Anggota :
1. Zubaidah Farhad Zaid Al-Bin Saeed
2. Anis Cintia Dewi
3. Imelda Friscilia
4. Salsabila Nadra Tusiek ( Izin )
INKONTINENSIA URINE
Inkontinensia urine adalah kondisi ketika seseorang sulit menahan buang air kecil, sehingga
jadi mengompol. Inkontinensia urine umumnya dialami oleh lansia, dan lebih sering dialami
oleh wanita dibandingkan pria. Meskipun biasanya bukan merupakan kondisi yang
berbahaya, inkontinensia urine dapat berdampak buruk pada kondisi psikologis dan
kehidupan sosial penderita. Segera konsultasikan dengan dokter jika inkontinensia urine
mengganggu aktivitas sehari-hari.
Inkontinensia urine disebabkan oleh banyak hal, mulai dari gaya hidup hingga kondisi medis
tertentu. Berikut ini adalah beberapa penyebab dari inkontinensia urine berdasarkan gejala
yang ditimbulkan :
2. Tidak dapat menunda buang air kecil (urge incontinence) : Penderita inkontinensia
jenis ini tidak dapat menahan buang air kecil ketika dorongan untuk itu muncul.
Sering kali perubahan posisi tubuh atau mendengar suara aliran air membuat
penderita mengompol. Kondisi ini disebabkan oleh otot kandung kemih yang
berkontraksi secara berlebihan. Kontraksi dipicu oleh konsumsi kafein, soda, alkohol,
dan pemanis buatan secara berlebihan, infeksi saluran kemih, sembelit, serta
gangguan saraf, seperti stroke atau cedera tulang belakang.
3. Mengompol secara tiba-tiba (overflow incontinence) : Penderita inkontinensia jenis
ini dapat ngompol sedikit-sedikit. Kondisi ini terjadi akibat kandung kemih tidak
dapat dikosongkan sampai benar-benar kosong (retensi urine kronis), sehingga sisa
urine di dalam kandung kemih akan keluar sedikit-sedikit. Retensi urine kronis dapat
terjadi ketika kandung kemih atau saluran kemih mengalami penyumbatan, sehingga
mengganggu keluarnya urine. Penyumbatan ini umumnya disebabkan oleh
pembesaran kelenjar prostat, tumor atau batu pada kandung kemih, atau karena
sembelit.
4. Sama sekali tidak bisa menahan urine (inkontinensia total) : Inkontinensia total terjadi
ketika kandung kemih sama sekali tidak mampu menampung urine, sehingga
penderitanya akan terus mengompol. Kondisi ini bisa disebabkan oleh kelainan
struktur kandung kemih atau panggul sejak lahir, cedera saraf tulang belakang, atau
munculnya lubang di antara kandung kemih dan organ sekitarnya, misalnya vagina.
Untuk beberapa kondisi, inkontinensia urine harus segera ditangani untuk mencegah
komplikasi atau kondisi yang makin memburuk. Segera hubungi dokter, jika muncul gejala
sebagai berikut:
Salah satu bagian tubuh terasa lemas
Bagian tubuh kesemutan
Gangguan berjalan
Gangguan bicara
Penglihatan kabur
Tidak dapat menahan BAB
Penurunan kesadaran
Faktor Resiko
Pada umumnya urolithiasis terjadi akibat berbagai sebab yang disebut
faktor resiko. Terapi dan perubahan gaya hidup merupakan intervensi yang
dapat mengubah faktor resiko, namun ada juga faktor resiko yang tidak
dapat diubah. Faktor yang tidak dapat diubah antara lain: umur atau
penuaan, jenis kelamin, riwayat keluarga, penyakit-penyakit seperti
hipertensi, diabetes mellitus dan lain-lain.
1) Jenis Kelamin
Pasien dengan urolithiasis umumnya terjadi pada laki-laki 70-81%
dibandingkan dengan perempuan 47-60%, salah satu penyebabnya
adalah adanya peningkatan kadar hormon testosteron dan penurunan
kadar hormon estrogen pada laki-laki dalam pembentukan batu
(Vijaya, et al., 2013). Selain itu, perempuan memiliki faktor inhibitor
seperti sitrat secara alami dan pengeluaran kalsium dibandingkan laki
laki.
2) Umur
Urolithiasis banyak terjadi pada usia dewasa dibanding usia tua,
namun bila dibandingkan dengan usia anak-anak, maka usia tua lebih
sering terjadi (Portis & Sundaram, 2001). Rata-rata pasien urolithiasis
berumur 19-45 tahun.
3) Riwayat Keluarga
Pasien yang memiliki riwayat keluarga dengan urolithiasis ada
kemungkinan membantu dalam proses pembentukan batu saluran
kemih pada pasien (25%) hal ini mungkin disebabkan karena adanya
peningkatan produksi jumlah mucoprotein pada ginjal atau kandung
kemih yang dapat membentuk kristal dan membentuk menjadi batu
atau calculi.
