Anda di halaman 1dari 29

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA TERHADAP

MOTIVASI BERPRESTASI SISWA PADA SMA ‘X’ DI SURABAYA

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh :
Monica Yuliasari
7103016050

Fakultas Psikologi
Universitas Katolik Widya Mandala
Surabaya
2020
HALAMAN PERSETUJUAN

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA TERHADAP


MOTIVASI BERPRESTASI SISWA PADA SMA ‘X’ DI SURABAYA

Oleh:

Monica Yuliasari

7103016050

Telah dibaca, disetujui dan diterima untuk diajukan ke tim penguji skripsi

Pembimbing: J. Dicky Susilo, M.Psi., Psikolog. ( _____________ )

Surabaya, 8 Mei 2020

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal penting bagi semua tingkatan usia termasuk


remaja karena pendidikan dapat dipakai sebagai batu loncatan untuk dapat
bekerja. Pendidikan merupakan kunci utama agar suatu bangsa dapat berkembang
dan maju, karena dapat menjadi investasi bagi masa depan tiap individu. Oleh
sebab itu bukan suatu hal yang mengherankan apabila remaja diharuskan untuk
memiliki prestasi baik di bidang akademik maupun non akademik.
Eysenck (dalam Djaali, 2007) mengemukakan seharusnya siswa memiliki
perilaku dan keinginan untuk belajar agar dapat menunjang pendidikan di masa
depan. Untuk dapat mencapai perilaku tersebut dibutuhkan dorongan yang sering
disebut sebagai motivasi. Dengan adanya motivasi, maka seseorang akan
terdorong untuk rajin, belajar lebih giat, dan penuh semangat dalam hal belajar
(Toding, David, dan Pali, 2015).
Motivasi penting bagi siswa, karena jika motivasinya baik maka akan
menunjukkan hasil belajar yang baik pula. Untuk memperoleh hasil belajar yang
baik, siswa perlu melakukan usaha-usaha yang didasari motivasi agar dapat
melahirkan prestasi (Sardiman, 2002). Selain itu, siswa yang bermotivasi tinggi
akan menggunakan proses kognitif untuk mempelajari, menyerap, dan mengingat
sehingga dapat berhasil dalam pendidikannya (Slavin, 2011).
Motivasi menurut Sumadi Suryabrata (dalam Djaali, 2007) adalah keadaan
yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorong dirinya untuk melakukan
aktivitas tertentu guna pencapaian suatu tujuan. Hasil dari belajar diharapkan akan
menjadi optimal dengan adanya motivasi. Sardiman (2002) menyatakan dengan
adanya motivasi yang tinggi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak
dalam diri siswa agar lebih giat dalam belajar dan mampu meraih prestasi dalam
dunia pendidikan. Sebaliknya, apabila terdapat motivasi yang rendah akan

1
2

menghambat pencapaian tujuan pendidikan dan merupakan ancaman bagi


kemajuan bangsa. Agar bangsa dapat mengalami perkembangan dalam dunia
pendidikan, sangat diperlukan siswa yang dapat meraih prestasi. Dengan
demikian, motivasi dapat diibaratkan sebagai sumber energi bagi setiap manusia
untuk mencapai tujuan dalam berprestasi. Motivasi berprestasi merupakan
dorongan yang ada pada diri individu untuk mencapai sukses dan menghindari
kegagalan, yang menimbulkan kecenderungan perilaku untuk mempertahankan
dan meningkatkan suatu keberhasilan yang telah dicapai dengan berpedoman pada
prestasi terbaik yang dicapai oleh dirinya maupun orang lain (McClelland, 1988).
Dengan kata lain siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah, cenderung
takut gagal dan bersaing dengan siswa lain. Berbeda dengan siswa yang memiliki
motivasi berprestasi yang tinggi, dimana mereka berusaha dan bekerja keras baik
dalam diri sendiri maupun dalam bersaing dengan siswa lain.
Motivasi berprestasi menurut McClelland (1988) merupakan usaha dalam
pencapaian sasaran dalam memperoleh keberhasilan, serta konsep personal yang
menjadi pendorong untuk meraih kesuksesan. Untuk mencapai kesuksesan
tersebut setiap individu mempunyai hambatan yang berbeda-beda, dan dengan
memiliki motivasi berprestasi yang tinggi diharapkan hambatan tersebut akan
dapat diatasi dan mampu mengaktualisasikan diri dengan mencapai berbagai
macam prestasi khususnya di bidang akademik. Dengan memiliki motivasi
berprestasi yang tinggi, akan muncul kesadaran dorongan untuk selalu mencapai
kesuksesan dapat menjadi sikap dan perilaku permanen pada diri individu
(Trisakti dkk, 2014). Terkait dengan motivasi berprestasi, siswa pada SMA ‘X’
dapat dibilang rendah untuk mau berusaha meraih prestasi di sekolah dan nilai
akademik tidak mencapai standart Ketuntasan Minimal Belajar, dimana siswa
hanya melakukan aktivitas belajar seperti biasa tetapi kurang terlihat adanya
kemauan untuk bersaing dalam meraih prestasi dan menyadari akan pentingnya
hal tersebut sebagai pembuktian dari hasil belajarnya seperti pernyataan
McClelland (1988) bahwa individu dengan kebutuhan berprestasi yang tinggi
akan selalu ingin mencari prestasi, ingin unggul, menyukai kompetisi dan
tantangan.
3

