Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH UPAYA HUKUM PERKARA TATA USAHA NEGARA

KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM UU NO 14


TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
Disusun Oleh :

Annisa Sedjati

(11000117130231)

Upaya Hukum Perkara Tata Usaha Negara (K)

Program Studi Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

2020

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia yaitu UUD NRI Tahun 1945
telah dinyatakan secara jelas dan tegas bahwa Indonesia adalah sebuah negara
hukum. Sebagai sebuah negara hukum, Indonesia sangat mengutamakan keadilan
bagi seluruh rakyatnya. Perwujudan dari pernyataan bahwa Indonesia adalah negara
hukum diwujudkan melalui badan peradilan yang dimiliki Indonesia untuk
menyelesaikan berbagai perkara. Badan peradilan yang dimiliki Indonesia sudah
seharusnya merupakan badan peradilan yang merdeka dalam menyelenggarakan
kekuasaan kehakiman. Hal tersebut secara tegas diatur dalam konstitusi Indonesia
yaitu pada Pasal 24 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 “Kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
mengeakkan hukum dan keadilan”
Lingkup badan peradilan Indonesia diatur pada Pasal 25 ayat (1) UU No 48
Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman ”Badan peradilan yang berada di bawah
Mahkamah Agungmeliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilanumum,
peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.” Peradilan tata
usaha negara merupakan salah satu wujud implementasi dari pernyataan bahwa
Indonesia merupakan negara hukum.

Kehadiran Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai peranan yang menonjol,


yaitu sebagai lembaga kontrol atau pengawas agar tindakan-tindakan hukum dari
pemerintah (bestuur) tetap berada dalam rel hukum, disamping sebagai pelindung hak
warga masyarakat terhadap kesewenang-wenangan oleh aparatur pemerintahan1.
Selain itu, karakteristik paling mendasar dari tindakan hukum yang dilakukan oleh
pemerintah adalah keputusan-keputusan dan ketetapan yang bersifat sepihak.
2
Dikatakan sepihak karena dilakukan tidaknya suatu tindakan hukum pemerintah itu
tergantung pada kehendak pemerintah saja. Keputusan dan ketetapan sebagai
instrumen hukum pemerintah dalam melakukan tindakan hukum sepihak, dapat
menjadi penyebab terjadinya pelanggaran hukum bagi warga negara. Dikarenakan
oleh hal tersebut maka warga negara membutuhkan suatu bentuk perlindungan
hukum, yaitu berupa peradilan administrasi yang pada hakikat keberadaannya adalah
untuk melindungi hak-hak mendasar warga masyarakat selain memang agar rakyat
mendapatkan kepastian hukum dalam mencari keadilan.

Pengaturan mengenai Peradilana Tata Usaha Negara diatur didalam Undang-


Undang RI Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana
diubah terakhir dengan Undang-Undang RI Nomor 51 tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara. Didadalam UU tersebut telah diatur mengenai kompetensi absolut dari

1
Paulus Effendi Lotulung, Hukum Tata Usaha Negara dan Kekuasaan, Salemba Humanika, Jakarta,
2013, hlm 8
2
Philipus M. Hadjon, Op. Cit., hlm. 124.
Peradilan Tata Usaha Negara. Kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha Negara
menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1986 sebagaimana terakhir diubah dengan UU
No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara adalah mengadili sengketa
Tata Usaha Negara antara orang atau Badan Hukum Perdata melawan Badan/Pejabat
Tata Usaha Negara, akibat diterbitkannya keputusan Tata Usaha Negara. Kompetensi
tersebut berkaitan dengan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara untuk mengadili
suatu perkara menurut obyek, materi atau pokok sengketa.

Pada tahun 2008 pemerintah menerbitkan UU No.14 Tahun 2008 tengan


keterbukaan informasi publik. Undang-undang ini dikeluarkan dengan tujuan untuk
menjami hak warag nega auntuk mendapatkan keterbukaan informasi, mendorong
masyarakat dalam proses kebijaka publik, serta untuk mewujudkan penyelenggaraan
negara yang baik yaitu yang transparan, efektif dan efesien, akuntabel serta dapat
dipertanggungjawabakan. Setelah diterbitkannya UU No. 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik dan PERMA No.2 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan, kompetensi dari PTUN
berkembang. Berdasarkan kedua pengaturan tersebut PTUN memiliki kewenangan
untuk mengadili Sengketa Informasi Publik. Hal tersebut memberikan gambaran
bahwa terjadinya perkembangan kompetensi yang dimiliki PTUN yang semula hanya
memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara menjadi
bertambah dengan kewenangan berupa mengadili sengketa informasi publik.
Berkembangnya kompetensi PTUN untuk mengadili sengketa informasi publik
merupakan hal yang menarik, yang selanjutnya akan dijelaskan lebih lanjut oleh
penulis pada bagian pembahasan makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaturan kewengan mengadili sengketa informasi publik oleh


