Anda di halaman 1dari 44

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/303006063

PENGINDERAAN JAUH DIGITAL, Terapannya dalam Pemodelan Erosi Berbasis


Raster

Book · November 2011

CITATIONS READS

2 1,252

1 author:

Bambang Sulistyo
Faculty of Agriculture, University of Bengkulu
35 PUBLICATIONS   20 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Mapping Erosivity Rain And Spatial Distribution Of Rainfall In Catchment Area Bengkulu River Watershed View project

Perubahan luas kawasan pantai di provinsi bengkulu bagian selatan dengan menggunakan data citra satelit landsat periode tahun 2006-2015 View project

All content following this page was uploaded by Bambang Sulistyo on 13 May 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


CATATAN:

1. Sesuai Surat Dirjend DIKTI Nomor 2050/E/T/2011 tertanggal 30 Desember 2011


tentang Kewajiban Unggah Karya Ilmiah dan Jurnal, maka untuk Karya Ilmiah
berbentuk Buku, maka berdasarkan petunjuk dari Prof. Ir. Nanik Setyowati, MSc,
PhD (salah satu Tim Penilai di Universitas Bengkulu) maka yang diunggah cukup
bagian-bagian
a. Bagian Cover
b. Bagian Depan
c. Daftar Isi
d. Halaman pertama dari masing-masing Bab, serta
e. Biodata.
Hal tersebut dengan pertimbangan untuk tidak merugikan Penerbit Buku.

2. Buku PENGINDERAAN JAUH DIGITAL: Terapannya dalam Pemodelan


Erosi Berbasis Raster telah beredar secara nasional yang dibuktikan dengan
adanya beberapa Surat Keterangan yang terlampir di bawah ini:
PENGINDERAAN JAUH DIGITAL:
Terapannya dalam Pemodelan Erosi Berbasis Raster

Dr. Ir. BAMBANG SULISTYO, Dipl.GIS, M.Si


Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
Jalan Raya Kandang Limun, Bengkulu

i
ii
PENGINDERAAN JAUH DIGITAL:
Terapannya dalam Pemodelan Erosi Berbasis Raster

Dr. Ir. BAMBANG SULISTYO, Dipl.GIS, M.Si


Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
Jalan Raya Kandang Limun, Bengkulu

iii
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

BAMBANG SULISTYO
PENGINDERAAN JAUH DIGITAL:
Terapannya dalam Pemodelan Erosi Berbasis Raster
Yogyakarta: Penerbit Lokus
November 2011
Cetakan Pertama
xiv + 140 hlm. 24,5 cm.
ISBN 978-602-97622-6-6

© Bambang Sulistyo
Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau
seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, termasuk memfotokopi, merekam atau dengan
sistem penyimpanan yang lain, tanpa izin tertulis dari penulis.

Kelompok Penerbit Tiara Wacana


Jalan Kaliurang Km 7,8, Kopen Utama No. 16
Sleman, Yogyakarta 55581
Telp/faks. (0274) 880683
e-mail: yogya@tiarawacana.co.id
www.tiarawacana.co.id

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadlirat Allah SWT karena atas


perkenanNya-lah penulisan buku dengan judul PENGINDERAAN JAUH
DIGITAL: Terapannya dalam Pemodelan Erosi Berbasis Raster ini dapat selesai.
Buku ini merupakan penulisan dan penyusunan ulang dari sebagian hasil penelitian
yang dilaksanakan pada saat penulis menempuh Program Doktor.
Penyelesaian buku ini tidak terlepas dari bantuan dan motivasi dari Staf
Pengajar di Fakultas Geografi UGM (Prof. Dr. Totok Gunawan, MS, Prof. Dr.
Hartono, DEA, DESS, Drs. Projo Danoedoro, MSc, PhD, dan Prof. Dr. Sutanto),
Staf Pengajar di Fakultas Teknik UGM (Ir. Subaryono, MA, PhD), Staf Pengajar di
Fakultas Pertanian UGM (Prof. Dr. Ir. Bambang Hendro Sunarminto, SU) dan
Senior Disaster Manager Bank Dunia (Ir. Iwan Gunawan, MSc, PhD) yang telah
memberikan masukan-masukan yang sangat berharga untuk menyempurnakan
buku yang penulis susun. Untuk hal tersebut penulis mengucapkan terimakasih.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1).
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional, Republik
Indonesia yang telah memberikan beasiswa dan hibah penelitian; 2). Prof. Ir.
Zainal Muktamar, MSc, PhD (Rektor Universitas Bengkulu) dan Prof. Dr. Ir.
Yuwana, MSc (Dekan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu) atas ijinnya se-
hingga penulis bisa memperdalam ilmu di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta;
3). beberapa instansi yang telah membantu dalam penyediaan data sekunder
(diantaranya adalah PUSPICS – UGM, Puslitbang SD Air di Bandung, PT.
INDONESIA POWER di Banjarnegara, Badan Pertanahan Nasional Kab.
Banjarnegara, Dinas Kehutanan Kab. Banjarnegara, dan BAPPEDA Kab.
Banjarnegara); 4). beberapa pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
The last but not the least, buku ini merupakan persembahan bagi Dra. Hj.
Amartin Kencahyati, istri penulis dan 3 anak: Manissa Kenlistyorini (1988), Esi
Asyani Listyowati (1993), dan Noviyanti Listyaningrum (1996), serta 3 cucu:
Qonita Ahlatul Qurani (2007), Muhammad Abyan Maulana Hutama (2008), dan
Muhammad Geotama Satria Laksmana (2010).
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa buku ini masih memerlukan
penyempurnaan, sehingga saran-saran perbaikan sangat diharapkan dan mohon
untuk dapat diberikan melalui alamat email: bambang_sulistyo62@yahoo.co.id.
Akhirnya penulis berharap bahwa buku ini dapat memberikan pengetahuan
yang baru bagi pemerhati masalah penginderaan jauh digital dan terapannya.
Semoga.

Bengkulu, November 2011


Penulis,
Dr. Ir. H. Bambang Sulistyo, Dipl.GIS, M.Si

v
vi
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR LAMPIRAN xiv

BAB. I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Perumusan Masalah 4
1.3. Susunan Buku 5

BAB. II EROSI DAN PEMODELANNYA 6


2.1. Hubungan Erosi dan Lahan Kritis 6
2.2. Sebab dan Akibat Terjadinya Lahan Kritis 7
2.3. Pemodelan Spasial Erosi 9
2.3.1. Pemodelan 9
2.3.2. Prediksi Erosi Model USLE 10
2.3.3. Pemodelan Spasial Erosi model USLE Berbasis 15
Vektor
2.3.4. Kelemahan Analisis Erosi USLE Berbasis Vektor 16
2.3.5. Prediksi Erosi Model Honda 18

