Anda di halaman 1dari 21

PEMERIKSAAN KADAR BILIRUBIN

I. Tujuan
1. Melakukan pemeriksaan fungsi hati melalui tes kombinasi bilirubin.
2. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh.

II. Teori Dasar


Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostasis tubuh yang
meliputi metabolisme, biotransformasi, sintesis, penyimpanan dan imunologi. Dari sudut
pandang anatomi dan fisiologi, hati adalah organ terbesar dari sistem intestinal dengan
berat antara 1,2-1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati
sebagian besar kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh
dengan fungsi yang sangat kompleks. Batas atas hati berada sejajar dengan ruang
interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga IX kiri
(Sudoyo dkk, 2007).
Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang
5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari sistem porta yang
mengandung arteri hepatica, vena porta dan duktus koledokus. Sistem porta terletak di
depan vena kava dan dibalik kandung empedu. Permukaan anterior yang cembung dibagi
menjadi 2 lobus oleh adanya perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus
kanan yang berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri. Pada daerah antara ligamentum
falsiform dengan kandung empedu di lobus kanan kadang-kadang dapat ditemukan lobus
kuadratus dan sebuah daerah yang disebut sebagai lobus kaudatus yang biasanya tertutup
oleh vena kava inferior dan ligamentum venosum pada permukaan posterior. Hati terbagi
dalam 8 segmen dengan fungsi yang berbeda. Pada dasarnya, garis Cantlie yang terdapat
mulai dari vena kava sampai kandung empedu telah membagi hati menjadi 2 lobus
fungsional, dan dengan adanya daerah dengan vaskularisasi relatif sedikit, kadang-
kadang dijadikan batas reseksi (Sudoyo dkk, 2007).
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah.Ada beberapa fungsi
hati yaitu :
1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan
satu sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus
menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di
dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses
pemecahan glikogen mjd glukosa disebut glikogenelisis. Karena proses-proses ini,
hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah
glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa.
Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis
dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon
(3C) yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).
2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan
katabolisis asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
1. Senyawa 4 karbon – KETON BODIES
2. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan
gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kolesterol.
Dimana serum kolesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.
3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses
deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan
proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen.
Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin
dan organ utama bagi produksi urea. Urea merupakan end product metabolisme
protein.∂ - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum
tulang β – globulin hanya dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung ± 584 asam
amino dengan BM 66.000.
4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X.
Benda asing menusuk terkena pembuluh darah yang berperan adalah faktor ekstrinsi,
bila ada hubungan dengan katup jantung yang berperan adalah faktor intrinsik. Fibrin
harus isomer agar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan
Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.
5. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K.
6. Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses
oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan
seperti zat racun, obat over dosis.
7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan
melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin
sebagai imun livers mechanism.
8. Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500
cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ±
25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke
hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini
berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ
penting untuk mempertahankan aliran darah (Sudoyo dkk, 2007).

Selama masa hidup eritrosit yang 120 hari, eritrosit berjalan sekitar 200 sampai 300
mil. Dalam proses penuaan, terjadi penurunan lambat metabolisme sel darah merah.
Sewaktu sel tua disingkirkan, molekul hemoglobin diuraikan menjadi kompone-
komponennya. Sekitar 5 sampai 7 gram hemoglobin dikatabolisme setaip hari. Besi
digunakan kembali. Bagian globin dari molekul hemoglobin diuraikan menjadi asam-
asam amino yang diresilkurasi ke kompartemen asam amino. Komponen porfirin dari
molekul hem diuraikan oleh serangkaian reaksi katabolisme menjadi senyawa yang
disebut bilirubin, yaitu pigmen kuning kecoklatan (Sacher dan McPherson, 2004).
Katabolisme heme dari semua hemeprotein terjadi dalam fraksi mikrosom sel
retikuloendotel oleh sistem enzim yang kompleks yaitu heme oksigenase yang
merupakan enzim dari keluarga besar sitokrom P450. Langkah awal pemecahan gugus
heme ialah pemutusan jembatan α-metena membentuk biliverdin, suatu tetrapirol linier.
Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi, reaksi-reaksi ini memerlukan
oksigen dan NADPH. Pada akhir reaksi dibebaskan Fe3+ yang dapat digunakan kembali,
karbon monoksida yang berasal dari atom karbon jembatan metena dan biliverdin.
Biliverdin, suatu pigmen berwarna hijau akan direduksi oleh biliverdin reduktase yang
menggunakan NADPH sehingga rantai metenil menjadi rantai metilen antara cincin pirol
III– IV dan membentuk pigmen berwarna kuning yaitu bilirubin. (Israr, 2010).
Bilirubin
Bilirubin adalah produk penguraian hem: sebagian besar (85-90%) terjadi dari
penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin.
Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah
dibebaskan dari sel darah merah .Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari hem
sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin hem untuk
menghasilkan tetrapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk tidak larut air
(bilirubin tidak terkonjugasi, indirek) sehingga bilirubin dalam plasma terikat ke albumin
untuk diangkut ke medium air. Pada saat bilirubin terikat pada plasma beredar dalam
tubuh dan melewati lobulus hati, hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan
meyebabkan larut air dengan mengikat bilirubin ke asam glukuronat (bilirubin
terkonjugasi, direk) (Sacher dan McPherson, 2004).
Setelah bilirubin masuk ke dalam usus, bakteri kolon merubah bilirubin menjadi
urobilinogen (suatu istilah kolektif untuk beberapa senyawa tidak berwarna yang
kemudian mengalami oksidasi menjadi pigmen coklat urobilin). Urobilin disekresikna ke
dalam feses, tetapi sebagian urobilinogen direabsorpsi melalui usus dan melalui sirkulasi
portal diserap oleh hati dan direekskresikan dalam empedu. Karena larut air, urobilinogen
juga dapat keluar melalui urine apabila mencapai ginjal. (Sacher dan McPherson, 2004)
Gambar 1: Metabolisme Bilirubin

