Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM

TENTANG MASUKNYA ISLAM KE RIAU

NAMA MAHASISWA : 1. Rizki Hadi (11754100047)

2. Sukma Haryadi (11754101953)

MATA KULIAH : SEJARAH PERADABAN ISLAM

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2019/2020

0
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T, atas rahmat dan hidayah-nya sehingga
kami dapat menyelasaikan Tugas Makalah yang berjudul “MASUKNYA ISLAM KE RIAU“ .Serta
tak lupa sholawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad Swt  atas petunjuk dan
risalahnya, yang telah membawa zaman kegelapan ke zaman terang benderang.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah kami ini. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum wr.wb.

1
DAFTAR ISI
Kata pengantar...............................................................................................................1
Daftar Isi.........................................................................................................................................2
BAB I   PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah...............................................................................................................3
B. Tujuan penulisan.........................................................................................................................4
BAB II   PEMBAHASAN
A. Islam di Riau……………………..………………………………….…………….…………..5
B. Kerajaan Islam di Riau…………...……………………..………………………………….…7
BAB III   PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................................................................12
Daftar Pustaka

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Menggali masa lampau di sebuah daerah berarti daerah tersebut dapat dikatakan telah
berhasil mengungkapkan kembali sejarah daerahnya. Dengan demikian penghargaan kepada
peristiwa masa lalu menjadi nyata sehingga karakter bangsa menjadi lebih terarah. Sebagaimana
yang dikatakan oleh Heri Gunawan bahwa karakter diyakini sebagai aspek penting dalam
peningkatan sumber daya manusia karena turut menentukan kemajuan suatu bangsa. Misalnya
mengenai Islamisasi di Indonesia telah menghasilkan berbagai teori yang lengkap dengan bukti
peninggalannya. Apakah teori tersebut dapat diimplementasikan kepada proses Islamisasi di
daerah Riau. Hal inilah yang harus dianalisis dengan seksama sehingga Riau sebagai daerah yang
terletak di posisi strategis yakni di Selat Melaka secara otomatis akan terimbas dengan proses
Islamisasi Indonesia melalui para pedagang asing yang melewati Selat Melaka. Artinya konsep
Islamisasi di Indonesia apakah sama dengan konsep Islamisasi di Riau.

Sampai setakat ini memang belum ditemui konsep tersebut karena belum dilakukan
penelitian ke arah itu. Pada hal kemungkinan Islamisasi di Riau dapat terjadi dari berbagai arah
apakah melalui jalur utara, melalui jalur timur yakni daerah pesisir yang terletak di sebelah timur
pulau Sumatera atau melalui jalur barat yakni dari Sumatera Barat.

Berdasarkan kenyataan di atas, telah dilakukan penelitian yang berkaitan dengan proses
Islamisasi di Riau karena Riau sebagai daerah Melayu dimana Melayu identic dengan Islam,
tentunya statemen tersebut juga memiliki latarbelakang keberadaan Islam di Riau sehingga
penduduk Riau sebagian besar adalah Melayu. Dalam kesempatan ini akan dicoba untuk
memaparkan hasil makalah yang telah dilakukan secara mendalam terhadap Islamisasi di Riau.

Di samping persoalan di atas, ada juga persoalan lainnya seperti adanya kenyataan masih
sulitnya mendapatkan buku-buku mengenai sejarah dan kebudayaan Islam Riau karena belum
adanya perhatian dari berbagai pihak ke arah itu. Selain itu, menggali sejarah dan budaya
memerlukan dana yang tidak sedikit karena daerah Riau masih belum lancar dari aspek

3
transportasi sehingga lokasi sukar ditempuh dengan kendaraan umum. Kondisi yang demikian
itulah yang menjadi penyebab kurangnya minat untuk meneliti hal-hal yang berkaitan dengan
peninggalan sejarah.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dari makalah ini adalah:


1. Untuk menjelaskan mengenai masuknya islam ke Riau.
2. Untuk mendeskripsikan tentang latar belakang masuknya islam ke Riau ini.
3. Untuk memberikan wawasan dan pemahaman mengenai masuknya islam ke Riau ini.

