Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK


METODE PENGEMBANGAN AGAMA YANG AFEKTIF
Dosen Pengampu : Mustova, M.Pd

DISUSUN OLEH :

ITA FATMAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


STKIP MUHAMMADIYAH OKU TIMUR
2020
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 2

A. Konsep Dasar Metode Pengembangan Agama Dan Afektif ............................ 2

B. Teori Pendidikan Afektif .................................................................................. 4

C. Pendekatan Dan Metode Pengembangan Nilai- Nilai Agama .......................... 6

D. Permasalahan Dalam Pengembangan Dan Solusi Dalam Pembelajaran Afeksi

Pada Anak Usia Dini ........................................................................................ 8

BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 10

A. Kesimpulan ....................................................................................................... 10

B. Saran ................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkembangan rohani si anak dikembangkan sejak dari rumah. Pelajaran agama
memang telah diajarkan disekolah. Namun dasar pelajaran paling kuat yaitu orang
tuanya. Bagaimana orang tua menanamkan pendidikan agama pada kehidupan anak
dirumah?
Untuk anak-anak sediakan secara kusus yang bersifat agama, yaitu buku-buku
cerita. Bacakanlah buku- buku cerita itu pada saat tertentu. Usahakan buku agama
jangan diperlakukan dengan buku yang lain yang dapat diambil dengan sembarang
waktu. Tanamkan sejak dini rasa hormat dan menghargai dalam diri anak itu terhadap
buku bacaan agama melebihi dari buku bacaan yang lain.
Dengan dikenalkanya konsep- konsep keagamaan kepada anak maka otomatis akan
mempengaruhi segi perkembangan afektifnya, kemudian anak akan akan mempunyai
sikap yang baik dalam melakukan keseharianya. Anak- anak pun akan mengetahui hal
apa yang harus dilakukan, dan menjauhi perbuatan yang negative.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Konsep dasar metode pengembangan agama dan afektif
2. Teori pendidikan afektif
3. Pendekatan dan metode pengembangan nilai- nilai agama melalui amalan praktis,
doa, nyanyian religius untuk anak usia dini
4. Permasalahan dalam pengembangan dan solusi dalam pembelajaran afeksi pada
anak usia dini
BAB II
PEMBAHASAN ISI

A. Konsep Dasar Metode Pengembangan Agama Dan Afektif


Pendidikan adalah tejadinya pergaulan antara orang dewasa dengan anak-anak.
Pergaulan yang dimaksud adalah pergaulan yang dapat menolong anak menjadi orang
yang kelak dapat dan sanggup memenuhi tugas hidupnya atas tanggungjwab sendiri[1].
Sedangkan pendidikan juga bisa disebut bantuan yang diberikan dengan sengaja
kepada anak dalam perttumbuhan jasmani, rohani, akhlak maupun kepribadian
diberikan dengan sengaja kepada anak dalam pertumbuhan jasmani ini, rohani, akhlak
maupun kepribadian untuk mencapai tingkat kedewasaan disini yang menonjolkan
adalah pemberian bantuan secara sengaja atau secara sadar kepada anak dengan tujuan
agar anak tersebut dapat mencapai tingkat kedewasaannya.
Jika pendidikan itu ditinjau dariu sudut hakekatnya, maka dapat dikatakan bahwa :
Hakekatnya pendidikan agama adalah usaha orang tua dewasa secara sadar untuk
membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik
dalam bentuk pendidikan agama, formal dan nonfomal.
Perkembangan agama pada anak dapat melalui beberapa fase, yakni:
1. the fairy tale stage( tingkatan dongeng)
pada tingkat ini dimulai pada usia 3-6 tahun. Pada anak dalam tingkatan ini konsep
mengenai ketuhanan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi.konsep ini sesuai
tingkat perkembangan intelektualnya.
2. the realistic stage( tingkatan kenyataan)
tingkat ini dimulai sejak SD hingga keusia adolesense( masa usia). Pada masa ini ide
ketuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan pada kenyataan.
Konsep ini timbul melalui lembaga keagamaan dan pembelajaran agama.
3. the individual stage( tingkatan individu)
pada tingkat ini anak memiliki kepekaan emosi yang tinggi sejalan dengan
perkembangan usia mereka. Ada beberapa alasan mengenalkan nilai- nilai agama
kepada anak usia dini, yaitu anak mulai punya minat, semua perilaku anak membentuk
suatu pola perilaku, mengasah potensi positif diri, sebagai individu makhluk social dan
hamba allah. Agar pengembangan agama pada anak tumbuh subur, harus dilatih dengan
cara yang menyenangkan agar anak tidak merasa terpaksa dalam melakukan kegiatan.
Sesuai cirri yang anak miliki, ide keagamaan anak hamper sepenuhnya autoritas,
maksudnya konsep keagamaan pada diri mereka dipengaruhi oleh factor dari luar diri
mereka.bagi mereka sangat mudah untuk menerima ajaran dari orang dewasa walaupun
belum mereka sadari sepenuhnya manfaat ajaran tersebut.