Schunk, dkk. (2008) mengemukakan bahwa indikator dari motivasi


berprestasi, khususnya dalam setting akademik meliputi (1) Choice atau memilih
terlibat dalam tugas akademik daripada tugas non-akademik. Perilaku dari
memilih tugas prestasi ini contohnya mengerjakan tugas sekolah daripada
menonton TV atau bermain game; (2) Persistence atau persisten (ulet) dalam
tugas prestasi, terutama pada waktu menghadapi rintangan seperti kebosanan,
kesulitan, atau kelelahan; dan (3) Effort atau mengerahkan usaha baik berupa
usaha secara fisik maupun secara kognitif misalnya menerapkan strategi kognitif
atau metakognitif, perilaku yang mencerminkan usaha tersebut antara lain
mengajukan pertanyaan ketika di kelas, berdiskusi materi pelajaran dengan teman,
dan menggunakan waktu yang cukup untuk mempersiapkan ujian.
Pada kenyataannya, secara keseluruhan motivasi berprestasi siswa masih
rendah. Sering dijumpai siswa yang menginginkan nilai rapor bagus, lulus ujian,
dan masuk ke perguruan tinggi tapi usahanya untuk belajar tidak serius, tidak
memiliki kebiasaan belajar yang teratur, bahkan mudah bosan ketika belajar.
Kondisi rendahnya motivasi itu membawa akibat pada rendahnya kompetensi
yang dikuasai siswa hingga pada akhirnya muncul perbuatan curang dalam ujian,
tidak naik kelas atau tidak lulus SMA, bahkan putus sekolah (Purwanto, 2014).
Fenomena yang seringkali mendasari terkait dengan rendahnya motivasi
siswa yaitu membolos sekolah. Diduga membolos merupakan salah satu faktor
yang timbul dari faktor personal yang terkait dengan menurunnya motivasi
sehingga siswa ketinggalan pelajaran (Kristiyani, 2009). Salah satu hasil survei
yang dilakukan pada bulan Juni 2002 di Surabaya, menunjukkan bahwa 59,6%
siswa pernah membolos dan 40,6% lainnya tidak pernah membolos
(www.surabaya.go.id). Fenomena lain juga ditemukan di SMP Negeri 1 Lembang
dalam penelitian Sakinah Melissa yang berjudul Efektivitas Bimbingan Teman
Sebaya Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa pada tahun 2014 terkait
dengan rendahnya motivasi siswa, sehingga muncul perilaku siswa seperti
kurangnya semangat dalam belajar, malas mengerjakan tugas sekolah, membolos
pada pelajaran tertentu, seringkali berbicara dengan teman ketika berlangsung
kegiatan belajar, dan tidak konsentrasi ketika menerima pelajaran di kelas.
4

Fenomena serupa peneliti temukan juga saat melakukan wawancara dengan


guru Bimbingan Konseling di SMA ‘X’ pada tanggal 7 Februari 2019, diperoleh
data bahwa di sekolah tersebut terdapat siswa yang menunjukkan perilaku sebagai
berikut : terlambat mengumpulkan tugas, tidak mengerjakan tugas sekolah, dan
membolos baik pada saat jam pelajaran maupun pada hari efektif sekolah.
Perilaku lain yang tampak saat guru mengajar adalah siswa cenderung tiduran atau
bermalas-malasan di atas meja dan mengeluh lebih dulu ketika diberi latihan soal
baru mengerjakan, hingga pada akhirnya membuat siswa tersebut tidak memenuhi
standart pencapaian nilai akademik. Selain itu peneliti juga mendapat informasi
bahwa beberapa guru seringkali mengeluh, seperti yang dikatakan guru
Bimbingan Konseling SMA ‘X’ :

“Saya ada beberapa wawancara dengan guru mapel dan hasilnya itu
guru sering mengeluh ketika menyampaikan materi tapi siswa baru
paham ketika diulang 3-4 kali, padahal materinya sangat mudah
menurut guru dan hasil ulangannya masih dibawah KMB (Ketuntasan
Minimal Belajar)”.
(E, Guru BK)

Fenomena diatas tidak sesuai dengan pernyataan Schunk (2008) mengenai


indikator motivasi berprestasi tinggi, dengan adanya perilaku siswa yang terlihat
kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran selama di kelas, baik pada saat guru
mengajar maupun saat siswa diberi latihan soal.
Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan adanya
peningkatan jumlah siswa SMA yang mengulang dan putus sekolah di Indonesia,
di tahun ajaran 2016/2017 terdapat 7.340 siswa yang mengulang dan sebanyak
36.419 siswa yang putus sekolah, pada tahun ajaran 2017/2018 terdapat 9.360
siswa mengulang dan sebanyak 31.123 siswa yang putus sekolah, dan di tahun
ajaran 2018/2019 terdapat 12.296 siswa yang mengulang dan sebanyak 52.142
siswa yang mengalami putus sekolah (kemdikbud, 2020).
Dari hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa siswa di SMA ‘X’
memiliki motivasi berprestasi yang rendah karena terdapat perilaku-perilaku yang
muncul dalam proses belajar di sekolah, dimana sebenarnya motivasi berprestasi
5

merupakan hal yang penting bagi SMA ‘X’ guna dapat membantu keberhasilan
siswanya dalam dunia pendidikan dan mempersiapkan siswa-siswa berprestasi
dari SMA ‘X’ sehingga dapat bersaing dengan siswa dari sekolah lain. Selain itu,
motivasi berprestasi juga sangat diperlukan bagi siswa SMA karena sebagai
generasi muda, siswa dipersiapkan untuk dapat melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi dan menekuni keahlian di bidangnya. Sehingga
diharapkan dengan adanya motivasi berprestasi dapat menunjang pencapaian
prestasi akademiknya.
Dalam menumbuhkan motivasi tersebut, terdapat dua faktor yang membuat
seseorang termotivasi, yaitu : (1) faktor internal. Motivasi terbentuk karena
kesadaran diri atas pemahaman betapa pentingnya belajar untuk mengembangkan
diri serta bekal untuk menjalani kehidupan. (2) faktor eksternal. Dapat berupa
rangsangan yang diberikan oleh orang lain atau lingkungan sekitarnya yang
mempengaruhi proses belajarnya, seperti teman sebaya, orangtua, keluarga dekat,
dan guru. Dalam penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan pada faktor eksternal,
yaitu orangtua dalam memberikan dukungan sosial untuk menumbuhkan motivasi
pada siswa. Orangtua adalah lingkungan sosial pertama yang ditemui siswa dalam
sehari-hari. Orangtua mempunyai peranan penting dalam dunia pendidikan anak-
anaknya. Orangtua ikut bertanggungjawab atas kemajuan belajar anaknya,
perhatian dan dukungan mempunyai peranan turut serta menentukan bagaimana
memberikan tanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya (Malwa, 2017).
Toding, David, dan Pali (2015) menyatakan bahwa keberhasilan siswa
dalam berprestasi dipengaruhi banyak faktor, salah satunya adalah faktor
dukungan orangtua, karena orangtua merupakan pembelajaran pertama pada anak.
Artinya, dukungan dari orangtua baik secara materi maupun non-materi akan
mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang. Terkait dengan belajar, orangtua
dapat memberikan stimulus berupa dorongan-dorongan bagi siswa untuk
mencapai prestasi belajarnya. Sejalan dengan pernyataan Toding dkk, Hayes
(2012) menyatakan bahwa dukungan atau keterlibatan orangtua sebagai orang
terdekat yang dimiliki anak menjadi faktor yang memegang peranan penting
sebagai penentu motivasi berprestasi. Dukungan sosial merupakan kenyamanan
6