4) Kebiasaan diet dan obesitas
Intake makanan yang tinggi sodium, oksalat yang dapat ditemukan
pada teh, kopi instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun,
dan sayuran berwarna hijau terutama bayam dapat menjadi penyebab
terjadinya batu (Brunner & Suddart, 2015). Selain itu, lemak, protein,
gula, karbohidrat yang tidak bersih, ascorbic acid (vitamin C) juga
dapat memacu pembentukan batu.
Pemeriksaan diagnostik
Menurut Brunner & Suddart, (2015) dan Purnomo, (2012) diagnosis
urolithiasis dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan seperti:
1) Kimiawi darah dan pemeriksaan urin 24 jam untuk mengukur kadar
kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, pH dan volume total (Portis &
Sundaram, 2001).
2) Analisis kimia dilakukan untuk menentukan komposisi batu.
3) Kultur urin dilakukan untuk mengidentifikasi adanya bakteri dalam
urin (bacteriuria) (Portis & Sundaram, 2001).
4) Foto polos abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan
adanya batu radio-opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium
oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-opak dan paling sering
dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat
non opak (radio-lusen)
Penatalaksanaan medis
Tujuan dalam panatalaksanaan medis pada urolithiasis adalah untuk
menyingkirkan batu, menentukan jenis batu, mencegah penghancuran
nefron, mengontrol infeksi, dan mengatasi obstruksi yang mungkin terjadi.
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih
secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih
berat. Indikasi untuk melakukan tindakan/ terapi pada batu saluran kemih
adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi dan infeksi. Beberapa
tindakan untuk mengatasi penyakit urolithiasis adalah dengan melakukan
observasi konservatif (batu ureter yang kecil dapat melewati saluran kemih
tanpa intervensi), agen disolusi (larutan atau bahan untuk memecahkan
batu), mengurangi obstruksi (DJ stent dan nefrostomi), terapi non invasif
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), terapi invasif minimal:
ureterorenoscopy (URS), Percutaneous Nephrolithotomy, Cystolithotripsi/
ystolothopalaxy, terapi bedah seperti nefrolithotomi, nefrektomi,
pyelolithotomi, uretrolithotomi, sistolithotomi.
Imelda Friscilia
Batu Ginjal (nefrolitiasis)
Penyakit batu ginjal atau nefrolitiasis adalah pembentukan materi keras menyerupai batu
yang berasal dari mineral dan garam di dalam ginjal. Batu ginjal dapat terjadi di sepanjang
saluran urine, dari ginjal, ureter (saluran kemih membawa urine dari ginjal menuju kandung
kemih), kandung kemih, serta uretra (saluran kemih yang membawa urine ke luar tubuh).
Batu ginjal terbentuk dari limbah dalam darah yang membentuk kristal dan menumpuk di
ginjal. Contoh zat kimia yang dapat membentuk batu ginjal adalah kalsium dan asam oksalat.
Seiring waktu, materi tersebut semakin keras dan menyerupai bentuk batu.
Penyebab Batu Ginjal
Batu ginjal dapat dipicu oleh beragam kondisi, seperti kurang minum air putih, berat badan
berlebih, atau akibat efek samping operasi pada organ pencernaan. Endapan batu di dalam
ginjal bisa disebabkan oleh makanan atau masalah kesehatan lain yang mendasari.
Berdasarkan jenisnya, batu ginjal dibagi menjadi empat, yaitu batu kalsium, batu asam urat,
batu struvit, dan batu sistin. Batu ginjal dapat berpindah dan tidak selalu berada dalam ginjal,
Perpindahan batu ginjal, terutama yang berukuran besar, akan mengalami kesulitan menuju
ureter yang kecil dan halus hingga kandung kemih, lalu dikeluarkan melalui uretra. Kondisi
ini dapat menimbulkan iritasi saluran kemih. Batu ginjal yang terdiagnosis dan tertangani
sejak awal, tidak menimbulkan kerusakan permanen pada fungsi ginjal. Sebagian besar kasus
penyakit batu ginjal dialami oleh orang-orang yang berusia 30-60 tahun. Diperkirakan 10
persen wanita dan 15 persen pria pernah mengalami kondisi ini selama hidup mereka.
Gejala Batu Ginjal
1. Sering buang air kecil.
2. Sakit saat buang air kecil.
3. Jumlah urine yang keluar sedikit atau urine tidak keluar sama sekali.
Pengobatan Batu Ginjal
1. Pemberian obat-obatan.
2. Prosedur untuk memecah batu ginjal (ureteroskopi).
3. Bedah terbuka.
4. Prosedur lain, seperti extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL) atau percutaneous
nephrolithotomy.