Perilaku adalah cerminan kepribadian seseorang yang tampak dalam perbuatan dan
interaksi terhadap orang lain dalam lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, masa usia
dini adalah masa yang peka untuk menerima pengaruh dari lingkungan

Penekanan perkembangan afektif adalah pada bagaimana perasaan anak, bukan


pada apa yang dirasakan oleh anak. Dengan kata lain yang menjadi pertanyaan utama
adalah bagaimana perasaan atau emosi berubah atau bagaimana afeksi
ditransformasikan dalam perkembangan . Dengan demikian pendekatan yang dipakai
adalah lebih bersifat pedagogis (melihat dari bagaimana metode pengajarannya), karena
mengutamakan aspek transfer of values.
Para ahli dan praktisi dalam bidang pendidikan semakin menyadari betapa
pentingnya peranan pendidikan afektif, supaya tujuan pendidikan yang sebenarnya
dapat tercapai. Tujuan tersebut ialah bahwa subjek didik mampu dan mau mengamalkan
pengetahuan yang diperoleh dari dunia pendidikan dalam kehidupan sehari-hari.

Rasional/ pengajuan alasan bagi kurikulum dengan pengutamaan pengembangan


sikap didasarkan pada”kematangan normative” atau pandangan analisis kejiwaan
(psikoanalitik) tentang perkembangan anak, dan filosofi humanistic pendidikan. Karya
para ahli- ahli seperti Sigmun Frued, Anna Frued, Erik Erikson, Arnold Gessell, dan
Jonhn Dewey, telah mempengaruhi perkembangan pendekatan ini yang mengtamakan
ranah (domain)afektif.
Pusat pendekatan ini ada empat area dasar perkembangan individual: kekuatan ego,
kemandirian (otonom), kreatifitas, dan komunikasi antar pribadi. Pembentukan
pencitraan diri yang kuat dan positif secara langsung berhubungan dengan kekuatan
ego. Tiap anak harus memperhatikan kemampuan- kemampuanya sebagai anak-anak
yang benar abasah, sehingga ia dapat menggunakan kemampuan- kemampuanya itu
dalam bekerja dan bermain dengan anak- anak sesamanya.
Hubungan langsung akan kesadaran ego ini adalah kesadaran dirinya selaku pribadi
sebagai suatu yang unik, berperasaan, berpikiran, pribadi yang responsive. Ini
mencakup kemampuan tiap individual anak untuk bertindak secara otonom.
Dengan pengembangan afektif maka anak akan mengembangkan konsep diri yang
positif, anak akan mengembangkan kreatifitasnya, anak akan mengembangkan
kesadaran dan akan menerima perbedaan- perbedaan individual anak- anak.
Komunikasi merupakan sumber pengertian kesamaan perassaan dan konflik antar
manusia, demikian juga sebagai alat untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman.