BAB. III DATA PENGINDERAAN JAUH DIGITAL DALAM 21


PEMODELAN EROSIBERBASIS RASTER
3.1. Citra Satelit Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper Plus 21
(ETM+) Sebagai Masukan Pemodelan Spasial Erosi
3.2. Tahap pengolahan citra Landsat 7 ETM+ 24
3.2.1. Koreksi geometrik 24
3.2.2. Koreksi radiometrik 25
3.2.3. Analisis Citra Landsat 7 ETM+ dalam pemodelan 25
spasial erosi
3.2.3.1. Klasifikasi Penutupan/Penggunaan Lahan 26
Secara Multispektral
3.2.3.2. Prediksi Indeks Vegetasi dengan Berbagai 26
Model Transformasi Matematis
3.2.3.3. Analisis Perubahan Indeks Vegetasi 30
3.2.3.4. Transformasi Indeks Vegetasi Untuk 31
Menyusun Model Faktor C
3.2.3.5. Menyusun Faktor P 33
3.2.3.6. Interpretasi Bentuklahan 33

vii
BAB IV. SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PEMODELAN 36
EROSI BERBASIS RASTER
4.1. Sistem Informasi Geografis (SIG) 36
4.2. Model Data Keruangan dalam SIG 38
4.3. Interpolasi Spasial 39
4.4. Analisis SIG dalam pemodelan spasial erosi berbasis raster 44
4.4.1. Digitasi Terhadap Peta Tematik 44
4.4.2. Menyusun Peta Erosivitas Hujan (Faktor R) 44
4.4.3. Menyusun Peta Erodibilitas Tanah (Faktor K) 45
4.4.4. Menyusun Peta Berat Jenis Tanah 45
4.4.5. Menyusun Peta Kelerengan (S) dan Peta Faktor 45
Panjang Lereng (Faktor LS)
4.4.6. Menyusun Peta Faktor Tindakan Konservasi (Faktor 46
P)
4.4.7. Pemodelan Erosi 46
4.4.7.1. Erosi model USLE 46
4.4.7.2. Korelasi Berbagai Indeks Vegetasi dengan 48
Erosi model USLE
4.4.7.3. Erosi model Honda 48
4.4.8. Uji Model 48

BAB V. PENGUMPULAN DATA DALAM PEMODELAN EROSI 52


BERBASIS RASTER
5.1. Pengumpulan Data Primer 52
5.1.1. Penentuan sampel dan jumlahnya 52
5.1.2. Kerja lapang 52
5.2. Pengumpulan Data Sekunder 56

BAB VI. INTEGRASI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DAN SIG DALAM 58


PEMODELAN EROSI BERBASIS RASTER
6.1. Kajian Erosi dengan Memanfaatkan Data Penginderaan 58
Jauh
6.2. Integrasi Citra Landsat 7 ETM+ dan SIG dalam Pemodelan 61
Erosi Berbasis Raster

BAB VII. PEMODELAN EROSI BERBASIS RASTER DI DAS 65


MERAWU KABUPATEN BANJARNEGARA
7.1. Deskripsi DAS Merawu 65
7.1.1. Letak dan Luas 65
7.1.2. Geologi 66
7.1.3. Topografi 67
7.1.4. Curah Hujan 70

viii
7.1.5. Jenis Tanah 71
7.1.6. Penutupan/Penggunaan Lahan 74
7.2. Data/Peta yang diperlukan, Piranti Lunak, Piranti Keras 75
serta Tahapan Penelitian
7.2.1. Data/Peta penelitian yang diperlukan 75
7.2.2. Piranti Lunak (Software) yang digunakan 76
7.2.3. Piranti Keras (Hardware) yang diperlukan 76
7.2.4. Tahapan Penelitian 76
7.3. Hasil Penyusunan Basis Data dalam Pemodelan Spasial 76
Erosi Berbasis Raster
7.3.1. Parameter Erosi yang bersumber dari Citra Landsat 76
7 ETM+
7.3.1.1. Peta Penutupan/Penggunaan Lahan 83
7.3.1.2. Peta Faktor C yang bersumber dari berbagai 83
Indeks Vegetasi
7.3.1.3. Analisis Perubahan Indeks Vegetasi antara 88
Citra Landsat 7 ETM+ yang direkam pada
tahun 2003 dan tahun 2006
7.3.1.4. Peta Bentuklahan 92
7.3.2. Peta Faktor LS 96
7.3.3. Peta Faktor P 98
7.3.4. Peta Faktor R 98
7.3.5. Peta Faktor K dan Peta Berat Jenis 100
7.3.6. Kualitas Basis Data Spasial Erosi berbasis Raster 102
7.4. Pemodelan Erosi Berbasis Raster 106
7.4.1. Pemodelan Erosi Model USLE 106
7.4.2. Pemodelan Erosi Model Honda 109
7.4.3. Korelasi antara Erosi Model USLE dengan berbagai 116
Indeks Vegetasi
7.5. Sumbangan Teoretis Hasil Penelitian Terhadap Model 118
Erosi
7.6. Kesimpulan dan Saran 118
7.6.1. Kesimpulan 119
7.6.2. Saran 119

DAFTAR PUSTAKA 120


LAMPIRAN 127

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Tahapan Erosi 8


Gambar 2.2. Diagram Alir Perhitungan Erosi Permukaan Model USLE 15
Gambar 2.3. Diagram Alir Perhitungan Erosi Permukaan Model Honda 19
Gambar 3.1. Komponen Sistem Penginderaan Jauh 21
Gambar 3.2. Bentuk satelit Landsat 7 ETM 22
Gambar 3.3. Diagram Hubungan Berbagai Indeks Vegetasi 28
Gambar 3.4. Interpretasi Secara Grafis Beberapa Indeks Vegetasi 28
Gambar 4.1. Komponen SIG 36
Gambar 4.2. Perbandingan Model Raster dan Model Vektor. Obyek 40
Hutan Pinus (P) dan Hutan Sekunder (S) merupakan
bentuk poligon, obyek Sungai (R) merupakan bentuk
linier, dan obyek Rumah (H) merupakan bentuk titik
(Sumber: Aronoff, 1989)
Gambar 4.3. Penyajian Citra Satelit dalam Model data Raster 40
Gambar 4.4. Contoh hasil analisis erodibilitas tanah (Faktor K) DAS 44
Merawu dari data titik (gambar kiri) menjadi data
berbentuk raster
Gambar 4.5. Contoh semivariogram 42
Gambar 4.6. Semivariogram yang sudah difitkan dengan model sferis 43
(atas) dan model eksponensial (bawah)
Gambar 4.7. Nugget, range, sill dan partial sill 43
Gambar 5.1. Contoh hasil pemotretan Fc 54
Gambar 5.2. Contoh hasil pemotretan Sp 54
Gambar 6.1. Skema Kerangka Pemikiran 62
Gambar 7.1. Peta Lokasi DAS Merawu 66
Gambar 7.2. Peta Formasi Geologi DAS Merawu 69
Gambar 7.3. Peta Jenis Tanah DAS Merawu 73
Gambar 7.4. Citra komposit warna citra Landsat 7 ETM+ (RGB: 543) 81
kawasan DAS Merawu dan sekitarnya
Gambar 7.5. Peta Penutupan Lahan DAS Merawu 85
Gambar 7.6. Grafik yang menggambarkan hubungan Faktor C dengan 86
nilai NDVI
Gambar 7.7. Peta Faktor C Hasil Pemodelan menggunakan indeks 89
vegetasi MSAVI
Gambar 7.8. Peta Bentuklahan DAS Merawu 94
Gambar 7.9. Peta Faktor LS DAS Merawu 97
Gambar 7.10. Peta Faktor P DAS Merawu 99
Gambar 7.11. Peta Faktor R DAS Merawu untuk Oktober 2004 101
Gambar 7.12. Peta Faktor K DAS Merawu 103
Gambar 7.13. Peta Berat Jenis Tanah DAS Merawu 104

x
Gambar 7.14. Grafik yang menggambarkan Pola Erosi Aktual dengan 108
Erosi Model USLE dengan Faktor C Hasil Berbagai
Indeks Vegetasi (A) dan Rata-rata Erosivitas Hujan
Bulanan (B)
Gambar 7.15. Peta Hasil Pemodelan Erosi Model USLE Berbasis 111
Raster
Gambar 7.16. Deskripsi Pengaruh Tiap Variabel terhadap Hasil 112
Pehitungan Rumus USLE di Wilayah DAS Merawu
Gambar 7.17. Grafik yang menggambarkan Pola Erosi Aktual dengan 115
Erosi Model Honda dengan Faktor C Hasil TVI (A) dan
Rata-rata Erosivitas Hujan Bulanan (B)
Gambar 7.18. Peta Hasil Pemodelan Erosi Model Honda Berbasis 117
Raster

