Anda di halaman 1dari 7

Paduan Suara, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI

Siapapun yang menyaksikan video yang terjadi di Balai Kota DKI di mana ribuan orang (yang
rata-rata adalah penyanyi paduan suara – chorister) bernyanyi di bawah baton dari conductor
Addie MS, tergugah dan tergerak seluruh afeksinya hingga mengalirkan air mata, apalagi
mereka sendiri yang hadir di sana dan ikut bernyanyi.

Addie MS dengan ide spontannya, menyadari musik dan nyanyian memiliki sebuah kekuatan
dahsyat yang sanggup menggelorakan afeksi manusia dan menjadi sarana untuk menyuarakan
kebenaran dan keadilan. Maka tidak heran selain para penyanyi, Plt. Gubernur, Djarot hingga
sang conductor sendiri yang harus fokus mengarahkan penyanyi agar tetap bernyanyi dengan
baik tidak sanggup menahan air mata.

Saya yakin para penyanyi yang hadir dalam kegiatan itu melintasi berbagai suku, agama, dan
budaya. Mereka semua menjadi satu dalam nyanyian dan tunduk kepada satu arahan
pemimpin yaitu conductor. Mereka adalah para penyanyi yang tergerak untuk
mengumandangkan apa arti harmoni, keindahan dan kesatuan.

Kekuatan dari bernyanyi, khususnya dalam paduan suara sangat mempengaruhi setiap orang
yang mendengarnya, apalagi ketika penghayatan terhadap lagu yang dinyanyikan bukan
merupakan klise. Saat itulah lagu-lagu kebangsaan kita begitu dalam dihayati apalagi disuarakan
dengan harmoni empat suara Sopran, Alto, Tenor dan Bas (S.A.T.B).

Seni Paduan Suara

Paduan Suara adalah seni bernyanyi yang melibatkan banyak orang dengan beragam jenis
suara. Di sini saya akan paparkan bagaimana seni ini memiliki kesamaan dengan semboyan
bangsa kita Bhinneka Tunggal Ika yang membentuk NKRI. Paling sedikit sekolompok penyanyi
dapat disebut paduan suara jika memiliki tiga jenis suara, seperti Sopran (suara tinggi wanita),
Mezo-Sopran (suara menengah wanita) dan Alto (suara rendah wanita) untuk paduan suara
wanita/anak, atau paduan suara pria dengan jenis suara Tenor (suara tinggi pria), Bariton (suara
menengah pria), dan Bas (suara rendah pria).

Namun pada umumnya paduan suara memiliki empat jenis suara: Sopran, Alto, Tenor dan Bas
yang disebut paduan suara campuran (mix choir). Ditambah lagi setiap tipe-tipe suara juga
memiliki karakter yang berlainan lagi yang menghasilkan warna yang berbeda, seperti Lyric
Soprano, Dramatic Soprano, Spinto Soprano, demikian dengan Alto, Tenor dan Bas (lihat:
http://choirly.com/voice-types-fach-system/).

Setiap jenis suara memiliki keunikan dan kekuatan masing-masing yang tentunya sangat
berbeda satu sama lain. Jika ingin dianalogikan sebagai bangunan seperti rumah, maka suara
bas adalah fondasi, suara sopran adalah plafon dan atap, suara alto dan tenor adalah ruang-
ruang , warna dinding yang mengisi bangunan tersebut.

Seperti bangunan akan menjadi kuat dan indah jika dibangun dengan perancangan dan
perhitungan yang baik, demikian juga dengan paduan suara, harus ditata dan diatur sedemikian
rupa agar menjadi baik dan indah. Siapakah yang menata? Dia adalah conductor (dirigen). Peran
seorang dirigen sangatlah krusial dan esensi dalam sebuah paduan suara (demikian juga dalam
kelompok musik lainnya).

Semua perbedaan dalam jenis suara dan karakternya harus menjadi sebuah kesatuan yang
harmonis di bawah arahan sang dirigen. Ya, inti dari paduan suara (juga dengan ensembel
musik lainnya) adalah harmoni. Harmoni adalah kesatuan dalam perbedaan dan perbedaan
dalam kesatuan. Harmoni memberikan keindahan dan bahkan kekuatan untuk merangsang
rasio dan menggerakan afeksi dan kehendak seseorang.

Namun bagaimana harmoni ini dapat terjadi dalam paduan suara? Jawabannya adalah setiap
jenis suara harus disiplin untuk melakukan tugasnya masing-masing; setiap suara paham dan
menyadari karakternya masing-masing; setiap suara tidak perlu merasa rendah rendah
diri/minder (inferior complex) atau tinggi hati (superior complex) terhadap suara lain; setiap
suara harus tunduk terhadap karya yang dinyanyikan di bawah arahan dirigen.

