Sistem Indera PDF
Sistem Indera PDF
SISTEM INDERA
DISUSUN OLEH:
Kelompok 2
Cyntia
Ririn Safitri
Rizky Amelia
Tingkat : II A
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Sistem Indera .................................................................................... 3
2.3 Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera ......................................... 5
2.2.1 Mata ..................................................................................................... 5
2.2.2 Telinga ................................................................................................ 14
2.2.3 Hidung ................................................................................................... 19
2.2.4 Lidah ..................................................................................................... 22
2.2.5 Kulit ..................................................................................................... 23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
1. Usia
a) Bayi memiliki jalur saraf yang belum matang sehingga tidak bisa membedakan
stimulus sensori.
b) Lansia mengalami perubahan degeneratif pada organ sensori dan fungsi
persyarafan sehingga mengalami penurunan fungsi pada organ sensori, yaitu
penurunan penglihatan, pendengaran, kesulitan persepsi, penurunan diskriminatif
rasa dan sensitivitas bau, perubahan taktil, gangguan keseimbangan, dan
disorientasi tempat dan waktu.
2. Medikasi
3
a) Beberapa antibiotik seperti streptomisin, gentamisin dapat merusak syaraf
pendengaran.
b) Kloramfenikol mengiritasi syaraf optik.
c) Obat analgesik, narkotik, sedatif dan antidepresan dapat mengubah persepsi
stimulus.
3. Lingkungan
4. Tingkat kenyamanan
Nyeri dan kelelahan dapat merubah persepsi seseorang dan bagaimana dia
bereaksi terhadap stimulus.
6. Merokok
7. Tindakan medis
4
8. Tingkat kebisingan
2.2.1 Mata
1. Riwayat kesehatan
5
kondisi oftalmik sekarang. Informasi yang harus diperoleh meliputi informasi
mengenai penurunan tajam penglihatan, upaya keamanan, dan semua hal yang
terkait pada alasan melakukan pemeriksaan oftalmik.
c) Riwayat psikososial
6
Evaluasi gaya hidup klien, jenis pekerjaan, aktivitas hiburan, dan olahraga.
Tanaykan apakah masalah oftalmik yang dilaporkan mengganggu fungsi yang
biasa dilakukan.
Kaji bagaimana klien menghadapi masalah tersebut.
Tanyakan perasaan klien yang berhubungan dengan gangguan visual untuk
mengkaji keefektifan teknik koping klien.
Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya untuk mengetahui sejauh mana
pengetahuan klien tentang masalahnya untuk pemenuhan edukasi.
a. Kornea
b. Humor aquos
Jika pada humor aquos terdapat darah, maka cahaya tidak dapat
dihantarkan dengan baik.
c. Lensa kristalina
d. Corpus vitreum
7
A. Gangguan pada lintasan penglihatan
8
bila responden belum dapat melihat huruf teratas atau terbesar dari kartu
snellen atau kartu e maka mulai hitung jari pada jarak 3 meter (tulis
03/060).
hitung jari 3 meter belum bisa terlihat maka maju 2 meter (tulis 02/060),
bila belum terlihat maju 1 meter (tulis 01/060). Bila belum juga terlihat
maka lakukan goyangan tangan pada jarak 1 meter (tulis 01/300).
goyangan tangan belum terlihat maka senter mata responden dan tanyakan
apakah responden dapat melihat sinar senter (jika ya tulis 01/888).
bila tidak dapat melihat sinar senter disebut buta total (tulis 00/000)
Selanjutnya, uji fungsi visual, termasuk ketajaman penglihatan jarak dekat dan
jarak jauh, persepsi warna dan penglihatan perifer.
1 Uji penglihatan jarak jauh
Untuk menguji penglihatan jarak jauh pada klien yang dapat membaca
bahasa inggris, gunakan grafik alfabet snellen yang berisi berbagai ukuran
huruf. Untuk klien yang buta huruf atau tidak dapat berbicara bahasa
inggris, gunakan grafik snellen e, yang menunjukkan huruf-huruf dalam
berbagai ukuran dan posisi. Klien menunjukkan posisi huruf e dengan
menirukan posisi tersebut dengan jari tangannya.
uji setiap mata secara terpisah dengan terlebih dahulu menutup satu
mata dan kemudian mata yang lain dengan kartu buram berukuran 3 x
5 atau penutup mata. Setelah itu, uji penglihatan binokular klien
dengan meminta klien membaca gambar dengan kedua mata terbuka.