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Margin kesalahan berbagai faktor USLE 2


Tabel 2.1. Penilaian Struktur Tanah 12
Tabel 2.2. Nilai Permeabilitas Tanah 12
Tabel 2.3. Kelas Tingkat Bahaya Erosi 16
Tabel 2.4. Nilai faktor panjang lereng (L) dan klas drainase 17
Tabel 2.5. Nilai Faktor Kemiringan Lereng (S) 18
Tabel 3.1. Resolusi spasial masing-masing saluran Landsat 7 ETM+ 23
Tabel 3.2. Resolusi spektral Landsat 7 ETM+ dan kegunaan utamanya 23
Tabel 3.3. Klasifikasi Tingkat Kehijauan Vegetasi berdasarkan NDVI 30
Tabel 3.4. Kelas r (koefisien korelasi) 32
Tabel 3.5. Nilai P berdasarkan Kawasan Pertanian dan Bukan Pertanian 34
Tabel 4.1. Beberapa kelebihan dan kelemahan model data raster dan 39
vektor
Tabel 4.2. Nilai SDR berdasar luas DAS 48
Tabel 4.3. Uji Ketelitian Interpretasi 49
Tabel 4.4. Daftar Analisis Variansi 51
Tabel 5.1. Nilai Ru dan b 54
Tabel 5.2. Persentase Muatan Dasar Terhadap Muatan Suspensi Total 55
Tabel 7.1. Luas Wilayah DAS Merawu Menurut Formasi Geologinya 67
Tabel 7.2. Luas Wilayah DAS Merawu Menurut Ketinggiannya 68
Tabel 7.3. Luas Wilayah DAS Merawu Menurut Kemiringan Lerengnya 68
Tabel 7.4. Rata-rata Curah Hujan Tahunan (mm/tahun) di Dalam dan 70
Sekitar DAS Merawu (1996–2005)
Tabel 7.5. Rekapitulasi Curah Hujan Tahunan di dalam dan Sekitar DAS 71
Merawu (1996–2005)
Tabel 7.6. Luas Wilayah DAS Merawu Menurut Jenis Tanahnya 72
Tabel 7.7. Penutupan/penggunaan Lahan DAS Merawu yang Bersumber 74
dari Citra Landsat 7 ETM+
Tabel 7.8. Nilai piksel minimum dan konversi ke nilai radians setiap 77
band
Tabel 7.9. Daftar Koordinat yang Digunakan dalam Koreksi Geometrik 78
Citra Landsat 7 ETM+ Tahun 2003
Tabel 7.10. Daftar Koordinat yang Digunakan dalam Koreksi Geometrik 79
Citra Landsat 7 ETM+ Tahun 2006
Tabel 7.11. Nilai Rata-rata Sampel Kelas untuk Klasifikasi Multispektral 82
Citra Landsat ETM+ Tahun 2006
Tabel 7.12. Matriks Konfusi Hasil Interpretasi Penutupan Lahan 84
Tabel 7.13. Hasil Pemodelan dari masing-masing Indeks Vegetasi 86
Tabel 7.14. Luas Faktor C untuk masing-masing kelas (Ha) 87
Tabel 7.15. Koefisien Korelasi antara Cmodel dengan Cactual 88

xii
Tabel 7.16. Pasangan Nilai Radiansi Citra yang digunakan dalam 90
Kalibrasi Relatif
Tabel 7.17. Hasil Analis Perubahan NDVI antara tahun 2003 dan tahun 91
2006
Tabel 7.18. Faktor Koreksi dan Faktor Pengali dalam Perhitungan Faktor 92
C pada Setiap Bulannya
Tabel 7.19. Luas Wilayah DAS Merawu menurut Bentuklahannya 93
Tabel 7.20. Matriks Konfusi Hasil Interpretasi Bentuklahan 95
Tabel 7.21. Luas Wilayah DAS Merawu menurut Faktor LS 96
Tabel 7.22. Luas Wilayah DAS Merawu menurut Faktor P 98
Tabel 7.23. Erosivitas Hujan pada Setiap Stasiun Curah Hujan di DAS 100
Merawu
Tabel 7.24. Rekapitulasi Ketelitian Variabel Erosi yang Dihasilkan 105
Tabel 7.25. Hasil hitungan Erosi Model USLE, Erosi Aktual dan Hasil 107
Ujinya
Tabel 7.26. Harga Erosi Maksimum dan Minimum yang Diukur Pada 30o 110
Tabel 7.27. Hasil hitungan Erosi Model Honda, Erosi Aktual dan Hasil 113
Ujinya
Tabel 7.28. Korelasi antara Hasil Erosi dengan Berbagai Indeks Vegetasi 116

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Faktor C yang diukur langsung di lapangan beserta nilai 127


berbagai indeks vegetasi yang bersumber dari Citra
Landsat 7 ETM+
Lampiran 2. Pengujian Persyaratan Analisis 128
Lampiran 3. Faktor C yang diukur langsung di lapangan (CLapg ) beserta 132
Faktor C berbagai indeks vegetasi yang bersumber dari
Citra Landsat 7 ETM+ (CModel)
Lampiran 4. Hasil Pengecekan Kemiringan Lereng 135
Lampiran 5. Hasil anlisis sampel tanah DAS Merawu yang dilakukan 139
di laboratorium Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian
UGM
Lampiran 6. Hasil Pengecekan Nilai Erodibilitas (K) dan Berat Jenis 140
(BD)

xiv
BAB I.
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Salah satu masalah lingkungan yang saat ini harus ditangani adalah adanya
lahan kritis. Lahan kritis di Indonesia terutama disebabkan oleh erosi oleh air
karena tingginya jumlah dan intensitas curah hujan (Abdurachman dan Sutono,
2002). Lahan kritis adalah lahan yang keadaan penutupan vegetasinya kurang dari
25%, dengan kemiringan lereng 15% atau lebih, dan atau ditandai dengan gejala
erosi seperti erosi permukaan (sheet erosion), erosi alur (rill erosion) dan erosi
parit (gully erosion) yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologi dan daerah
lingkungannya (Departemen Kehutanan, 1998; Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat, 1992). Salah satu indikasi terjadinya perkembangan lahan kritis adalah
dengan mengetahui jumlah DAS (Daerah Aliran Sungai) kritis yang selalu
meningkat. DAS dikatakan dalam keadaan kritis jika fungsi DAS mengalami
gangguan sebagai akibat terbukanya penutupan lahan yang kemudian memicu
terjadinya erosi apabila terjadi hujan. Peningkatan jumlah DAS kritis di Indonesia
tergolong mengkhawatirkan. Pada tahun 1984 ada 22 DAS kristis, meningkat
menjadi 29 DAS pada tahun 1992, 39 DAS pada tahun 1994, 42 DAS pada tahun
1998, 58 DAS pada tahun 2000, dan 60 DAS pada tahun 2002, 65 DAS pada tahun
2004, dan 72 pada tahun 2007 (Utomo, 1989; Kartodihardjo, 2008).
Upaya perbaikan kondisi lingkungan melalui program rehabilitasi lahan
kritis akan dapat terlaksana dengan baik apabila informasi akurat distribusi dan
jumlah lahan kritis dapat diperoleh secara tepat. Penyediaan data dan informasi
tersebut sangat diperlukan terutama dalam menunjang formula strategi rehabilitasi
lahan kritis yang berdaya guna, sehingga diharapkan dapat diperoleh acuan dalam
pengalokasian sumber daya secara proporsional. Namun demikian, sampai saat ini,
tidak ada informasi yang pasti berapa sebenarnya luas hutan yang masih utuh,
karena proses penebangan, pembakaran dan perusakan masih berlangsung terus.
Selain itu, masing-masing instansi juga mempunyai metode sendiri dan
menghasilkan angka yang berbeda disesuaikan dengan keperluan tugasnya.
Pada tahun 2002, Departemen Kehutanan (sejak tahun 2009 namanya
berubah menjadi Kementerian Kehutanan) mengeluarkan data bahwa Indonesia
memiliki lahan hutan terdegradasi seluas 96,3 juta ha sebagai akibat dari kegiatan
penebangan liar, kebakaran hutan, konversi hutan, perluasan pertanian yang tidak
terencana dan konflik sosial atas sumberdaya hutan. Diperkirakan ada 54,6 juta ha
dari lahan hutan yang terdegradasi tersebut mencakup kawasan hutan produksi,
hutan konservasi dan hutan lindung, sedangkan 41,7 juta ha lahan terdegradasi
berada di luar kawasan hutan (Nawir et al., 2008).