B. Teori Pendidikan Afektif


1. Classical Conditioning Theory
teori kondisi klasik ini memandang bahwa belajar adalah perubahan perilaku.
Belajar pada prinsipnya mengikuti suatu hokum yang sama untuk semua manusia,
bahkan semua makhluk hidup. Meskipun diakui ada makhluk hidup yang dapat belajar
lebih baik dari makhluk hidup yang lain. Teory ini dikembangkan melalui observasi
terhadap perilaku belajar yang tampak( observable behavior). Pencetus teori ini ialah
Ivan P. Pavlove( 1849-1936). Pavlove seorang berkebangsaan Rusia. Ia memberi
daging secara periodic pada anjing yang didahului dengan membunyikan bel. Setiap
kali daging akan diberikan bel dibunyikan. Setelah beberapa lama setiap kali bel
dibunyikan anjing mengeluarkan air liur. Ketika bel dibunyikan tanpa membunyikan
bel anjing juga mengeluarkan air liur. Kesimpulanya ialah anjing mampu
menghubungkan bunyi bel dengan daging ketika mendengar bunyi bel, anjing
membayangkan datangnya daging sehingga air liurnya keluar. Proses keluarnya air liur
seperti itu disebut belajar[4].
Bagaimana aplikasi dari teori ini dalam pembelajaran? Banyak hal yang dapat
diterangkan dengan teori tersebut, terutama yang berkaitan dengan perilaku, penanaman
disiplin, dan sikap. Dalam menanamkan aturan, disiplin, dan moral hendaknya
dipasangkan dengan suatu ganjaran dan hukuman. Setiap memperkenalkan aturan
hendaknya diperkenalkan pula hadiah juga sangsinya. Misalnya untuk menanamkan
disiplin tepat waktu, anak-anak diberi tahu harus masuk tepat waktu, missal jam 07.00.
bagi anak yang tiga kali datang tepat waktu diberi hadiah permen gratis sedangkan yang
terlambat tiga kali sanksinya disuruh menyanyi. Dengan demikian anak akan dating
tepat waktu bias karena hadiah atau hukumannya. Dengan demikian pula perlahan
anak- anak akan datang tepat waktu karena telah terbiasa.
2. Operant Conditioning Theory
Edward L. Thorndike (1874-1949) merupakan salah satu pencetus teori belajar
ini. Ia melakukan percobaan menggunakan seekor kucing yang diletakan didalam kotak.
Kucing mencari jalan keluar dari kotak dengan cara mencoba- coba. Menurutnya,
binatang dan manusia tidak selalu memecahkan masalah dengan cara memikirkan
caranya secara algoritmik, tetapi banyak pula yang memecahkan masalah dengan cara
mencoba- coba( trial and eror). Hasil penelitian melahirkan apa yang disebut law of
effect( hokum akibat), yaitu apabila sesuatu respons dari sesuatu stimulus diikuti
dengan kepuasan, maka respon tersebut cenderung diulang. Sebaliknya suatu respon
yang diikuti hal yang tidak menyenangkan, respon tersebut tidak dilaukan lagi. Dengan
begitu konsekuensi memegang peranan penting terhadap muncul atau tidaknya suatu
respon.
Hasil kerja Torndike dilanjutkan oleh Clark L. Hulk(1884-1952)dan Burrhus
Frederic Skinner (1904- 1990). Menurut Hull, teori SR (setimulus respon) ditentukan
oleh kondisi individu, sehingga menjadi S-O-R. S adalah stimulus, R adalah respons,
dan O adalah kondisi internal organisme. Jadi pada intinya individu melakukan proses
berfikir terlebih dahulu sebelum menentukan respon dari suatu stimulus.
Sejalan dengan hull, bf. Skinner menerjemahkan konsekuensinya yang dimaksud
dengan teori torndik sebagai hadiah dan hukuman. Jika suatu perilaku mendapat hadiah,
perilaku itu cenderung diulang dan meningkat, sebaliknya jika perilaku itu mendapat
hukuman , perilaku tersebut cenderung ditinggalkan atau menurun.
Pada teori ini , meskipun konsekuensi penting, tetapi organisme memegang
peranan lebih penting terhadap munculnya suatu perilaku. Perilaku bukan semata- mata
dintentukian oleh konsekuensinya, tetapi bagaimana individu tersebut memandang
konsekuensi tersebut. Konsekuensi bias berubah hadiah atau hukuman. Dalam teori ini
perilaku bukan semata ditentukan oleh stimulus, tetapi bagaimana individu memandang
bentuk hadiah dan hukuman tersebut. Seorang siswa yang nakal akhirnya dihukum oleh
gurunya keluar kelas karena tidak mau mengerjakan tugas. Apakah ia akan
menghentikan perilku buruknya? Belum tentu. Karena hal itu sangat tergantung
siswanya. Bagi siswa yang masih ingin belajar ia mungkin tidaka mau lengah lagi, ia
mungkin akan selalu mengerjakan tugas karena takut dikeluarkan dari kelas. Bagi siswa
yang ingin keluar kelas, ia akan dengan senang hati mengulang kesalahanya yaitu tidak
mengerjakan tugas, karena ia berharap dikeluarkan dari kelas sehingga dapat bermain
diluar. Jadi sesuatu yang oleh guru dianggap hukuman, boleh jadi dianggap hadiah bagi
siswa. Oleh karenanya muncul istilah hadiah positif dan hadiah negative, serta hukuman
positif dan hukuman negative. Bagi siswa pertama hukuman tersebut bersifat negative
karena membuatnya jera dan bagi siswa kedua hukuman tersebut bersifat positif karena
membuatnya senang.