Klien yang normalnya memakai lensa korektif untuk penglihatan jarak
jauh harus memakainya untuk uji tersebut.
mulai dengan baris yang bertanda 20/20. Jika klien salah membaca
lebih dari dua huruf, pindahlah ke baris berikutnya 20/25. Lanjutkan
sampai klien dapat membaca baris tersebut dengan benar dengan
kesalahan yang tidak lebih dari dua. Baris tersebut menunjukkan
ketajaman penglihatan jarak jauh klien.
9
Uji penglihatan jarak dekat klien dengan memegang grafik snellen atau
kartu dengan kertas koran berukuran 30,5 sampai 35,5 cm di depan mata
klien, klien yang normalnya memakai kacamata baca harus memakainya
untuk uji ini. Seperti pada penglihatan jarak jauh, uji setiap mata secara
terpisah dan kemudian bersamaan.
10
Tes refleks cahaya korneal
- minta klien untuk melihat lurus ke depan sementara anda mengarahkan
sinar senter ke batang hidung klien dari jarak 30,5 sampai 38 cm.
Periksa untuk memastikan apakah kornea memantulkan cahaya di
tempat yang tepat sama di kedua mata. Refleks yang tidak simetris
menunjukkan ketidakseimbangan otot yang menyebabkan mata
menyimpang dari titik yang benar.
6 Reflek pupil
- pasien disuruh melihat jauh
- setelah itu pemeriksa mata pasien di senter / diberi cahaya dan lihat
apakah ada reaksi pada pupil. Normal akan mengecil
11
- perhatikan pupil mata yang satunya lagi, apakah ikut mengecil karena
penyinaran pupil mata tadi disebut dengan reaksi cahaya tak langsung
- cegah reflek akomodasi dengan pasien disuruh tetap melihat jauh
12
untuk melakukan pemeriksaan dengan oftalmoskop, tempatkan klien di
ruang yang digelapkan atau setengah gelap, anda dan klien tidak boleh
memakai kacamata kecuali jika anda sangan miop atau astigmatis.
Lensa kontak boleh dipakai oleh anda atau klien.
duduk atau berdiri di depan klien dengan kepala anda berada sekitar 45
cm di depan dan sekitar 15 derajat ke arah kanan garis penglihatan
mata kanan klien. Pegang oftalmoskop dengan tangan kanan anda
dengan apertura penglihat sedekat mungkin dengan mata kanan anda.
Letakkan ibu jari kiri anda di mata kanan klien untuk mencegah
memukul klien dengan oftalmoskop pada saat anda bergerak
mendekat. Jaga agar telunjuk kanan anda tetap berada di selektor lensa
untuk menyesuaikan lensa seperlunya seperti yang ditunjukkan di sini.
instruksikan klien untuk melihat lurus pada titik sejajar mata yang
sudah ditentukan di dinding. Instruksikan juga pada klien, bahwa
meskipun berkedip selama pemeriksaan diperbolehkan, mata harus
tetap diam. Kemudian, mendekat dari sudut oblik sekitar 38 cm dan
dengan diopter pada angka 0, berfokuslah pada lingkaran kecil cahaya
pada pupil. Cari cahaya oranye kemerahan dari refleks merah, yang
harus tajam dan jelas melewati pupil. Refleks merah menunjukkan
bahwa lensa bebas dari opasitas dan kabut.
bergerak mendekat pada klien, ubah lensa dengan jari telunjuk untuk
menjaga agar struktur retinal tetap dalam fokus.
ubah diopter positif untuk melihat viterous humor, mengobservasi
adanya opasitas.
kemudian, lihat retina, menggunakan lensa negatif yang kuat. Cari
pembuluh darah retina dan ikuti pembuluh darah tersebut ke arah
hidung klien, rotasi selektor lensa untuk menjaga agar pembuluh darah
tetap dalam fokus. Karena fokus tergantung pada anda dan status
refraktif klien maka diopter lensa berbeda-beda untuk sebagian besar
klien. Periksa dengan cermat seluruh struktur retina, termasuk
pembuluh darah retina, diskus optikus, latar belakang retina, makula
dan fovea.
periksa pembuluh darah dan struktur retina untuk warna, perbandingan
ukuran arteri dan vena, refleks cahaya arteriol, dan persilangan
13
arteriovenosa. Mangkuk fisiologis normalnya berwarna kuning-putih
dan dapat terlihat.
periksa makula pada bagian akhir karena sangat sensitis terhadap
cahaya.