Dirigen sendiri akan beperan sangat vital untuk menafsirkan sebuah karya lagu dan
menampilkannya melalui suara-suara yang ditata sedemikian rupa. Di dalam karya paduan
suara terdapat paling sedikit ada dua tekstur harmoni: homofoni dan polifoni. Homofoni terjadi
di mana setiap suara (S.A.T.B) memiliki kesamaan ritme (contoh lagu homofoni:
https://www.youtube.com/watch?v=wIep7XkDPL8) di mana suara sopran akan menjadi melodi
utama (cantus firmus) sementara Alto, Tenor dan Bas akan menjadi pengiring yang membentuk
kesatuan harmoni.

Sementara polifoni adalah di mana setiap suara berbeda dalam ritme dengan cantus firmus silih
berganti antara setiap suara (contoh lagu polifoni: https://www.youtube.com/watch?
v=622LQX1ORLQ). Siapakah yang menentukan melodi utama tersebut? Dia adalah komposer
atau si perancang dan pencipta karya musik. Lalu, conductor harus dengan tepat dan benar
menafsir karya tersebut, dengan menganalisa dengan cermat suara mana yang menjadi cantus
firmus lalu apa yang harus dilakukan suara yang lainnya.

Dengan kata lain dirigen harus berusaha sebaik mungkin menampilkan karya tersebut seturut
dengan maksud komposer. Jika tidak, maka karya tersebut tidak akan berkumandang dengan
seharusnya. Hal ini bisa saja terjadi oleh karena beberapa hal: analisa sang dirigen tidak akurat,
sang dirigen tidak memiliki pengetahuan yang baik tentang ilmu musik, atau sang dirigen ingin
mengubah karya tersebut menurut seleranya, yang berarti menjadi sebuah karya baru yang
lain.

Setelah dirigen melakukan analisa dan interpretasi, karya musik tersebut dikomunikasikan
kepada para chorister (penyanyi paduan suara), di sini kembali sang dirigen harus memiliki
kemampuan penting dalam hal kepemimpinan, manajemen, strategi, kepekaan, dan kreatifitas,
sementara setiap penyanyi harus taat terhadap arahan konduktor. Di sini kembali apakah karya
yang dinyanyikan berhasil dengan baik atau tidak, yaitu jika seluruh penyanyi mau bersatu
dalam perbedaan yang ada dan mau tunduk dalam satu arahan dirigen. Di sini kita melihat
kesinambungan antara: komposer - konduktor – chorister hingga akhirnya dapat dinikmati
pendengar.

Baik dalam karya homofoni maupun polifoni setiap penyanyi harus menyadari dan menikmati
apa yang menjadi bagian mereka. Di dalam karya homofoni tiga jenis suara yang bukan melodi
utama tidak perlu marah dan iri karena tidak menjadi “utama” karena keberadaan mereka yang
masing-masing memiliki karakter justru yang menciptakan keindahan terhadap melodi utama.
Demikian juga dengan tekstur harmoni lagu polifoni, ada yang membunyikan nada panjang ada
yang pendek, ada yang banyak nada, ada yang sedikit, tidak boleh iri dan marah satu sama lain.

Belum lagi adanya dinamika dalam bernyanyi, kadangkala harus keras dan lembut, dan ada
yang harus keras, ada yang tidak boleh keras secara bersamaan, ada yang menyanyi legato
(nada tersambung), ada yang Staccato (nada yang terputus-putus) atau ada yang martelato
(nada yang “dipalu” atau dihentak-hentak). Semua melakukan bagian masing-masing
berdasarkan arahan konduktor untuk menghasilkan keindahan.

Relasi dengan Bhineka Tunggal Ika dan NKRI


Bukankah semboyan bangsa kita mencetuskan hal yang sama dengan prinsip seni paduan
suara: berbeda-beda namun satu? Indonesia adalah contoh hebat dalam hal ini. Betapa
ragamnya suku, agama, budaya, adat, namun kita berada dalam kesatuan yaitu NKRI. Tuhan
yang menciptakan semua keragaman ini, dan tidak ada yang salah di dalamnya. Kita tentu tidak
boleh menghina keragaman ini, karena selain ciptaan Tuhan, keragaman yang memiliki karakter
berbeda ini adalah kekayaan dan keindahan bangsa. Namun bagaimana supaya kekayaan dan
keindahan ini benar-benar dapat dinikmati dan menjadi kekuatan?

Jawabannya harus bersatu dalam arahan pimpinan yang benar yang mengerti maksud Sang
Penciptanya; demikian juga setiap kita harus menyadari bagian kita masing-masing apa yang
harus dikerjakan, dan bukanya iri, dengki, serta ingin menyingkirkan yang berbeda dengan kita.
Jika “dirigen” kita baik dan paham dengan apa yang harus ia lakukan (i.e. menganlisa,
menginterpretasi semua keragaman manusia di bangsa ini apakah itu agama, suku, budaya,
adat, dll sesuai dengan maksud Sang Pencipta – sebab manusia yang berbeda satu sama lain
dicipta oleh Sang Khalik), maka sudah seharusnya kita yang menjadi “chorister” yang berbeda-
beda dalam banyak hal ini mau mengikuti arahan sang “dirigen” untuk menciptakan harmoni
yang indah.

Melodi apakah yang harus dinyanyikan bangsa ini? ‘Melodi’ NKRI! Apakah tekstur lagu bangsa
ini? ‘Tekstur’ Bhinneka Tunggal Ika. Siapapun yang “menyanyikan” melodi utama dalam bangsa
ini tidak boleh dibenci, melainkan untuk didukung dengan membentuk harmoni. Sama seperti
lagu dalam paduan suara, melodi utama tersebut akan silih berganti, dan suara yang
dikumandangkan tetap menghasilkan keseimbangan, persatuan dan kesatuan. Bangsa ini dapat
menjadi sebuah contoh hebat bagi dunia untuk mempertontonkan harmoni yang menghasilkan
keindahan dan kekuatan yang dahsyat. Addie MS sudah mengingatkan kita melalui aksinya akan
hal ini (bravo bung…)

Di sinilah kita melihat mengapa semua bangsa juga memiliki lagu kebangsaan dan lagu-lagu
nasional lainya, karena nyanyian-nyanyian tersebut mempersatukan masyarakat walau
berbeda! Addie MS membuktikan hal ini di Balai Kota DKI, yang tanpa disangkanya ribuan orang
yang berbeda bisa hadir dan bernyanyi dalam harmoni S.A.T.B. ketika setiap orang (para
penyanyi tersebut) merasakan ada yang mengancam kesatuan harmoni “lagu” mereka.

Setiap penyanyi paduan suara yang baik tidak akan tenang ketika mendengar ada suara yang
mengganggu harmoni lagu, mereka akan terusik dan tidak dapat bernyanyi dengan baik, maka
sang dirigen harus membenahi dan mengaturnya kembali. Demikianlah yang sedang terjadi
dengan bangsa ini, para “penyanyi” yang baik sedang terusik dengan harmoni bangsa yang
terdengar “false” yang dibunyikan oleh “penyanyi” yang egois, yang iri, dengki, dan penuh
dengan kebencian. Dan saya meyakini sang “dirigen” bangsa ini menyadarinya, dan akan segera
membenahinya.

Oleh sebab itu bagi para penyanyi (chorister) teruslah bernyanyi, kumandangkan keindahan,
tunjukan harmoni, tidak hanya di Balai Kota DKI, tapi di mana saja. Berikan inspirasi kepada
masyarakat kita bahwa hidup harmonis itu indah dan memberi kekuatan. Seni yang indah dapat
menjadi senjata dahsyat untuk menembakkan peluru-peluru kebenaran dan keadilan terhadap
musuhnya yaitu kezaliman dan ketidakadilan. NKRI yang beragam ini memiliki kesamaan
banyak dengan seni paduan suara, asalkan kita semua dapat memahami serta
“menyanyikannya.” Lihatlah betapa banyaknya paduan suara-paduan suara Indonesia yang
berprestasi di tingkat internasional
(http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/07/160710_trensosial_paduan_suara;
http://musicalprom.com/2016/07/25/prestasi-terkini-3-paduan-suara-indonesia-per-24-juli/;
https://news.detik.com/berita/d-3338515/membanggakan-paduan-suara-mahasiswa-undip-
juara-di-spanyol-dan-ceko; http://www.cnnindonesia.com/tv/20161115104023-403-
172741/batavia-madrigal-singers-juara-paduan-suara-internasional/;
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/dunia-kampus/15/10/19/nwgerc368-paduan-
suara-universitas-mercu-buana-juara-di-korsel;
http://news.detik.com/berita/1402520/kalahkan-475-pesaing-vocalista-angels-juarai-festival-
paduan-suara-anak-dunia; http://www.beritasatu.com/budaya/199329-psm-maranatha-raih-
gelar-juara-pertama-di-kompetisi-internasional.html), membuktikan banyak masyarakat kita
sangat mendambakan dan mencintai keindahan, harmoni, dan kesatuan. Maka Bhinneka
Tunggal Ika tidak boleh hanya semboyan belaka, namun benar-benar harus menjadi prinsip
dalam “bernyanyi.” Bagi anda yang belum pernah terlibat dalam seni paduan suara, cobalah
dan rasakan indahnya bernyanyi dalam paduan suara. Lalu bagaimana dengan mereka yang anti
dengan kesatuan dalam perbedaan dan perbedaan dalam kesatuan? Maka sepertinya mereka
harus digembleng dalam latihan paduan suara yang membutuhkan disiplin, kerja keras, dan
pengorbanan, jika tidak, jangan ikut bernyanyi…

Anda mungkin juga menyukai