fisik dan psikologis yang diberikan oleh teman dan keluarga kepada individu
(Baron & Byrne, 2005). Dalam pengertian lain dukungan sosial adalah berbagai
macam dukungan yang diterima oleh seseorang dari orang lain, dapat berupa
dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan
informasi atau dukungan dari kelompok (Sarafino, 2007).
Dari penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa salah satu hal yang paling
penting yang juga merupakan salah satu faktor tingginya motivasi berprestasi
adalah dengan adanya dukungan sosial yang diberikan orangtua kepada anak
remaja.
Berikut hasil wawancara dengan beberapa subjek di SMA terkait peran
orangtua dalam mendukung motivasi berprestasinya :

“Menurutku orangtua penting ya kak untuk aku dalam kegiatan


sehari-hari khususnya di kegiatan sekolah, karena bagi aku itu paling
deket sama orangtua selain temen-temen. Jadi orangtua yang tau
hobi anaknya itu apa ya didukung kalo ada lomba-lomba gitu di
sekolah atau yang di luar sekolah.”
(Informan C, 17 tahun)

“Sangat penting sih. Dari orangtua kita bisa mendapat semangat,


support, bahkan bantuan kalau kita kesusahan. Ya di bantu belajar,
masio pas orangtua ku nggak paham sama pelajaran ya di masukin
tempat les gitu.”
(Informan M, 17 tahun)

Dari hasil wawancara tersebut, menunjukkan bahwa siswa membutuhkan


dukungan sosial dari orang-orang terdekatnya, terlebih dalam hal ini adalah
orangtua baik dalam hal akademik maupun non-akademik.

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa keluarga mempunyai


peranan penting dalam menumbuhkan motivasi berprestasi pada anak, terutama
orangtua. Menurut Stainback & Stainback (1999) ada bentuk dukungan yang
dapat diberi, yaitu (1) sebagai fasilitator dimana orang tua bertanggung jawab
untuk terlibat dalam membantu belajar anak di rumah, mengembangkan
keterampilan belajar yang baik, memajukan pendidikan dalam keluarga dan
7

menyediakan sarana alat belajar seperti tempat belajar, penerangan yang cukup,
dan buku-buku; (2) sebagai motivator dimana orang tua memberikan motivasi
kepada anak dengan cara meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas
rumah, mempersiapkan anak untuk menghadapi ulangan, mengendalikan stress
yang berkaitan dengan sekolah, mendorong anak untuk terlibat dalam berbagai
kegiatan di sekolah, dan memberi penghargaan terhadap prestasi yang diperoleh
anak. Dapat berupa hadiah atau pujian; (3) sebagai pembimbing atau pengajar
dimana orang tua memberikan pertolongan kepada anak dengan siap membantu
belajar melalui pemberian penjelasan pada bagian yang sulit dimengerti oleh anak,
membantu anak mengatur waktu belajar, dan mengatasi masalah belajar serta
tingkah laku anak yang kurang baik. Selain itu, dukungan sosial dari lingkungan
sekitar juga dapat membantu timbulnya motivasi berprestasi, seperti yang
dikatakan pada wawancara berikut :

“Kalau aku ya tergantung situasi juga, kan kalau banyak yang nyemangati,
bantuin gitu kan kitanya juga jadi semangat. Nggak cuma dari orang tua se
kalo aku, temen-temen ya kadang efeknya yang lebih berasa karna sama-
sama tau materi dikelas kayak apa, kala susah bisa belajar bareng sama
yang lebih pinter, nanyak gitu, nggak canggung kan kalo sama temen
sendiri. Kalo orang tua kan belum tentu juga paham sama materi yang lagi
dipelajari gitu jadi ya sama aja. Tapi kak aku itu orangnya kalau niat
belajar sendiri ya tak pelajari, jadi walaupun ga dapet semangat ya gapapa.
Kecuali bener-bener gabisa dan nyerah baru aku cari tau ke guru atau
nggak ya ke temen yang ngerti tadi.”
(Informan A, 16 tahun)

“Bagi aku penting ya dukungan orang tua karena dalam hal apapun pasti
orang tua memberi semangat, support gitu. Kasih fasilitas wifi dirumah,
ditemenin belajar, les, dibayari sekolah kan juga sudah mendukung. Eman
uangnya kalau aku ga serius. Gatau ya mungkin bagi orang lain gasuka
dibanding-bandingin, ya aku awalnya juga gitu apalagi pas SMP dulu ga
suka tapi lama-lama aku nyadar kalau emang omongannya mamaku itu ya
8

ada bener e, sepupuku lebih aktif gitu, buanyak prestasinya. Pokoknya


mamaku itu mau aku kayak dia, jadi ya aku yang awalnya mangkel sekarang
kayak mikir kalau saudaraku bisa kenapa aku enggak.”
(Informan M, 17 tahun)

Dari hasil wawancara diatas, peneliti menemukan bahwa ada siswa yang
beranggapan bahwa dukungan sosial orangtua tidak terlalu dibutuhkan dan
tergantung pada situasi yang ada, karena dukungan sosial juga bisa didapat dari
teman sebaya dan guru di sekolah. Sedangkan siswa lain menganggap bahwa
dukungan sosial orangtua penting baik secara materi maupun non materi, karena
selain dapat memberi motivasi untuk meningkatkan prestasi, kritikan juga dapat
merubah pola pikir siswa agar lebih positif.
Dari fenomena yang didapat dari wawancara diatas, peneliti
menyimpulkan bahwa orangtua salah satu faktor penting dalam menumbuhkan
motivasi berprestasi pada siswa. Bagi beberapa siswa, tanpa dukungan sosial dari
orangtua tidak terlalu memberi dampak bagi dirinya karena masih bisa berjalan
sendiri dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya. Dari hal tersebut dapat
dilihat seberapa besar orangtua memberi dampak bagi motivasi, antara lain anak
lebih giat dan bersemangat dalam belajar sehingga mendapatkan hasil yang baik.
Sebab baik buruknya prestasi yang dicapai oleh anak akan memberikan pengaruh
dalam perkembangan pendidikan selanjutnya (Malwa, 2017). Oleh karena itu,
peneliti tertarik untuk meneliti tentang Hubungan Dukungan Sosial Orangtua
terhadap Motivasi Berprestasi pada Siswa di SMA ‘X’ Surabaya.