14
o Pada individu dengan gangguan konduksi maka kondisi lingkungan
yang berisik akan membantu proses pendengaran.
o Individu yang dengan gangguan sensorineural akan mengalami
kesulitan memahami pembicaraan orang lain (orang lain dianggap
bergumam). Kondisi lingkungan yang berisik akan memperparah
gangguan pendengaran tersebut.
Apakah ada kesulitan memahami percakapan orang lain yang dialami?
Apakah ada perbedaan kondisi yang dialami dengan adanya perubahan
lingkungan?
- Kaji tanda dan gejala yang berhubungan dengan gangguan pendengaran:
Nyeri pada telinga
Tinnitus
o Merupakan suara yang secara kontinyu terdengar tanpa adanya stimulus
dari luar. Gangguan ini dapat dihubungkan dengan adanya gangguan
fungsi pendengaran dan belum dapat dijelaskan secara detil
penyebabnya.
Vertigo
o Merupakan persepsi pasien dimana dirinya atau lingkungan
disekitarnya seperti berputar. Gangguan ini dapat disebabkan karena
adanya gangguan pada telinga dalam, lesi N. VIII atau adanya
gangguan pada jalur persarafan dari telinga ke SSP.
Discharge dari telinga
o Dapat berbentuk cairan kental yang merupakan debris dari proses
inflamasi yang terjadi di kanal auditorius (pada telinga luar) atau
sebagai akibat adanya perforasi pada membran tymphani.
15
B. Pemeriksaan Fisik Telinga
Lakukan inspeksi pada setiap daun telinga (kanan dan kiri) dan bagian
bagiannya, apakah terdapat deformitas, benjolan atau lesi kulit
o Deformitas dapat ditemukan apabila terdapat trauma. Benjolan yang
dijumpai pada saat inspeksi dapat berupa kelloid, kista, basal cell
carcinoma, tophi.
Lihat kesimetrisan kedua daun telinga
16
Chronic Otitis Externa permukaan kulit pada kanal auditorius
tampak menebal, merah dan terasa gatal.
Tes Pendengaran
- Tes sederhana/klasik: tes arloji, tes berbisik, tes garpu tala
Semi kuantitatif
Berfungsi menentukan derajat ketulian secara kasar
Pastikan melakukan pemeriksaan ini dalam kondisi ruangan yang betul-
betul tenang,
Pemeriksaan dilakukan dari jarak (1-2 feet = 30,5-61 cm = 0,3-0,6 m)
17
Tuli sedang: 1 - <4 m
Tuli berat: 25 cm - <1 m
Tuli total: <25 cm
18
Gambar 5 Tes Weber (Schwatrz, n.d)
- Hasil tes Weber:
o Bila terdengar lebih keras ke salah satu telinga: lateralisasi ke telinga
tersebut
o Bila tdk dapat dibedakan ke arah mana yang lebih keras: tidak ada
lateralisasi
- Interpretasi Hasil:
o Normal: tidak ada lateralisasi
o Tuli konduktif: lateralisasi ke telinga yang sakit
o Tuli sensorineural: lateralisasi ke telinga yang sehat
19
Bersifat objektif dan non-invasif.
Prinsip pemeriksaan BERA adalah menilai potensial listrik di otak setelah
pemberian rangsang sensoris berupa bunyi.
Pemeriksaan BERA dpt dilakukan pada: bayi, anak dengan gangguan sifat
dan tingkah laku, retardasi mental, cacat ganda dan kesadaran menurun.
Pada orang dewasa dapat digunakan untuk memeriksa orang yang berpura-
pura tuli atau ada kecurigaan tuli saraf retrocochlea.
2.2.3 Hidung
A. Pengkajian & Pemeriksaan Fisik Sistem Indera Penciuman
20
2. Hiposmia merupakan penurunan kemampuan mendeteksi bau
3. Disosmia merupakan distorsi identifikasi bau (tidak bisa membedakan
bau)
4. Parosmia merupakan perubahan persepsi pembauan
5. Phantosmia merupakan persepsi bau tanpa adanya sumber bau
6. Agnosia merupakan ketidakmampuan menyebutkan maupun membedakan
bau, meski pasien dapat mendeteksi bau.