Kegunaan makalah ini adalah untuk memberikan wawasan dan pemahaman mengenai
masuknya islam ke Riau ini. Hal-hal yang bersifat positif dalam masuknya islam ke Riau ini bisa
dijadikan sarana ilmu pengetahuan mengenai sejarah islam masuknya islam ke Riau ini.

4
BAB II
II. PEMBAHASAN

A. ISLAM DI RIAU

Masyarakat Melayu di masa lampau bahkan sampai saat ini adalah masyarakat yang
bersifat akomodatif, bersahabat, wellcome terhadap kaum perantau yang datang membawa
budaya dan agama baru, baik dari dalam maupun luar negeri. Misalnya pendatang dari India
dengan membawa agama Hindu, dari Cina dengan agama Budha dan Konghuchu, dari Eropa
dengan agama Kristen dan Katolik, maupun pendatang lainnya dari beragam etnis di wilayah
Nusantara. Meskipun demikian, hingga kini semua suku yang datang, kuat memegang tradisi
yang berlaku di masyarakat dan dapat menerima budaya Melayu sebagai payung bersama.
Pepatah Melayu, "di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung" tampaknya dapat diterima dan
diikuti oleh para pendatang.

Sepanjang catatan sejarah, hampir tidak pernah dijumpai konflik di dalam masyarakat,
baik yang bernuansa etnis maupun agama. Ini pula agaknya kenapa budaya rukun dalam
masyarakat Melayu tersebut mampu terpelihara dengan baik selama berabad-abad, karena
dikaitkan dengan wujudnya nilai-nilai kerukunan yang terdapat di antara pasal-pasal dalam
Gurindam 12 karya Raja Ali Haji.Oleh sebab itu, hingga kini Gurindam 12 sebagai salah satu
produk seni budaya menjadi masterpiece Budaya Melayu yang senantiasa dikenang orang. Karya
monumental salah seorang Raja Melayu yang sarat dengan pesan-pesan agama dan kemanusiaan
ini memberikan pengaruh besar dalam membentuk perilaku masyarakat Melayu dalam pergaulan
mereka sehari-hari. Jadi cukup beralasan bahwa keadaan harmonis dan rukun yang selama ini
terbangun secara kondusif di Riau merupakan kontribusi nyata dari keberadaan Budaya Melayu
secara umum dan Gurindam 12 secara khusus.

Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan Kerajaaan Melayu Riau merupakan salah satu
faktor penting dalam membina kerukunan dan keharmonisan masyarakat termasuk kerukunan
umat beragama.Memang, sedari awal semenjak berdirinya kerajaan Melayu di wilayah Riau
(kini menjadi Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau), masyarakat Melayu selalu tebuka
menerima kehadiran para pendatang dari pelbagai suku, bangsa, dan agama. Hal ini mungkin
disebabkan antara lain oleh sifat etnis Melayu yang selalu "welcome", terbuka terhadap siapa
saja dan memiliki rasa persaudaraan yang tinggi.

Meskipun orang Melayu tidak lagi merupakan satu-satunya penduduk mayoritas


masyarakat Riau, namun karena Provinsi Riau berada di bawah naungan budaya Melayu, maka
para pendatang diharapkan menyesuaikan diri dengan budaya Melayu. Artinya Budaya Melayu
dijadikan payung dan acuan bagi mereka dalam berprilaku dan bertindak. Pepatah: "Dimana
bumi dipijak disitu langit dijunjung," dipegang teguh oleh para pendatang. Agar masyarakat
selalu menjaga budaya Melayu, maka setiap hari Jum`at seluruh karyawan instansi pemerintah
harus memakai pakaian Melayu, berupa baju "Teluk Belanga", dan dalam setiap pidato selalu
disertai dengan pantun.