C. Pendekatan dan metode pengembangan nilai- nilai agama melalui


amalan praktis, doa, nyanyian religius untuk anak usia dini
Pendidikan harus diberikan sejak dini oleh orang tua, seperti sabda nabi Muhammad
SAW, tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai keliang lahat. Selanjutnya memori yang
dimiliki seorang anak masih sangat jernih belum dipenuhi berbagai macam pikiran
ataoupun pertimbangan seperti layaknya seorang dewasa, daya ingat seorang anak
sangat luar biasa, tidak mudah lupa walaupun hafalan tersebut belum disertai
pemahaman.[5]
1. Doa dan dzikir
Bagaimana cara mengajarkan anak berdoa? Mendidik anak saat berdoa sangat
penting karena kita sendiri sudah menanamkan manfaatnya berdoa. Oleh karena itu,
perlu dibiasakan dari kecil untuk berdoa. Pertama- tama, yang perlu kita perhatikan
adalah contoh dari orang tua. Meskipun anak-anak tidak mengerti berdoa, berkata- kata
terhadap sesuatu pribadi yang tidak kelihatan langsung, tetapi sikap berdoa mungkin itu
yang perlu diajarkan.
Yang penting orang tua menamkan sikap berdoa dulu sedari kecil. Dan ada
baiknya ketika anak- anak mulai bisa berkomunikasi dan berkata- kata, anak diajak
untuk menghafal doa. Mulanya, barang kali menghadapi hambatan, sebab anak masih
dalam proses perkembangan. Jadi biasakan anak berdoa dengan kata-kata yang
sederhana dirumah. Disekolah guru juga mengajarkan sikap doa yang dan dilatih untuk
maju kedepan memimpin doa secara bergiliran agar anak tidak merasa minder. Orang
tua harus membiasakan anak untuk berdoa secara bebas.
Kemudian perlu ditegaskan pada anak bahwa tuhan( allah) sangat mengasihi
anak- anak. Dengan demikian anak- anak yang polos selalu berdoa dengan kejujuran,
hatinya merasa dikuatkan, dan anak akan lebih berani untuk mengucap doa, meskipun
dengan kesalahan harus dimaklumi.
Jangan tertawa bila anak salah mengucap doa, sebab celaan akan menyebabkan
anak tidak mau memimpin doa lagi. Anak selalu diajarkan untuk selalu bersyukur dan
berterima kasih. Dan anak jadi menyadari selain membangun hubungan antar sesama
anak juga harus berkomunikasi dengan yang diatas(allah)
Seperti doa hendak makan, masuk kamar mandi, hendak tidur, bangun tidur,
naik kendaraan dan bacaan- bacaan salat seperti sujud, rukuk, serta dzikir dipagi hari
dan sore hari. Inilah yang selalu dihafalkan oleh para sahabat dan salihin diwaktu kecil
mereka. Syair- syair yang manis yang menenangkan hati adalah cara yang cukup efektif
untuk membantu anak dalam memahami banyak hal.
Kemudian menurut Arnol Gessel, anak pada usia bayi sudah mempunyai
perasaan ketuhanan. Perasaan ini sangat memegang peranan penting dalam diri pribadi
anak seiring dengan perkembangan kognisi, emosi dan bahasa anak.
Maka untuk membantu perkembangan kesadaran beragamanya, salah satunya
yaitu orang tua harus mengenalkan konsep- konsep atau nilai- nilai agama kepada anak
melalui bahasa seperti (1) pada saat memberi makan atau menyusui, memandikan,
membedaki, dan memakaikan pakaian kepada anak, bacakanlah
basmalah(bismillahirrahmaanirrohiim= dengan menyebut nama allah yang maha
pengasih lagi maha penyayang) pada saat mulainya dan bacakanlah hamdalah(
alhamdulillaahirabbil’alamiin= segala puji bagi allah tuhan sekalian alam) pada saat
selesai;( 2) pada saat menggendongnya atau meninabobokanya menjelang tidur,
bacakanlah kalimat toyibah( dzikir kepada allah), yaitu bacaan tasbih ( subhanallah=
maha suci allah),( alhamdulillah= segala puji bagi allah), (allahu akbar= allah maha
agung), dan tahlil( lailahaillallah= tiada tuhan selain allah). Juga memberikan contoh
mengamalkan ajaran agama secara baik. Meskipun anak belum mampu meniru
perbuatan itu secara utuh, namun perilaku orang tua diatas merupakan iklim yang
sangat kondusif bagi perkembangan kesadaran beragama anak[6].