21
Congenital dapat menjadi faktor penentu gangguan penciuman. Hal ini
dikarenakan kelainan yang bersifat congenital berakibat pada hilangnya struktur
saraf. Misalnya, Kallman syndrome mengakibatkan anosmia akibat gagalnya
ontogenesis struktur olfaktorius dan hipogonadisme hipogonadotropik.
6. Gangguan endokrin
Gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, hipotiroidisme, maupun
hipoadrenalisme dapat mempengaruhi fungsi pembauan berupa gangguan persepsi
bau.
7. Trauma kepala
Trauma kepala pada basis fossa kranii anterior atau lamina kribiformis maupun
akibat proses pembedahan kepala atau saraf dapat menyebabkan regangan,
kerusakan, maupun terputusnya fila olfaktori halus sehingga menyebabkan
anosmia.
8. Toksisitas obat sistemik
Obat-obatan yang dapat mengubah sensitivitas bau yaitu obat neurotoksik (etanol,
amfetamin, kokain tropical, aminoglikosida, tetrasiklin, asap rokok).
9. Defisiensi gizi
Defisiensi gizi berupa vitamin A, thiamin, maupun zink terbukti dapat
mempengaruhi fungsi pembauan.
10. Penurunan jumlah serabut bulbus olfaktorius
Penurunan serabut bulbus olfaktorius sebesar 1% per tahun akibat penurunan sel-
sel sensorik pada mukosa olfaktorius dan penurunan fungsi kognitif di susunan
saraf pusat.
11. Proses degenerative.
Proses degenerative pada sistem saraf pusat berupa penyakit Parkinson,
Alzheimer, dan proses penuaan normal dapat mengakibatkan hiposmia. Pada
Alzheimer, hilangnya fungsi pembauan merupakan gejala pertama proses
penyakitnya. Sedangkan proses penuaan, terjadi penurunan penciuman yang lebih
pesat daripada pengecapan dan penurunan paling pesat terjadi pada usia 70an.
22
1. Pemeriksaan fisik untuk emenentukan sensasi kualitatif
Pemeriksaan fisik untuk emenentukan sensasi kualitatif yang paling sederhana
dapat menggunakan bahan-bahan odoran berbeda. Contohnya kopi, vanilla, selai
kacang, jeruk, limun, coklat, dan lemon. Pasien diminta untuk mengidentifikasi
bau dengan mata tertutup dan kemudian mencium aroma dari bahan-bahan odoran
tersebut.
Sedangkan saat ini terdapat beberapa metode yang tersedia untuk pemeriksaan
penciuman, yaitu:
a. Tes odor stix
Uji ini menggunakan pena penghasil bau-bauan. Penba ini dipegang dalam jarak
sekitar 3-6 inci dari hidung pasien untuk mengkaji persepsi bau pasien secara
kasar.
23
Penentuan ambang deteksi bau menggunakan alkhohol feniletil yang ditetapkan
dengan menggunakan rangsangan bertingkat. Masing-masing lubang hidung harus
diuji sensitivitasnya melalui ambang deteksi untuk fenil-etil metil etil karbinol.
2.2.4 Lidah
A. Pengkajian & Pemeriksaan Fisik Sistem Indera Pengecapan
24
Pasien dengan keluhan hilangnya rasa bisa dievaluasi secara psikofisis
untuk fungsi gustatorik selain menilai fungsi olfaktorius. Langkah pertama
melakukan tes rasa seluruh mulut untuk kualitas, intensitas, dan persepsi
kenyamanan dengan sukrosa, asam sitrat, kafein, dan natrium klorida.
Tes rasa listrik (elektrogustometri) digunakan secara klinis untuk mengidentifikasi
defisit rasa pada kuadran spesifik dari lidah. Biopsi papilla foliate atau
fungiformis untuk pemeriksaan histopatologik dari kuncup rasa masih
eksperimental akan tetapi cukup menjanjikan mengetahui adanya gangguan rasa.
2.2.5 Kulit
A. Pengkajian & Pemeriksaan Fisik Sistem Indera Perabaan
25
Uji sensasi nyeri dan sentuhan terbagi menjadi 2 macam, yaitu nyeri
superficial (tajam-tumpul) dan nyeri tekan.