5
Provinsi Riau terletak tepat di tengah-tengah pulau Sumatera yang berbatasan dengan
beberapa provinsi tetangga seperti Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, dan
Kepulauan Riau, sehingga secara umum penduduk Provinsi Riau beserta budayanya menjadi
tempat bertemu, berassimilasi dan berakulturasi berbagai budaya yang dibawa oleh pendatang
dari berbagai etnis baik di dalam maupun di luar pulau Sumatera. Dengan demikian, komposisi
penduduk Provinsi Riau terdiri dari masyarakat yang sangat heterogen dengan beragam etnis,
suku, status sosial, agama, budaya dan bahasa.Keadaan ini didorong pula oleh semakin maju dan
berkembangnya perekonomian di Provinsi Riau sehingga menarik para pendatang barumengadu
nasib di sini, dan tentunya bermukim di wilayah Provinsi Riau. Meskipun demikian, Budaya
Melayu sebagai budaya asli penduduk Provinsi Riau masih tetap eksis dan dipertahankan,
misalnya melalui seni tari, seni suara, pantun, sastra, kuliner, pakaian, upacara adat, upacara
perkawinan, khitanan, bangunan rumah adat, dan tata krama kehidupan masyarakat. Komitmen
untuk tetap mempertahankan dan melestarikan budaya Melayu ini dinyatakan secara tegas dalam
visi Riau 2020 yang berbunyi "Terwujudnya Provinsi Riau Sebagai Pusat Perekonomian dan
Kebudayaan Melayu dalam Lingkungan Masyarakat yang Agamis, Sejahtera Lahir dan Bathin,
di Asia Tenggara Tahun 2020." Berdasarkan kalimat Visi Riau 2020, subjek utama yang ingin
dicapai dari setiap aktivitas pembangunan di Riau adalah Riau sebagai pusat perekonomian dan
pusat kebudayaan Melayu dengan bentangan ruang Asia Tenggara.

Jika dilihat sejarah ke belakang, sesungguhnya Budaya Melayu yang identik dengan
Islam sudak sejak zaman dahulu menyatu dalam masyarakat dan dipraktekkan dalam kehidupan
sehari-hari. Antara ajaran Islam itu sendiri dan cara hidup masyarakat hampir tidak bisa
dipisahkan satu dengan yang lain. Kehidupan umat beragama yang sangat beragam di Provinsi
Riau sejak dahulu sampai saat sekarang cukup aman dan damai serta berjalan sesuai tatanan
sosial yang ada dalam masyarakat. Pemeluk dari berbagai agama yang ada di daerah ini seperti
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghuchu relatif hidup rukun dan damai
berdampingan mesra dalam ayoman pemerintah daerah. Meskipun terjadi konflik seperti
pendirianrumah ibadah yang sesuai dengan IMBnya 3 tetapi itu semua tidak sampai menimbulkan
korban jiwa dan kerugian material yang besar. Itu semua tentunya berkat usaha dan kerjasama
pemerintah dan segenap lapisan masyarakat senantiasa melakukan berbagai dialog kerukunan
dalam bingkai Tri Kerukunan Umat Beragama yaitu: kerukunan antar intern umat bergama,
kerukunan antar umat beragama dan kerukuan antar umat beragama dengan
pemerintah.Perhatian Pemerintah Provinsi Riau terhadap kerukunan umat beragama
diimplementasikan dengan koordinasi yang sangat sistematik dengan lembaga agama, etnis dan
suku dalam setiap persolan yang bersinggungan langsung dengan kasus-kasus Sara.

Masuknya Islam melalui jalur barat diperkirakan berasal dari Sumatera Barat dimana
Syekh Burhanuddin sebagai pembawa Islam ke Kuntu pada awalnya telah menyebarkan dan
mengembangkan agama Islam di Ulakan Pariaman Sumatera Barat. Artinya perjalanan Syekh
Burhanuddin ke Kuntu tiada lain dikarenakan adanya perluasan wilayah ataupun pengembangan
agama Islam ke berbagai daerah. Dan apabila diperhatikan letak daerah Kuntu yang berada di
pinggir anak sungai Kampar, maka sangat jelas perjalanan pada masa itu dilakukan melalui
sungai yang berfungsi sebagai sarana transportasi. Hal ini dikarenakan transportasi darat sangat
tidak memungkinkan dilakukan pada masa itu kecuali melalui perbukitan Bukit Barisan yakni
bukit panjang dan terjal yang memisahkan Sumatera Barat dan Riau.

