Proposal Kelapa Sawit
Proposal Kelapa Sawit
OLEH :
Ir. Artanto, EK., M.Si
Bitung
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. ...........
1
Konsumsi CPO
Sekitar 60% dari produk CPO Indonesia diekspor ke luar negeri, sementara
sisanya diserap untuk konsumsi di dalam negeri. Untuk penggunaan lokal, industri
minyak goreng merupakan penyerap CPO dominan, mencapai 29,6% dari total
produksi, sedang sisanya dikonsumsi oleh industri oleokimia, sabun dan margarine
atau shortening (grafik 2).
Saat ini terdapat sekitar 215 pabrik CPO di Indonesia (lebih sedikit dibanding
Malaysia yang memiliki 374 pabrik)4. Kapasitas pabrik CPO terbesar terdapat di
Sumatera – terdiri dari 199 perusahaan) yang mencapai 85% dari kapasitas CPO
nasional.
Perkembangan Ekspor
Volume ekspor minyak kelapa sawit Indonesia cenderung meningkat sejak
1999 setelah mengalami penurunan yang cukup tajam pada 1998. Pada 2003,
volume ekspor mencapai 6,38 juta ton, meningkat 136% dibanding 1999 yang
mencapai 3,3 juta ton. Ini diikuti peningkatan nilai ekspor sebesar 93%, yakni dari
US$ 1,1 miliar menjadi US$ 2,6 miliar.
Ekspor minyak sawit Indonesia ditujukan ke 123 negara. Pada 2002, volume
ekspor terbesar ke India dengan kontribusi 28% (1,8 juta ton), diikuti Belanda
17% (1,1 juta ton), Cina 8% (483 ribu ton), dan Malaysia serta Singapura masing-
masing sebesar 6%. Kelima negara ini secara bersama-sama menyerap sekitar
65% dari total ekspor minyak kelapa sawit Indonesia.
Pada 2004, ekspor ke India diperkirakan akan menurun, karena adanya
ketentuan Pemerintah India yang mensyaratkan kandungan betta carotene
minimal 500 part per million (ppm) , sedang kandungan betta carotene CPO dari
Indonesia sekitar 450 ppm. Persyaratan tersebut menyebabkan banyaknya CPO
yang tertahan di pelabuhan. Namun, pada tahun berikutnya diharapkan ekspor ke
India kembali meningkat menyusul ditundanya pemberlakuan ketentuan tersebut
oleh pemerintah India setelah pemerintah RI meminta klarifikasi dan penjelasan
mengenai kebijakan tersebut.
Sebaliknya, peluang ekspor ke Cina pada 2004 diperkirakan meningkat sekitar
10 hingga 15%. Dengan konsumsi minyak goreng per kapita 10-12 kg per tahun,
dan jumlah penduduk 1,4 milyar jiwa, kebutuhan minyak goreng Cina diperkirakan
mencapai 14 juta ton setiap tahunnya. Jumlah tersebut belum termasuk untuk
keperluan industri.
Saat ini, sebagian besar kebutuhan minyak sawit Cina dipasok dari Malaysia.
Total ekspor Indonesia ke Cina pada 2004 ditargetkan mencapai 600 ribu ton.
Harga CPO di pasar internasional sangat berfluktuasi. Pada 1999 misalnya, harga
CPO melonjak hingga US$ 700 per ton, namun kembali merosot tajam pada 2001
menjadi US$ 276 per ton. Sementara pada 2004, harga CPO cenderung meningkat
dengan harga yang cukup menggairahkan, berkisar pada US$ 400 hingga US$ 550
per ton. Ini disebabkan menurunnya produksi minyak kedelai, tingginya tingkat
permintaan dari Cina dan India, serta produksi minyak sawit Malaysia yang
cenderung flat.
Pada 2010, dilaporkan volume ekspor CPO Indonesia akan mencapai 4,5 juta
ton, sedangkan ekspor turunan lainnya mencapai 5,6 juta ton sehingga proyeksi
kebutuhan CPO untuk ekspor pada tahun 2010 adalah 10,1 juta ton.
Tabel : Kondisi pasar minyak goreng dunia dan dalam negeri (tahun 1999-2005)
Tabel : Tingkat produksi, konsumsi, ekspor, impor dan stok minyak sawit
Indonesia (1000 ton) saat ini
Struktur Industri
Minyak goreng nabati dapat dibuat dari berbagai sumber seperti : kelapa,
sawit, inti sawit, jagung, biji kapas, biji bunga matahari, wijen, kacang tanah,
kapuk dan lain-lain. Dari sekitar 6 juta ton produksi minyak goreng nasional pada
tahun 2005, minyak sawit mendominasi dengan kontribusi sebesar 83%. Kondisi
pasar dunia untuk industri ini juga menunjukkan hal yang sama seperi disajikan
pada gambar berikut ini.
s
Gambar : Produksi minyak goreng dunia dan jenis minyak deengan pertumbuhan
tertinggi (Sumber : BKPMD Kaltim, 2009)
Industri minyak goreng merupakan salah satu aktifitas hilir dari industri
pertanian berbasis sawit. Minyak goreng dari sawit yang dalam bahasa industri
disebut RBD Olein (Refined Bleached Deodorized Palm Olein) dibuat dari CPO
sebagai bahan bakunya. Proses pengolahan minyak goreng ini menghasilkan hasil
samping RBD Stearine (Refined Bleached Deodorized Stearine) , dan PFAD (Palm
Fatty Acids Destillation).
Analisis finansial kelayakan industri minyak goreng kelapa sawit dibuat dengan
beberapa asumsi seperti disajikan pada Tabel 6.
depperin.
5.1 Biaya Investasi
Seperti halnya industri manufaktur lainnya pendirian industri minyak goreng
kelapa sawit membutuhkan investasi yang besar. Industri minyak goreng kelapa
sawit ini diperitungkan akan membutuhkan investasi sebesar US$. 31.397.972,27
(Rp. 156.989.861.350,00) dimana sebesar US$ 119.942,53 (Rp. 599.712.650,00)
yang akan dialokasikan untuk menutupi biaya pra-oprasional, biaya pengadaan
investasi tetap seperti tanah, bangunan fisik utama dan penunjang, mesin dan
peralatan utama, dan pembantu, peralatan kantor ( office suplies) peralatan
transportasi dan investasi tetap lainnya, serta untuk menutupi biaya-biaya
contingencies (2,5% dari total investasi tetap diluar modal kerja). Disamping itu
total biaya investasi ini juga akan dialokasikan untuk membiayai modal kerja
sampai tahap turn-over yang besarnya mencapai US$ 12.912.076,00 (Rp.
64.560.379.167,00).
Tabel 7. Proyeksi biaya investasi industri minyak goreng sawit (Dalam US$)
Tabel 8. Biaya pengadaan mesin dan peralatan utama
o.id
2. Biaya Energi
Kebutuhan energi pada setiap pengolahan 1.000 ton bahan baku CPO di
perkirakan akan menghabiskan energi sebanyak 19.100 Kwh dan ini akan dipenuhi
dengan genset dengan kapasitas 500 KVA 3 unit paralel. Jumlah bahan bakar
solar yang dibutuhkan sebanyak 16.758 liter solar/hari yang terdiri dari 5.880 liter
untuk proses rafinasi dan 10.878 liter untuk proses fraksinasi dan bahan bakar
solar yang digunakan steam boiler adalah sebanyak 5.446 liter/hari yang terdiri
dari 1.911 liter untuk proses rafinasi 3.535 liter untuk proses fraksinasi. Jika harga
solar US$ 0.207/liter, maka besarnya biaya yang dibutuhkan sebesar US$ 4596,23
per hari atau US$ 1.378.869 per tahun. Sementara kebutuhan air dalam proses
produksi sebesar 11.159 ton/hari.
Walaupun terjadi kenaikan biaya produksi dan penurunan harga jual, dari hasil
analisis sensitivitas seperti disajikan pada Tabel 4.10 ternyata industri minyak
goreng kelapa sawit masih layak untuk diusahakan.
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
1. KESIMPULAN
Industri minyak kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis, karena
berhubungan dengan sektor pertanian (agro‐based industry) yang banyak
berkembang di negara‐negara tropis seperti Indonesia, Malaysia dan Thailand.
Hasil industri minyak kelapa sawit bukan hanya minyak goreng saja, tetapi juga
bisa digunakan sebagai bahan dasar industri lainnya seperti industri makanan,
kosmetika dan industri sabun.
Prospek perkembangan industri minyak kelapa sawit saat ini sangat pesat,
dimana terjadi peningkatan jumlah produksi kelapa sawit seiring meningkatnya
kebutuhan masyarakat. Dengan besarnya produksi yang mampu dihasilkan,
tentunya hal ini berdampak positif bagi perekenomian Indonesia, baik dari segi
kontribusinya terhadap pendapatan negara, maupun besarnya tenaga kerja yang
terserap di sektor. Sektor ini juga mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat di
sekitar perkebunan sawit, di mana presentase penduduk miskin di areal ini jauh
lebih rendah dari angka penduduk miskin nasional. Boleh dibilang, industri minyak
kelapa sawit ini dapat diharapkan menjadi motor pertumbuhan ekonomi nasional.
Dari hasil analisis finansial diperoleh informasi bahwa investasi industri minyak
goreng berbahan baku CPO layak untuk dilakukan, dengan NPV sebesar US$
19.182.679,99, IRR 98,32%, Net B/C 4,48, dengan pay back period 7 tahun 10
bulan, dan ROI 228,79.
2. PENUTUP
Demikian proposal proyek ini dibuat dan diajukan kepada para pihak yang
berkepentingan dalam rangka menginvestasikan modalnya dalam industri minyak
goreng berbahan baku CPO. Diharapkan dengan membaca proposal proyek ini
dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai prospek investasi industri
minyak goreng baik secara teknis maupun finansial.w
Lampiran 1 :
BEBERPA GAMBAR ALIR PROSES PENGOLAHAN MINYAK GORENG
DAN LAY OUT PABRIK
Gambar : Aliran massa energi pada proses degumming industri minyak goreng
Gambar : Aliran massa energi pada proses bleaching industri minyak goreng
Gambar : Aliran massa energi pada proses deodorisasi industri minyak goreng
Gambar : Lay out pabrik minyak goreng dan margarin berbasis CPO