Anda di halaman 1dari 3

NAMA : GILANG MIERADHIKA FAWZIYAH

NIM : 40020620650132

Demokrasi secara istilah berarti ‘demos‘ yang berarti rakyat dan ‘kratos‘ yang berarti
pemerintahan. Secara bahasa demokrasi berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat. Demokrasi merupakan bentuk dari pemerintahan politik yang kekuasaan
pemerintahnya berasal dari rakyat.

Maret 2020, segenap komponen bangsa mulai resah. Selanjutnya, tercekam rasa takut,
lantaran mulai merebaknya wabah corona virus.Sementara itu, pelajaran yang dapat dipetik
dari musibah covid-19 terkait praktik demokrasi di indonesia, pada khususnya, dan tata kelola
negara bangsa, pada umumnya, relatif belum mendapat perhatian secara seimbang. Indeks
demokrasi Indonesia beberapa tahun terakhir memang terus menurun, hal ini terlihat dari
kajian the economist intelligence unit pada 2006-2019. Skor tertinggi Indonesia tercatat pada
2015 (7,03) dan tahun 2019 turun menjadi (6,48). Dari skor 1-10, makin tinggi skornya,
makin baik kualitasnya. turunnya kualitas demokrasi indonesia beberapa tahun belakangan
ini disebabkan oleh antara lain,

Pertama, relasi antara negara dan masyarakat, tidak lagi bersifat satu arah, tetapi sudah
bersifat dua arah. Walaupun dibukanya peluang partisipasi masyarakat cenderung belum
sepenuhnya didasarkan pada iktikad untuk memperkuat masyarakat sipil, tetapi, lebih pada
kewajiban memenuhi agenda reformasi.

Kedua, relasi negara dan masyarakat lebih berkarakterkan relasi antarelite, yaitu antara elite
penguasa dan elite masyarakat. Kondisi ini kemudian telah melahirkan praktik demokrasi
elitis.

Ketiga, reformasi politik lebih dititikberatkan pada reformasi kelembagaan negara, namun
minus penguatan kapasitas. Kondisi itu berimplikasi pada terjadinya ‘pengekalan’ praktik
demokrasi prosedural.
Keempat, telah terjadi perluasan arena kebebasan sipil, namun minus kualitas. Realitas ini
ditandai, antara lain, masih dominannya ekspresi kebebasan sipil dengan cara-cara kekerasan,
dan adanya tindakan ke kerasan, baik oleh pihak negara maupun masyarakat, dalam meyikapi
ekspresi kebebasan sipil.

Kelima, pemilu berkarakterkan vote minus voice. Maksudnya, pemilu secara rutin
dilaksanakan sebagai ‘ritual politik’ untuk mendapat vote (suara masyarakat) guna
melegitimasi kekuasaan para elite. Namun, pada pascapemilu, sangat muskil memproduksi
voice. Lebih buruk lagi, justru yang dihasilkan adalah political noise.

Keenam, munculnya oligarki partai politik. Kenyataan ini ditunjukkan, antara lain, adanya
sentralisasi kekuasaan dalam tubuh partai politik, proses pengambilan keputusan dimonopoli
segelintir elite partai. Lalu, promosi posisi strategis tidak didasarkan pada sitem merit, dan
proses kaderisasi nyaris tidak berjalan.

Ketujuh, maraknya praktik politik transaksionis, yaitu memperlakukan kekuasaan sebagai


komoditas yang dapat diperjualbelikan. Fenomena ini terjadi hampir pada semua arena
politik. Mulai dari praktik beli suara pada pemilu, sampai dengan beli jabatan untuk posisi-
posisi strategis pada lembaga internal partai politik, maupun pada lembaga negara.

Kedelapan, munculnya realitas dinasti politik, yakni monopoli kekuasaan berdasarkan


hubungan kekeluargaan atau kekerabatan. Tendensi ini terjadi, sangat erat terkait dengan
adanya praktik politik transaksionis dan oligarki partai politik sebagaimana dikemukakan di
atas.

Kesembilan, maraknya praktik shadow state, yaitu hadirnya aktor di luar struktur formal
pemerintahan. Namun, dapat mengendalikan dan mengontrol para aktor penyelenggara
pemerintah. Formal, baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah. Kecenderungan ini
terjadi, juga tidak terlepas dari adanya praktik politik transaksionis, utamanya pada pemilu.

Kesepuluh, hadirnya gerakan counter reform, yaitu suatu gerakan ‘reformasi tandingan’, yang
sejatinya membawa spirit antireformasi, namun dikemas dalam bungkus dan lebel
proreformasi. Gerakan ini relatif sulit untuk dideteksi, namun sangat membahayakan bagi
masa depan demokrasi.
Selain problem di atas, adanya pandemi covid-19, menambah ancaman terhadap demokrasi
dengan alasan kedaruratan, ada potensi pemerintah akan mengabaikan suara-suara dari
publik. Tak hanya soal penanganan covid-19, kebijakan-kebijakan lain juga semestinya harus
tetap mengikuti prosedur demokrasi yang baik. Pengesahan RUU mineral dan batu bara
(minerba) oleh DPR. Beberapa waktu lalu menimbulkan kritik dari kalangan masyaraat sipil.
Rancangan UU tersebut dianggap tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat. Selain itu,
pengesahan ruu dimasa pandemic Covid-19 juga dianggap memanfaatkan situasi dimana
masyarakat sedang fokus pada penyelesaian pandemi covid-19 dan mengikuti arahan
pemerintah untuk tinggal di rumah. Pandemi covid-19 tentu saja menjadi pengalaman
pertama indonesia menghadapi wabah yang sangat luas, dan mempengaruhi hampir seluruh
sektor kehidupan. Namun demikian prinsip-prinsip demokrasi tidak boleh diabaikan, agar
jalannya pemerintahan tetap akuntabel. Dalam situasi seperti ini, peran masyarakat sipil
menjadi sangat penting. Pengawasan terhadap jalannya kekuasaan pemerintahan perlu
dilakukan dengan lebih optimal. Perlu dirumuskan suatu mekanisme baru dalam melakukan
pengawasan publik terhadap pemerintah saat situasi pandemi Covid-19 ini. Protes secara
konvensional, melalui aksi turun kejalan tentu saja tidak dapat dilakukan untuk mencegah
penyebaran covid-19. Dampak pandemi covid-19 dengan jalannya demokrasi di Indonesia
tantangan dari demokrasi di indonesia sebagai akibat dari adanya pandemi covid-19, yang
saat ini menyebar dengan cepat dan luas, secara tidak langsung telah menguji bagaimanakah
prinsip-prinsip yang ada di NKRI.

Jadi dengan adanya pemahaman diatas, diharapkan agar segenap bangsa dapat membangun
perspektif optimistik dan juga dapat merangsang sensivitas dari pihak-pihak terkait yang
berwajib untuk melakukan refleksi atas konsep dasar praktik demokrasi di tanah air sejauh
ini. Dan juga dengan adanya pandemi covid-19 ini, pemerintah dan seluruh warga negara
dapat bekerja sama dalam melawan covid-19. Komitmen “NKRI Harga Mati” dan “Daulat
Rakyat” yang diamanahkan melalui pilpres, pileg, dan pilkada tidak hanya berhenti pada
tingkat wacana, tetapi juga terwujud dalam bentuk kenyataan.

Anda mungkin juga menyukai