6
Dalam perjalanan Syekh Burhanudin dari Ulakan Pariaman ke Kuntu diperkirakan
menggunakan jalur Sungai Kampar karena anak cabang Sungai Kampar sampai ke wilayah
Sumatera Barat terutama di Kabupaten Limapuluh Kota yakni Payakumbuh dan daerah
sebelumnya adalah Pangkalan. Di daerah Pangkalan ini Sungai Sibayang yakni anak Sungai
Kampar mencapai alirannya. Oleh karena itu sangat besar kemungkinan bahwa Islamisasi Riau
terjadi melalui jalur barat yakni dari Sumatera Barat. Artinya Islamisasi Riau kemungkinan juga
terjadi dan bermula dari Sumatera Barat melalui Sungai Sebayang di Kuntu Kampar karena
Sungai Sebayang merupakan anak cabang Sungai Kampar yang hulunya sampai ke Payakumbuh.
Selain itu juga dapat dilakukan perjalanan melalui darat yakni melalui perbukitan yang tinggi
yang membatasi Sumatera Barat dan Riau. Perjalanan yang dilakukan adalah dengan berjalan
kaki sambil menuruni perbukitan dan mendaki perbukitan yang berlapis-lapis karena Bukit
Barisan yang membentang di sepanjang pulau Sumatera pada bagian tengahnya sangat kokoh
adanya. Oleh karena itu, sangat dimungkinkan Islamisasi Riau terjadi melalui daerah
tetangganya yang terdekat yakni Sumatera Barat.

Sungai Kampar pada masa lalu merupakan sungai yang menjadi sarana transportasi para
pedagang asing terutama pedagang dari Arab yang jauh sebelum Islamisai sudah melakukan
transaksi dagang ke berbagai daerah di Riau. Kemudian dilanjutkan pada masa Dinasti
Abbasiyah juga telah dikirim 18 utusan/ delegasi muslim ke negeri Cina, yang tentunya tidak
hanya ke negeri Cina perjalanan yang mereka lakukan, diperkirakan rombongan muslim tersebut
juga singgah di beberapa negeri atau pelabuhan seperti Aceh dan terus memasuki Selat Melaka
sebelum sampai ke Cina. Atas itu semua yang

B. KERAJAAN ISLAM DI RIAU


Pengaruh Islam yang sampai ke daerah-daerah merupakan akibat perkembangan Kerajaan
Islam Samudera Pasai dan Malaka. Kerajaan Islam yang ada di Riau dan Kepulauan Riau
menurut berita Tome Pires (1512-1515 ) antara lain Siak, Kampar, dan Indragiri. Kerajaan
Kampar, Indragiri, dan Siak pada abad ke-13 dan ke-14 dalam kekuasaan Kerajaan Melayu dan
Singasari-Majapahit, maka kerajaan-kerajaan tersebut tumbuh menjadi kerajaan bercorak Islam
sejak abad ke-15. Jika kita dasarkan berita Tome Pires, maka ketiga Kerajaan Kampar, Indragiri
dan Siak senantiasa melakukan perdagangan dengan Malaka bahkan memberikan upeti kepada
Kerajaan Malaka. Ketiga kerajaan di pesisir Sumatra Timur ini dikuasai Kerajaan Malaka pada
masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah (wafat 1477). Bahkan pada masa pemerintahan
putranya, Sultan Ala’uddin Ri’ayat Syah (wafat 1488) banyak pulau di Selat Malaka (orang laut)
termasuk Lingga-Riau, masuk kekuasaan Kerajaan Malaka.