1.2. Batasan Masalah

Penelitian ini mengenai hubungan dari dukungan sosial orangtua yang


merupakan hal penting bagi siswa dalam meningkatkan motivasi berprestasi
siswa. Subjek penelitian ini yaitu siswa di SMA ‘X’ Surabaya.
9

1.3. Rumusan Masalah


Apakah ada hubungan antara dukungan sosial orangtua terhadap
motivasi berprestasi pada siswa SMA “X” di Surabaya?

1.4. Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial orangtua terhadap
motivasi berprestasi pada siswa SMA “X” di Surabaya?

1.5. Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan
praktis, sebagai berikut :
1.5.1 ManfaatTeoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan
keilmuan di bidang psikologi pendidikan pada kajian tentang
motivasi berprestasi yang berkaitan dengan dukungan sosial
orangtua.
1.5.2 Manfaat Praktis
a. Orang Tua
Mendapat informasi agar orangtua dapat memberikan dukungan
sosial yang tepat dalam menumbuhkan motivasi berprestasi yang
tinggi pada anak.
b. Siswa
Memberi informasi tentang pentingnya dukungan sosial dari
orangtua yang dapat meningkatkan motivasi berprestasi siswa.
c. Guru Sekolah
Dapat memahami faktor yang dapat mendukung motivasi
berprestasi siswa dan peran dukungan sosial orangtua bagi
peningkatan motivasi berprestasi siswa.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Motivasi Berprestasi

2.1.1. Definisi Motivasi Berprestasi

McClleland (dalam Djaali, 2007) mengemukakan setiap individu


memiliki dorongan kuat untuk mencapai keberhasilan. Kebutuhan akan
pencapaian adalah suatu dorongan untuk melakukan sesuatu lebih baik dari
sebelumnya. McClleland (1988) menganalisis tentang motivasi berdasarkan tiga

kebutuhan manusia yang utama, yaitu :

1. Need of achievement (kebutuhan untuk berprestasi), yaitu dorongan untuk


melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil.
Individu dengan need of achievement tinggi akan selalu ingin mencari
prestasi, ingin selalu unggul, menyukai kompetisi, dan menyukai
tantangan yang realistik.
2. Need of power (kebutuhan untuk menguasai sesuatu), kebutuhan akan
kekuasaan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat belajar
individu. Individu dengan need of power yang tinggi adalah individu yang
memiliki kebutuhan untuk berkuasa, ingin selalu memiliki pengaruh,
efektif, dan disegani.
3. Need of affiliation (kebutuhan untuk memperluas pergaulan), yaitu
keinginan untuk menjalin suatu hubungan antar personal yang ramah dan
akrab. Individu dengan need of affiliation yang tinggi ingin selalu
membangun hubungan pertemanan dan persahabatan dengan orang lain,
ingin disukai banyak orang sehingga menjadi populer diantara teman-
temannya.

10
11

Dari uraian di atas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa individu yang


memiliki kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk berkuasa, dan
kebutuhan untuk berafiliasi yang tinggi akan memiliki motivasi yang tinggi.
Sedangkan individu yang memiliki ketiga macam kebutuhan rendah akan
memiliki motivasi yang rendah pula.

Menurut Sardiman (2002) prestasi adalah kemampuan nyata yang


merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi baik dari
dalam maupun dari luar individu. Prestasi dapat muncul bila ada keinginan yang
kuat dalam diri individu dalam melakukan kegiatan dengan kerja keras dan tekad
yang kuat sehingga mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam dunia pendidikan,
prestasi diartikan sebagai hasil yang dicapai siswa sebagai hasil dari belajar yang
telah dilakukan dan terlihat dalam bentuk nilai ujian atau juara dalam berbagai
lomba.

Muray (dalam Haryani dan Tairas, 2014) mengungkapkan motivasi


berprestasi merupakan kebutuhan untuk menyelesaikan permasalahan atau
sesuatu yang sulit dengan cepat dan mandiri dengan standart yang tinggi,
menantang diri sendiri, bersaing dan mengungguli orang lain, mengembangkan
penguasaan, kemanusiaan, ide, serta melakukannya sebagai suatu kebanggan
dengan melakukan latihan-latihan yang baik. Motivasi berprestasi menurut
McClelland (1988) merupakan dorongan yang ada pada diri individu untuk
mencapai sukses yang menimbulkan kecenderungan untuk meningkatkan dan
mempertahankan keberhasilan yang telah dicapai. Sejalan dengan McClelland,
Gunarsa (2008) mengungkapkan bahwa motivasi berprestasi merupakan suatu
usaha untuk mencapai sukses dan bertujuan untuk berhasil dalam kompetisi
dengan suatu ukuran keunggulan.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi


berprestasi adalah dorongan internal yang membangkitkan dan mengarahkan
perilaku seseorang untuk berjuang menuju tujuan yaitu mencapai suatu
keberhasilan dengan taraf setinggi mungkin dapat mempertahankannya.
12

2.1.2. Ciri-ciri Individu yang memiliki Motivasi Berprestasi

Menurut Djaali (2007) individu yang memilki motivasi berprestasi


memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Menyukai situasi yang menuntut tanggung jawab pribadi atas hasil-


hasilnya bukan atas dasar untung-untungan atau nasib. Bahwa bila
seseorang dihadapkan suatu tugas yang berat sekalipun tidak mudah
menyerah. Tetap bekerja dengan baik untuk mencapai hasil yang baik
dibandingkan dengan orang lain.
2. Memilih tujuan yang realistis tetapi menantang dari tujuan yang terlalu
mudah dicapai. Individu menyukai kesuksesan, akan tetapi bila sukses
tanpa suatu tantangan adalah hal yang tidak menyenangkan baginya.
3. Mampu menunjukkan kepuasannya demi masa depan yang lebih baik.
Seseorang mempunyai kehendak dan tujuan dimasa mendatang dengan
memiliki program dan membuat tujuan-tujuan yang hendak dicapainya
serta berusaha keras untuk mencapai keberhasilan.