PTUN berdasarkan UU No 14 Tahun 2008 ?
2. Bagaimana proses penyelesaian sengketa informasi publik pada PTUN
berdasarkan PERMA No.2 Tahun 2011 ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengaturan kewengan mengadili sengketa informasi


publik oleh PTUN berdasarkan UU No 14 Tahun 2008.

2. Untuk mengetahui proses penyelesaian sengketa informasi publik pada


PTUN berdasarkan PERMA No.2 Tahun 2011.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kewenangan Mengadili Sengketa Informasi Publik oleh PTUN berdasarkan


UU No. 14 Tahun 2008

Kewenangan PTUN yang semula hanya mengadili sengketa tata usaha negara
harus bertambah sejak diundangkannya UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik. Berdasarkan undang-undang tersebut PTUN memiliki kewenangan
untuk mengadili sengketa informasi publik. Sengketa Informasi Publik
sebagaimana dimaksud dalam UU.No.14 Tahun 2008 tentang KIP terdapat
pada ketentuan Pasal 1 ayat (5), yaitu: “Sengketa Informasi Publik adalah
sengketa yang terjadi antara badan publik dan pengguna informasi publik yang
berkaitan dengan hak memperoleh dan mengunakan informasi berdasarkan
perundang-undangan”. Didalam UU No.14 juga telah diatur prosedur penyelesaian
sengketa informasi publik sebagaimana yang terdapat pada BAB VIII UU No.14
Tahun 2008.
Upaya penyelesaian sengketa informasi publik ini dapat dilakukan melalui
komisi informasi. Langkah yang akan dilakukan oleh komisi informasi adalah
melakukan mediasi, namun penyelesaian sengketa melaluli mediasi merupakan
pilihan dari para pihak yang bersengketa dan bersifat sukarela, sebagaimana yang
tertera pada Pasal 40 ayat (1) UU No.14 Tahun 2008. Dalam hal tidak tercapainya
keberhasilan pada proses mediasi untuk menyelesaikan sengketa informasi publik
maka Komisi Informasi menjalankan Ajudikasi nonlitigasi untuk menyelesaikan
sengketa informasi publik tersebut. Apabila jalur Ajudikasi nonliigasi juga tidak
mencapai keberhasilan dalam menyelesaikan sengketa informasi publik, maka para
pihak dapat mengajukan gugatan melalui PTUN ataupun pengadilan negeri.
Berdasarkan pasal 47 UU No. 14 tahun 2008

(1) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan tata usaha negara apabila yang
digugat adalah Badan Publik negara.

(2) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan negeri apabila yang digugat
adalah Badan Publik selain Badan Publik negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)

Berdasarkan ketentuan Pasal 47 tersebut maka PTUN memiliki kewenangan


untuk mengadili sengketa informasi publik dalam hal yang digugat adalah Badan
Publik Negara. Putusan yang hendak diberikan pengadilan tata usaha negara dalam
penyelesaian sengketa informasi publik tentang pemberian atau penolakan akses
terhadap seluruh atau sebagian informasi yang diminta dapat berupa :

a. Membatalkan putusan Komisi Informasi dan/atau memerintahkan Badan


Publik:
1. Memberikan sebagian atau seluruh informasi yang dimohonkan oleh
Pemohon Informasi Publik; atau
2. Menolak memberikan sebagian atau seluruhinformasi yang diminta
oleh Pemohon Informasi Publik.
b. Menguatkan putusan Komisi Informasi dan/atau memerintahkan Badan
Publik:
1. Memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh
Pemohon Informasu Publik; atau
2. Menolak memberikan sebagian atau seluruhinformasi yang diminta
oleh Pemohon Informasi Publik.

