI SISWA. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
http://mudakonselor.blogspot.com/2015/04/peran-konselor-dalam-bimbingan-
klasikal.html?m=1. ( diakses pada 29 April 2020).

Anda mungkin juga menyukai