1) Nyeri superficial
2) Nyeri tekan
26
c. Uji sensasi taktil
Uji sensasi taktil dilakukan dengan menggunakan sehelai dawai (senar) steril atau
dapat juga dengan menggunakan bola kapas. Pasien yang dalam keadaan mata
terpejam akan diminta menentukan area tubuh yang diberi rangsangan dengan
memberikan hapusan bola kapas pada permukaan tubuh bagian proksimal dan
distal. Perbandingan sensitivitas dari tubuh proksimal dan distal akan menjadi
tolak ukur dalam menentukan adanya gangguan sensori. Indikasi dari gangguan
sensori pada uji sensasi taktil ini berupa hyperestetis, anastetis, dan hipestetik.
Uji ini dilakukan dengan menggenggam sisi jari pada kedua tungkai yang
disejajarkan dan menggerakkannya ke arah gerakan jari. Namun yang perlu
diperhatikan adalah menghindari menggenggam ujung dan pangkal jari atau
menyentuh jari yang berdekatan karena lokasi sensasinya mudah ditebak
(memberikan isyarat sentuh). Pasien yang dalam keadaan mata terpejam diminta
untuk menentukan lokasi jari yang digerakkan.
Selain itu, uji ini juga dapat dilakukan dengan menguji posisi sensasi di sendi
metakarpalia palangeal untuk telapak kaki besar. Orang muda normal memiliki
derajat diskriminasi sebesar 1 sampai 2 derajat untuk gerakan sendi distal jari dan
3 sampai 5 derajat untuk kaki besar.
Uji sensasi vibrasi dilakukan menggunakan garpu tala frekuensi rendah (128 atau
256 Hertz) yang diletakkan pada bagian tulang yang menonjol pada tubuh pasien.
Kemudian pasien diminta untuk merasakan sensasi yang ada dengan memberikan
tanda bahwa ia dapat merasakan sensasi getaran. Apabila pasien masih tidak bisa
merasakan sensasi getaran, maka perawat menaikkan frekuensi garputala sampai
pasien dapat merasakan sensasi getaran tersebut. Pasien muda dapat merasakan
getaran selama 15 detik di ibu jari kaki dan 25 deti di sendi distal jari. Sedangkan
pasien usia 70 tahun-an merasakan sensasi getaran masing-masing selama 10
detik dan 15 detik.
27
f. Uji sensasi tekanan
a. Stereognosis
b. Diskriminasi 2 titik
d. Ekstinksi
28
Ekstinksi merupakan salah satu uji sensori yang menggunakan metode sentuhan
pada kedua sisi tubuh. Uji ini dilakukan pada saat yang sama dan lokasi yang
sama pada kedua sisi tubuh, misalnya lengan bawah pada kanan dan kiri lengan.
Apabila pasien tidak bisa menggambarkan jumlah titik lokasi sentuhan (biasanya
psien hanya merasakan satu sensasi), maka dapat dipastikan pasien teridentifikasi
adanya lesi sensoris.
e. Lokalisasi titik
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
29
Sistem indera berperan penting dalam hantaran informasi ke sistem saraf
pusat mengenai lingkungan sekitarnya. Pemeriksaan fisik pada sistem indera ini
sangat kompleks karena harus melibatkan pemeriksaan pada kelima sistem indra
tubuh yaitu penglihatan, pendengaran, pengecap, pembau, dan peraba.
Gangguan pada sistem indera disebabkan oleh adanya lesi pada saraf yang
mengatur sensori tubuh. Lesi-lesi tersebut dapat menghambat hantaran impuls
saraf. Pemeriksaan fisik sensori dapat dilakukan pada berbagai usia dan dilakukan
untuk dapat menentukan atau mengetahui apakan pasien tersebut mengalami
gangguan pada saraf sensorinya.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
http://kurniasariwika1.blogspot.co.id/2012/05/pengkajian-fisik-pada-sistem
sensori.html (diakses tanggal 17 Maret 2016).
30
https://alvivo23.wordpress.com/2012/06/04/pemeriksaan-fisik-sistem-sensori/
(diakses tanggal 17 Maret 2016).
http://dokumen.tips/documents/pemeriksaan-fisik-sistem-indera.html (diakses
tanggal 17 Maret 2016).
http://ners.unair.ac.id/materikuliah/MP_PEMERIKSAAN%20FISIK
%20TELINGA_NEW.pdf (diakses tanggal 17 Maret 2016).
https://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/prinsip-dan-metode-pemeriksaan-
fisik-dasar.pdf (diakses tanggal 17 Maret 2016).
31