1
BAB II.
EROSI DAN PEMODELANNYA

2.1. Hubungan Erosi dan Lahan Kritis


Degradasi lahan didefinisikan sebagai proses hilangnya kegunaan atau
potensi kegunaan atau pengurangan, kehilangan atau perubahan fitur atau
organisme yang tidak dapat digantikan (Barrow, 1991). Hasil dari suatu proses
degradasi lahan disebut lahan terdegradasi atau lahan kritis. FAO (1994) membagi
lahan kritis ke dalam enam tipe, yaitu erosi oleh air, erosi oleh angin, penurunan
kesuburan tanah, salinisasi, penurunan jumlah air, dan penurunan muka air. Lahan
kritis yang terjadi di Indonesia umumnya disebabkan oleh erosi air hujan. Hal ini
sehubungan dengan tingginya jumlah dan intensitas curah hujan (Abdurachman
dan Sutono, 2002). Ketika vegetasi yang tumbuh di atas lahan ditebangi maka
curah hujan yang tinggi memukul langsung permukaan tanah yang gundul. Proses
butiran tanah terlepas dari agregatnya dan dibawa hanyut oleh aliran permukaan
(run off) ke lereng bawah sampai akhirnya diendapkan di tempat yang lebih rendah
atau di muara-muara sungai, disebut erosi (Arsyad, 2000).
Jenis-jenis erosi diantaranya adalah (Seyhan, 1976; Arsyad, 2000):
1. Erosi Alur (rill erosion): erosi yang terjadi jika air terkonsentrasi dan mengalir
pada tempat-tempat tertentu di permukaan tanah, sehingga proses penggerusan
tanah banyak terjadi pada tempat tersebut, yang kemudian membentuk alur-
alur.
2. Erosi Lembar (sheet/interill erosion): merupakan pengangkutan lapisan tanah
yang merata tebalnya dari suatu permukaan bidang tanah.
3. Erosi Parit (gully erosion): erosi yang terjadi hampir sama dengan erosi alur
yang diakibatkan oleh aliran permukaan dengan volume yang lebih besar
terkonsentrasi pada satu cekungan menyebabkan kemampuannya menggerus
menjadi sangat besar, sehingga mampu membentuk parit yang dalam dan
lebar, yang tidak dapat dihilangkan hanya dengan pengolahan tanah biasa.
4. Erosi Saluran (channel erosion): proses erosi yang disebabkan oleh erosi pada
tebing saluran, dasar saluran yang mengalami degradasi.
5. Erosi Total (gross erosion): jumlah semua erosi yang terjadi.
Di Indonesia istilah lahan kritis masih agak rancu, karena setiap
departemen menggunakan istilah yang berbeda disesuaikan dengan keperluan
tugasnya. Departemen Kehutanan dalam menentukan lahan kritis didasarkan pada
tingkat penutupan lahan oleh vegetasi dan kemiringan lereng. Sementara itu,
Departemen Transmigrasi melalui kegiatan REPPPROT (The Regional Physical
Planning Programme for Transmigration) memberi nama lahan kritis dengan
istilah tanah marginal, yang merupakan lahan yang pernah dibuka dan digunakan
untuk pertanian tetapi saat ini produktivitasnya sangat rendah sehingga banyak
dibiarkan berupa lahan yang ditumbuhi semak, rumput-rumputan dan wilayah

6
7
BAB III
DATA PENGINDERAAN JAUH DIGITAL
DALAM PEMODELAN EROSIBERBASIS
RASTER

3.1. Citra Satelit Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+) Sebagai
Masukan Pemodelan Spasial Erosi
Penanganan lahan kritis senantiasa ditekankan pada pengelolaan meng-
gunakan data yang berbiaya rendah, maka alternatif sumber data yang digunakan
semestinya mempunyai sifat: relatif tidak mahal, mudah diperoleh dan peng-
unduhan datanya relatif cepat, tanpa mengurangi tingkat keakuratan dan ke-
mutakhiran data. Dengan pertimbangan tersebut, data penginderaan jauh
merupakan alternatif yang tepat. Lillesand et al., (2004) mendefinisikan peng-
inderaan jauh sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek,
daerah, atau fenomena dengan cara menganalisis data yang diperoleh meng-
gunakan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena
yang dikaji. Penginderaan jauh meliputi dua proses utama yaitu pengumpulan data
dan analisis data. Proses pengumpulan data terdiri dari adanya sumber energi,
perjalanan energi melalui atmosfer, interaksi antara energi dengan kenampakan di
muka bumi, sensor wahana pesawat terbang atau satelit, dan hasil pembentukan
datanya berupa hardcopy atau data digital. Penginderaan jauh menurut Purwadhi
(2001) merupakan suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen yang saling
terkait dan berinteraksi secara bersama-sama untuk memperoleh informasi

P
mengenai obyek dan atau fenomena tanpa kontak langsung dengan obyek dan atau
fenomena yang dikaji. Gambar 3.1. Secara skematis menggambarkan komponen-
komponen sistem penginderaan jauh.

Gambar 3.1. Komponen Sistem Penginderaan Jauh (Sumber: Purwadhi, 2001)

21
21
22
22
BAB IV.
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
DALAM PEMODELAN EROSI
BERBASIS RASTER

4.1. Sistem Informasi Geografis (SIG)


Perangkat utama yang dipergunakan untuk menangani data spasial adalah
Sistem Informasi Geografis (Valenzuela, 1991; Zhou, 1991), disingkat SIG, yaitu
seperangkat piranti yang mampu untuk mengumpulkan, menyimpan, memanggil
kembali, mentransformasikan dan menayangkan data spasial dari keadaan
senyatanya untuk tujuan tertentu. SIG menyediakan kisaran kemungkinan analisis
lebih luas yang mampu untuk dikerjakan pada aspek topologi atau spasial dari data
geografis, pada atribut data non-spasial, atau kombinasi data non-spasial dan
atribut spasial (Burrough, 1986).
Kegiatan pengolahan dan pengelolaan data spasial dan non-spasial ini
sesungguhnya telah sejak lama menjadi bagian pekerjaan yang rutin dari para ahli
pemetaan yang menggunakan lembar-lembar peta maupun tabel-tabel (Gunawan,
1995), disebut SIG konvensional. Sistem ini mempunyai keterbatasan di dalam
kemampuannya untuk menganalisis informasi serta proses pengambilan keputusan.
Perkembangan teknologi komputer digital menghasilkan sistem pengolahan dan
pengelolaan kedua jenis data yang telah dapat diintegrasikan di dalam suatu
perangkat keras dan lunak (hard-software system).
Subsistem dalam SIG yaitu meliputi 1. pengumpulan dan pemasukan data;
2. pembentukan data dasar; 3. analisis; dan 4. penerapan dan keluaran (Short,
1992). Secara ringkas komponen pendukung kegiatan bidang SIG seperti disajikan
pada Gambar 4.1 yang meliputi (a) hardware; (b) software; dan (c) brainware.