2.1.3. Aspek – aspek Motivasi Berprestasi

McClelland (1988) mengungkapkan bahwa aspek-aspek utama motivasi


berprestasi sebagai berikut :
1. Tanggung Jawab
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi merasa dirinya bertanggung
jawab terhadap tugas yang dikerjakannya. Individu akan berusaha untuk
menyelesaikan setiap tugasnya dan jika selesai akan mendapat kepuasan
tersendiri.
2. Memperhatikan Umpan Balik
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi menyukai pemberian umpan
balik atas hasil usaha yang telah dilakukan dan berusaha untuk melakukan
perbaikan hasil untuk prestasinya yang akan datang.
13

3. Inovatif
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan mencari cara baru
untuk menyelesaikan tugas dengan efektif dan efisien. Individu juga tidak
menyukai pekerjaan yang sama dari waktu ke waktu, sebaliknya individu yang
memiliki motivasi berprestasi rendah akan menyukai pekerjaan yang sifatnya
rutinitas karena dengan begitu tidak susah memikirkan cara baru untuk
menyelesaikannya.

Masing-masing aspek ini nantinya akan digunakan sebagai indikator dalam


pembuatan alat ukur serta digunakan dalam pembuatan blueprint skala motivasi
berprestasi.

2.1.4. Faktor – faktor yang mempengaruhi Motivasi Berprestasi

McClelland (dalam Sukadji, 2001) mengatakan bahwa beberapa faktor


yang mempengaruhi motivasi berpresasti seseorang, antara lain :

1. Pengalaman pada tahun-tahun pertama kehidupan.


Adanya perbedaan pengalaman di masa lalu pada setiap orang
menyebabkan terjadinya variasi terhadap tinggi rendahnya kecenderungan untuk
berprestasi pada diri seseorang.
2. Latar belakang budaya tempat seseorang dibesarkan.
Bila dibesarkan dalam budaya yang menekankan pada pentingnya
keuletan, kerja keras, sikap inisiatif dan kompetitif, serta suasana yang selalu
mendorong individu untuk memecahkan masalah secara mandiri tanpa rasa takut
akan kegagalan, maka di dalam diri seseorang akan berkembang hasrat prestasi
yang tinggi.
3. Peniruan tingkah laku (modeling)
Melalui modeling, anak meniru banyak karakteristik dari model termasuk
dalam kebutuhan untuk berprestasi jika model tersebut memiliki motivasi dalam
derajat tertentu.
14

4. Lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung


Iklim belajar yang menyenangkan, tidak mengancam, memberi semangat
dan ada sikap optimisme bagi siswa dalam belajar, cenderung akan mendorong
untuk tertarik belajar, memiliki toleransi terhadap suasana kompetisi dan tidak
khawatir akan kegagalan.
5. Dukungan orangtua terhadap anaknya
Orangtua yang mengharapkan serta memberi dukungan anaknya bekerja
keras dan berjuang untuk mencapai kesuksesan akan mendorong anak tersebut
untuk bertingkah laku yang mengarah pada pencapaian sebuah prestasi.

2.2. Dukungan Sosial Orangtua

2.2.1. Definisi Dukungan Sosial Orangtua

Menurut Baron & Byrne (2005) mengungkapkan dukungan sosial adalah


kenyamanan secara fisik dan psikologis yang diberikan oleh teman atau anggota
keluarga. Dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, kepedulian, penghargaan,
atau bantuan yang dirasakan individu yang diterima dari orang lain atau
kelompoknya (Sarafino, 1997). Dukungan sosial membuat individu merasa
nyaman, dicintai, dihargai, dan dibantu oleh orang lain maupun suatu kelompok.

Dukungan orangtua sangatlah dibutuhkan dalam menunjang anak agar


mampu mendapatkan prestasi belajar yang baik dan sesuai dengan harapannya,
sehingga apa yang dicita-citakan terwujud. Dukungan orangtua juga memiliki
pengaruh psikologis yang besar terhadap kegiatan belajar anak. Karena dengan
dukungan orangtua tersebut anak akan merasa dihargai dan diperhatikan oleh
orangtua mereka sehingga akan meningkatkan motivasi anak untuk belajar dan
mencapai suatu prestasi dengan optimal.
15

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial


orangtua merupakan kenyamanan, kepedulian, penghargaan, dan bantuan yang
diterima anak dalam suatu hubungan yang terjalin akrab dengan orang tua.

2.2.2. Komponen Dukungan Sosial

Sarafino (1997) menyatakan dukungan sosial terdiri dari :

1. Dukungan emosional. Dukungan diberikan berupa empati, perhatian, dan


kepedulian terhadap individu. Serta memberi rasa aman dan nyaman bagi
penerima.
2. Dukungan penghargaan. Suatu bentuk apresiasi (ungkapan hormat) dan
perbandingan individu dengan orang lain namun secara positif yang
diberikan pada individu.
3. Dukungan instrumental. Dukungan diberikan berupa bantuan langsung
seperti dengan meminjamkan atau memberi uang kepada individu yang
sedang membutuhkan.
4. Dukungan informatif. Dukungan ini dapat berupa pemberian nasihat,
saran, dan petunjuk kepada individu.
5. Dukungan jaringan sosial. Dukungan yang berasal dari jaringan ini
merupakan bentuk dukungan dengan memberikan rasa kebersamaan dalam
kelompok serta berbagi dalam hal minat dan aktivitas.
Masing-masing komponen diatas akan digunakan sebagai acuan
pembuatan aitem dalam blueprint.

2.3. Remaja

Salah satu periode perkembangan adalah masa remaja. Kata remaja


(adolescence) berasal dari kata adolescere (bahasa latin) yang berarti tumbuh atau
tumbuh menjadi dewasa. Istilah ini mempunyai arti yang lebih luas, mencakup
kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1997). Menurut Piaget,
masa remaja secara psikologis adalah usia dimana individu menjadi berintegrasi
16

dengan masyarakat dewasa. Usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah
tingkatan orang-orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang
sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak (dalam Hurlock, 1997).

Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) secara umum berusia enam belas
tahun sampai dengan sembilan belas tahun dan berada pada tahap perkembangan
remaja. Papalia, dkk (2008) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa
transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang
mengandung perubahan besar pada kondisi fisik, kognitif, dan psikososial.