Macam dan Sifat Bilirubin


a. Bilirubin terkonjugasi / direct
Bilirubin terkonjugasi /direct adalah bilirubin bebas yang bersifat larut dalam air
sehingga dalam pemeriksaan mudah bereaksi. Bilirubin terkonjugasi (bilirubin
glukoronida atau hepatobilirubin ) masuk ke saluran empedu dan diekskresikan ke usus.
Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi urobilinogen (Riswanto, 2009).
Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi
membentuk azobilirubin. Peningkatan kadar bilirubin direk atau bilirubin terkonjugasi
dapat disebabkan oleh gangguan ekskresi bilirubin intrahepatik antara lain Sindroma
Dubin Johson dan Rotor, Recurrent (benign) intrahepatic cholestasis, Nekrosis
hepatoseluler, Obstruksi saluran empedu. Diagnosis tersebut diperkuat dengan
pemeriksaan urobilin dalam tinja dan urin dengan hasil negatif (Riswanto, 2009).
b. Bilirubin tidak terkonjugasi / indirect
Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) merupakan bilirubin bebas yang terikat
albumin, bilirubin yang sukar larut dalam air sehingga untuk memudahkan bereaksi
dalam pemeriksaan harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain
sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek. Peningkatan kadar
bilirubin indirek mempunyai arti dalam diagnosis penyakit bilirubinemia karena lemah
jantung akibat gangguan dari pengantaran bilirubin ke dalam peredaran darah. Pada
keadaan ini disertai dengan tanda-tanda lemah jantung, setelah lemah jantung diatasi
maka kadar bilirubin akan normal kembali dan harus dibedakan dengan chardiac
chirrhosis yang tidak selalu disertai bilirubinemia (Riswanto, 2009)
Peningkatan yang lain terjadi pada bilirubinemia akibat hemolisis atau eritropoesis
yang tidak sempurna, biasanya ditandai dari anemi hemolitik yaitu gambaran apusan
darah tepi yang abnormal, umur eritrosit yang pendek (Risawanto, 2009).
Kadar bilirubin dalam darah dapat diuji melaui beberapa metode, yaitu :
• Metode Evelyn-Malloy
• Metode Jendrassik-Grof
• Metode Peralman & Lee
Ketiga metode tersebut memiliki prinsip kerja yang sama yaitu didasarkan pada
reaksi reagen dengan senyawa diazo untuk membentuk azo-bilirubin berwarna-warni.
Reaksi diazo dapat dipercepat dengan menambahkan dari berbagai senyawa kimia.
Perbedaan ketiga metode ini terdapat pada reagen yang digunakan. Reagen yang
digunakan untuk masing masing metode adalah:
• Metode Evelyn-Malloy, menggunakan metanol
• Metode Jendrassik-Grof, menggunakan kafein
• Metode Peralman & Lee, menggunakan surfaktan
Ikterik
Ikterik adalah tanda utama dari semua macam gangguan hepatoselular yang
merupakan akibat dari gangguan metabolisme bilirubin, yaitu terjadinya kelebihan
bilirubin darah. Kulit dan selaput lendir nampak kekuning-kuningan. Hepar tidak mampu
mengubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi bilirubin terkonjugasi sehingga dapat larut
dalam air dan dapat dikeluarkan melalui ginjal dan gastrointestinal. Peningkatan bilirubin
akan membuat kulit sangat gatal (Baradero et. al., 2008). Menurut penyebabnya ikterik
dibagi atas tiga macam, yaitu :
1. Ikterik Obstruktif
a. Kolestasis intrahepati, penyebab obat fenotiazin (penenang). Pada obstruksi
intrahepatik ada stagnasi atau statis empedu dalam kanakuli. Keadaan ini
disebut kolestasis. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan
bilirubin direk dan alkalin fosfatase.
b. Obstruksi ekstrahepatik. Ada penyumbatan pada saluran empedu.
Penyebabnya dapat berupa batu, pancreatitis, karsinoma pada pancreas. Ada
peningkatan bilirubin direk dan alkalin fosfatase. Saluran bilier dapat
membesar karean obstruksi yang tampak pada pemeriksaan CTscan dan
ultrasonografi.
2. Ikterik Hepatoselular
Pada ikterik hepatoselular, sel-sel hepar tidak mampu mengubah bilirubin tak
terkonjugasi menjadi bilirubin terkonjugasi sehingga bilirubin tidak dapat
diekskresikan di ginjal dan gastrointestinal. Pada ikterik hepatoselular, terjdi
kerusakan kerusakan pada sel-sel hepar yang dapat disebabkan oleh toksin (hepato
toksin): virus (hepatitis virus): atau karena sirosis hepatis. Karena adanya kerusakan
pada sel-sel hepar, ALT dan AST meningkat, sedangkan massa protrombin
memanjang.
3. Ikterik Hemolitik
Terdapat banyak kerusakan pada eritrosit (hemolisisi) sehingga terlalu banyak
bilirubin yang masuk ke dalam darah. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
peningkatan bilirubin indrek (bilirubin tak terkonjugasi) (Baraderoet. al., 2008).
Obat-obat yang dapat menimbulkan kerusakan hati
Obat-obatan, seperti yang kita ketahui, dapat menimbulkan berbagai efek samping.
Salah satunya adalah efek hepatotoksik; yaitu efek samping kerusakan sel-sel atau
jaringan hati dan sekitarnya akibat konsumsi suatu obat.
1. Obat yang mengakibatkan gejala mirip hepatitis viral akut
Allopurinol Diklofenak Fenobarbital Kuinin Piroksikam
Antidepresan Diltiazem Halotan Labetalol Probenesid
trisiklik
Asam Enfluran Ibuprofen Maprotilin Ranitidin
asetilsalisilat
Asam Etambutol Indometasin Metoprolol Simetidin
paraaminosalisilat
Asam valproat Etionamid Isoniazid Naproksen Sulfonamid
Asebutolol Fenelzin Karbamazepin Parasetamol Sulindak
Atenolol Fenilbutazon Ketokonazol Penisilin Verapamil
Dantrolen Fenitoin Kuinidin Pirazinamid
2. Obat yang mengakibatkan gejala mirip hepatitis kronik aktif
Asetaminofen Dantrolen Isoniazid Metildopa Nitrofurantoin
(dosis besar dan
lama)
3. Obat yang mengakibatkan gejala mirip fatty liver
Antitiroid Asam valproat Fenotiazin Metotreksat Sulfonamid
Asam Fenitoin Isoniazid Steroid Tetrasiklin
asetilsalisilat
4. Obat yang mengakibatkan ikterus obstruktif