PERANGKAT
KERAS

DATA DAN
MANAJEMEN SIG INFORMASI
GEOGRAFI

PERANGKAT
LUNAK

Gambar 4.1. Komponen SIG (Sumber: Prahasta, 2001, dengan perubahan)

36
36
36
36
BAB V. PENGUMPULAN
DATA DALAM PEMODELAN
EROSI BERBASIS RASTER

Dalam pemodelan erosi berbasis raster diperlukan data, baik yang berupa
data primer maupun yang berupa data sekunder. Data primer merupakan data yang
dikumpulkan langsung dari lapangan, sedangkan data sekunder merupakan data
yang diperoleh dari berbagai sumber data yang sebelumnya telah melakukan
pengumpulan data dan mengolahnya. Data primer dikumpulkan sesuai dengan
kebutuhan yang kemudian dilakukan analisis.

5.1. Pengumpulan Data Primer


5.1.1. Penentuan sampel dan jumlahnya
Dalam hubungannya pemodelan erosi berbasis raster, sampel diperlukan
untuk uji medan dan kerja lapangan untuk menguji hasil interpretasi dan pe-
modelan serta melengkapi data yang tidak dapat diperoleh dari citra satelit maupun
dari data sekunder. Pada umumnya populasi yang akan dilakukan pengambilan
datanya diasumsikan heterogen sehingga penentuan titik sampel di lapangan
mengikuti metode stratified sampling. Jika populasinya homogen, maka penentuan
titik sampel bisa dilakukan secara random (acak). Penentuan lokasi sampel dipilih
berdasarkan pertimbangan sukar atau mudahnya dikenalinya suatu obyek pada saat
interpretasi, menarik dan letaknya mudah untuk dijangkau. Secara umum jumlah
sampel yang akan diambil untuk setiap tema hasil interpretasi atau pemodelan yaitu
30 plot lokasi, berdasarkan jumlah minimal untuk diuji kenormalannya (Conover,
1973 dalam Sujana, 2002). Penentuan jumlah sampel pada metode stratified
sampling untuk masing-masing kelas disesuaikan dengan luas masing-masing kelas
yang dihitung secara proporsional. Semakin luas proporsinya, maka semakin
banyak jumlah sampel yang akan ditentukan, demikian juga sebaliknya.

5.1.2. Kerja lapang


Kerja lapang dimaksudkan untuk mengumpulkan data, melalui pengukuran
dan pemerian. Data yang dikumpulkan yaitu:
1. data penutupan/penggunaan lahan untuk pengujian hasil interpretasi
penutupan/penggunaan lahan,
2. data bentuklahan untuk pengujian hasil interpretasi bentuklahan,
3. contoh sampel tanah untuk diuji di laboratorium yang selanjutnya akan
digunakan untuk memperoleh data erodibilitas tanah dan berat jenis tanah.
Jenis data tanah yang diambil sampelnya adalah tekstur tanah, bahan organik,
struktur, permeabilitas tanah, dan berat jenis tanah,

52
52
53
53
BAB VI.
INTEGRASI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DAN SIG
DALAM PEMODELAN EROSI BERBASIS
RASTER

6.1. Kajian Erosi dengan Memanfaatkan Data Penginderaan Jauh


Suharsono (1998) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mencari
model yang dapat digunakan untuk menduga muatan tersuspensi menggunakan
data penginderaan jauh sebagai data utamanya. Metode yang dilakukan yaitu
dengan menginterpretasi data penginderaan jauh terhadap karakter lahan yang
berpengaruh terhadap terjadinya sedimen pada 13 DAS di Jawa. Hasilnya digabung
dengan data hujan. Semua data kemudian dilakukan transformasi dan analisis
statistik (analisis faktor dan analisis regresi ganda) sedemikian rupa sehingga
diperoleh bentuk rumus empiris untuk pendugaan sedimen tersuspensi. Hasil model
kemudian divalidasi terhadap sedimen aktual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat 11 model pendugaan muatan sedimen tersuspensi yang cukup baik
ketepatannya, baik untuk pendugaan muatan sedimen tersuspensi total maupun
pendugaan muatan sedimen tersuspensi rata-rata. Penggunaan data penginderaan
jauh ditambah data hujan untuk pendugaan muatan sedimen tersuspensi
mempunyai ketepatan pendugaan antara 72,57% hingga 90,65%.
Hazarika dan Honda (2001) melakukan penelitian untuk mengetahui
pengaruh pelaksanaan proyek pembangunan DAS terpadu yang dimulai tahun 1991
terhadap terjadinya erosi di DAS Mae Ao, Distrik Pa Sang dan Ban Hong, Propinsi
Lamphun, Thailand bagian Utara. Data yang digunakan adalah citra Landsat-TM
(tahun 1992 dan 1996) dan SIG untuk mengestimasi laju erosi tanah yang terjadi
dengan menggunakan Model Erosi (E) yang memanfaatkan parameter tutupan
vegetasi (NDVI) dan lereng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa estimasi
keseluruhan laju erosi tanah yang terjadi selama 4 tahun mengalami penurunan dari
1,24 mm/tahun menjadi 0,91 mm/tahun. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan
pola pertanian tradisional menjadi pola perkebunan anggur serta dilakukannya
kegiatan konservasi tanah. Namun demikian, laju erosi tanah sebesar 0,91
mm/tahun masih dianggap tinggi sehingga diperlukan penanganan lebih lanjut.
Menurut Darmawan (2005) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk
mengembangkan suatu model pemetaan erosi di dataran rendah Kalimantan Timur
dengan faktor utama yang mempengaruhi erosi tanah adalah persentase tanah
terbuka, topografi dan jenis penutupan lahan yang diekstrasi dari data satelit
Landsat-TM dan DEM. Berdasarkan faktor utama yang mempengaruhi erosi yaitu
tanah terbuka (bare soil), topografi, dan jenis penutup lahan yang bersumber dari
data satelit Landsat-TM dan Peta RBI Skala 1 : 50.000 maka ada lima model yang
digunakan yaitu: (1) tiap parameter mempunyai bobot yang sama; (2) tanah terbuka
58 58
BAB VII.
PEMODELAN EROSI BERBASIS RASTER
DI DAS MERAWU KABUPATEN BANJARNEGARA

Untuk memberikan gambaran tentang pemodelan erosi yang sepenuhnya


berbasis raster, dalam buku ini disajikan hasil analisis pemodelan yang
dilaksanakan di DAS Merawu, Kabupaten Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah.
Telah disebutkan pada bab sebelumnya bahwa suatu model mempunyai
keterbatasan dalam hal keruangan, artinya model tersebut hanya berlaku pada
lokasi dimana model tersebut dikembangkan. USLE pada awalnya dikembangkan
di daerah pertanian Amerika Utara, demikian juga erosi model Honda pada
awalnya dikembangkan di daerah Nepal. Kedua lokasi tersebut mempunyai karak-
teristik yang berbeda dalam hal iklim, topografi, sistem pertanian dan konservasi.
Kenyataan tersebut perlu diperhatikan dalam pemakaian erosi model USLE dan
erosi model Honda di tempat selain di Amerika Utara dan Nepal, khususnya ketika
digunakan dalam pemodelan spasial erosi berbasis raster di DAS Merawu.
Bab ini diawali dengan mendeskripsikan DAS Merawu, khususnya letak
dan luasnya, keadaan geologi, topografi, curah hujan, jenis tanah, dan penutupan/
penggunaan lahannya. Informasi tersebut berkaitan dengan karakteristik lokasi
yang tentunya akan mempengaruhi parameter erosi dan hasil hitungannya, baik itu
erosi model USLE maupun erosi model Honda. Selanjutnya dikemukakan data,
piranti keras dan lunak yang digunakan dalam penelitian serta tahapannya. Bab ini
diakhir dengan mengemukakan hasil analisis erosi model USLE dan model Honda,
mulai dari penyusunan parameter yang mempengaruhi terjadinya erosi, analisis
pemodelan erosi dan uji hasil pemodelannya.

7.1. Deskripsi DAS Merawu


7.1.1. Letak dan Luas
Secara geografis DAS Merawu terletak antara 109 41’24” – 109 50’24”
Bujur Timur dan 7 10’12” – 7 22’12” Lintang Selatan. Secara administrasi, DAS
Merawu merupakan sebagian dari daerah tangkapan Waduk Panglima Besar
Jendral Sudirman dan terletak di 8 kecamatan di Kabupaten Banjarnegara yang
meliputi Kec. Banjarmangu, Kec. Batur, Kec. Kalibening, Kec. Karangkobar, Kec.
Madukara, Kec. Pagentan, Kec. Pejawaran dan Kec. Wanayasa.
Luas DAS Merawu meliputi ± 22.734 Ha yang secara alamiah dibatasi
oleh igir sebagai batas alam dengan DAS di sekitarnya. Ada 3 sungai utama yang
mengalir dari Utara ke Selatan dari DAS Merawu, yaitu S. Merawu, S. Urang dan
S. Penaraban. DAS Merawu menyumbang sedimen hasil erosi yang terbesar ke
dalam Waduk Mrica sebagai salah satu Pembangkit Listrik Tenaga Air, yaitu rata-
rata sebesar 10,41 mm/tahun (PT. Indonesia Power, 2009).

1
65
65
65
DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, A. 1989, Rainfall Erosivity and Soil Erodibility in Indonesia:


Estimation and Variation with Time. Thesis Doctor, Faculty of
Agricultural Sciences, Ghent, Belgium
Abdurachman, A. dan Sutono, 2002, Teknologi Pengendalian Erosi Lahan
Berlereng dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian
Produktif dan Ramah Lingkungan, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Bogor
Abdurachman, A., Barus, A., Kurnia, U. 1985, Pengelolaan Tanah dan Tanaman
Untuk Usaha Konservasi Tanah, Pemberitaan Penelitian Tanah dan
Pupuk, Pusat Penelitian Tanah, Bogor
Alejandro, M. de Asis and Omasa, K, 2007, Estimation of vegetation parameter for
modeling soil erosion using linear Spectral Mixture Analysis of Landsat
ETM data, ISPRS Journal of Photogrammetry & Remote Sensing 62,
Elsevier B.V.
Aronoff, S, 1989, Geographic Information Systems: A Management Perspective,
WDL Publication, Ottawa, Canada
Arsy, R.F., 2008, Pemanfaatan Citra ASTER Digital Untuk Estimasi dan Pemetaan
Erosi Tanah di Daerah Aliran Sungai Oyo Propinsi DIY, Tesis Pasca
Sarjana, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Arsyad, S. 2000, Konservasi Tanah dan Air, Penerbit IPB/IPB Press, Cetakan ke-3,
Dargama, Bogor
Asdak, C., 2007, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
Barrow, C.J., 1991., Land Degradation, Cambridge University Press, Melbourne,
Australia
Beer, T., 1997, Environmental Oceanography, 2/ed. CRC Press, Boca Raton,
Florida
Bishr, Y.A. and Radwan, M., 1995, Preliminary design of a DSS for Watershed
Management, ITC Journal 1995-1
BRLKT Opak Progo Serayu, 2001, Laporan Rencana Teknik Lapangan
Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Sub DAS Merawu, DAS Serayu,
Yogyakarta
Burrough, P.A., 1986, Principal of Geographic Information System for Land
Resources Assessment, Clarendon-press, Oxford
Chang, K. T., 2008, Introduction to Geographic Information Systems, McGraw-
Hill International Edition, New York, USA
Clifford, N. and Valentine, G, 2006. Key Methods in Geography, SAGE
Publications London

120
Daels and Antrop, 1981, Remote Sensing; Fundamental International Training
Centre for Post Graduate Soil Scientist, Seminar of Regional Geography,
State University of Ghent, Belgium
Danoedoro, P., 1996., Pengolahan Citra Digital, Teori dan Aplikasinya dalam
Bidang Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
Darmawan, M., 2005, Pemetaan Cepat Erosi Tanah Menggunakan Data DEM dan
Landsat-TM di Kalimantan Timur, Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh
untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa, MAPIN XIV, ITS, Surabaya
De Jong SM, Paracchini ML, Bertolo F, Folving S, Megier J, and De Roo APJ.
1999. Regional assessment of soil erosion using the distributed model
SEMMED and remotely sensed data. Catena 37 (3-4): 291-308.
De Jong, S.M., 1994. Applications of reflective remote sensing for land
degradation studies in a Mediterranean environment. PhD Thesis, Utrecht
University, Utrecht, The Netherlands
DeMers, M.N., 1997. Fundamental of Geographic Information Systems, John
Wiley & Sons, New York
Departemen Kehutanan, Dirjen RRL, 1998. Pedoman Penyusunan RTL-RLKT
Daerah Aliran Sungai, Jakarta
Estes, J, 1992, Remote Sensing and GIS Integration: Research Needs, Status and
Trends, ITC Journal 1992-1
Evans, R., 2002, An Alternative Way to Assess Water Erosion of Cultivated Land-
field-based Measurements: And Analysis of Some Results, Applied
Geography 22
Eweg, H.P.A, Van Lammeren, R., Deurloo, H., and Woldai, Z., 1998, Analysing
Degradation and Rehabilitation for Sustainable Land Management in The
Highlands of Ethiopia, Land Degradation & Development, Vol. 9
FAO, 1994, Land Degradation in South Asia: it’s severity, causes and effects upon
the people, World Soil Resources Reports, Rome
FAO. 1977. A Framework For Land Evaluation, ILRI Publication No. 22.
Wageningen, The Netherlands
Fistikoglu, O., and Harmancioglu, N.B., 2002, Integration of GIS with USLE in
Assessment of Soil Erosion, Water Resources Management 16
Folly, A., Bronsveld, M. C., and Clavaux, M., 1996, A knowledge-based approach
for C-factor mapping in Spain using Landsat TM and GIS., International
Journal of Remote Sensing, 17 (12), 2401-2415.
Gitas, I.Z., Douros, K., Minakou, C., Silleos, G.N. and Karydas, C.G, 2009, Multi-
Temporal Soil Erosion Risk Assessment In N. Chalkidiki Using A
Modified USLE Raster Model, EARSeL eProceedings 8, 1/2009
Gordon, N. D., McMohan, T. A., and Finlayson, B. L., 1992, Stream Hidrology:
An Introduction for Ecologist, John Wiley & Sons, New York