· Nyanyian Religius
Bekerjasama sambil berdendang sudah menjadi kebiasaan para sahabat pada
zaman rasullullah SAW baik dalam sebuah perjalanan, perang maupun dalam acara
pernikahan. Rasullullah juga membolehkan anak- anak perempuan untuk menyanyi
seperti disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa rasullullah pernah melihat seorang anak
perempuan yang mendendangkan sebuah lagu pada hari raya sambil memukul rebana
dan beliau tidak melarangnya. Bahkan ketika anak tersebut bernadzar untuk memukul
rebananya lagi jika beliau pulang dari medan pertempuran dengan selamat, maka beliau
mengijinkannya untuk melakukan nadzar itu[7].
Sebagian besar anak kecil cenderung untuk menyukai lagu- lagu yang
indah dan suara yang merdu, terutama jika menggunakan kata- kata yang mudah
dihafal. Lagu- lagu tersebut dapat diperoleh dengan cara lisan atau melalui kaset.
Adapun tema dari lagu tersebut adalah tema- tema yang dapat membantu dan
memudahkan sianak dalam memperoleh pengetahuan, seperti kisah yang terdapat dalam
alqur’an, dan perbuatan- perbuatan yang baik seperti jujur, membaca alqur’an dan
ketulusan.
Akan tetapi satu hal yang perlu diperhatikan adalah lagu tersebut harus menggunakan
nada yang enak didengar dan kata- kata yang sesuai dengan usia maupun akal
mereka[8].

D. Permasalahan dalam pengembangan dan solusi dalam pembelajaran afeksi pada


anak usia dini
Anak datang dari berbagai macam lingkungan keluarga, masyarakat dengan pola
sikap orang tua dan anak yang berbeda pula. Hal ini sangat berpengaruh terhadap
perkembangan tingkah laku anak. Terkadang anak menunjukan tingkah laku yang
menyimpang, misalnya ada yang selalu menyendiri, membuat keributan, agresif, dan
bosan bermain. Jadi harus dicari penyebabnya jika demikian.
Anak memiliki dasar atau bibit sifat perilaku yang sangat beragam. Jika tidak
diarahkan secara tepat, bisa saja bibit mendasar itu berubah menjadi sifat negative dan
nanti akan merubah sikap anak menjadi hal yang negative pula, seperti pemalas cuek,
dan egois.
Mengenali lebih dini bibit sifat itu memudahkan orang tua dan pendidik dalam
mengarahkan anak untuk mengembangkan diri kearah yang lebih positif.
Beberapa sikap anak yang perlu diluruskan sejak dini.
· Anak egois
Hal utama yang terlihat dari anak seorang yang egois adalah sikap keras kepala.
Biasanya, orang cepat cepat kehilangan kesabaran saat menghadi anak seperti ini. Anak
cenderung ingin menang sendiri, tidak mau mendengarkan orang lain dan harus dituruti
keinginanya. Bila tidak, biasanya anak akan mengeluarkan berbagai ancamanya, seperti
mogok makan, menangis, berteriak- teriak, berguling- guling dan ada yang
membenturkan dirinya sendiri misalnya membenturka badan dan kepalanya. Jika
menemukan hal ini bagamana cara menanganinya?
Janganlah panic saat anak berulah. Hadapilah anak secara sabar. Hal yang penting yang
ingin didapatkan oleh anak seperti itu adalah perhatian. Jadi saat ia berubah pastikan
saja bahwa anak sedang diperhatikan.
· Anak perajuk
Sikap yang seperti ini adalah cepat ngambek dan cenderung cengeng. Hamper mirip
dengan anak egois. Hanya saja, anak perajuk tidak menunjukan sikap yang keras.
Padahal ini disebabkan karena anak merasa tidak mendapat perhatian dari orang tuanya.
Jadi untuk menghadapinya orang tua dan guru harus memperhatikanya.
· Anak pemalas
Adalah anak yang enggan melakukan kewajibanya. Anak cenderung mengendalikan
orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Cara mengatasinya yaitu memberikan
contoh sekaligus pengertian secara konsisten. Beri ia tanggung jawab sejak dini.
Contoh, merapikan mainan.
· Anakm pendendam
Pada usia dini, anak yang bersifat pendendam cenderung terlihat membalas
perlakuan padanya secara kasar demi memuaskan kekesalanya. Jika tidak ditangani
secara tepat, sikap yang seperti ini bisa terbawa hingga dewasa dan anak merasa hal
yang dilakukan itu benar.
· Pemalu
Cirri anak pemalu adalah jarang memulai pembicaraan sebelum diajak berbicara,
anak pemalu cenderung menutup diri, sehingga sulit ditebak keinginanya selain itu anak
terkesan kurang sosialisasi. Sebagai pendidik, kususnya diusia dini harus dengan sabar
melatih anak agar tidak takut mengemukakan pendapatnya. Ajaklah anak untuk
berpartisipasi setiap kegiatan diluar rumah sehingga terbuka peluang bagi anak[9].
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Anak usia dini merupakan anak yang memiliki karakteristik suka bergerak (tidak suka
diam), mempunyai rasa ingin tahu (curiosity) yang tinggi, senang bereksperimen dan
menguji, mampu mengekspresikan diri secara kreatif, mempunyai imajinasi, dan senang
berbicara. Anak memerlukan dan menuntut untuk bergerak yang melibatkan Anak Usia
Dini (AUD) mengkoordinasikan otot kasar. Anak juga memerlukan kesempatan untuk
menggunakan tenaga sepenuhnya saat melakukan kegiatan. Oleh karena itu diperlukan
ruang yang luas serta sarana dan prasarana (peralatan) yang memadai. Setiap guru akan
menggunakan metode sesuai dengan gaya melaksanakan kegiatan.

B. Saran
Dalam mendesain pendekatan pembelajaran nilai-nilai moral dan agama bagi anak usia
dini,terlebih dahulu seorang guru harus melihat kesesuaian pendekatan dengan tingkat
perkembangan kebutuhan anak, agar pendekatan yang digunakan dapat digunakan
dengan maksimal bdan dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan pada diri
anak, terutama aspek perkembangan nilai moral dan agama AUD.
Guru hendaknya juga mempertimbangkan suatu pendekatan apakah sudah merngacu
pada kurikulum yang sesuai untuk anak usia dini dan berorientasi pada anak. Sebelum
mendesain syuatu kegiatan pembelajaran, guru hendaknya terlebih dahulu mengetahui
langkah-langkah kegiatan yang akan diajarkan pada anak. Kegiatan yang dilakukan
hendaknya mengacu pada tujuan dan hasil belajar yang nyata sehingga memperlihatkan
bahwa kegiatan tersebut bermanfaat bagi anak.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Mansur, MA, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, Pustaka Pelajar, Jogjakarta,
2009 hlm 47
[2] Ibid hlm 48
[3] Imam Chousman, M. Ed, Pendekatan- pendekatan Alternative Pendidikan Anak
Usia Dini, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2011 hlm 45
[4] Ibid hlm 46
[5]Ibid hlm 95
[6] Syamsu Yusuf LN, M. Pd, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung 2010 hlm 161
[7] Ibid hlm 145
[8] Muhammad Sa’id Mursy, Seni Mendidik Anak, Arroyan, Jakarta 2001, hlm 144.
[9] Danar Santi, Pendidikan Anak Usia Dini Antara Teory Dan Praktek, PT Indeks,
Jakarta Barat 2009 hlm 81

Anda mungkin juga menyukai