Sedangkan terhadap Sengketa Infromasi Publik yang terdapat pada Pasal 35 ayat (1)
huruf b sampai dengan huruf g, PTUN dapat memberikan putusan yang berisi
perintah berupa :

a. Memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk


menjalankan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang
ini dan/atau memerintahkan untuk memenuhi jangka waktu pemberian
informasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini;
b. Menolak permohonan Pemohon Informasi Publik; atau
c. Memutuskan biaya penggandaan informasi.

Didalam UU No. 14 Tahun 2008 hanya mengatur tentang kewenangan PTUN


untuk mengadili sengketa informasi publik dalam hal yang menjadi tergugat adalah
Badan Publik Negara dan hanya mengatur tentang bentuk putusan yang akan
diberikan PTUN terhadap sengketa informasi publik yang ditanganinya, namun di
undang-undang ini tidak diatur secara lengkap mengenai tata cara penyelesaian
sengketa informasi publik. Hal tersebut menyebabkan dikeluarkannya PERMA No. 2
Tahun 2011 tentang tata cara penyelesaian sengketa informasi publik di pengadilan.

2.2 Proses Penyelesaian Sengketa Informasi Publik pada PTUN berdasarkan


PERMA No.2 Tahun 2011
PERMA No.2 Tahun 2011 merupakan pengaturan lebih lanjut mengenai
penyelesaian sengketa informasi publik yang dilakukan melalui jalur litigasi.
Peneyelesaian sengketa informasi publik dapat dilakukan melalui jalur non litigasi
(melalui komisi infromasi) dan litigasi. Didalam UU No. 14 tahun 2008 dijelaskan
bahwa penyelesaian sengketa informasi dapat ditempuh melalui jalur litigasi apabila
salah satu pihak atau kedua belah pihak merasa tidak puas terhadap hasil ajudikasi
nonlitigas yang diberikan oleh komisi informasi.

Untuk menyelesaikan sengketa informasi publik melalui jalur litigasi, maka salah
satu pihak atau kedua belah pihak harus mengajukan gugatan. Gugatan yang
ditujukan kepada Badan Publik Negara diajukan kepada Pengadilan Tata Usaha
Negara, sedangkan gugatan yang ditujukan kepada badan publik selain Badan Publik
Negara diajukan kepada Pengadilan Negeri.

Berdasarkan Pasal 4 PERM No.2 Tahun 2011 keberatan tersebut diajukan dalm
tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak Salinan putusan Komisi Informasi
diterima oleh para pihak berdasarkan tanda bukti penerimaan, namun dalam hal salah
satu pihak atau para pihak tidak mengajukan keberatan maka putusan Komisi
Informasi berkekuatan hukum tetap. Keberatan tersebut diajukan ke Pengadilan yang
wilayah hukumnya meliputi teempat kedudukan Badan Publik., namun bila keberatan
diajukan oleh Pemohon Informasi tetapi tempat kedudukan Badan Publik tidak
berada di wilayah hukum pengadilan tempat kediaman Pemohon Informasi, maka
keberatan dapat diajukan ke Pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi tempat
kediaman Pemohon Informasi yang selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan yang
bersangkutan.

Setelah pengajuan keberatan oleh pihak yang bersengketa diterima dan


diregister di kepaniteraan PTUN, maka panitera meminta Komisi Informasi
untuk mengirimkan salinan resmi putusan dan seluruh berkas perkaranya (Pasal
6 ayat (1)PERMA No.2 Tahun 2011). Komisi Informasi wajib mengirimkan
putusan dan segala berkas perkara sebagaimana dimaksud diatas dalam jangka waktu
14 (empatbelas) hari kerja, setelah putusan dan segala berkas diterima
dikepaniteraan, maka dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari pihak
termohon keberatan dapat mengajukan jawaban atas keberatan pemohon kepada
kepaniteraan pengadilan, dan disini yang harus lebih aktif adalah panitera yang
wajib memberitahukan kepada pihak termohon keberatan apakah akan
mengajukan jawaban atas keberatan pemohon ataukah tidak. Dalam hal ini
jawaban atas keberatan menjadi dokumen tambahan yang akan menjadi bahan
pertimbangan hakim dalam memutus perkara.

Berkas-berkas yang sudah dikumpulkan kemudian diterima oleh Majelis Hakim,


yang selanjutkan akan dilakukan pemeriksaan. Berdasarkan Pasal 7 PERMA No.2
Tahun 2011, “Pemeriksaan dilakukan secara sederhana hanya terhadap Putusan
Komisi Informasi, berkas perkara serta pemohonan keberatan dan jawaban atas
keberatan tertulis dari para pihak”. Maka dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan
yang dilakukan hanya pemeriksaan yang terkait dengan pembuktian saja. Apabial
Majelis Hakim sekiranya memerlukan penjelasan terhadap perkara tersebut maka
Majelis Hakim dapat memanggil Komisi Informasi untuk memberi keterangan.
Dalam hal pemberian putusan terhadap sengketa informasi publik maka putusan
tersebut sedapat mungkin diputus oleh Majelis Hakim yang mempunyai pengetahun
di bidang keterbukaan informasi. Setelah berkas-berkas tersebut melalui proses
pemeriksaan, maka Pengadilan wajib memutus perkara dalam waktu paling lambat 60
(enam puluh) hari sejak Majelis Hakim ditetapkan.

Putusan yang diberikan Majelis Hakim dapat berupa membatalkann atau


menguatkan putusan Komisi Informasi dengan merujuk pada Pasal 49 Undang-
undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Setelah diterbitkannya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi


Publik dan PERMA No.2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa
Informasi Publik di Pengadilan, kompetensi dari PTUN berkembang. Berdasarkan
kedua pengaturan tersebut PTUN memiliki kewenangan untuk mengadili Sengketa
Informasi Publik. Upaya penyelesaian sengketa informasi publik ini dapat dilakukan
melalui komisi informasi. Langkah yang akan dilakukan oleh komisi informasi adalah
melakukan mediasi. Dalam hal tidak tercapainya keberhasilan pada proses mediasi
untuk menyelesaikan sengketa informasi publik maka Komisi Informasi menjalankan
Ajudikasi nonlitigasi untuk menyelesaikan sengketa informasi publik tersebut.
Apabila jalur Ajudikasi nonliigasi juga tidak mencapai keberhasilan dalam
menyelesaikan sengketa informasi publik, maka para pihak dapat mengajukan
gugatan melalui PTUN ataupun pengadilan negeri.

Berdasarkan pasal 47 UU No. 14 tahun 2008

(1) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan tata usaha negara apabila yang
digugat adalah Badan Publik negara.

(2) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan negeri apabila yang digugat
adalah Badan Publik selain Badan Publik negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)

Didalam UU No.14 juga mengatur tentang jenis putusan yang akan diberikan oleh
Majelis Hakim terhadap sengketa informasi publik, putusan tersebut dapat berupa :

a) Membatalkan putusan Komisi Informasi dan/atau memerintahkan Badan


Publik.
b) Menguatkan putusan Komisi Informasi dan/atau memerintahkan Badan
Publik

UU No.14 Tahun 2008 hanya mengatur kewenangan yang diberikan kepada


Pengadilan untuk menyelesaikan sengketa informasi publik dan jenis putusan yang
akan diberikan, namun di undang-undang ini tidak diatur secara lengkap mengenai
tata cara penyelesaian sengketa informasi publik. Hal tersebut menyebabkan
dikeluarkannya PERMA No. 2 Tahun 2011 tentang tata cara penyelesaian sengketa
informasi publik di pengadilan.

Didalam PERMA No.2 Tahun 2011 terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh
untuk menyelesaikan sengketa informasi publik, diantaranya :

a) Pengajuan Gugatan (berdasarkan siapa yang digugat)


b) Pemeriksaan sederhana (hanya tehadap Putusan Komis Informasi, berkas
perkara, permohonan keberatan dan jawaban atas keberatan)
c) Pemberian Putusan
d) Pelaksanaan Putusan
DAFTAR PUSTAKA
 Prasetyo, T. (2016). Penyelesaian Sengketa Keterbukaan Informasi Publik di
Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang. Jurnal Spektrum Hukum, Vol.13/
No. 2
 Nalufar, R. (2013). Perluasan Kompetensi PTUN dalam Mengadili Sengketa
Informasi Publik. UNNES Law Journal, Vol.2 (1)
 Widya Utama, Kartika dan Yudhitiya Dyah Sukmadewi. (2019). Dualisme
Penyelesaian Sengketa Permohonan Informasi Publik. Admistrative Law &
Governance Journal. Vol.2 Isuue 4.
 UU No 51 Tahun 2009 tentang Perubahan II UU Peradilan Tata Usaha Negara
 UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
 PERMA No. 2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa
Informasi Publik di Pengadilan

Anda mungkin juga menyukai