121
Guluda, D.R., 1996, Penggunaan Model AGNPS Untuk Memprediksi Aliran
Permukaan, Sedimen dan Hara N, P dan COD di DAS Citere, Sub DAS
Citarik, Pengalengan, Tesis, Program Pasca Sarjana, IPB, Bogor
Gunawan I., 1995, Penerapan Teknologi SIG untuk Perencanaan Pembangunan
yang Terkoordinasi, Seminar Nasional Sistem Informasi Kebumian,
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Gunawan, I., 1994. Spatially distributed watershed hydrologic modeling using
geographic information systems, Remote Sensing & Geographic
Information System BPPT Yearbook 1993, A. Wibowo, ed., Directorate of
Technology for Natural Resources Inventory-BPPT.
Gunawan, I., Giardino, J. R. and Hoskins, E. R., 1994. Spatial variability
assessment of erosion in the Seblat watershed, Sumatra, Indonesia using
geographic information systems' technique, Proceedings of the Tenth
Thematic Conference on Geologic Remote Sensing, Vol. II, 9-12 May
1994, San Antonio, TX, Environmental Research Institute of Michigan,
Ann Arbor, MI.
Hadmoko, D. S., 2007, Toward GIS-Based Integrated Landslide Hazard
Assessment: A Critical Overview, The Indonesian Journal of Geography,
Volume 39, No. 1, June 2007
Handayani, IP, dan Prawito, P. (2006), Tumbuhan Perintis Pemulih Lahan Kritis,
Penerbit Yayasan KEHATI dan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu,
Jakarta
Harsanugraha, W.K., 1999, Parameter Albedo Sebagai Dasar Observasi
Karakteristik Obyek Penginderaan Jauh Pada Citra AVHRR, Warta
LAPAN, Jakarta
Hazarika, M.K. and Honda, K., 2001, Estimation of Soil Erosion Using Remote
Sensing and GIS, Its Valuation and Economic Implications on Agricultural
Production, In: D.E. Stott, R.H. Mohtar and G.C. Steinhardt (eds).
Sustaining the Global Farm, Selected papers from the 10th International
Soil Conservation Organization Meeting held May 24-29, 1999 at Purdue
University and the USDA-ARS National Soil Erosion Research
Laboratory.
Honda, 2009, (komunikasi pribadi)
Honda, K., Samarakon, L., Ishibashi, A., Mabuchi, Y., and Miyajima, S., 1996,
Remote Sensing and GIS Technologies for Denudation Estimation in a
Siwalik Watershed of Nepal, GISdevelopment.net, ACRS 1996, Water
Resources/Hydrology
(http://www.aars.org/acrs/proceeding/ACRS1996/ Papers/WR96-
2.htm diakses tanggal 2 Juli 2010)
http://bgis.sanbi.org/GIS-primer/Vector and Raster-Advantages and
Disadvantages.mht, diakses pada tanggal 23 April 2010
Jensen, J.R., 1986, Introductory Digital Image Processing: A Remote Sensing
Perspective, Prentice Hall Inc., New York

122
Karaburun, A, 2010, Estimation of C factor for soil erosion modeling using NDVI
in Buyukcekmece watershed, Ozean Journal of Applied Sciences 3(1)
Kartodihardjo, H., 2008., Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup,
Seminar Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam, Universitas Bengkulu,
Bengkulu
Kimes, D.S., Nelson, R.F., Manry, M.T. and Fung, A.K., 1998, Attributes Of
Neural Networks For Extracting Continuous Vegetation Variables From
Optical And Radar Measurments, International Journal of Remote Sensing,
Vol. 19, No. 14
Kok, K., Clavaux, M.B.W., Heerebout, W.M., and Brosveld, K., 1995, Land
Degradation and Land Cover Change Using Low-resolution Satellite
Images and the CORINE database: a case Study in Spain, ITC Journal
1995-5
Liang, S., 2004, Quantitative Remote Sensing of Land Surfaces, John and Wiley
Sons, New York
Lillesand, T.M., Kiefer, R.W., and Chipman, J., 2004, Remote Sensing and Image
Interpretation (5 ed.), John and Wiley Sons, New York
Lin, C.-Y., Lin, W.-T., Chou, W.-C., 2002, Soil erosion prediction and sediment
yield estimation: the Taiwan experience. Soil and Tillage Research 68 (2)
Lin, W.-T., Lin, C.-Y., Chou, W.-C. 2006, Assessment of vegetation recovery and
soil erosion at landslides caused by a catastrophic earthquake: a case study in
Central Taiwan. Ecological Engineering 28 (1), 79–89.
López, T.D.M., Aide, T.M., and Scatena, F.N., 1998, The Effect Of Land Use On
Soil Erosion In The Guadiana Watershed In Puerto Rico, Caribbean
Journal Of Science, Vol. 34, No. 3-4
Mather, P.M., 1987, Computer Processing of Remotely-Sensed Images: An
Introduction, John Wiley & Sons, New York
Mathier, L., Roy, A.G., and Pare, J.P., 1989, The Effects of Slope Gradient and
Length on the Parameters of a Sediment Transport Equation for
Sheetwash, Catena 16
McCloy, K.R., 1995, Resources Management Information Systems, Taylor &
Francis, London.
NASA, 2009, http://landsathandbook.gsfc.nasa.gov/handbook/handbook_htmls,
diakses tanggal 3 Juni 2009
Nawir, A.A, Murniati dan Rumboko, L., 2008, Rehabilitasi Hutan di Indonesia:
Akan Kemanakah Arahnya Setelah Lebih Dari Tiga Dasawarsa ?, CIFOR,
Bogor
Nearing, M.A., Lane, L.J. and Lopes, V.L. 1994, Modelling Soil Erosion. In: Lal,
R. (Ed.). Soil Erosion Methods, Soil and Water Conservation Society,
Florida
Okalp, K., 2005, Soil Erosion Risk Mapping Using GIS: A Case Study On
Kocadere Creek Watershed, Izmir, Thesis, The Graduate School of Natural
and Applied Sciences of Middle East Technical University, Turkey

123
Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Tentang
Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai, Nomor: P.04/V-
Set/2009, Tanggal: 05 Maret 2009
Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor : P. 32/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara
Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran
Sungai (RTkRHL-DAS) , Tanggal: 11 Mei 2009
Piest, R., Brandfort and Spomer, 1975, Mechanism of Erosion and Sediment
Movement from Gullies; Present and Perspective Technology for
Predicting Sediment Yield and Sources, Proceedings of Sediment Yield
Workshop, USDA Sedimentation Laboratory, Oxford, Mississipi
Prahasta, E., 2001, Sistem Informasi Geografis, Penerbit Informatika, Bandung
PT. Indonesia Power, 2009, Laporan Penyelidikan Sedimentasi Waduk PLTA PB.
Soedirman, Unit Bisnis Pembangkitan Mrica, Banjarnegara
Purwadhi, F.S.H., 2001, Interpretasi Citra Digital, PT Grasindo, Jakarta
Purwadhi, F.S.H., dan Sanjoto, T.B., 2009, Pengantar Interpretasi Citra
Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional dan
Universitas Negeri Semarang
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air Bandung, 2006, Data Curah
Hujan kawasan DAS Merawu dan sekitarnya tahun 1995-2006, Bandung
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1992, Hasil-hasil Pemetaan Lahan Kritis
di Pulau Lombok, Bogor
Rahim, S.E, 2006, Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian
Lingkungan Hidup, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta
Renard, K.G., Forster, G.R., Weesies, G.A., McCool, D.K. and Yoder, D.C., 1997.
Predicting soil erosion by water: A guide to conservation planning with
the Revised Universal Soil Loss Equation (RUSLE), USDA, Washington.
Robinson, A., Sale, R., Morisson, J., 1980, Elements of Cartography, John Wiley
& Sons, Wisconsin, USA
Seyhan, E, 1976, Prediction of Sediment Yield and Sources, Utrecht, The
Netherlands
Short, N.M., 1982. The Landsat Tutorial Workbook, NASA, Washington, DC
Star, J.L, 1991, Improve Integration of Remote Sensing and GIS: A Background to
NCGIA Initiative 12, Photogrammetric Engineering and Remote Sensing,
Vol. 57, No. 6.
Stehman, S.V. and Czaplewsky, R.L., 1997, Design and Analysis for Thematic
Map Accuracy Assessment: Fundamental Principles, Remote Sensing of
Environment, Vol. 64
Steyaert, L.T., 1993, A Perspective on The Stage of Environmental Simulation
Modeling, Environmental Modeling with GIS, Goodchild, Park, Steyaert,
Oxford University Press, New York
Sudjana, 2002, Metoda Statistika, Penerbit Tarsito, Bandung