Piaget (dalam Papalia, dkk, 2008) menyatakan bahwa siswa Sekolah


Menengah Atas berada pada tahap perkembangan kognitif operasional formal.
Santrock (2002) menambahkan bahwa ciri-ciri pemikiran operasional formal
antara lain remaja mulai berpikir dengan cara-cara yang lebih abstrak, idealis, dan
logis daripada ketika mereka masih berada pada tahap perkembangan kanak-
kanak. Kemampuan berpikir secara abstrak ini membuat remaja mulai dapat
memecahkan permasalahan. Remaja dalam masa ini juga mulai berpikir seperti
ilmuwan yang menyusun rencana untuk memecahkan masalah dan menguji secara
sistematis pemecahan-pemecahan tersebut.

Remaja sering berpikir tentang adanya kemungkinan yang dapat terjadi.


Mereka berpikir tentang ciri-ciri idean diri mereka sendiri, orang lain, dan dunia.
Hal inilah yang disebut oleh Santrock (2007) sebagai standar ideal remaja dalam
hal ini siswa SMA. Pada tahap ini siswa mulai membandingkan kenyataan yang
terjadi dengan standar idealnya (Santrock, 2007). Akan tetapi, kemampuan
berpikir dengan pendapat sendiri pada siswa di tahap ini belum disertai pendapat
orang lain dalam penilaiannya, sehingga pandangan dan penilaian diri sendiri
dianggap sama dengan pandangan orang lain mengenai dirinya (Fatimah, 2010).

2.4. Keterkaitan antara Dukungan Sosial Orangtua dengan Motivasi


Berprestasi
17

Individu dalam hal ini siswa akan berhasil apabila memiliki motivasi
dalam dirinya sehingga tercapailah hasil yang diinginkannya. Berdasarkan analisa
McClelland tentang adanya tiga kebutuhan manusia yang utama, yaitu need of
achievement, need of power, dan need of affiliation, apabila siswa memiliki ketiga
kebutuhan tersebut maka akan menimbulkan motivasi berprestasi pada diri siswa
sendiri. Motivasi berprestasi menurut McClelland (1988) merupakan dorongan
yang ada pada diri individu untuk mencapai sukses yang menimbulkan
kecenderungan untuk meningkatkan dan mempertahankan keberhasilan yang telah
dicapai. Hal ini sependapat dengan Gunarsa (2008) mengungkapkan bahwa
motivasi berprestasi merupakan suatu usaha untuk mencapai kesuksesan dan
bertujuan untuk berhasil dalam kompetisi dengan suatu ukuran keunggulan.
Gunarsa (2008) mengatakan motivasi berprestasi muncul karena adanya
kecenderungan untuk mencapai sukses atau memperoleh apa yang menjadi tujuan
akhir yang dikehendaki. Pencapaian keberhasilan bukan hanya berasal dari
motivasi berprestasi, tetapi juga mempunyai faktor pendukung lainnya,
diantaranya pengalaman pada tahun-tahun pertama kehidupan, latar belakang
budaya tempat seseorang dibesarkan, peniruan tingkah laku, lingkungan tempat
proses pembelajaran, dan dukungan orangtua terhadap anaknya.

Berdasarkan teori diatas, dalam penelitian ini siswa memiliki motivasi


berprestasi yang rendah dibuktikan dengan beberapa fenomena yang tampak pada
saat kegiatan pembelajaran di sekolah. Perlu diingat bahwa lingkungan terkecil
dari siswa adalah keluarga. Terkait dengan aktifitas belajarnya, keluarga
(orangtua) dapat memberikan stimulus berupa dorongan kepada anaknya dalam
berprestasi, dimana orangtua merupakan salah satu faktor penting yang dapat
mempengaruhi motivasi siswa. Keterlibatan dan dukungan orangtua sebagai orang
terdekat menjadi faktor yang berperan penting sebagai penentu motivasi
berprestasi (Hayes, 2012). Didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh
Trisakti Ayu Kusuma dkk, yang berjudul Hubungan antara Dukungan Sosial dan
Motivasi Berprestasi Siswa Kelas VII di Madrasah Tsanawiyah Negeri 8 Jakarta
Barat, bahwa dukungan sosial orangtua merupakan bentuk dukungan dari
orangtua kepada anak yang berupa kenyamanan, kepedulian, penghargaan, dan
18

bantuan yang diterima anak dalam suatu hubungan yang terjalin akrab dengan
orang tua (Sarafino, 1997).

Siswa Sekolah Menengah Atas sedang berada pada tahap perkembangan


kognitif operasional formal dimana ciri-ciri pemikiran operasional formal antara
lain remaja mulai berpikir dengan cara-cara yang lebih abstrak, idealis, dan logis
daripada tahap perkembangan kanak-kanak. Kemampuan berpikirnya yang secara
abstrak ini membuat remaja mulai dapat memecahkan permasalahan sehingga
siswa dapat menentukan apa yang ingin ia capai, bagaimana cara untuk
mencapainya, kesulitan-kesulitan apa yang mungkin akan dihadapinya nanti,
hingga bagaimana hasil akhirnya dapat ia prediksi. Namun tak lepas dari faktor
eksternal yaitu orangtua sebagai lingkungan sosial terkecilnya yang mampu
memberikan bantuan-bantuan agar anak merasa terbantu, dihargai, dan merasa
nyaman dalam menjalani aktivitasnya dalam belajar baik di rumah maupun di
sekolah.

Berdasarkan penelitian terdahulu dukungan sosial dapat mempengaruhi


motivasi berprestasi, hal ini didukung oleh penelitian Sari PA (2006) yang
berjudul hubungan dukungan sosial dengan motivasi berprestasi siswa sekolah
dasar terdapat hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dan
motivasi berprestasi dengan nilai r = 0,759 dan p = 0,000. Hal tersebut
menunjukkan bahwa semakin tinggi dukungan sosial yang diterima siswa maka
akan semakin tinggi pula motivasi berprestasi siswa tersebut.

2.4. Hipotesis

Ada Hubungan antara Dukungan Sosial Orangtua terhadap


Motivasi Berprestasi siswa SMA ‘X’ di Surabaya.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Identifikasi Variabel Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hubungan yang melibatkan 2 variabel,


yaitu variabel bebas dan variabel tergantung. Adapaun variabel dalam penelitian
ini adalah :
Variabel Tergantung (Y) : Motivasi Berprestasi
Variabel Bebas (X) : Dukungan Sosial Orangtua

3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Motivasi berprestasi merupakan dorongan internal yang membangkitkan


dan mengarahkan perilaku seseorang untuk menuju tujuan yaitu mencapai suatu
keberhasilan yang telah dicapai dan dapat mempertahankannya. Skala motivasi
berprestasi dibuat berdasarkan tiga aspek dari McClelland yaitu tanggung jawab,
memperhatikan umpan balik, dan inovatif. Semakin tinggi skor skala, maka
motivasi berprestasi pada siswa semakin tinggi pula. Sebaliknya apabila skor
skala rendah, maka motivasi berprestasi pada siswa semakin rendah.

Dukungan sosial orangtua merupakan bantuan verbal dan nonverbal dari


orangtua kepada anak. Dukungan sosial orang tua berupa kenyamanan,
kepedulian, penghargaan, dan bantuan yang diterima anak dalam suatu hubungan
yang dijalin akrab dengan orang tua. Skala dukungan sosial orangtua dibuat
berdasarkan lima aspek dari Sarafino yaitu dukungan emosional, dukungan
penghargaan, dukungan instrumental, dukungan instrumental, dan dukungan
jaringan sosial. Semakin tinggi skor skala yang didapat, maka semakin tinggi pula
dukungan sosial orangtua yang diberikan pada siswa dalam berprestasi. Begitu
pula sebaliknya, apabila skor skala rendah, maka semakin rendah pula dukungan
sosial orangtua pada siswa dalam berprestasi.

19
20

3.3. Populasi dan Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa berusia 16 – 18 tahun


yang duduk di bangku kelas 10 dan 11 tahun ajaran 2020-2021 pada SMA “X”.
Alasan untuk mengambil populasi ini karena peneliti tidak diperbolehkan oleh
pihak sekolah untuk mengikutsertakan siswa kelas 12 tahun ajaran 2020-2021 di
SMA “X” karena difokuskan untuk ujian dan kegiatan-kegiatan penting di kelas
12. Penelitian ini menggunakan salah satu teknik pengambilan sampel yaitu total
sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah
sampel sama dengan jumlah populasinya (Sugiyono, 2011). Peneliti menggunakan
teknik ini karena populasi terdiri dari 4 kelas, dimana tiap kelasnya terdiri dari 20
hingga 25 siswa sehingga memungkinkan untuk mengambil seluruh siswa sebagai
sampel.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala


sebagai alat ukur. Skala yang digunakan adalah skala motivasi berprestasi dan
skala dukungan sosial orangtua dengan metode skala Likert. Skala Likert adalah
metode penskalaan yang berorientasi pada respon dimana kategori-kategori
respon diletakkan pada suatu kontinum (Azwar, 2013:123). Skala motivasi
berprestasi digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya motivasi berprestasi
siswa SMA. Skala dukungan sosial untuk mengukur seberapa besar dukungan
sosial dari orangtua. Pada penelitian ini nantinya terdapat dua macam data yang
didapat dari skala yaitu skor motivasi berprestasi dan skor dukungan sosial
orangtua.
Skala yang dibuat terdiri dari aitem favorable dan unfavorable. Kemudian
alternatif jawaban yang akan diberikan yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), N
(Netral), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). (tabel 3.1)
21

Tabel 3.1. Skor Aitem Favorable dan Unfavorable

Bobot Nilai
Alternatif Jawaban Favorable Unfavorable
Sangat Setuju (SS) 5 1
Setuju (S) 4 2
Netral (N) 3 3
Tidak Setuju (TS) 2 4
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 5

3.4.1. Skala Motivasi Berprestasi


Pada penelitian ini, skala motivasi berprestasi yang akan dibuat mengacu
pada 3 aspek yang diungkap oleh McClelland (1988). Skala motivasi berprestasi
terdiri dari 24 aitem pertanyaan, dimana blueprint dari skala motivasi berprestasi
adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2. Blueprint Skala Motivasi Berprestasi

Jumlah Aite
m
No Aspek-Aspek F UF Total Aitem Presentase
.
1. Tanggung jawab 4 4 8 33%
2. Memperhatikan umpan balik 4 4 8 33%
3. Inovatif 4 4 8 33%
Total 8 8 24 100%

3.4.2. Skala Dukungan Sosial Orangtua


Pada penelitian ini, skala dukungan sosial orangtua yang akan dibuat
menggunakan 5 komponen yang diungkap oleh Sarafino (1997). Skala dukungan
sosial orangtua terdiri dari 20 total aitem, dimana blueprint dari skala dukungan
sosial orangtua adalah sebagai berikut :

Tabel 3.3. Blueprint Skala Dukungan Sosial Orangtua


22

Jumlah Aitem
No Komponen F UF Total Aitem Presentase
1. Dukungan emosional 2 2 4 20%
2. Dukungan penghargaan 2 2 4 20%
3. Dukungan instrumental 2 2 4 20%
4. Dukungan informatif 2 2 4 20%
5. Dukungan jaringan sosial 2 2 4 20%
Total 10 10 20 100%

3.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur


3.5.1 Validitas Alat Ukur
Azwar (2012: 40) validitas adalah ketepatan dari suatu alat ukur dalam
mengukur sasaran yang perlu diukur. Suatu alat ukur yang tinggi nilai
validitasnya akan menghasilkan error yang kecil (Azwar, 2013: 51). Validitas
isi akan digunakan dalam penelitian ini, dimana validitas isi adalah validitas
yang ditegakkan pada langkah telaah dan revisi butir pertanyaan/butir
pernyataan, berdasarkan pendapat profesional atau professional judgement,
dimana pada penelitian ini dilakukan oleh dosen. Validitas isi digunakan
untuk melihat sejauhmana aitem-aitem tes mencerminkan ciri perilaku yang
hendak diukur (Azwar, 2013: 52). Dalam penelitian ini, aitem dinyatakan
valid jika memiliki daya diskriminasi diatas atau melebihi 0,300. Nilai
koefisien ini mengacu pada pernyataan Azwar yang menyatakan bahwa
koefisien validitas dapat dianggap valid apabila korelasi aitem-total melebihi
r = 0,300 (Azwar, 2012). Peneliti menggunakan program penghitungan
statistik Statistical Package for Social Sciences (SPSS) for windows versi
16.0.