Aktinomisin D Eritromisin Kaptopril Merkaptopurin Sefalosporin


Amoksisilin + Fenitoin Karbamazepin Metiltestosteron Siklofosfamid
asam klavulanat
Antidepresan Flurazepam Karbimazol NSAID Siklosporin
trisiklik
Azatioprin Flutamid Ketokonazol Nifedipin Sulfonamid
Danazol Gliburid Kloksasilin Nitrofurantoin Tamoksifen
flekainid
Diazepam Griseofulvin Klordiazepoksid Noretandrolon Tiabendazol
Disopiramid Garam emas Klorpropamid Oksasilin Tolbutamid
Enalapril Haloperidol Kontrasepsi oral Penisilamin Verapamil
Rifampisin

5. Obat yang mengakibatkan gejala mirip sirosis biliaris


Asam valproat + Fenotiazin Klorpropamid + Tiabendazol Tolbutamid
klorpromazin eritromisin
Fenitoin Imipramin
6. Obat yang mengakibatkan granuloma hepar
Allopurinol Fenilbutazon Hidralazin Klorpromazin Penisilin
Asam Fenitoin Isoniazid Kuinidin Sulfonamid
asetilsalisilat
Diltiazem Garam emas Karbamazepin Nitrofurantoin Tolbutamid
Disopiramid
7. Obat yang mengakibatkan sirosis
Asam nikotinat Metotreksat Terbafin
8. Obat yang mengakibatkan tumor hati

Danazol Kontrasepsi oral Steroid anabolik Testosteron

9. Obat yang mengakibatkan kerusakan pembuluh darah portal

Adriamisin Karmustin Metotreksat Steroid anabolik Vinkristin


Azatioprin Kontrasepsi oral Mitomisin Tioguanin Vitamin A
Dakarbazin Merkaptopurin Siklofosfamid +
Siklosporin
Sumber: Drugs That Causes Liver Damage. URL: http://hepcnet.net/drugsandliverdamage.html

Pembuktian Kinerja Metode Analisis

a. Selektivitas dan Spesifisitas

Selektivitas adalah Tingkatan dimana suatu metode analisis bebas dari interferensi
dari matriks yang terkandung dalam sampel. Dalam Selektivitas suatu alat hanya akan
mengukur suatu zat tertentu (analit) saja secara cermat dan seksama dengan adanya
komponen lain yang mungkin ada dalam sampel. Selektivitas dalam analisis
instrumen sangatlah penting karena dalam analisis instrumen dihadapkan dengan
matriks yang sangat kompleks. sehingga detektor instrumen dapat selektif dan hanya
memberikan tanggapan terhadap sinyal molekul spesifik atau dengan kata lain. Dalam
selektivitas detektor yang sangat menentukan adalah instrumen analisis yang dibuat
dengan dasar pengukuran sifat fisiko-kimia yang khusus dari molekul molekul yang
dianalisis. Penentuan sifat fisiko-kimia tersebut terkadang terganggu oleh zat lainnya
(matriks) sehingga diperlukan cara tersendiri untuk menghilangkan sinyal dari
komponen pengganggu tersebut. Selektivitas seringkalidapat dinyatakan sebagai
derajat penyimpangan metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung
bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing
lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung
bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2004).
Spesifisitas suatu metode analisis adalah kemampuan suatu metode analisis untuk
mengukur analit yang dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen-
komponen lain dalam matriks sampel seperti adanya penganggu, prekursor sintetik,
produk degradasi, dan komponen matriks.

b. Sensitivitas

Sensitivitas adalah batas kadar terendah dari suatu analit (zat yang diperiksa) yang
dapat dideteksi dengan metode tertentu.

c. Presisi

Presisi merupakan ukuran kedekatan antar serangkaian hasil analisis yang


diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada sampel homogen yang sama. Konsep
presisi diukur dengan simpangan baku.

d. Akurasi

Akurasi merupakan kedekatan antara nilai terukur (nilai rata-rata hasil analisis)
dengan nilai yang diterima sebagai nilai sebenarnya, baik nilai konvensi, nilai
sebenarnya, ataupun nilai rujukan. Nilai akurasi juga dapat dijadikan sebagai petunjuk
kesalahan sistematik. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh
kembali pada suatu pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel. Untuk
pengujian senyawa obat, akurasi diperoleh dengan membandingkan hasil pengukuran
dengan bahan rujukan standar (standard reference material, SRM)

III. Alat dan Bahan


Alat Bahan
- Tabung reaksi - Serum
- Kuvet - Akselelator
- Mikropipet 100-500 µL - Aquadest
- Fotometer dengan panjang - Reagensia diazo (1,0 ml diazo +
gelombang 546 nm 30 µL)
- Diazo blank

IV. Prosedur
a. Pengukuran Kadar Bilirubin Total
Larutan Blanko :
Pipet serum darah sebanyak 50 µL

Masukkan kedalam tabung reaksi

Tambahkan akselelator kedalam tabung sebanyak 1 mL

Tambahkan diazo blank sebanyak 100 µL

Campur sampai rata kemudian diamkan pada suhu kamar selama 10 menit
Masukkan ke dalam kuvet untuk dibaca
absorbansi dari larutan blanko pada panjang
gelombang 546 nm.
Larutan test :
Pipet serum darah sebanyak 50 µL

Masukkan kedalam tabung reaksi

Tambahkan dengan akselelator sebanyak 1 mL

Tambahkan dengan reagensia diazo 100 µL

Campur sampai rata kemudian diamkan pada suhu kamar selama 10 menit

Masukkan ke dalam kuvet untuk dibaca


absorbansi dari larutan uji terhadap blanko
pada panjang gelombang 546 nm.

b. Pengukuran Kadar Bilirubin Terkonjugasi (Direct)


Larutan test :
Pipet serum darah sebanyak 50 µL

Masukkan kedalam tabung reaksi


Tambahkan dengan aquadest sebanyak 1 mL

Tambahkan dengan reagensia diazo 100 µL

Campur sampai rata kemudian diamkan pada suhu kamar selama 5 menit

Masukkan ke dalam kuvet untuk dibaca


absorbansi dari larutan uji terhadap blanko
pada panjang gelombang 546 nm.

V. Data Pengamatan
Nilai Absorbansi yang diperoleh :
Bilirubin Total Bilirubin Terkonjugasi (Direct)
Kelompok
Blanko Tes Blanko Tes
1 - 0,010 - 0,003
2 - 0,001 - 0,001
3 - 0,011 - 0,003
4 - 0,007 0,000 0,002
5 0,000 0,005 - 0,001
Rata-rata 0,000 0,0068 0,000 0,002

VI. Perhitungan
Faktor perhitungan bilirubin total = 45
Faktor perhitungan bilirubin terkonjugasi (direct) = 5

Kadar bilirubin = Absorbansi sampel x Faktor


VI.1. Kadar Bilirubin Dari Rata-rata Absorbansi
Bilirubin Total = 0,0068 x 45 = 0,306 mg/dL
Bilirubin Terkonjugasi (Direct) = 0,002 x 5 = 0,01 mg/dL
VI.1.a. Kadar Bilirubin Total

1) Kadar bilirubin = 0,010 x 45 = 0,45 mg/dL

2) Kadar bilirubin = 0,001 x 45 = 0,045 mg/dL

3) Kadar bilirubin = 0,011 x 45 = 0,495 mg/dL

4) Kadar bilirubin = 0,007 x 45 = 0,315 mg/dL

5) Kadar bilirubin = 0,005 x 45 = 0,225 mg/dL

Rata-rata kadar uji bilirubin total = 0,306 mg/dL

VI.1.b. Kadar Bilirubin Terkonjugasi (Direct)

1) Kadar bilirubin = 0,003 x 5 = 0,015 mg/dL

2) Kadar bilirubin = 0,001 x 5 = 0,005 mg/dL

3) Kadar bilirubin = 0,003 x 5 = 0,015 mg/dL

4) Kadar bilirubin = 0,002 x 5 = 0,01 mg/dL

5) Kadar bilirubin = 0,001 x 5 = 0,005 mg/dL

Rata-rata kadar uji bilirubin direct = 0,01 mg/dL


VI.1.c. Kadar Bilirubin Tidak Terkonjugasi (Indirect)

Kadar bilirubin = Kadar Bilirubin Total – Kadar Bilirubin Direct

1) Kadar bilirubin = 0,010 – 0,003 = 0,007 mg/dL

2) Kadar bilirubin 0,001 – 0,001 = 0 mg/dL

3) Kadar bilirubin 0,011 – 0,003 = 0,008 mg/dL

4) Kadar bilirubin 0,007 – 0,002 = 0,005 mg/dL

5) Kadar bilirubin 0,005 – 0,001 = 0,004 mg/dL

Rata-rata kadar uji bilirubin indirect = 0,0048 mg/dL

VI.2. Standar Deviasi


VI.2.a. Standar Deviasi Bilirubin Total

SD =

=
= 0,3345 mg/dL

VI.2.b. Standar Deviasi Bilirubin Direct

SD =

= 0,0088 mg/dL

VI.3. Simpangan Baku Relatif


VI.3.a. Bilirubin Total

SBR / KV = %

= 109,31 %
VI.3.b. Bilirubin Direct

SBR / KV = %

=
= 88 %

VII. Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan pemeriksaan fungsi hati melalui tes bilirubin
total dan bilirubin direct. Bilirubin dapat digunakan sebagai parameter pemeriksaan
fungsi hati karena bilirubin merupakan hasil pemecahan heme dari sel darah yang
mengalami konjugasi di hati dengan asam glukoronat dengan batuan enzim uridyl
diphosphate glucoronyl transferase (UDGPT) sehingga menjadi bilirubin-glukoronat
yang lebih larut air (bilirubin direk) dan akan disekresikan ke empedu untuk
mengemulsikan lemak di usus. Apabila ada gangguan fungsi hati, jumlah bilirubin
indirek (hasil pemecahan heme) akan banyak terdapat di darah, sedangkan jumlah
bilirubin direk sedikit terbentuk. Prinsip yang digunakan dalam percobaan ini adalah
metode Peralman & Lee. Prinsip reaksi metode Peralman & Lee adalah sebagai
berikut :

Penggunaan surfaktan pada reaksi tersebut berfungsi untuk menghilangkan ikatan


bilirubin-albumin sehingga dihasilkan bilirubin yang bebas. Sedangkan penambahan
Asam sulfanilat berfungsi untuk membentuk suasana asam dan kompleks
pembentukan warna. Natrium nitrit juga digunakan sebagai dapar pH pada reaksi
diazotasi yang akan menghasilkan p-diazobenzensulfonat, dimana senyawa tersebut
merupakan zat kromogen. Kromogen merupakan suatu gugus fungsi senyawa
kimiawi yang dapat membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan senyawa
tertentu. Setelah itu akan direaksikan dengan bilirubin yang akan mengubah bilirubin
menjadi azobilirubin. Pada pengukuran bilirubin dewasa, bilirubin harus dirubah
menjadi azobilirubin karena pada kandungan serum selain bilirubin terdapat juga
kandungan lain seperti karoten, xantofil, dan hemoglobin yang dapat mengganggu
proses absorbansi.
Senyawa azobilirubin yang terbentuk kemudian diukur intensitasnya
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 546 nm. Keuntungan
pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer yaitu mempunyai sensitivitas
yang relatif tinggi, pengerjaannya mudah sehingga pengukuran yang dilakukan cepat,
dan mempunyai spesifisitas yang relatif tinggi. Spesifisitas diperoleh dengan
mereaksikan sampel yang diperiksa dengan pereaksi yang sesuai, kemudian
membentuk warna yang berbeda, atau dengan pemisahan analitis menjadi reaksi
pembentukan warna.
Setelah melakukan pengujian terhadap bilirubin total dan bilirubin terkonjugasi
(direct), maka didapat nilai absorbansi sebagai berikut:
Bilirubin Total Bilirubin Terkonjugasi (Direct)
Kelompok
Blanko Tes Blanko Tes
1 - 0,010 - 0,003
2 - 0,001 - 0,001
3 - 0,011 - 0,003
4 - 0,007 0,000 0,002
5 0,000 0,005 - 0,001
Rata-rata 0,000 0,0068 0,000 0,002

Dari rata-rata absorbansi bilirubin tes (bilirubin total dan terkonjugasi) tersebut,
kemudian dilakukan perhitungan dengan faktor, dimana faktor bilirubin total adalah
45 sedangkan faktor untuk bilirubin terkonjugasi (direct) adalah 5. Faktor tersebut
didapat dari perhitungan yang telah dilakukan oleh pihak pabrik yang memproduksi
bahan baku percobaan kali ini. Setelah dilakuakan perhitungan dengan faktor, maka
didapatlah kadar bilirubin total sebesar 0,306 mg/dL dan bilirubin terkonjugasi
(direct) sebesar 0,01 mg/dL. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, serum uji
(larutan tes) memiliki kadar bilirubin total yang diatas normal dan kadar bilirubin
terkonjugasi yang normal. Kadar normal bilirubin total adalah 0,1-1,2 mg/dL dan
kadar normal bilirubin terkonjugasi adalah < 0,3 mg/dL (Sacher dan McPherson.
2004). Kadar bilirubin uji yang tidak berada pada rentang normalnya dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Kesalahan pada saat praktikum, misalnya saja kesalahan pada saat memegang
tabung reaksi sehingga suhu tubuh dapat merusak bilirubin uji.
2. Hemolisis pada sampel darah.
3. Sampel darah yang terpapar matahari atau lampu yang terang.
4. Obat-obatan tertentu dapat menaikkan atau menurunkan kadar bilirubin.
Metode yang digunakan pada penentuan kadar bilirubin ini memiliki pembuktian
kinerja yang selektivitas dan spesifisitas karena pada saat pengukuran dengan
instrumen (spektrofotometer) hanya selektif dan spesifik untuk senyawa yang
diperiksa yaitu bilirubin. Selektivitas dalam analisis instrumen sangatlah penting
karena dalam analisis instrumen dihadapkan dengan matriks yang sangat kompleks.
sehingga detektor instrumen dapat selektif dan hanya memberikan tanggapan
terhadap sinyal molekul spesifik. Selain itu, metode ini memiliki pembuktian kinerja
yang sensitivitas karena dengan kadar yang rendah (50 μL) mampu mendeteksi
senyawa yang diperiksa yaitu bilirubin. Dari perhitungan yang diperoleh, nilai
simpangan baku relatif untuk bilirubin total yang dihasilkan adalah 109,31% dan
untuk bilirubin terkonjugasi (direct) adalah 88% sehingga metode yang digunakan
memiliki pembuktian kinerja yang tidak presisi. Hal tersebut berdasarkan Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (POM) 2002, untuk validasi metode analisis dengan
parameter validasinya adalah presisi memiliki kriteria penerimaan jika nilai
simpangan baku relatif yang dihasilkan ≤ 2%. Farktor yang mempengaruhi metode
yang digunakan tidak presisi antara lain, pengujian dilakukan oleh orang yang
berbeda-beda dan proses penyimpanan pada suhu ruang yang kurang lama sehingga
reaksi yang terjadi belum sepenuhnya bereaksi.

VIII. Kesimpulan

 Rata-rata kadar bilirubin total dalam serum uji adalah 0,0068 mg/dL dan rata-rata
kadar bilirubin terkonjugasi (direct) dalam serum uji adalah 0,002 mg/dL.
 Pemeriksaan bilirubin yang dilakukan adalah melihat dari hasil kadar bilirubin
total dan bilirubin terkonjugasi (direct).
 Serum uji (larutan tes) memiliki kadar bilirubin total yang diatas normal dan
kadar bilirubin terkonjugasi yang normal.
 Metode yang digunakan dalam penentuan kadar bilirubin adalah metode Peralman
& Lee
 Metode penentuan kadar bilirubin yang digunakan memiliki pembuktian kinerja
yang selektivitas, spesifisitas, sensitivitas, namun tidak presisi.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2002. Petunjuk Operasional Cara Pengolahan Obat
yang Baik. Badan POM. Jakarta.

Baradero, M, M.W Ddayrit dan Y Siswadi, 2008, Klien Gangguan Hati: Seri Asuhan
Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Perhitungannya, Majalah Ilmu
Kefarmasian.

Israr, Y. A, 2010, Sedikit mengenai: Metabolisme Bilirubin, Diakses dari


http://yayanakhyar.wordpress.com/2010/04/06/sedikit-mengenai metabolisme-bilirubin/ 
pada tanggal 27 Oktober 2013 pukul 10.37 WIB.

Kuntz E & Kuntz HD, 2008, Hepatology, Springer-Verlag, Berlin-Heidelberg.

Riswanto, 2009, Tes kimia darah laboratorium kesehatan, Diakses pada tanggal 27 Oktober
2013 pukul 11.48 WIB
Sacher, Ronald. A dan Richard A. McPherson, 2004, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Sudoyo, A.W. Dkk, 2007, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, ed.IV, Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai