Ketombe
Ketombe
PENDAHULUAN
1
2
sering mengelupas sendiri, serta rasa gatal (Turner dkk. 2012). Terdapat
beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ketombe, antara lain
peningkatan produksi sebum pada kelenjar sebasea, faktor kerentanan individu,
faktor lingkungan (suhu dan kelembaban lingkungan), stress, dan pertumbuhan
jamur Pityrosporum ovale. yang berlebihan di kulit kepala sehingga
menyebabkan kepala berskuama (Aprilia, 2010).
Pityrosporum ovale adalah mikroflora normal yang terdapat pada kulit
kepala yang erat kaitannya dengan kejadian ketombe. Pityrosporum ovale
merupakan yeast lipofilik sebagai komensalisme kulit dan bisa menjadi patogen
pada kondisi tertentu (Kindo, 2004) seperti suhu, kelembaban dan kadar
minyak yang tinggi dapat memicu pertumbuhan fungi P. ovale ini sehingga
menimbulkan ketombe (Naturakos, 2009). Pityrosporum ovale dapat
menyebabkan kondisi kulit kepala mengelupas seperti sisik atau yang disebut
ketombe. Kondisi seperti ini mempengaruhi pada 30-95% dari manusia (Xu, J.
dkk,. 2007). Pada kulit kepala yang menderita ketombe terjadi peningkatan
jumlah Pityrosporum ovale sebanyak 1,5 sampai 2 kali dari jumlah normal
(Park, Hee Kuk. dkk,. 2012). Lebih lanjut Ervianti (2006) menjelaskan bahwa
jamur Malassezia (P. Ovale) yang terdapat pada kulit kepala dengan kecepatan
pertumbuhan normal kurang dari 47%, akan tetapi jika ada faktor pemicu yang
mengganggu keseimbangan flora normal pada kulit kepala maka akan terjadi
peningkatan kecepatan pertumbuhan jamur Malassezia yang dapat mencapai
74%, tentu akan merusak pertumbuhan rambut dan mengganggu kesehatan
kulit kepala secara umum. Peningkatan kolonisasi Pityrosporum ovale juga
dipengaruhi oleh peningkatan sebum dari kelenjar sebasea di usia pubertas
(Dawson, Thomas, dkk,. 2007).
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa dapat mengetahui yang dimaksud dengan ketombe.
2. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis dar ketombe.
6. Mahasiswa dapat mengetahui factor- factor penyebab ketombe.
7. Mahasiswa dapat mengetahui prinsip terapi dari ketombe.
8. Mahasiswa dapat mengetahui obat dari ketombe.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini yaitu mahasiswa dapat menambah
wawasan dan pemahaman tentang penyakit ketombe dan cara pengatasannya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
2. Lemon
9
3. Seledri
Selain pengobatan secara medis, pengobatan tradisional untuk
menghilangkan ketombe juga dapat ditemukan di masyarakat. Salah
satunya dengan cara menggunakan seledri untuk menghilangkan
ketombe. Pada sebuah penelitian sebelumnya diketahui ekstrak
seledri memiliki efek antijamur yang dapat menghambat
pertumbuhan Malassezia sp.
2.5.2 Penanganan Terkini Ketombe
“Obat dalam Shampo”
Ketombe dikenal juga sebagai pityriasis simplex capillitii, p.
simplex capitis, dan p. sicca, skala penyebaran ketombe sedikit sampai
sedang dari kulit kepala dengan berbagai derajat iritasi atau eritema.
Ketombe sering dikaitkan dengan sensasi intermiten pruritus dan
kekeringan. Karakteristik mengelupas dari kulit kepala menunjukkan
penurunan proses deskuamasi. Umumnya, ketombe dianggap mewakili
bentuk paling ringan dari dermatitis seboroik di kulit kepala.
Patogenesis tetap harus benar-benar dijelaskan, meskipun jamur
Malassezia dianggap sebagai etiologi yang utama. Terdapat lebih dari
tujuh spesies Malassezia (M. globosa, M. restricta, M. obtusa, M.
10
2. Keratinisasi Regulator
a. Seng
Diperkirakan bahwa zinc pyrithione (ZPT) menyembuhkan
kulit kepala dengan normalisasi keratinisasi epitel, produksi
sebum, atau keduanya. Beberapa studi juga telah
menunjukkan penurunan yang signifikan pada jumlah jamur
setelah aplikasi seng pyrithione. Sebuah studi oleh Warner et
12
3. Agen antimikroba
a. Selenium sulfida
Diperkirakan bahwa selenium sulfida mengontrol
ketombe melalui efek anti- Pityrosporum daripada oleh efek
antiproliferatif yang dimilikinya. Namun, secara signifikan
juga mengurangi laju pergantian sel. Selenium sulfida
memiliki sifat anti-seboroik dan muncul untuk menghasilkan
efek sitostatik pada sel-sel epidermis dan folikel epitel.
Selenium sulfida tersedia dengan jumlah hitungan 1%
shampo, dengan resep hanya 2,25% (Selseb, Doak
Dermatologics) dan 2,5% shampoo. Sebuah studi oleh Danby
et.al. dibandingkan ketokonazol 2% shampoo (misalnya,
nizoral, McNeil Consumer) dengan selenium sulfida 2,5%
shampoo (misalnya, Selsun) pada 246 pasien dengan kasus
ketombe moderat sampai berat di acak, double-blind, plasebo-
terkontrol trial. Ketokonazol dan selenium sulfida terbukti
14
c. Kesimpulan
Ini adalah pendapat kami bahwa ketombe moderat sampai berat paling
efektif diobati dengan shampo ketokonazol 2%, kadang-kadang
dikombinasikan dengan larutan steroid untuk mengendalikan peradangan.
Sampo ciclopirox juga sangat efektif. Untuk kasus ketombe yang ringan sampai
sedang, shampoo ketombe yang mengandung asam salisilat atau selenium
sulfida sering bekerja dengan baik, terjangkau dan tersedia banyak pilihan bagi
pasien. Banyak pilihan terapi untuk ketombe yang tersedia dalam komposisi
shampo. Formulasi ini menawarkan pilihan yang aman untuk mengobati
kondisi umum dermatologis. Kemanjuran dari berbagai penatalaksanaan
bervariasi antara individu, dan pengobatan kombinasi sering berguna pada
pasien yang tidak ada respon dengan salah satu agen.
d. Saran
Meninjau hasil makalah yang telah diselsaikan, penulis memberikan
saran yakni, masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kemungkinan
kandungan bahan yang telah diuraikan dalam makalah ini untuk menekan
pertumbuhan fungi penyebab ketombe serta efektifitasnya dalam menghambat
ketombe secara langsung di kulit kepala seseorang
17
18
DAFTAR PUSTAKA
Al-Iraqi, Butsainah As-Sayyid. 2010. Mau Cantik ? Tip Menjadi Wanita Idaman
Sepanjang Masa. Jakarta: Klinikal Mahira Buku Sehat.
Aprilia, F., Subakir. 2010. Efektivitas Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Rosc.) 3,13%
Dibandingkan Ketokonazol 2% terhadap Pertumbuhan Malassezia sp.
pada Ketombe. Artikel Karya Tulis Ilmiah. Universitas Diponegoro.
Diakses dari http://eprints.undip.ac.id/23372/1/Fitrina.pdf. (Diakses
tanggal 26 November 2018).
Djuanda, A. 2007. Dermatitis Seboroik, dalam Djuanda Adhi, Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi Kelima.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Ervianti E. 2006. Seborrheic dermatitis and dandruff the usage of ketoconazole. In:
new perspective of dermatitis Elewski BE. 2005. Clinical diagnosis of
common scalp disorders [serial on the internet]. J Investig Dermatol
Symp Proc. 10(3): 190-3. Available from:
19
20
Naturakos. 2009. Vol. IV/No. 11. Ketombe dan Tabir Surya. Jakarta : Badan
Pengawas Obat dan Makan RI.
Park HK, Ha M-H, Park S-G, Kim MN, Kim BJ, dkk. 2012. Characterization of the
Fungal Microbiota (Mycobiome) in Healthy and Dandruff-Afflicted
Human Scalps. PLoS ONE 7(2): e32847.
doi:10.1371/journal.pone.0032847. (Diakses tanggal 26 November 2018).
Turner, GA. dkk. 2012. Stratum corneum dysfunction in dandruff. Unilever Research
& Development Port Sunlight, Quarry Road East, Bebington, Merseyside
CH63 3JW, UK: International Journal of Cosmetic Science, 34, 298–306.
21
Van Cutsem J, Van Gerven F, Fransen J, et al. The in vitro antifungal activity of
ketoconazole, zinc pyrithione, and selenium sulphide against
Pityrosporonium guinea pigs. J Am Acad Dermatol 1990
Wijaya, L. 2001. Pengaruh Jumlah Pityrosporum ovale dan Kadar Sebum terhadap
Kejadian Ketombe. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro
Wolff, Klauss dkk. 2005. Seborrheic Dermatitis: dalam Color Atlas and Synopsi of
Clinical Dermatology Fifth edition. USA: Medical Publishing Division.