1. Kerajaan Siak
Kerajaan Siak merupakan kerajaan melayu Islam yang terletak di Kabupaten Siak,
Provinsi Riau. Kerajaan ini tumbuh menjadi kerajaan bercorak islam pada abad ke 15. Menurut
Berita Tome Pires, Kerajaan Siak menghasilkan padi, madu, timah, dan emas. Pada awalnya,
kerajaan Siak merupakan kerajaan bawahan Kerajaan Malaka pada masa pemerintahan Sultan
Mansyur Syah. Kerajaan Siak menghasilan padi, madu, lilin, rotan, bahan-bahan apotek, dan
banyak emas. Raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Siak Sri Indrapura antara lain sebagai
berikut :

7
1. Raja Abdullah (Sultan Khoja Ahmad Syah). Saat itu Kerajaan Siak masih berada di
bawah kekuasaan Malaka.Raja Abdullah adalah raja yang ditunjuk oleh Sultan Johor
untuk memimpin dan memerintah Kerajaan Siak.
2. Raja Hasan Putra Ali Jalla Abdul Jalil. Pada masa pemerintahannya, Belanda berhasil
menguasai Malaka.Dengan demikian, Kerajaan Siak terikat politik ekonomi perdagangan
VOC. Semua timah yang dihasilkan Siak harus dijual ke VOC.
3. Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1723-1748). Beliau akran juga disebut Raja Kecik.Raja
Kecik adalah anak dari Sultan Kerajaan Johor bergelar Sultan Mahmud Syah II dengan
Encik Pong. Beliaulah yang mendirikan Kerajaan Siak yang berdaulat, bukan di bawah
kekuasaan Malaka lagi. Ia meluaskan daerah kekuasaannya sambil terus memerangi
VOC.
4. Sultan Said Ali (1784-1811). Pada masa pemerintahannya, Ia berhasil mempersatukan
kembali wilayah-wilayah yang memisahkan diri. Pada tahun 1811, ia mengundurkan diri
dan digantikan oleh anaknya, Tengku Ibrahim.
5. Sultan Assyaidis Syarif Ismail Jalil Jalaluddin (1827-1864). Pada masa pemerintahannya,
Siak mengalami kemunduran dan semakin banyak dipengaruhi politik penjajahan Hindia-
Belanda.
6. Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin (1889-1908). Pada masa
pemerintahannya, dibangunlah istana yang megah terletak di kota Siak dan istana ini
diberi nama Istana Asseraiyah Hasyimiah yang dibangun pada tahun 1889. Pada masa
pemerintahan Sultan Syarif Hasyim ini Siak mengalami kemajuan terutama dibidang
ekonomi. Setelah wafat, beliau digantikan oleh putranya yang masih kecil dan sedang
bersekolah di Batavia, yaitu Sultan Syarif Kasim II.
7. Syarif Kasim Tsani atau Sultan Syarif Kasim II (1915-1945). Bersamaan dengan
diproklamirkannya Kemerdekaan Republik Indonesia, beliau pun mengibarkan bendera
merah putih di Istana Siak dan menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia.

Kerajaan Siak Sri Indrapura sangat kaya dengan hasil alam yang melimpah. Sayangnya
pada awal mula munculnya, kerajaan ini dikuasai oleh Kerajaan Malaka. Daerah ini diawasi oleh
Syahbandar yang ditunjuk oleh Raja Johor untuk memungut cukai hasil hutan dan hasil laut.
Pada tahun 1641, Belanda berhasil menguasai Malaka. Dengan demikian, Kerajaan Siak terikat
politik ekonomi perdagangan VOC. Semua timah yang dihasilkan Siak harus dijual ke VOC.
Namun pada masa pemerintahan Raja Kecik, rakyat Siak hidup makmur karena tidak harus
menyerahkan hasil alamnya kepada Malaka maupun VOC. Bahkan pada masa pemerintahan
Sultan Syarif Hasyim ini Siak mengalami kemajuan terutama dibidang ekonomi. Sultan Syarif
Hasyim mulai menjalin hubungan dengan luar negri.

Siak Sri Inderapura sampai sekarang tetap diabadikan sebagai nama ibu kota dari
Kabupaten Siak, dan Balai Kerapatan Tinggi yang dibangun tahun 1886 serta Istana Siak Sri
Inderapura yang dibangun pada tahun 1889, masih tegak berdiri sebagai simbol kejayaan masa
silam, termasuk Tari Zapin Melayu dan Tari Olang-olang yang pernah mendapat kehormatan
menjadi pertunjukan utama untuk ditampilkan pada setiap perayaan di Kesultanan Siak Sri

8
Inderapura. Begitu juga nama Siak masih melekat merujuk kepada nama sebuah sungai di
Provinsi Riau sekarang, yaitu Sungai Siak yang bermuara pada kawasan timur pulau Sumatera.

2. Kerajaan Indragiri

Kerajaan Indragiri terletak di Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kabupaten Indragiri Hulu,
Provinsi Riau. Kerajaan Indragiri berdiri sejak tahun 1298, kerajaan ini didirikan oleh Raja
Kecik Mambang atau Raja Merlang. Kerajaan ini tumbuh menjadi kerajaan bercorak islam pada
abad ke 15. Menurut Berita Tome Pires, Kerajaan Siak menghasilkan padi, madu, timah, dan
emas. Pada awalnya, kerajaan Siak merupakan kerajaan bawahan Kerajaan Malaka pada masa
pemerintahan Sultan Mansyur Syah. Beberapa raja yang pernah memerintah Indragiri adalah
sebagai berikut.

1. 1298-1337: Raja Kecik Mambang alias Raja Merlang I.


2. 1337-1400: Raja Iskandar alias Nara Singa I.
3. 1400-1473: Raja Merlang II bergelar Sultan Jamalluddin Inayatsya.
4. 1473-1532: Paduka Maulana Sri Sultan Alauddin Iskandarsyah Johan NaraSinga II
bergelar Zirullah Fil Alam.
5. 1532-1557: Sultan Usulluddin Hasansyah.
6. 1557-1599: Raja Ahmad bergelar Sultan Mohamadsyah.
7. 1559-1658: Raja Jamalluddin bergelar Sultan Jammalludin Keramatsyah.
8. 1658-1669: Sultan Jamalluddin Suleimansyah.
9. 1669-1676: Sultan Jamalluddin Mudoyatsyah.
10. 1676-1687: Sultan Usulluddin Ahmadsyah.
11. 1687-1700: Sultan Abdul Jalilsyah.
12. 1700-1704: Sultan Mansyursyah.
13. 1704-1707: Sultan Modamadsyah.
14. 1707-1715: Sultan Musafarsyah.
15. 1715-1735: Raja Ali bergelar Sultan Zainal Abidin
16. 1735-1765: Raja Hasan bergelar Sultan Salehuddin Keramatsyah.
17. 1765-1784: Raja Kecik Besar bergelar Sultan Sunan.
18. 1784-1815: Sultan Ibrahim.
19. 1815-1827: Raja Mun bergelar Sultan Mun Bungsu.
20. 1827-1838: Raja Umar bergelar Sultan Berjanggut Keramat Gangsal.
21. 1838-1876: Raja Said bergelar Sultan Said Modoyatsyah.
22. 1876: Raja Ismail bergelar Sultan Ismailsyah.
23. 1877-1883: Tengku Husin alias Tengku Bujang bergelar Sultan Husinsyah.
24. 1887-1902: Tengku Isa bergelar Sultan Isa Mudoyatsyah.
25. 1902-1912: Raja Uwok. Sebagai Raja Muda Indragiri.
26. 1912-1963: Tengku Mahmud bergelar Sultan Mahmudsyah.

9
3. Kerajaan Kampar

Kesultanan Pelalawan atau Kerajaan Pelalawan (1725 M-1946 M) yang sekarang terletak
di Kabupaten Pelalawan, Riau. Periode pemerintahan di Pelalawan dibagi menjadi dua: periode
pra Islam dan pasca Islam. Pada era pra Islam, kerajaan ini masih bernama Pekantua. Sementara
pada era Islam, ada tiga kali pergantian nama, dari Pekantua Kampar, kemudianTanjung Negeri,
dan terakhir Pelalawan. Kerajaan ini eksis dari tahun 1380 hingga 1946.

Kerajaan Malaka pada masa pemerintahan Sultan Mansur Syah (1459-1477 M)


menyerang Kerajaan Pekantua, dan kerajaan Pekantua dapat dikalahkan. Kemudian Sultan
mengangkat Munawar Syah sebagai Raja Pekantua. Pada upacara penebalan, diumumkan bahwa
kerajaan Pekantua berubah menjadi "kerajaan Pekantuan Kampar"

Ketika kerajaaan Johor dipimpin oleh Sultan Abdul Jalil Syah (cucu Sultan Alauddin
Syah II, Raja Kampar), Tun Megat di Kerajaan Pekantua Kampar meminta salah seorang
keturunan Sultan Alauddin Riayat Syah II kembali ke Pekantua Kampar untuk menjadi raja.
Sekitar tahun 1590 M, Raja Abdurrahman dinobatkan menjadi Raja Pekantua Kampar dengan
gelar "Maharaja Dinda" (1590-1630 M). selanjutnya beliau memindahkan pusat kerajaan
Pekantua Kampar dari Pekantua ke Bandar Tolam.

Setelah mangkat, Maharaja Dinda digantikan oleh puteranya Maharaja Lela I, yang
bergelar Maharaja Lela Utama (1630-1650 M). Tak lama kemudian beliau pun mangkat, dan
digantikan oleh puteranya Maharaja Lela Bangsawan (1650-1675 M), selanjutnya digantikan
puteranya Maharaja Lela Utama (1675-1686 M). Pada masa pemerintahan Maharaja Lela Utama,
ibu kota kerajaan dipindahkan ke Sungai Nilo. Kerajaan ini dinamakan Kerajaan Tanjung
Negeri. Setelah beliau mangkat digantikan Maharaja Wangsa Jaya.

Ketika Maharaja Wangsa Jaya (1686-1691 M) mangkat digantiakn oleh puteranya


Maharaja Muda Lela (1691-1720 M), yang kemudian digantikan oleh puteranya Maharaja Dinda
II (1720-1750 M). Pada masa maharaja Dinda II sekitar tahun 1725 M terjadi pemidahan pusat
kerajaan Pekantua Kampar ke Sungai Rasau, salah satu anak sungai Kampar,dan nama kerajaan
"Pekantua Kampar" diganti menjadi kerajaan "Pelalawan". setelah beliau mangkat, digantikan
puteranya Maharaja Lela Bungsu (1750-1775 M), yang berhasil membuat hubungan dagang
dengan daerah sekitarnya.

Kemudian kerajaan tersebut tunduk kepada Kerajaan Siak, dan pada 4 Februari 1879
dengan terjadinya perjanjian pengakuannya Kampar berada di bawah pemerintahan Hindia
Belanda. Kerajaan Indragiri sebelum 1641 yang berada di bawah Kemaharajaan Malayu
berhubungan erat dengan Portugis, tetapi setelah Malaka diduduki VOC, mulailah berhubungan

10
dengan VOC yang mendirikan kantor dagangnya di Indragiri berdasarkan perjanjian 28 Oktober
1664.

Berikut ini urutan penguasa di Pelalawan, sejak era Islam :

1. Kerajaan Pekantua Kampar (1505-1675)

1. Munawar Syah (1505-1511)


2. Raja Abdullah (1511-1515)
3. Sultan Mahmud Syah I (1526-1528 )
4. Raja Ali/Sultan Alauddin Riayat Syah II (1528-1530)
5. Tun Perkasa/ Raja Muda Tun Perkasa (1530-1551)
6. Tun Hitam (1551-1575)
7. Tun Megat (1575-1590)
8. Raja Abdurrahman/Maharaja Dinda (1590-1630)
9. Maharaja Lela I/Maharaja Lela Utama (1630-1650)
10. Maharaja Lela Bangsawan (1650-1675 ).

2. Kerajaan Tanjung Negeri (1675-1725)

1. Maharaja Lela Utama (1675-1686)


2. Maharaja Wangsa Jaya (1686-1691)
3. Maharaja Muda Lela (1691-1720)
4. Maharaja Dinda II (1720-1725).

3. Kerajaan Pelalawan (1725-1946)

1. Maharaja Dinda II/Maharaja Dinda Perkasa/Maharaja Lela Dipati (1725-1750)


2. Maharaja Lela Bungsu (1750-1775)
3. Maharaja Lela II (1775-1798)
4. Sayid Abdurrahman/Syarif Abdurrahman Fakhruddin (1798-1822)
5. Syarif Hasyim (1822-1828)
6. Syarif Ismail (1828-1844)
7. Syarif Hamid (1844-1866)
8. Syarif Jafar (1866-1872)
9. Syarif Abubakar (1872-1886)
10. Tengku Sontol Said Ali (1886-1892 )
11. Syarif Hasyim II (1892-1930)
12. Tengku Sayid Osman/Pemangku Sultan (1930-1940)
13. Syarif Harun/Tengku Sayid Harun (1940-1946).

Pada masa Pemerintahan Sultan Syarif Harun (1940-1946), adalah masa pemerintahan
yang paling sulit di Kerajaan Pelalawan. Demi menjaga kemakmuran rakyat Pelalawan, pada
tahun 1946 Sultan Syarif Harun mendarma baktikan Pelalawan kepada Pemerintah Indonesia.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada uraian pembahasan dan analisis yang telah disampaikan dalam bab-bab sebelumnya,
maka penulis akan menyajikan kesimpulan yang diperoleh yaitu bahwa pengaruh Islam yang
sampai ke daerah-daerah merupakan akibat perkembangan Kerajaan Islam Samudera Pasai dan
Malaka. Kerajaan Islam yang ada di Riau dan Kepulauan Riau menurut berita Tome Pires (1512-
1515 ) antara lain Siak, Kampar, dan Indragiri. Kerajaan Kampar, Indragiri, dan Siak pada abad
ke-13 dan ke-14 dalam kekuasaan Kerajaan Melayu dan Singasari-Majapahit, maka kerajaan-
kerajaan tersebut tumbuh menjadi kerajaan bercorak Islam sejak abad ke-15. Jika kita dasarkan
berita Tome Pires, maka ketiga Kerajaan Kampar, Indragiri dan Siak senantiasa melakukan
perdagangan dengan Malaka bahkan memberikan upeti kepada Kerajaan Malaka. Ketiga
kerajaan di pesisir Sumatra Timur ini dikuasai Kerajaan Malaka pada masa pemerintahan Sultan
Mansyur Syah (wafat 1477). Bahkan pada masa pemerintahan putranya, Sultan Ala’uddin
Ri’ayat Syah (wafat 1488) banyak pulau di Selat Malaka (orang laut) termasuk Lingga-Riau,
masuk kekuasaan Kerajaan Malaka.

12
DAFTAR PUSTAKA

Reza, Ellya., Yasnel. (2016). Islamisasi di Riau (Kajian Sejarah dan Budaya Tentang Masuk dan
Berkembangnya Islam di Kuntu Kampar). Jurnal Kependidikan Islam, 2(1), 133-163.

Abduh, M.Arrafie. (2012). Peran Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyyah Abdul Wahab Rokan
(Dalam Dakwah dan Pendidikan Islam di Riau dan Sumut). Jurnal Ilmiah Keislaman, 11(2),
206-246.

13

Anda mungkin juga menyukai