3.5.2 Reliabilitas Alat Ukur

Menurut Azwar (2012) reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu


pengukuran dapat dipercaya. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan
23

metode konsistensi internal berdasarkan formula Alpha Cronbach dengan


menggunakan program SPSS for windows versi 16.0. Alat ukur dinyatakan
reliabel apabila nilai koefisien Alpha Cronbach ≥ 0.7 (Azwar, 2012: 98).

3.6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang di gunakan pada penelitian ini dilakukan


dengan rumus perhitungan koefisien korelasi pearson product moment dan
proses perhitungan statistik dengan menggunakan SPSS 16.0 for windows.
Pearson product moment merupakan pengolahan data yang dingunakan untuk
mengetahui keeratan hubungan 2 variabel yang berskala interval atau rasio.
Sebelum melakukan uji hipotesis pada penelitian ini, maka terlebih dahulu
dilakukan uji asumsi, yaitu:

a. Uji normalitas adalah uji analisis data yang digunakan untuk mengetahui
sebuah data telah terdistribusi pada kurva normal, yaitu apabila p ≥ 0,05.
Jika hasil signifikansi pada Kolmogrov Smirnoff menunjukan angka ≥
0,05, maka distribusi data normal. Sedangkan jika angka signifikansi ≤
0,05 maka distribusi data tidak normal.
b. Uji linieritas adalah uji yang dilakukan untuk memastikan sifat hubungan
antar variable berada pada satu garis lurus. Apabila p ≤ 0,05, maka
hubungan kedua variable dinyatakan linier. Sedangkan jika nilai p ≥ 0,05,
maka hubungan kedua variable dinyatakan tidak linier.

Apabila salah satu uji asumsi tersebut tidak terpenuhi, maka peneliti akan
melakukan uji statistik non-parametrik, yaitu Kendall’s Tau-b. Teknik
Kendall’s Tau-b merupakan teknik uji hubungan non-parametrik yang
disarankan dalam penelitian karena hasilnya lebih akurat dalam
menggeneralisasikan data. Analisa data statistika menggunakan program SPSS
for windows versi 16.0 uji signifikansi dengan menggunakan taraf kesalahan
5% atau α = 0,05.
24

3.7. Etika Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan peneliti untuk meminta


persetujuan dari partisipan, adalah sebagai berikut :

1. Dalam penelitian ini kami menggunakan informed consent kepada


subjek penelitian kami untuk memastikan kesediaanya secara sadar
dan tidak terpaksa, dan menjamin kerahasiaan data yang diperoleh
peneliti.
2. Partisipan dipersilahkan untuk mengisi identitasnya
3. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian kepada partisipan
4. Identitas dan data yang diperoleh akan dirahasiakan dan digunakan
untuk kepentingan peneliti saja
5. Peneliti memperoleh persetujuan tersebut dengan ditanda tangani
langsung oleh partisipan.

BAB IV

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN


25

4.1. Orientasi Kancah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMAK Santo Yusup Karangpilang Surabaya


yang terletak di Jalan Kebraon 1 Barat, Gg. Mangga No. 6, Kebraon Kec.
Karangpilang.
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2013). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baron, Robert A. & Byrne, Donn. (2005). Psikologi Sosial. Edisi Kesepuluh. Jilid

2. (Penerjemah: Ratna Djuwita, dkk). Jakarta: Erlangga.

Djaali. (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Fatimah, E. (2010). Psikologi Perkembangan: Perkembangan Peserta Didik.


Bandung: Pustaka Setia.

Gunarsa, Singgih D. (2008). Psikologi Anak: Psikologi Perkembangan Anak dan


Remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Haryani, R. & Tairas, M.M.W. 2014. Motivasi Berprestasi Mahasiswa yang


berasal dari Pulau Mandangin. Jurnal Psikologi Pendidikan. Volume 4 (1).

Hayes, D.C.Marquis. (2012). Parental Involvement and Achievement outcomes in


African American Adolscene. Proquest Journal of Comporative Family
Studies. 43.4. P. 567 XL.

Hurlock, Elizabeth B. (1997). “Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan


Rentang Kehidupan”. Edisi kelima, Erlangga.

Kristiyani, Titik. (2009). Peran Sekolah Atasi Perilaku Membolos Remaja.


Kompasiana. Tersedia: http://edukasi.kompas.com

Malwa, R. U. (2017). Dukungan Sosial Orangtua dengan Motivasi Belajar Siswa


Putra Tahfidz Al-qur’an. Jurnal Psikologi Islam vol. 3 no. 2: Sekolah
Tinggi Psikologi Abdi Nusa Palembang.

McClelland, D.C. (1988). Human Motivation. New York: The Press Syndicate of
The University of Chambridge.

Papalia, D.E., Old, S.W., & Feldman, R. D., (2008). Human Development:
Psikologi Perkembangan Bagian s/d IX (9th ed). Jakarta: Kencana.

26
27

Purwanto, Edy. (2014). Model Motivasi Trisula: Sintesis Baru Teori Motivasi
Berprestasi. Jurnal Psikologi vol. 41 No. 2 Semarang: Universitas
Negeri Semarang.

Santrock, J.W. (2007). Remaja (jilid 1). Jakarta: Erlangga.

Sarafino, Edward P. (1997). Health Psychology: Biopsychosocial Interaction. 3rd.

ed. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Sardiman A.M. (2002). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT


Raja Grafindo Persada.

Slavin, Robert. (2011). Psikologi Pendidikan : Teori dan Praktek, Edisi


Kesembilan Jilid 2. Jakarta: PT.Indeks.

Stainback, William C. & Stainback, Susan Bray. (1999). Bagaimana Membantu


Anak Anda Berhasil di Sekolah. (Penerjemah: Yohanes Mei Setiyanta).
Jakarta: Kanisius.

Sugiyanto. (2009). Kontribusi Motivasi Berprestasi Terhadap Prestasi Akademik


Siswa Kelas XI SMA Negeri 10 Semarang. Jurnal Psikologi Pendidikan
dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. (Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Sukadji, S & Evita E. Singgih-Salim. (2001). Sukses di Perguruan Tinggi (Edisi


Khusus). Depok: Psikologi Pendidikan Fakultas Psikologi Indonesia.

Suryabrata, S. (2002). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Suryabrata, S. (2008). Metodologi Penelitian. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Toding, W. R. B., David, L., & Pali, C. (2015). Hubungan dukungan sosial
dengan motivasi berprestasi pada mahasiswa angkatan 2013 Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Jurnal e-Biomedik, 3(1), 2015.

Anda mungkin juga menyukai