124
Suharsono, P., 1998., Model untuk Pendugaan Muatan Sedimen Tersuspensi
Menggunakan Data Penginderaan Jauh, Disertasi pada Program Pasca
Sarjana, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Sulaiman, W., 2004, Analisis Regresi Menggunakan SPSS, Penerbit ANDI,
Yogyakarta
Sulistyo, B., 2008, Pengaruh Generalisasi Unit Lahan pada Besarnya Erosi, Jurnal
Ilmu Kehutanan Vol II, No. 1, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta
Sulistyo, B., 2010, Pemodelan Erosi Berbasis Raster Melalui Integrasi Citra
Landsat 7 ETM+ dan Sistem Informasi Geografis, Laporan Penelitian,
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta
Sulistyo, B., 2011, Pemodelan Spasial Lahan Kritis Berbasis Raster Di DAS
Merawu Kabupaten Banjarnegara Melalui Integrasi Citra Landsat 7 ETM+
Dan Sistem Informasi Geografis, Disertasi, Program Pascasarjana Fakultas
Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Suripin, 2004, Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air, Penerbit ANDI,
Yogyakarta
Suriyaprasit, M., 2008, Digital terrain analysis and image processing for assessing
erosion prone areas, Unpublished MSc. Thesis, International Institute for
Geo-Information Science and Earth Observation (ITC), Enschede, The
Netherlands
Sutanto, 1986, Penginderaan Jauh Jilid I, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
tbrs.arizona.edu/forest/projects/evi.htm diakses tanggal 2 Maret 2009
Turban, E. dan Aronson, J., 1998., Decision Support System and Expert Systems,
5th Edition, Prentice Hall
Utomo, W.H., 1989, Konservasi Tanah di Indonesia, Suatu Rekaman dan Analisa,
Penerbit Rajawali, Jakarta
Valenzuela, V.R., 1991. Basic Principles of Geographic Information System,
Remote Sensing and GIS for Resource Management in Developping
Countries, ITC, The Netherlands
Van der Knijff, J., Jone, R.J.A., Montanarella, L., 2002. Soil erosion risk
assessment in Italy. European Soil Bureau, Joint Research Center of
European Commission. EUR 19022EN.
Verstappen, H.Th., 1983, Applied Geomorphology, ITC, Elsevier, Amsterdam
Wahyunto, Indratmo, H.W., Heryanto, B., 2006, Pemanfaatan Teknologi
Penginderaan Jauh/Citra Satelit untuk Identifikasi dan Delineasi Lahan
Kritis di Daerah Lahan Kering Berlereng – Sumatera Barat, Berita
Inderaja, Volume V No. 10, Desember 2006
Wainwright, J. dan Mulligan, M, 2002, Environmental Modelling, Finding
Simplicity in Complexity, John Wiley & Sons, Ltd, London

125
Wang G, Wente S, Gertner GZ, and Anderson A. 2002, Improvement in mapping
vegetation cover factor for the universal soil loss equation by geostatistical
methods with Landsat Thematic Mapper images. International Journal of
Remote Sensing 23 (18)
Wischmeier WH & Smith DD, 1978, Predicting Rainfall Erosion Losses: A Guide
to Conservation Planning, USDA Agriculture Handbook No. 37
Yitayew, M., Pokrzywka, S.J. and Renard, K.G., 1999, Using GIS for Facilitating
Erosion Estimation, American Society of Agricultural Engineers, Vol. 15
Zhou, Q., 1991. A Methode for Integrating Remote Sensing and GIS,
Photogrammetric Engineering and Remote Sensing, Vol. 55, No. 5
Zhou, X. and Folving, S., 1994, Application of Spectral Mixture Modelling to The
Regional Assessment of Land Degradation: A Case Study from Basilicata,
Italy, Land Degradation & Development, Vol. 5
Zuidam, R.A. van, Meijerink, A.M.J., and Verstappen, H.Th,
Geomorphology of the Serayu River Basin, Central Java, Final
Report of the Serayu Valley Project (Java, Indonesia), ITC,
Enschede, The Netherlands
BIODATA
Bambang Sulistyo lahir di Yogyakarta, 6 September 1962.
Putra pertama dari Peltu (Purn) Rasmoen, pensiunan TNI
AD dari Topografi Daerah IV Diponegoro, yang tinggal di
kampung Blimbingsari, Terban, Yogyakarta.
Terinspirasi oleh pekerjaan ayahnya, setelah lulus dari
SMAN 1 Yogyakarta tahun 1981 melanjutkan kuliah di
Jurusan Teknik Geodesi, Fakultas Teknik UGM yang
diselesaikan pada tahun 1986.
Sejak tahun 1987 menjadi Dosen di Universitas Bengkulu,
Bengkulu.
Pada tahun 1991 memperoleh beasiswa dari The Netherlands Fellowship
Program untuk mengikuti Post-Graduate Diploma di ITC, Enschede, Belanda.
Program Studi yang diambil yaitu Integrated Map and Geoinformation Production.
Tidak memperoleh gelar MSc, yang semestinya tinggal satu tahun lagi untuk
dijalani, karena kasus Pronk (yang berkaitan dengan IGGI) yang menyebabkan
Pemerintah RI menolak semua bantuan Belanda, termasuk beasiswa.
Pada tahun 1993 memperoleh beasiswa satu tahun dari EC-ASEAN
Fellowship Program. Beasiswa tersebut sebenarnya dimaksudkan untuk
melanjutkan Program Master di ITC yang sempat tertunda. Namun sayangnya,
karena adanya sistem kuota, tidak dapat melanjutkan studi di ITC. Sebagai
gantinya, dipilih Institute of Geography, Technical University of Berlin, Berlin,
Jerman. Di TU Berlin diperdalam ilmu tentang Digital Image Processing and GIS,
dan diselesaikan dengan predikat Cumlaude.
Pada tahun 1995 dengan beasiswa BPPS dari Depdikbud melanjutkan
Program Pascasarjana di UGM dengan mengambil Penginderaan Jauh sebagai
spesialisasinya. Program ini diselesaikan dalam waktu 1 tahun 10 bulan, pada
tahun 1997, dengan predikat Cumlaude, lulusan pertama dari 20 mahasiswa
seangkatannya.
Pada tahun 2008 dengan beasiswa BPPS dari Depdiknas melanjutkan
Program Doktor di Fakultas Geografi, UGM dengan mengambil Penginderaan Jauh
sebagai spesialisasinya. Program ini diselesaikan dalam waktu 2 tahun 9 bulan,
pada tahun 2011, dengan predikat Cumlaude, lulusan pertama dari 25 mahasiswa
seangkatannya.
Beberapa artikel telah diterbitkan di beberapa jurnal, diantaranya adalah:
Berita Topografi, Warta Inderaja, The Indonesian Journal of Geography, Majalah
Geografi Indonesia, Jurnal Penelitian LP Unib, Akta Agrosia, Media Teknik,
Jurnal Ilmu Kehutanan, AGRITECH, Jurnal Tanah Tropika dan Jurnal Manusia
dan Lingkungan.

141
ii
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai