Anda di halaman 1dari 19

DEMOKRASI DAN HAM

Oleh: BEM KM UNNES

BAB 1
PENDAHULUAN

Pada bulan Mei 1998, kekuasaan rezim otoritarian ditumbangkan. Presiden Soeharto
dipaksa mengundurkan diri, protes massa pada sebagian besar rakyat, dipimpin oleh mahasiswa,
menolak keras terhadap rezim otoritarian yang berkuasa cukup lama. Mulai dari menteri-mentri
kabinet, politikus-politikus Soeharto, dan jenderal-jenderalnya dihadapkan pada pilihan:
memperparah situasi yang tidak bisa dikendalikan lagi melihat meningkatnya radikalisasi di
kalangan rakyat atau terpaksa melepaskan dukungan pada Soeharto. Pada akhirnya, mereka
memilih meninggalkan Soeharto. Protes massa dimenangkan oleh rakyat, Soeharto mengundurkan
diri. Rezim otoritarian akhirnya tumbang setelah berkuasa selama 33 tahun. Selama itu Indonesia
berada dalam cengkraman rezim otoritarian yang terjadi mulai dari pembunuhan massal yang
mengerikan, terjadi penindasan terhadap blok politik yang paling besar dikalangan basis rakyat.
Lebih dari 1 juta orang dibunuh, 20 ribu ditahan. Sebelum berakhirnya rezim otoritarian banyak
tuntutan massa dan tuntutan “reformasi total” banyak rakyat yang menginginkan perubahan.

Setelah rezim otoritarian berhasil dipaksa mengundurkan diri , Indonesia mengalami


proses transisi menuju demokrasi. Pemilu pertama setelah Orde Baru diadakan pada tahun 1999,
dan Abdurahman Wahid atau Gus Dur terpilih sebagai Presiden. Meskipun demokrasi di
Indonesia masih belum sempurna, Pemerintahan yang lebih demokratis telah meningkatkan hak-
hak asasi manusia dan memberikan ruang bagi partisipasi politik yang lebih luas bagi rakyat
Indonesia
A. Pengantar tentang periode pasca-Reformasi di Indonesia

Indonesia menganut pada paham demokrasi yang didirikan oleh bangsa Indonesia.
Mulai orde lama yang menggunakan demokrasi terpimpin, orde baru yang menggunakan
demokrasi sebagai simbol kekuasaan negara, namun tantangannya berbanding terbalik dengan
konsep demokrasi, praktiknya banyak penyimpangan demokrasi yang dilakukan oleh kekuasaan
rezim otoritarian. Pada era reformasi praktik demokrasi ditandai dengan berlangsungnya pemilu
demokratis dengan sistem multi partai. Akan tetapi praktik dalam demokrasi masih berpusar pada
demokrasi prosedural yang mengharuskan adanya partisipasi warga negara untuk memberikan
keputusan atas kontestasi pemilu demokratis, belum menyentuh pada praktik yang substansial
yang mana rakyat memegang kedaulatan tertinggi dengan tercapainya kesejahteraan rakyat. Sekali
lagi, praktik demokrasi pada berpusar pada demokrasi yang prosedural yang mana terdapat
dominasi pada produk demokrasi yang biasa disebut politik keluarga atau dinasti politik. Hal ini
bisa dilihat dari terpuruknya demokrasi yang dijalankan oleh rezim Jokowi, sudah 24 tahun pasca
reformasi tahun 98. Menurut data laporan lembaga pemantau demokrasi dari The Economist
Intelligence Unit (EIU) dengan skor indeks demokrasi 6,71, hal ini mengantarkan pada Indonesia
masuk dalam kategori negara demokrasi cacat yakni Flawed Democracy. Demokrasi saat ini
sangat rentan dikarenakan belum memutuskan hubungan dengan rezim otoritarian dari segi aspek
institusional, ekonomi dan perilaku politik. Maka bisa diambil kesimpulan bahwa masih ada tiga
warisan rezim otoritarian yang belum bisa diputuskan hubungannya yang mengalami kerentanan
demokrasi.

Dimulai dari segi aspek institusional, Indonesia masih menerapkan sistem pemilu
proporsional sebagai dasar proses elektoral. Sistem proporsional dinilai lebih kompatibel dengan
masyarakat yang majemuk, sehingga memungkinkan untuk merepresentasikan semua kelompok.
Akan tetapi, sistem tersebut menyebabkan kerentanan karena memunculkan kerumitan dalam
mengelola hubungan politik antarkelompok masyarakat yang berasal dari berbagai spektrum baik
ideologi, agama, etnis, maupun wilayah. sistem pemilu proporsional terbuka yang saat ini
diterapkan terasosiasi kuat dengan politik uang dan korupsi. Hal ini terjadi karena sistem
proporsional terbuka memungkinkan banyak calon anggota legislatif (caleg) untuk berkontestasi,
berkampanye secara masif, sehingga perputaran uang pun tidak bisa terhindarkan.
Dari segi aspek ekonomi, Indonesia juga belum berubah dibandingkan masa Orde Baru.
Struktur ekonomi nasional masih didominasi kelompok kecil yang berhubungan dengan
pemerintah. Partisipasi ekonomi masyarakat belum signifikan, negara belum bisa
mengintegrasikan aktor-aktor yang lebih kecil dalam struktur ekonomi nasional secara
keseluruhan. Ketiadaan perubahan juga bisa dilihat dari segi perilaku politik. Saat ini, kontrol
terhadap kekuasaan melalui mekanisme institusi yang tersedia secara formal dipertanyakan.

Terakhir dari segi aspek perilaku politik, dalam praktiknya terjadi banyak penyimpangan
demokrasi salah satunya politik keluarga atau dinasti politik. hal ini bisa dibuktikan secara terang-
terangan dilihat dari beberapa kali periode pemilu, namun, kali ini Tingkat keterwakilan keluarga
penguasa sangatlah gambling tanpa memikirkan etika politik didalamnya. Banyak keluarga yang
memiliki hubungan darah dan hubungan perkawinan justru terpilih dengan suara mayoritas sebagai
wakil rakyat di DPR RI. Diperkuat lagi dalam kontestasi pemilu 2024 adanya intervensi kekuasaan
yang berujung pada manipulasi prosedur dan pelanggaran etik di Mahkamah Kontitusi bagi
pencalonan Gibran Rakabuming Raka telah menciderai dari proses demokrasi yang tengah
berjalan. Jika disimpulkan dari seorang wakil rakyat, walikota, dan wakil presiden. Maka
mayoritas dari seorang anak penguasa. Mereka di dukung dari popularitas penguasa, dana yang
kuat, dan didukung oleh mesin birokrasi. Hal ini justru menciderai demokrasi dengan belum
melahirkan produk demokrasi yang dipilih karena keterwakilannya menyuarakan hak rakyat.

B. Pentingnya peran rakyat sipil dalam demokrasi

Dalam hal memulihkan demokrasi yang ada di Indonesia maka di butuhkan peran
rakyat sipil dalam demokrasi membangun keahlian teknokratik di bidang yang diadvokasi.
Ini bukan sekadar untuk mengimbangi negara, melainkan juga karena seluruh persoalan
dunia saat ini, misalnya pandemi, perubahan iklim, itu bersifat teknokratik. Maka dalam
konteks tersebut maka diperlukan penguatan gerakan masyarakat sipil dari segi
peningkatan kapasitas teknokratik. Masyarakat sipil harus bisa menjadi pengimbang
negara dalam memberikan perspektif pengelolaan negara.

Meski kondisi demokrasi terus menurun, maka rakyat sipil harus berperan dalam
menyuarakan pembebasan dari rezim otoritarianisme untuk meraih kebebasan individu,
tetapi juga mendorong perbaikan sosial ekonomi. Terkait isu yang disuarakan seperti
kebebasan politik tentang jaminan kebebasan berpendapat, oposisi, tetapi juga membawa
isu-isu kerakyatan seperti reforma agraria, penyelamatan lingkungan, peningkatan upah
buruh, serta penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM). tujuannya
menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi sebagai rujukan dalam penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Komitmen inilah yang harus terus menerus
diperjuangkan untuk mencegah terjadinya regresi dalam kehidupan berdemokrasi. Antara
lain dengan membangun semangat inklusivitas yang mampu menjangkau berbagai elemen
masyarakat, menjaga dan melindungi kebebasan sipil secara bertanggungjawab,
mendorong independensi peradilan dan penegakan supremasi hukum, serta meningkatkan
partisipasi politik rakyat.

BAB 2

Tinjauan Umum tentang perkembangan Demokrasi Pasca-Reformasi

A. Pemulihan Politik setelah jatuhnya rezim otoritarian

Setelah jatuhnya rezim otoritarian, Indonesia harus melalui proses pemulihan politik
dengan adanya perubahan sistem politik dan pemulihan demokrasi. Dengan tujuan
pemerintahan yang lebih demokratis telah diterapkan melalui perubahan konstitusional dan
pemilu yang teratur. Perubahan konstitusional yang dilakukan mencakup pembatalan sistem
pemerintahan yang dikendalikan oleh militer, yang digantikan oleh sistem pemerintahan yang
lebih demokratis. Juga diperkenalkan sistem pemilihan umum yang lebih transparan dan adil,
yang memungkinkan rakyat untuk memilih pemimpin mereka sendiri.

Pemilu yang teratur diadakan sejak tahun 1999, maka menyebabkan pemerintahan
yang lebih demokratis dan memberikan ruang bagi partisipasi politik yang lebih luas bagi
rakyat Indonesia. Pemerintahan yang lebih demokratis ini juga meningkatkan hak-hak asasi
manusia dan mengurangi praktik-praktik korupsi yang dilakukan oleh pemerintah. Meskipun
demokrasi Indonesia masih belum sempurna, pemerintahan yang lebih demokratis telah
meningkatkan kualitas hidup rakyat Indonesia dan memberikan harapan untuk pembaharuan
yang lebih baik dimasa depan.
B. Munculnya partai politik baru dan perubahan lanskap politik

Setelah jatuhnya rezim otoritarian, Indonesia melalui proses perubahan dan


pemulihan demokrasi yang diikuti dengan perkembangan Pemilu dan Partai politik Pasca
reformasi. Pemilu yang teratur diadakan sejak tahun 1999 dan menyebabkan perubahan besar
dalam sistem politik Indonesia. Pemilu di Indonesia diadakan setiap 5 tahun sekali dan diikuti oleh
sejumlah partai besar politik yang berbeda-beda. Partai politik yang berhasil dalam pemilu
mendapatkan hak untuk membentuk pemerintahan dan mengendalikan parlemen. Partai politik
yang dominan setelah reformasi adalah Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP) yang di pimpin oleh
Megawati Soekarnoputri, Partai Golkar yang sebelumnya merupakan Partai pemerintah di masa
Orde Baru yang kini dipimpin oleh Airlangga Hartarto dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang
merupakan partai yang didukung oleh kalangan muslim yang didirikan oleh Gus Dur.

Beberapa partai yang muncul seperti Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang
(PBB), Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Nasional Demokrat (Nasdem),
Partai Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan masih banyak lagi. Dengan adanya
sistem multipartai maka proses terbentuknya partai politik merupakan refleksi dari kesadaran
masyarakat tentang perlunya suatu wadah yang mampu memediasi relasi antara pemerintah dan
rakyat. Harapannya partai politik sebagai sarana untuk mengekspresikan kepentingan rakyat.
Namun begitu banyak tantangan yang harus dihadapi dengan banyaknya partai politik.

Tantangan partai politik di Indonesia tersandera oleh beberapa aspek masalah yakni
menyusutnya ideologi partai, kurangnya finansial pendukung, serta mendeknya rekrtumen partai
politik. Di Tingkat parlemen, ideologi partai politik mengalami generalisasi sehingga tak dapat
dibedakan secara spesifik. Akibatnya hilangnya spesifikasi pembeda ideologi partai, yang ada
hanya basis konstituen pragmatis. Kita bisa melihat secara terang-terangan bahwa ideologi partai
politik mencair sejalan dengan kepentingan pragmatis. Partai-partai yang berbeda platform
cenderung berkoalisi dengan duduk bersanding untuk satu kepentingan yang sama. Selain
menipisnya perbedaan, partai tidak konsisten mempertahankan ideologinya akibat persoalan yakni
ketiadaan sumber keuangan yang memadai. Dampak dari persoalan ini adalah merebaknya kasus
korupsi sebagai imbangan pengembalian modal partai politik.
C. Perkembangan institusi-institusi demokrasi seperti DPR, KPU, dan Bawaslu

DPR memiliki wewenang dan tugas yang mencakup pembuatan undang-undang,


pengawasan pemerintahan, serta menyalurkan aspirasi masyarakat. Beberapa fungsi utamanya
melibatkan pembahasan dan pengesahan undang-undang, persetujuan anggaran, serta
pemilihan dan pengawasan terhadap eksekutif. Selain itu, DPR bertanggung jawab dalam
menerima pengaduan dan aspirasi masyarakat untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan legislatif. Perkembangan institusi demokrasi, termasuk DPR,
melibatkan evolusi dalam representasi rakyat, transparansi kebijakan, dan partisipasi
masyarakat. Reformasi kelembagaan, peningkatan akuntabilitas, serta penggunaan teknologi
untuk keterbukaan informasi dapat menjadi bagian dari perkembangan tersebut. Selain itu,
perubahan dalam dinamika politik dan upaya meningkatkan efektivitas lembaga juga
berkontribusi pada perkembangan institusi demokrasi. Akan tetapi, tantangan dari DPR
mendapatkan kepercayaan publik yang paling rendah padahal DPR dipercaya publik sebagai
penyalur aspirasi rakyat. Nyatanya dalam hal ini berbanding terbalik melihat bahwasanya DPR
tidak bisa menjadi contoh yang baik sebagai public figure. DPR yang kini tidak bisa dipercaya,
sebagai jalan untuk korupsi dan tidak menepati janji.

Perkembangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melibatkan upaya untuk meningkatkan


integritas, transparansi, dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemilihan umum. Inovasi teknologi,
peningkatan partisipasi publik, serta langkah-langkah untuk mengatasi tantangan seperti politik
uang dan kecurangan pemilu juga dapat menjadi bagian dari perkembangan tersebut. KPU
memiliki peran penting dalam memastikan proses demokratis yang adil dan akuntabel dalam
pemilihan umum. Tingkat kepercayaan publik terhadap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dapat
dipengaruhi oleh kinerja lembaga tersebut dalam menjalankan fungsi pengawasannya.
Transparansi, responsibilitas terhadap pelanggaran, dan kemampuan menegakkan aturan
berkontribusi pada membangun kepercayaan masyarakat terhadap Bawaslu. Peningkatan
kesadaran masyarakat mengenai peran dan kewenangan Bawaslu juga dapat memengaruhi tingkat
kepercayaan publik terhadap lembaga ini dalam menjaga integritas dan keadilan dalam proses
pemilihan umum.

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) memiliki peran vital dalam memastikan integritas
dan transparansi selama proses pemilihan umum di Indonesia. Tugas utama Bawaslu meliputi
pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilu, pemantauan pelanggaran pemilu, dan penanganan
sengketa pemilihan. Bawaslu juga berperan dalam mengawasi kepatuhan partai politik, calon, dan
peserta pemilu terhadap aturan kampanye dan penggunaan dana kampanye. Melalui tugas-tugas
ini, Bawaslu bertujuan menjaga agar setiap tahap pemilu berlangsung secara adil, bersih dari
kecurangan, dan memberikan keyakinan kepada masyarakat terhadap proses demokratis. Tingkat
kepercayaan publik terhadap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dapat dipengaruhi oleh kinerja
lembaga tersebut dalam menjalankan fungsi pengawasannya. Transparansi, responsibilitas
terhadap pelanggaran, dan kemampuan menegakkan aturan berkontribusi pada membangun
kepercayaan masyarakat terhadap Bawaslu. Peningkatan kesadaran masyarakat mengenai peran
dan kewenangan Bawaslu juga dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga
ini dalam menjaga integritas dan keadilan dalam proses pemilihan umum.

BAB 3

Identifikasi Tantangan dan Kendala terhadap Demokrasi Pasca-Reformasi

A. Korupsi dan kekurangan akuntabilitas dalam pemerintahan

Pasca reformasi, Indonesia telah memasuki babak baru yang ditandakan oleh runtuhnya
rezim orde baru dibawah kekuasaan Soeharto. Di sisi lain juga banyak tuntutan dari masyarakat
yang mampu mendorong pemerintah untuk menerbitkan perundang-undangan dan kebijakan yang
mendukung lahirnya desentralisasi dan demokratisasi yang sampai saat ini masih berlangsung.
Desentralisasi yang terjadi telah mendorong terjadinya demokrasi di tingkat lokal sehingga
Indonesia seluruhnya menganut demokrasi. Hal ini sempat mematahkan anggapan bahwa Islam
dan demokrasi tak bisa bersatu. Akan tetapi, meskipun perkembangan demokrasi di Indonesia
telah berada di fase yang menggembirakan, dimana semua daerah di tingkat nasional maupun di
tingkat regional telah menggunakan demokrasi secara utuh, hal itu tidak dapat menghilangkan
virus akut orde baru yaitu Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Ironinya, demokrasi sama
sekali tidak mengatasi praktik KKN. Yang terjadi setelah pasca reformasi, demokratisasi telah
melahirkan neo-KKN. KKN berinkarnasi menjadi bentuk-bentuk politik kartel oligarkis, korupsi
gaya baru, dan dinasti politik (Irham, 2016).

KKN sampai saat ini masih menjadi PR yang sangat serius bagi pemerintah. KKN menjadi
tantangan besar demokrasi pasca-reformasi karena hal ini sama sekali tidak mencerminkan
demokrasi yang mengadopsi nilai-nilai "Liberty, Equality, Fraternity" yang berarti kebebasan,
persamaan, persaudaraan. Korupsi pasca reformasi mengalami perubahan. Pada masa orde baru
korupsi dilakukan secara terpusat. Hal ini berbeda dengan apa yang terjadi pada pasca reformasi,
korupsi telah menyebar layaknya virus yang menjangkit sangat cepat, tidak hanya di tingkat
nasional akan tetapi juga terjadi di tingkat-tingkat lokal. Inilah yang disebut perubahan gaya baru
dari korupsi.

Demokrasi dan korupsi adalah dua sejoli yang memiliki keterikatan layaknya anak muda
yang mengalami cinta pertamanya. Demokrasi itu bermuka dua, didepan tampak putih sementara
di belakang hitam, didepan tampak demokrasi sementara dibelakangnya terjadi tindakan korupsi.
Korupsi merupakan entitas yang tak terhindarkan dalam proses urusan publik dan pemenuhan
kepentingan kolektif masyarakat, baik dalam tahap perumusan kebijakan maupun pelayanan
publik yang berbasis masyarakat. Tersusunnya sebuah garis yang menandai batasan antara
kepentingan publik dan kepentingan individu atau kelompok merupakan representasi dari
kerapuhan struktural tindakan-tindakan koruptif. Warren menegaskan bahwa kemungkinan
terjadinya korupsi akan semakin besar ketika hubungan yang menghubungkan pembuatan
keputusan bersama dan pengaruh kekuatan masyarakat dalam proses demokratisasi, seperti
komunikasi aktif dan proses pemungutan suara, terhenti atau terganggu (Irham, 2016).

Di dalam sistem demokrasi haruslah ada relasi-relasi politis yang didasarkan pada
kecurigaan dan kepercayaan. Sehingga dari hal itu dapat mendorong pemerintah untuk melakukan
transpransi dan akuntabiltas selaku eksekutor dari sebuah kebijakan. Keterbukaan informasi publik
dan kesempatan akses yang merata terhadap struktur kekuasaan memberikan peluang bagi setiap
individu untuk berpartisipasi dalam pengawasan, sehingga tindakan korupsi yang dilakukan oleh
para pihak yang hanya mengedepankan kepentingan diri sendiri dapat dihindari atau setidaknya
kemungkinannya dapat diminimalkan. Menurut Klitgaard dalam Irham (2016), Corruption =
Monopoly + Discretion – Accountability, hal ini memberikan pemahaman untuk membentuk
landasan bagi lembaga-lembaga yang efektif dalam mencegah praktik korupsi. Oleh karena itu,
pandangan ini meyakini bahwa korupsi dapat ditekan melalui penerapan aturan yang diterapkan
secara tegas melalui prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang mencakup transparansi,
akuntabilitas, dan supremasi hukum.

B. Polarisasi Politik dan Konflik Ideologis

Polarisasi politik dan konflik ideologis telah menjadi isu yang mendominasi panggung
politik Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Fenomena ini kompleks dan mencakup berbagai
faktor yang saling terkait. Sejarah politik Indonesia dipenuhi dengan konflik ideologis, yang
mencakup perselisihan antara kelompok nasionalis dan komunis pada masa revolusi kemerdekaan.
Konflik ini menjadi lebih rumit dengan munculnya isu-isu agama, terutama setelah Indonesia
merdeka. Perselisihan antara kelompok agamis dan sekuler sering memicu ketegangan ideologis
yang mendalam.

Keberagaman budaya, agama, dan etnis merupakan ciri khas Indonesia. Dengan lebih dari
300 kelompok etnis dan beragam agama yang ada, negara ini menjadi lanskap yang kaya tetapi
kompleks secara sosial dan politik. Keberagaman ini seringkali menjadi sumber ketegangan politik
karena perbedaan pandangan yang muncul dari latar belakang budaya, agama, dan etnis yang
berbeda. Ketidaksetaraan ekonomi yang signifikan juga memainkan peran penting dalam
memperkuat polarisasi politik. Meskipun Indonesia telah mencatat kemajuan ekonomi yang
signifikan, kesenjangan antara kota dan pedesaan, serta antara wilayah yang kaya dan miskin, tetap
menjadi masalah serius. Ketidakpuasan terhadap distribusi kekayaan dan peluang ekonomi sering
dimanfaatkan oleh aktor politik untuk memperkuat polarisasi dan memperoleh dukungan politik.

Dinamika globalisasi juga berkontribusi pada polarisasi politik. Dengan teknologi


informasi dan media sosial yang semakin canggih, berbagai pandangan politik dan ideologi dapat
dengan mudah menyebar dan dipertahankan. Globalisasi juga membawa isu-isu kontroversial
seperti hak asasi manusia, lingkungan, dan nilai-nilai keagamaan, yang sering kali memperkuat
ketegangan politik di Indonesia. Perebutan kekuasaan politik menjadi faktor utama dalam
polarisasi politik di Indonesia. Kompetisi politik yang sengit, terutama menjelang pemilihan
umum, sering memicu retorika yang memperkuat perpecahan dan polarisasi di antara berbagai
kelompok politik. Politisi sering kali menggunakan isu-isu identitas, seperti agama atau etnis,
untuk memperoleh dukungan politik. Untuk mengatasi polarisasi politik, diperlukan pendekatan
yang komprehensif. Ini termasuk memperkuat dialog antara berbagai kelompok politik dan
masyarakat, meningkatkan kesadaran akan pentingnya persatuan dalam keberagaman, serta
mendukung pendidikan politik yang inklusif dan berbasis fakta. Selain itu, kebijakan yang adil dan
inklusif untuk mengurangi ketidaksetaraan ekonomi juga diperlukan sebagai langkah untuk
mengatasi polarisasi politik ini.

C. Persebaran disinformasi dan pengaruh media sosial

Tidak dapat dipungkiri perkembangan dari pemanfaatan teknologi dan jaringan kini telah
menyebar di setiap lini kehidupan. Misalnya di dalam penggunaan sosial media pengguna akan
dapat menyebarluaskan informasi dalam hitungan detik melalui pemanfaatan teknologi dan
jaringan. Hal ini memiliki dampak positif dan negatif. Adapun dampak positifnya setiap orang
akan dapat dengan mudah mengakses informasi dengan cepat, sementara negatifnya setiap orang
juga dapat terkecoh oleh berita palsu atau yang belakangan ini akrab disebut hoax.

Dalam aspek politik, hal ini sangat berbahaya. Khususnya dalam menjelang pemilu akan
selalu ada fitnah-fitnah yang terlempar dari satu paslon ke paslon lain yang biasa dilakukan oleh
buzzer. Hal ini dapat menyebabkan polarisasi politik yang menyebabkan runtuhnya semangat
persatuan sehingga masyarakat terbagi menjadi bagian dari kubu-kubu. Berdasarkan pernyataan
itu, Druckman, Peterson dan Slothuus (2013) mengaitkan dengan theory of motivated reasoning.
Teori tersebut menjelaskan fenomena bagaimana seseorang memiliki kecenderungan untuk
mencari informasi yang mengkonfirmasi pemikiran mereka (alias konfirmasi bias) dan cenderung
berdebat dan menolak bukti yang bertolak belakang dengan biasnya. Hal ini sangat berbahaya jika
dibiarkan saja. Calon penguasa yang buruk dan rakus senantiasa menghalalkan segala cara untuk
meraih keinginannya.

Tantangan demokrasi pasca-reformasi dari penggunaan teknologi dan jaringan ini juga
dapat mempengaruhi masyarakat untuk melakukan pembenaran atas tindakan kesewenangan yang
dilakukan oleh oligarki. Saat ini, hampir seluruh politisi terkemuka dan berpengaruh di bumi
pertiwi memiliki sosial media sebagai panggung elektoral. Di dalam sosial media, biasanya para
politisi-politisi tersebut akan menampilkan sisi baiknya terhadap masyarakat. Dari hal itu
masyarakat akan menganggap para politisi itu sempurna. Inilah yang menurut Druckman,
Petersonn dan Slothuus citra baik dari politisi tersebut akan selalu membekas di pikiran masyarakat
sehingga ketika terdapat berita yang memaparkan sesuatu yang buruk tentang politisi tersebut,
masyarakat cenderung menolak karena hal ini telah menjadi konfirmasi bias dalam pemikiran
masyarakat.

BAB 4

Peran Masyarakat Sipil dalam Menguatkan Demokrasi Pasca-Reformasi

A. Advokasi Hak Asasi Manusia dan Keadilan Sosial

Advokasi hak asasi manusia dan keadilan sosial adalah upaya untuk memperjuangkan hak-
hak dasar dan keadilan bagi semua individu dalam masyarakat. Ini melibatkan pengambilan
tindakan untuk melindungi, memperjuangkan, dan mempromosikan hak-hak asasi manusia, serta
memastikan bahwa setiap orang diperlakukan secara adil dan setara di hadapan hukum.
Sayangnya, pemerintah gemar sekali melakukan pembiaran terhadap peristiwa yang melanggar
hak asasi manusia. Salah satunya adalah peristiwa 98 yang menghilangkan 13 aktivis yang sampai
saat ini masih belum menemukan titik terang mengenai keberadaan dan kondisinya. Ironinya,
negara melakukan pembiaran dengan menerbitkan UU NO. 26 Tahun 2000 yang menyebabkan
terlepasnya hak mahkamah pidana internasional untuk mengadili pelanggaran terhadap hak asasi
manusia.

Sampai saat ini advokasi hak asasi manusia yang berorientasi kepada keadilan sosial masih
terus dilakukan. Hal ini dibuktikan dengan adanya aksi kamisan yang berlangsung 17 tahun
lamanya bahkan sampai saat detik ini pun masih terus berlangsung. Tidak hanya aksi kamisan,
saat ini akibat dari pembiaran yang negara lakukan terhadap pelanggaran hak asasi manusia juga
telah melahirkan aksi-aksi lainnya. Penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia yang seharusnya
menjadi tanggungjawab negara terus diadvokasikan agar negara kembali ke koridor tanggung
jawab yang seharusnya.
Dewasa ini, konsep ham telah mengalami perkembangan sejalan dengan kemajuan zaman
yang mengedapankan pemanfaatan teknologi dan jaringan. Kemajuan dalam bidang teknologi dan
jaringan dapat menyumbangkan pelanggaran hak asasi manusia dalam bentuk yang baru. Maka
dari itu, diperlukan sebuah inovasi untuk terus mengupayakan dan memperjuangakan keadilan
sosial melalui advokasi hak asasi manusia. Menurut Sopian dan Helfisar (2023), inovasi dalam
advokasi hak asasi manusia dapat melalui berbagai strategi hukum telah digunakan untuk melawan
ketidakadilan dan mempromosikan perlindungan hak asasi manusia. Beberapa strategi ini
termasuk litigasi strategis, litigasi transnasional, litigasi kepentingan publik, dan pendekatan non-
tradisional seperti aktivisme digital dan teknologi baru.

Advokasi untuk hak asasi manusia berada pada persimpangan kompleks antara kemajuan
hukum dan perubahan masyarakat, yang terus beradaptasi untuk mengatasi tantangan yang
semakin kompleks dan merespon peluang yang muncul. Selama beberapa dekade terakhir,
panorama aktivisme hak asasi manusia telah dipengaruhi secara mendalam oleh strategi hukum
yang inovatif dan pendekatan yang menggabungkan tradisi konvensional dengan teknologi
mutakhir, menciptakan landasan yang kuat untuk mendorong perubahan yang lebih luas dalam
isu-isu kemanusiaan (Sopian dan Helfisar, 2023)

B. Pengawasan Terhadap Kebijakan Pemerintah Dan Pelaksanaan Demokrasi


Melalui Citizen Lawsuit

Pengawasan terhadap kebijakan pemerintah dan pelaksanaan demokrasi merupakan bagian


integral dari sistem demokratis yang sehat. Ini melibatkan partisipasi aktif dari warga negara dalam
pemantauan dan evaluasi tindakan pemerintah serta proses politik secara keseluruhan. Pengawasan
ini memiliki peran krusial dalam mengatasi kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat atau
tidak di landaskan kepada nilai keadilan. Menurut Aristoteles, keadilan akan tercipta ketika semua
warga negara bahagia. Untuk mencapai kebahagiaan itu maka diperlukan pengawasan agar
pemerintah menciptakan kebijakan yang pro rakyat dan agar pemerintah setegak-tegaknya berada
di koridor demokrasi.

Indonesia adalah negara hukum yang seharusnya supremasi hukum menjadi prioritas
dalam melangsungkan pemerintahan. Sebagai negara hukum, masyarakat mendapatkan jalan
untuk melakukan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah dan pelaksanaan demokrasi melalui
citizen lawsuit. Citizen lawsuit adalah kehendak dari masyarakat terorganisir menyangkut
kepentingan umum yang dilanggar oleh siapapun atas pelanggaran kepentingan umum ini maka
diperlukan kontrol dari warga negara melalui citizen lawsuit (Nasir, 2017). Ditinjau dari
definisinya maka melalui citizen lawsuit setiap warga negara dapat mengajukan gugatan ke
pengadilan atas nama kepentingan umum. Selain itu, berdasarkan Putusan Nomor
28/Pdt.G/2003/PN.JKT.PST, dapat diperinci bahwa Citizen Lawsuit menunjukkan sifat-sifat
sebagai berikut:

1. Citizen Lawsuit memberikan hak kepada individu atau warga negara untuk mengajukan
gugatan di Pengadilan atas nama masyarakat secara keseluruhan atau kepentingan publik.

2. Salah satu tujuan utama Citizen Lawsuit adalah untuk melindungi warga negara dari potensi
kerugian yang timbul karena kelalaian atau pembiaran oleh pihak berwenang.

3. Citizen Lawsuit juga memberikan kesempatan bagi warga negara untuk menggugat negara
apabila tidak memenuhi kewajibannya dalam menjalankan undang-undang.

4. Para penggugat dalam Citizen Lawsuit tidak diwajibkan untuk membuktikan secara
langsung kerugian yang nyata dan dapat diukur.

5. Proses peradilan dalam Citizen Lawsuit cenderung kurang memihak terhadap tuntutan ganti
rugi, dengan lebih menekankan pada penegakan hukum dan pencapaian keadilan substansial
bagi masyarakat secara umum.
C. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendidikan Politik Dan Partisipasi Publik

Ancaman terhadap Kemandirian dan Integritas Masyarakat Sipil


Ketika kepercayaan masyarakat terhadap politikus dan penegakan hukum merosot, maka
pilar demokrasi akan terancam. Untuk melindungi kemandirian dan integriatas masyarakat,
penting untuk memiliki hukum dan mekanisme yang mendukung kebebasan berbicara, akses
informasi dan partisipasi publik dalam proses politik, tetapi pada kenyataanya hal ini tidak
dilakukan dengan baik. Dengan berjalanya kebijakan politik yang tidak tidak memadai hal ini
dapat menghambat kemajuan menuju demokrasi yang sehat dan berkembang.
A. Penindasan terhadap aktivis dan kelompok advokasi
Salah satu aspek penting dalam Demokrasi adalah Kebebasan berpendapat, kebebasan
berpendapat juga dipertegas dalam dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat.” Maka kebebasan perpendapat di Indonesia merupakan sebuah hak yang
dilindungi oleh konstitusi dan negara menjamin setiap orang memiliki kebebasan untuk
mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya.Namun pada
kenyataanya Negara masih menghianati UUD 1945 tersebut dalam pengimplementasinya,
berdasarkan data Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat
terjadinya 107 peristiwa serangan dan ancaman terhadap praktik kebebasan sipil maupun aktivis
dalam periode Desember 2022-November 20231. Jumlah ancaman dan intimidasi terhadap
masyarakat bisa jadi jauh lebih besar dari yang ditemukan Kontras. Sebab, tidak semua serangan
terhadap aktivis terlaporkan ataupun terekam media, baik nasional maupun lokal. Tingginya
tingkat serangan dan ancaman terhadap masyarakat sipil menjadi indikator menurutnya kualitas
demokrasi di Indonesia, satu satunya harapan untuk mengontrol pemerintah adalah masyarakat
sipil2. Jangan sampai negara ini jatuh pada otoritarianisme dengan tidak berfungsinya kontrol
terhadap kekuasaan
Sebagai contoh kasus pegiat aktivis Hak Asasi Manusia Haris Azhar dan Fatia dalam kasus
lord Luhut yang dikriminalisasi dan direpresi, kasus mahasiswa yang mengkritik pemerintah lalu
diintimidasi oleh aparat. Jika serangan dan ancaman terhadap para aktivis dan masyarakat sipil
terus berlanjut Indonesia akan mengalami penutupan ruang gerak masyarakat sipil. Kondisi ini
ditandai dengan hilangya kebebasan berpendapat, berkumpul dan berserikat, serta jaminan
keamanan bagi mereka yang berpendapat berbeda dengan para penguasa3
B. Penetrasi politik dalam organisasi masyarakat sipil
Penetrasi politik dalam organisasi masyarakat sipil merupakan fenomena yang dapat
membahayakan kemandirian dan integritas lembaga-lembaga tersebut. Masyarakat sipil umumnya
diharapkan berfungsi sebagai suara independen yang memperjuangkan kepentingan publik dan

1
Stop Intimidasi Terhadap Aktivis Dan Masyarakat Sipil - Opini - Majalah.Tempo.Co, n.d.
2
Ibid
3
Ibid
memonitor kebijakan pemerintah. Penetrasi politik juga dapat mengancam esensi kemandirian dan
mempengaruhi tujuan asli dari organisasi tersebut. Berikut beberapa dampat penetrasi politik pada
masyarakat sipil:
1. Penetrasi politik dalam organisasi akan menyebabkan hilangnya kredibilitas
organisasi masyarakat itu sendiri;
2. Dapat mengurangi kemampuan mereka untuk secara efektif memantau dan
mengkritisi kebijakan pemerintah
3. Menjadikan polarisasi masyarakat dan menjadikan organisasi tersebut tidak netral
4. Ketidakmampuan untuk mewakili kepentingan publik
Untuk menjaga kemandirian dan integritas organisasi masyarakat sipil, penting untuk
memiliki mekanisme pengawasan internal yang kuat, kebijakan pembiayaan yang transparan, dan
tata kelola yang baik. Masyarakat sipil harus tetap komitmen pada nilai-nilai independensi dan
netralitas agar dapat memenuhi peran mereka sebagai suara kritis dan pembela hak asasi manusia
dalam masyarakat.
C. Ketergantungan pada dana donor dan risiko mengorbankan kemandirian
Ketergantungan pada dana donor merupakan realitas yang sering dihadapi oleh banyak
organisasi masyarakat sipil (LSM) dan lembaga nirlaba. Meskipun dana donor dapat memberikan
sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan program dan proyek, namun adanya
ketergantungan yang berlebihan dapat membawa risiko mengorbankan kemandirian organisasi
seperti:
1. Ketergantungan yang tinggi pada donor membuat penentuan prioritas organisasi,
menggeser fokus dari kepentingan masyarakat kepada keinginan pen-donor
2. Organisasi yang sangat bergantung pada dana donor akan terhambat untuk menyuarakan
pandangan atau mengkritik pen-donor, terutama jika hal tersebut bertentangan dengan
kepentingan pendonor
3. Mengancam kelangsungan hidup organisasi dan program – programnya
Penting untuk diingat bahwa sambil mencari dukungan keuangan eksternal, organisasi masyarakat
sipil harus senantiasa berusaha mempertahankan kemandirian, integritas, dan tujuan utamanya
yang mengedepankan kepentingan masyarakat.

VI. Prospek Masa Depan untuk Masyarakat Sipil dalam Demokrasi Pasca-Reformasi
Prospek masa depan untuk masyarakat sipil dalam demokrasi pasca-reformasi sangat
dipengaruhi oleh perkembangan politik, sosial, dan ekonomi di suatu negara. Sejak berakhirnya
rezim Orde Baru pada tahun 1998, Indonesia memasuki masa transisi dari penyelenggaraan
pemerintahan secara otoritarian-sentralistis menuju demokratis-desentralistis4. Perubahan suasana
politik yang cukup mendasar terjadi, ditandai dengan meningkatnya intensitas hubungan antara

4
World Heritage Encyclopedia. (2019). New Order Indonesia. Project Gutenberg Self-Publishing Press.
negara dan masyarakat. Posisi negara yang pada era Orde Baru cenderung kuat dengan pembatasan
ekspresi warga negara mulai bergeser, diimbangi oleh kekuatan masyarakat sipil5.
Memasuki era reformasi, masyarakat sipil (civil society) tampil sebagai agen perubahan
dengan berbagai agenda untuk mewujudkan konsolidasi demokrasi6. Keberadaan masyarakat sipil
menjadi “ruh” dalam pelaksanaan demokrasi. Mereka memiliki peran penting dalam proses
penyusunan kebijakan yang plural. Keterlibatan masyarakat sipil adalah keniscayaan dalam setiap
negara demokrasi sebagai upaya pendalaman demokrasi.
Di Indonesia, keberadaan masyarakat sipil dijamin oleh UU No. 16 Tahun 2017 Tentang
Organisasi Masyarakat7. Faktor pendukung bagi masyarakat sipil untuk terus berkembang dalam
iklim demokrasi adalah adanya aturan hukum yang melindungi dan menjamin eksistensi mereka.
Organisasi masyarakat sipil memiliki peran penting dalam membangun dan memperkuat
demokrasi, melakukan kontrol sosial terhadap kinerja pemerintah dan institusi publik, serta
memperjuangkan hak-hak masyarakat.
Namun, keberadaan masyarakat sipil juga memiliki beberapa kelemahan, seperti otonomi
yang relatif lemah ketika berhadapan dengan kekuatan negara. Dalam tataran ekonomi dan sosial
politik, mereka masih bergantung pada negara, lembaga donor, dan para oligarki. Terlepas dari
kelemahan ini, masyarakat sipil tetap menjadi pilar penting dalam proses konsolidasi demokrasi
di Indonesia8.
A. Perlunya reformasi kelembagaan untuk memperkuat peran masyarakat sipil
Reformasi kelembagaan sangat penting untuk memperkuat peran masyarakat sipil dalam
demokrasi pasca-reformasi, apalagi hal ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan politik, sosial,
dan ekonomi. Reformasi kelembagaan diperlukan karena lembaga-lembaga di dalam suatu sistem
pemerintahan berperan penting dalam menjalankan fungsi-fungsi tertentu, seperti pembuatan
kebijakan, penegakan hukum, dan pelayanan publik. Reformasi kelembagaan bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi, transparansi, akuntabilitas, dan responsivitas lembaga-lembaga tersebut
agar dapat lebih baik melayani kepentingan masyarakat. Reformasi kelembagaan bukan hanya
sekadar alat peningkatan kinerja administratif, tetapi juga kunci untuk memperkuat partisipasi
masyarakat sipil.
Masyarakat sipil, sebagai agen independen di luar struktur pemerintahan, memiliki peran
krusial dalam menjaga keseimbangan kekuasaan, memastikan akuntabilitas, dan
merepresentasikan kepentingan masyarakat. Untuk memenuhi peran tersebut secara optimal,
masyarakat sipil memerlukan lingkungan institusional yang mendukung dan memfasilitasi
partisipasinya. Salah satu tujuan utama reformasi kelembagaan adalah memastikan keberlanjutan
dan independensi masyarakat sipil. Dalam hal ini, perubahan kebijakan dan praktik-praktik

5
Maherul, Mursal. (2020). Prospek Masyarakat Sipil di Era Reformasi dalam Konsolidasi Demokrasi.
6
Universitas Negeri Lampung. (____). Pendahuluan. Jurnal Digital Library. BandarLampung: Universitas
Lampung.
7
Sekretariat Kabinet RI. (2017). Undang-Undang Nomor16 Tahun 2017 Tentang OrganisasiMasyarakat. Diakses
melalui https://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/175343/UU%20Nomor%2016% 20Tahun%202017.pdf
8
Ibid
administratif harus diarahkan untuk menghindari potensi ketergantungan masyarakat sipil pada
pemerintah atau kelompok kepentingan tertentu yang dapat mengkompromikan kemandirian
mereka.
Reformasi kelembagaan bukanlah sekadar wacana administratif, melainkan fondasi bagi
peningkatan kualitas demokrasi dan partisipasi masyarakat sipil. Dengan memastikan bahwa
lembaga-lembaga pemerintahan beroperasi secara transparan, akuntabel, dan responsif, reformasi
kelembagaan menciptakan landasan yang kokoh untuk penguatan peran masyarakat sipil dalam
mengawasi, mengkritisi, dan memberikan kontribusi yang konstruktif dalam proses pembangunan
nasional.
B. Upaya meningkatkan kesadaran politik dan partisipasi publik
Meningkatkan kesadaran politik dan partisipasi publik adalah aspek penting dalam
membangun demokrasi yang kuat dan inklusif. Berikut adalah beberapa upaya yang dapat
dilakukan:
1. Pendidikan Politik: Pendidikan politik dapat dilakukan melalui berbagai saluran,
seperti keluarga, lembaga pendidikan, teman sebaya, media massa, dan organisasi
politik9. Melalui pendidikan, individu dapat meningkatkan kesadaran politik
mereka, diberdayakan untuk berpartisipasi secara aktif, dan membangun
pemahaman tentang pluralisme dan toleransi10.
2. Reformasi Kelembagaan: Transparansi dan akuntabilitas pemerintah harus
ditingkatkan melalui reformasi sistem pemerintahan dan perbaikan kebijakan,
penegakan hukum terhadap tindakan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan juga
harus diperkuat11.
3. Pembangunan Kapasitas Masyarakat: Masyarakat harus diberdayakan untuk
berpartisipasi dalam proses politik. Ini dapat dilakukan melalui pelatihan,
pendidikan, dan program-program pemberdayaan12.
4. Partisipasi dalam Pemilihan Umum: Pemilihan umum merupakan indikator
terpenting dalam suatu negara demokratis dimana prinsip kebebasan, keadilan dan

9
Upaya Mengembangkan Partisipasi Politik - Kompasiana.com. (n.d.). Retrieved February 10, 2024, from
https://www.kompasiana.com/riyantotimi/552c61776ea83499788b45d7/upaya-mengembangkan-partisipasi-
politik#google_vignette
10
Peran Pendidikan dalam Meningkatkan Kesadaran dan Partisipasi Politik di Indonesia Halaman 1 -
Kompasiana.com. (n.d.). Retrieved February 10, 2024, from
https://www.kompasiana.com/rizaldyrahadianp/6498ffa64addee754f4edfb2/peran-pendidikan-dalam-
meningkatkan-kesadaran-dan-partisipasi-politik-di-indonesia
11
Perkembangan Demokrasi di Indonesia: Tantangan dan Peluang - Kompasiana.com. (n.d.). Retrieved February
10, 2024, from
https://www.kompasiana.com/hendraandriyana4477/64e9649708a8b55072585dd2/perkembangan-demokrasi-
di-indonesia-tantangan-dan-peluang
12
Meningkatkan Partisipasi Politik Masyarakat Indonesia - Universitas Islam Indonesia. (n.d.). Retrieved February
10, 2024, from https://www.uii.ac.id/meningkatkan-partisipasi-politik-masyarakat-indonesia/
kesetaraan setiap warga negara terjamin, Masyarakat harus didorong untuk
berpartisipasi dalam pemilihan umum dan menggunakan hak pilih mereka13.
Dengan demikian, melalui upaya-upaya ini, kita dapat meningkatkan kesadaran politik dan
partisipasi publik dalam proses demokrasi

C. Membangun jejaring kerjasama antarorganisasi masyarakat sipil dan sinergi dengan


pemerintah
Membangun jejaring kerjasama antarorganisasi masyarakat sipil dan sinergi dengan
pemerintah merupakan suatu langkah strategis untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan
dan inklusif. Kolaborasi ini dapat memperkuat peran masyarakat sipil dalam mempengaruhi
kebijakan, meningkatkan efektivitas program pembangunan, serta mengoptimalkan pemanfaatan
sumber daya. Membangun jejaring kerjasama antarorganisasi masyarakat sipil dan sinergi dengan
pemerintah adalah suatu langkah penting dalam mencapai tujuan pembangunan yang
berkelanjutan. Berikut adalah beberapa poin penting yang dapat dijadikan acuan:
1. Kolaborasi Sektor Publik: Pemerintah dituntut untuk selalu menyesuaikan dengan
perkembangan lingkungan, baik internal maupun eksternal14. Reformasi dan
revitalisasi peran-peran organisasi publik dilakukan secara internal organisasi
untuk meningkatkan profesionalisme15. Jejaring pemerintahan adalah bagian dari
paradigma baru tata kelola publik yang berusaha mengoptimalkan peran
pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan publik dan pelayanan publik16
2. Sinergi dan Kolaborasi Penyelenggara Pelayanan Publik: Membangun dan
menjalin kerjasama yang baik dan saling menguntungkan antar instansi Pemerintah
diharapkan akan tercipta sinergi sehingga dapat mempercepat penyelesaian proses
bisnis, meningkatkan pemberian layanan kepada masyarakat sehingga tujuan
organisasi dapat tercapai17
3. Pelayanan Publik: Untuk mewujudkan pelayanan publik yang mudah dan cepat
diperlukan kontribusi dan sinergi semua pihak, Kontribusi itu berupa kebijakan,
pelaksanaan dan pengawasan yang harus berjalan beriringan dan saling bersinergi18

13
PEMILU SERENTAK 2024: Membangun Kesadaran Partisipasi Masyarakat Halaman 1 - Kompasiana.com. (n.d.).
Retrieved February 10, 2024, from
https://www.kompasiana.com/eko97683/644b75884addee1a0c0db3f2/pemilu-serentak-2024-membangun-
kesadaran-partisipasi-masyarakat
14
Haryono, N. (2012). Jejaring Untuk Membangun Kolaborasi Sektor Publik. Jejaring Administrasi Publik. Th IV.
Nomor, 1.
15
Ibid
16
Ibid
17
Sinergi dan Kolaborasi Penyelenggara Pelayanan Publik Kanwil DJKN Kalbar Mendorong Peningkatan Layanan
Serta Mewujudkan WBBM. (n.d.). Retrieved February 10, 2024, from https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-
kalbar/baca-artikel/14658/Sinergi-dan-Kolaborasi-PenyelenggaraPelayanan-Publik-Kanwil-DJKN-Kalbar-
Mendorong-Peningkatan-Layanan-Serta-Mewujudkan-WBBM.html
4. Pembangunan Jaringan Sosial dan Kerjasama: Langkah-langkah kerja dalam
membangun jaringan sosial dan kerjasama juga perlu diperhatikan.
Dengan demikian, sinergi antara organisasi masyarakat sipil dan pemerintah dapat terwujud
melalui jejaring kerjasama yang efektif dan efisien. Ini akan membantu dalam mencapai tujuan
pembangunan yang berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai