Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN BALITA FISIOLOGIS PADA BY. Ny. M


USIA 6 JAM JENIS KELAMIN PEREMPUAN NEONATUS CUKUP BULAN
DI PUSKESMAS GUNUNGPATI, SEMARANG

Disusun Oleh :
Nama : Diah Pungkas Sari
NIM : P1337424818049

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN


JURUSAN KEBIDANAN SEMARANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Praktek Kebidanan Fisiologis Holistik Neonatus Fisiologis

pada By. Ny. M usia 6 jam Jenis Kelamin Perempuan dengn Neonatus Cukup Bulan

di Puskesmas Gunungpati, Semarang telah diperiksa dan disahkan pada tanggal: Mei

2019

Semarang, Mei 2019


Pembimbing Klinik Mahasiswa

Sittaningrum SST Diah Pungkas Sari


NIP. 197409102003122005 NIM. P1337424818049

Mengetahui
Pembimbing Institusi

Sri Wahyuni, SKp., Ns. M.Kes


NIP. 197102171998032001
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Pendahuluan dengan
judul “Laporan Pendahuluan Asuhan Kebidanan Neonatus Fisiologis pada By.
Ny. M usia 6 jam Jenis Kelamin Perempuan dengan Neonatus Cukup Bulan di
Puskesmas Gunungpati, Semarang” untuk memenuhui salah satu target praktik
profesi kebidanan semester II. Penyusunan Laporan ini tidak dapat berjalan dengan
lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan kali ini penulis
akan mengucapkan terimakasih pada:
1. Ibu Sri Rahayu, S.Kp,Ns,S.Tr.Keb,M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.
2. Ibu Ida Ariyanti, S.SiT., M.Kes. selaku Ketua Program Profesi Bidan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Semarang.
3. Ibu Sri Wahyuni, SKp. Ns. M.Kes selaku pembimbing institusi stage Neonatus,
Bayi Balita.
4. Ibu Sittaningrum, SST. sebagai Pembimbing Lahan yang telah memberikan saran,
dukungan, bantuan dan motivasinya guna terselesainya Laporan Pendahuluan ini.
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak
membantu dalam pembuatan tugas ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan Laporan Pendahuluan ini tentunya
masih jauh dari kesempurnaan, karena penulis masih dalam proses pembelajaran.

Oleh karena itu, penulis menyadari perlunya kritik dan saran dari semua pihak
demi kesempurnaan Laporan Pendahuluan ini. Semoga Laporan Pendahuluan ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.

Semarang, April 2019

Penulis
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Medis


1. Pengertian Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 sampai 42
minggu dan berat badannya 2.500 sampai 4.000 gram. Saat dilahirkan, bayi baru
lahir memiliki kompetensi perilaku dan kesiapan interaksi sosial. Periode
neonatal yang berlangsung sejak bayi lahir sampai usia 28 hari merupakan waktu
berlangsungnya perubahan fisik yang drastis. Transisi dari kehidupan di dalam
kandungan ke kehidupan luar kandungan memerlukan kemampuan bayi dalam
melakukan adaptasi terhadap perubahan yang dialami (Bidan dan Dosen
Kebidanan Indonesia, 2017).

2. Ciri- Ciri Bayi Baru Lahir Normal


MenurutDewi (2011), bayi baru lahir normal memiliki ciri- cirri sebagai berikut:
a. Lahir aterm antara 37 sampai 42 minggu.
b. Berat badan 2500 sampai 4000 gram.
c. Panjang badan 48 sampai 52 cm.
d. Lingkar dada 30 sampai 38 m.
e. Lingkar kepala 33 sampai 35 cm.
f. Lingkar lengan 11 sampai 12 cm.
g. Frekuensi denyut jantung 120 sampai 160 x/ menit.
h. Pernapasan ± 40 sampai 60 x/ menit.
i. Kulit kemerah- merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup.
j. Rambut lannugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna.
k. Kuku agak panjang dan lemas.
l. Nilai APGAR > 7.
m. Gerak aktif.
n. Bayi lahir langsung menangis kuat.
o. Refleks rooting, sucking, morro dan grasping sudah baik.
p. Genetalia telah matang.
q. Eliminasi yang baik dengan keluarnya mekonium dalam 24 jam pertama dan
berwarna hitam kecokelatan.
r. Bayi tidak mengalami hipotermi, hipoglikemi dan tanda gejala infeksi.
3. Perubahan Fisiologis Bayi Baru Lahir
Perubahan fisiologis yang terjadi pada bayi baru lahir yaitu:
a. Perubahan Pernapasan
Perubahan sistem pernapasan merupakan salah satu perubahan penting yang
dialami bayi baru lahir. Janin di dalam kandungan bergantung pada pertukaran
gas darah maternal melalui plasenta. Sebelum dilahirkan. Paru bayi yang
cukup bulan mengandung sekitar 20 ml cairan/ kg berat badan. Udara harus
mengganti cairan yang mengisi traktus respiratorius sampai alveoli. Pada
kelahiran pervaginam normal, sebagian cairan ini dikeluarkan dari trakea dan
paru bayi (Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia, 2017).
Saat kepala melewati jalan lahir, bayi akan mengalami penekanan
yang tinggi pada toraks. Tekanan ini akan hilang dengan tiba- tiba setelah bayi
lahir. Proses mekanis ini menyebabkan cairan yang ada di dalam paru- paru
hilang karena terdorong ke bagian perifer paru untuk kemudian diabsorpsi.
Oleh karena terstimulus sensor kimia, suhu serta mekanis, akhirnya bayi
memulai aktivitas napas untuk pertama kalinya (Bidan dan Dosen Kebidanan
Indonesia, 2017).
Tekanan intratoraks yang negatif disertai dengan aktivasi napas yang
pertama memungkinkan adanya udara yang masuk ke dalam paru. Setelah
beberapa kali napas pertma, udara dari luar mulai mengisi jalan napas pada
trakea dan bronkus, akhirnya semua alveolus mengembang. Pada bayi dengan
seksio sesaria, terutama jika tidak ada tanda persalinan, tidak mendapatkan
manfaat dari pengurangan cairan paru dan penekanan pada toraks, sehingga
mengalami paru basah yang lebih persisten. Situasi ini dapat mengakibatkan
takipnea sementara pada bayi baru lahir (Bidan dan Dosen Kebidanan
Indonesia, 2017).
b. Perubahan Sirkulasi
Adanya penutupan foramen ovale pada atrium jantung serta duktus arteriosus
antara arteri paru dan aorta. Pernapasan pertama menurunkan resistensi
pembuluh darah paru dan meningkatkan tekanan atrium kanan. Oksigen pada
pernapasan pertama ini menimbulkan relaksasi dan terbukanya sistem
pembuluh darah paru. Peningkatan sirkulasi ke paru mengakibatkan
peningkatan volume darah dan tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan
atrium kanan dan penurunan pada atrium kiri menyebabkan foramen ovale
menutup secra fungsional (Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia, 2017).
c. Termoregulasi
Bayi bergantung pada kemampuannya untuk menghasilkan panas, yaitu:
1) Kondusi
Kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi
permukaan yang dingin, misalnya meja, tempat tidur dan timbangan yang
temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh
bayi jika bayi diletakkan di atas benda- benda tersebut (Bidan dan Dosen
Kebidanan Indonesia, 2017).
2) Konveksi
Kehilangan panas tubuh terjadi saat bayi terpapar udara sekitar yang lebih
dingin, misalnya ruangan yang dingin, adanya aliran udara dari kipas
angin, hembusan udara melalui ventilasi atau pendingin ruanagan (Bidan
dan Dosen Kebidanan Indonesia, 2017).
3) Radiasi
Kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat benda-
benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh bayi,
karena benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun tidak
bersentuhan secara langsung) (Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia,
2017).
4) Evaporasi
Penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi
sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan (Bidan
dan Dosen Kebidanan Indonesia, 2017).
b. Pengaturan Glukosa
Dalam menjalankan fungsinya, otak membutuhkan glukosa dengan jumlah
tertentu. Pada setiap bayi lahir, glukosa darah akan turun dalam waktu cepat
yaitu satu sampai dua jam, sehigga ia harus mempertahankan kadar glukosa
darahnya sendiri. Koreksi penurunan gula darah dapat dilakukan dengan tiga
cara, yaitu melalui penggunaan ASI, penggunaan cadangan glikogen dan
pembuatan glukosa dari sumber lain, terutama lemak (glukoneogenesis) (Bidan
dan Dosen Kebidanan Indonesia, 2017).
4. Tahapan Bayi Baru Lahir
Menurut Dewi (2011: h.3), tahapan bayi baru ahir adalah sebagai berikut:
a. Tahap I terjadi segera setelah lahir, selama menit- menit pertama kelahiran.
Pada tahap ini digunakan sistem scoring apgar untuk fisik dan scoring gray
untuk interaksi bayi dan ibu.
b. Tahap II disebut tahap transisional reaktivitas. Pada tahap II dilakukan
pengkajian selama 24 jam pertama terhadap adanya perubahan perilaku.
c. Tahap III disebut tahap periodik, pengkajian dilakukan setelah 24 jam
pertama yang meliputi pemeriksaan seluruh tubuh.

5. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir


a. Asuhan bayi baru lahir (6- 8 jam setelah lahir)
1) Memotong dan merawat tali pusat bayi.
Penelitian yang dilakukan oleh (Rafika, 2018) menunjukkan bahwa
waktu penundaan pengkleman tali pusat berpengaruh terhadap kadar
hemoglobin pada bayi baru lahir. Saran penelitian ini perlunya petugas
kesehatan mengevalusi waktu penundaan pengkleman tali pusat yang
digunakan dalam APN agar meningkatkan kadar hemoglobin pada bayi
baru lahir.semakin lama waktu penundaan pengkleman tali pusat, maka
akan memberikan dampak yang lebih baik terhadap peningkatan jumlah
hemoglobin bayi, sehingga bisa mengurangi defisiensi zat besi bayi baru
lahir.
Kadar Hb dan eritrosit yang cukup memungkinkan tingkat
oksigenasi yang optimal dan dapat menyediakan sumber Fe yang sangat
bermanfaat bagi bayi. Sumber Fe yang cukup, sangat penting untuk
kehidupan selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan sel akan Fe,
termasuk produksi eritrosit. Fe sebagai salah satu mikronutrien penting
bagi sel. Besi adalah nutrien yang penting tidak hanya untuk
pertumbuhan normal, kesehatan dan kelangsungan hidup anak, tetapi
juga untuk perkembangan mental, motorik dan fungsi kognitif.
Penggunaan umbilical cord untuk menjepit tali pusat bayi saat
ini banyak digunakan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
(Lisfasiska and Asiyah, 2013) bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan antara kejadian infeksi tali pusat yang diikat dengan benang
atauumbilical cord. Namun hampir seluruh tali pusat bayi yang diikat
dengan benang mengalami perdarahan. Hal tersebut biasanya terjadi
ketika bayi telah dibawa pulang dari fasilitas kesehatan. Untuk
penggunaan dalam pengikatan tali pusat, dapat menyebabkan terjadinya
pertumbuhan mikroorganisme pada tali pengikat yang berdampak pada
terjadinya infeksi ketika proses pengeringan tali pusat dan sekitarnya
tidak sempurna atau ketika bayi ditempatkan pada lingkungan yang
lembab.
2) Mempertahankan suhu tubuh bayi
3) Memberikan vitamin K dengan dosis 1 mg intramuskuler.
4) Memberikan obat tetes/ salep mata untuk mencegah terjadinya oftalmia
neonatorum, khususnya di daerah dengan prevalensi gonorea tinggi,
bayi baru lahir perlu diberi salep mata sesudah 5 jam bayi lahir.
Pemberian obat mata eritromisin 0,5% atau tetrasiklin 1% dianjurkan
untuk pencegahan penyakit mata karena klamidia.
5) Melakukan identifikasi bayi meliputi biodata bayi, sidik telapak kaki
bayi serta mengukur berat lahir, panjang bayi, lingkar kepala, lingkar
perut dan catat dalam rekam medik.
b. Asuhan yang diberikan pada bayi usia 2 sampai 6 hari meliputi hal- hal yang
berkaitan dengan minum, BAB, BAK, tidur, kebersihan kulit, keamanan,
tanda- tanda bahaya dan penyuluhan sebelum pulang seperi mengajari
keluarga untuk merawat tali pusat, pemberian ASI, menjaga kehangatan
bayi, memberikan informasi tentang tanda- tanda bahaya pada bayi,
imunisasi, perawatan harian serta pencegahan infeksi dan kecelakaan.
Pemberian ASI bukan hanya berpengaruh baik pada bayi, namun bagi
ibu menyusui dapat memberikan manfaat yang baik. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh (Febriyanti, Yohanna and Nurida, 2018)
mengemukakan bahwa isapan bayi yang baik dapat mempengaruhi
kelancaran produksi ASI. Hal tersebut dikarenakan isapan bayi yang benar
dapat membantu memicu hormon prolaktin dalam memproduksi ASI pada
ibu.
Pemberian informasi tentang tanda bahaya serta perubahan fisiologis
yang mungkin terjadi pada bayi baru lahir, misalnya ikterik fisiologis. Angka
kejadian ikterus dapat ditemukan pada minggu pertama kehidupan pada se-
kitar 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. Ikterus yang
dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir ini merupakan ikterus yang
fisiologis, memiliki derajat ringan, yang terjadi karena adanya peningkatan
bilirubin bebas (indirect) di dalam darah neonatus. Bilirubin ini merupakan
hasil metabolisme hemoglobin yang terkandung di dalam sel darah
merah(Saiffudin, 2010).
Kondisi sel darah merah neonatus yang masih sangat muda
(immature), selnya berinti besar sehingga sangat mudah mengalami
hemolisis (pemecahan). Apabila mencapai masanya, sel darah merah ini
akan mengala- mi destruksi atau pemecahan. Sebagai manifestasinya, akan
terjadi akumulasi bilirubin bebas dalam darah neonatus yang umumnya akan
terlihat pada kulit, lapisan mukosa lainnya, serta sklera mata. Hal ini
disebabkan karena bilirubin bebas larut dalam lemak, padahal konsentrasi
lemak banyak terdapat di lapisan subkutan(Saiffudin, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Puspitosari, Sumarno dan Susatia
(2006) bahwa waktu paparan sinar matahari semakin meningkat, maka hal
ini secara signifikan dapat menurunkan tanda ikterus. Demikian pula
sebaliknya, semakin sedikit waktu paparan sinar matahari pagi akan semakin
meningkatkan tanda ikterus. Kandungan sinar matahari yang dapat
memberikan pengaruh berupa penurunan tanda ikterus adalah sinar biru,
yang merupakan komponen sinar ultraviolet. Bilirubin dalam kulit akan
menyerap cahaya secara maksimal dalam batas wilayah warna biru (mulai
dari 420-470 nm). Sinar biru yang merupakan kandungan dalam sinar
matahari tersebut dapat mengikat bilirubin bebas di permukaan tubuh (kulit)
sehingga mengubah sifat molekul bilirubin bebas yang semula larut dalam
lemak menjadi fotoisomer yang larut dalam air. Dengan pengubahan sifat
molekul yang dilakukan sinar biru ini pada akhirnya akan dapat mengurangi
tanda ikterus yang tampak pada bayi.
Penjemuran bayi baru lahir di bawah sinar matahari dilakukan dengan
menjemur bayi dibawah sinar mentari pagi antara jam 7 hingga 9 selama
sekitar setengah jam dengan dilakukan variasi posisi (terlentang, tengkurap,
maupun miring). Penjemuran di atas jam 9 akan merusak kulit bayi karena
sinar ultraviolet sangat kuat (Maulida, 2014).
c. Asuhan yang diberikan pada bayi usia 1 sampai 6 minggu meliputi
pendidikan kesehatan tentang tempat tidur yang tepat, memandikan bayi,
mengenakan pakaian pada bayi, perawatan tali pusat, perawatan hidung,
perawatan mata dan telinga, perawatan kuku, waktu yang tepat membawa
bayi keluar rumah, pemeriksaan satu tahun pertama, perawatan kulit,
aktivitas bermain bayi dan pemantauan berat badan.
Kenaikan berat badan bayi usia 0- 7 tahun dapat dirangsang dengan
menggunakan teknik pijat bayi. Penelitian yang dilakukan oleh Susila (2017)
mengemukakan bahwa pemijatan yang dilakukan pada bayi cukup bulan
selama 15 menit dua kali seminggu selama enam minggu dapat
meningkatkan kenaikan berat badan bayi. Peningkatan berat badan bayi ini
disebabkan oleh terjadi karena bayi yang dipijat mengalami peningkatan
tonus nervus vagus (saraf otak ke-10) yang membuat kadar enzim
penyerapan gastrin dan insulin meningkat sehingga penyerapan sari
makanan menjadi lebih baik.

B. Teori Asuhan Kebidanan


1. Pengertian Asuhan Kebidanan
Asuhan kebidanan adalah bantuan yang diberikan oleh bidan kepada individu
pasien atau klien yang pelaksanaannya dilakukan dengan cara bertahap dan
sistematis serta melalui suatu proses yang disebut manajemen kebidanan
(Soepardan, 2008).

2. Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam
menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari
pengkajian, analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi(Soepardan, 2008).

3. Langkah- Langkah Varney dalam Manajemen Kebidanan


Langkah Varney dalam manajemen kebidanan meliputi:
a. Pengumpulan data dasar
Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua data
yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Merupakn langkah
pertama untuk mengumpulk yang berkaitan dengan kondisi pasien.an semua
informasi yang akurat dari semua sumber (Ambarwati and Wulandari, 2008).
b. Interpretasi data dasar
Pada langkah ke-dua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah
berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.
Data dasar tersebut kemudian diinterpretasikan sehingga dapat dirumuskan
masalah dan diagnose yang spesifik. Baik rumusan diagnosis maupun
rumusan masalah keduanya harus ditangani, meskipun masalah tidak bisa
dikatakan sebagai diagnosis tetapi harus mendapatkan penanganan
(Soepardan, 2008).
c. Identifikasi diagnosa/ masalah potensial dan antisipasi penanganannya
Pada langkah ketiga ini mengidentifikasikan masalah potensial berdasarkan
diagnosa atau masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan
antisipasi bila memungkinkan dilakukan pencegahan (Soepardan, 2008).
d. Mengidentifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera
Mencerminkan sifat kesinambungan proses penatalaksanaan yang tidak
hanya dilakukan selama perawatan primer atau kunjungan prenatal periodik,
tetapi juga saat bidan melakukan perawatan berkelanjutan bagi wanita
tersebut. Data baru yang diperoleh terus dikaji dan kemudian dievaluasi.
Beberapa mengindikasikan sebuah situasi kegawatdaruratan yang
mengharuskan bidan mengambil tindakan secara cepat untuk
mempertahankan nyawa ibu dan bayinya(Soepardan, 2008).
e. Merencanakan asuhan
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyuluh ditentukan oleh
langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen
kebudanan terhadap diiagnosa atau masalah yang telah diidentifikasikan atau
di antisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tida lengkap dilengkapi
(Soepardan, 2008).
f. Melaksanakan perencanaan
Pada langkah ini direncanakan asuhan menyeluruh dilakukan dengan efisien
dan aman. Pelaksanaan ini di lakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian
dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehtan lainnya (Soepardan, 2008).
g. Evaluasi
Dalam langkah ini dilakukan evaluasi keefektivan dari asuhan yang sudah
diberikan meliputi evaluasi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah
benar-benar telah terpenuhi sebagimana diidentifikasi di dalam diagnosis dan
masalah (Soepardan, 2008).
4. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan
SOAP adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan tertulis. Seorang
bidan hendaknya menggunakan SOAP setiap kali bertemu dengan klienya dalam
masa antenatal. Seorang bidan dapat menuliskan satu catatan SOAP untuk setiap
kali kujungan(Soepardan, 2008).
SOAP sebagai suatu metode pendokumentasian asuhan kebidanan, metode ini
disarikan dari proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan. Dipakai untuk
mendokumentasikan hasil asuhan klien dalam rekam medis klien sebagai catatan
perkembangan/kemajuan (progress note)menurut Soepardan (2008) yaitu:
a. Subyektif (S) yaitu apa yang dikatakan, disampaikan, dikeluhkan oleh
pasien.
b. Obyektif (O) yaitu apa yang dilihat, diraba, dirasakan oleh bidan saat
melakukan pemeriksaan dan dari hasil pemeriksaan laboratorium.
c. Assesment (A) yaitu kesimpulan apa yang dibuat berdasarkandata subyektif
dan obyektif sebagai hasil pengambilan keputusan klinis terhadap klien
tersebut.
d. Planing (P) yaitu apa yang dilakukan berdasarkan hasil kesimpulan dan
evaluasi terhadap hasil keputusan yang diambil dalam rangka mengatasi
masalah klien/memenuhi kebutuhan klien.
Tabel 2.1 Pendokumentasian
Tujuh Langkah dari Lima Langkah SOAP/Note/Progress
Helen Varney Kompetensi Inti Bidan Note
Indonesia
1. Pengumpulan Data 1. Pengumpulan data 1. Subyektif
2. Obyektif
2. Identifikasi 2. Identifikasi 3. Assesement/
Diagnosa/ Diagnosa/Masalah Diagosa
Masalah aktual
3. Antisipasi
diagnosa/ Masalah
Potensial
4. Menilai perlunya
tindakan segera/
konsultasi/ rujukan
5. Pengembangan 3. Membuat rencana 4. Planning/ Rencana
rencana asuhan tindakan Tindakan:
a. Konsultasi/
Rujuk
b. Pemeriksaan
Diagnosa
c. Pemberian
Pengobatan
d. Pendidikan
Kesehatan dan
konseling
e. Follow Up
kesehatan
6. Implementasi 4. Implementasi
Asuhan
7. Evaluasi 5. Evaluasi
efektifitas asuhan
BAB IV
PEMBAHASAN

Penyusun melakukan asuhan kebidanan pada By.Ny.M usia 6 jam Jenis


Kelamin Perempuan Neonatus Cukup Bulan Normal, yang dimulai sejak tanggal 16
April 2019. Ada beberapa hal yang penyusun uraikan pada bab pembahasan ini
dimana penyusun akan membahas kesenjangan dan kesesuaian antara teori dan
penatalaksanaan dari kasus yang ada.
A. Data Subjektif
Dari pengkajian diperoleh data identitas bayi yaitu By. Ny. M lahir pada
tanggal 16 April 2019, pukul 08.10 WIB, jenis kelamin perempuan. Pada
pengukuran antropometri didapatkan hasil BB lahir adalah 3500 gram. Menurut
teori dari Dewi (2010), menyatakan berat bayi baru lahir yang normal yaitu
berat badan bayi 2500-4000 gram sehingga sesuai teori tersebut berat badan By.
Ny. M termasuk normal.
Menurut Dewi (2010), pola kebiasaan sehari-hari yang dikaji adalah pola
nutrisi, ibu memberikan ASI sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan bayi,
yaitu setiap 2-3 jam sekali. Pada pola eliminasi, umumnya mekonium keluar
dalam 24 jam setelah lahir. Bayi berkemih dengan frekuensi 6-10 kali sehari.
Pola Istirahat, bayi baru lahir sampai usia 3 bulan rata-rata tidur selama 16 jam
sehari. Sesuai dengan hasil pengkajian bahwa By. Ny. M diberikan ASI secara
on demand, bayi sudah BAK sebanyak 2 kali, dan BAB 1 kali. By. Ny. M lebih
banyak tidur, bangun hanya untuk minum ASI kemudian tidur lagi.
Menurut Dewi (2010), refleks yang dimiliki oleh neonatus normal adalah
Rooting reflek baik, ketika pinggir mulut bayi disentuh bayi akan mengikuti
arah sentuhan tersebut dan membuka mulutnya. Sucking reflek, yaitu ketika
bagian atas atau langit-langit mulut bayi di sentuh maka bayi akan mulai
menghisap dari lemah menjadi kuat. Morro reflek baik, bila dikagetkan bayi
akan memperlihatkan gerakan seperti memeluk. Asymetric tonic neck baik,
yaitu ketika kepala bayi menengok ke satu sisi, ia akan memanjangkan lengan
di sisi yang sama. Palmar Graff reflek baik, bila diletakkan beda pada telapak
tangan bayi akan menggenggam.Babinski reflek baik, yaitu ketika telapak kaki
bayi digaruk jempol bayi akan mengarah ke atas, dan jari-jari kaki lainnya akan
terbuka. Pada praktiknya, By. Ny. M mempunyai refleks yang baik meliputi
rooting refleks, sucking refleks, grasp refleks, morrow refleks, tonic neck
refleks, babinski refleks.
Sehingga pada data subjektif, tidak ada kesenjangan antara teori dan
praktek.
B. Objektif
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu N: 140x/menit, RR: 42x/menit.
S: 36,6°C. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan denyut jantung
normal neonatus adalah 120-140 kali per menit dan tidak terdengar bunyi
murmur, status pernapasan yang baik adalah napas dengan laju normal 40-60
kali per menit, tidak ada wheezing dan ronkhi dan suhu normal adalah 36,50C-
37,50C (Dewi, 2011).
Menurut Kemenkes RI (2013), pemeriksaan pada abdomen normalnya
perut bayi datar, teraba lemas, tali pusat masih basah, tidak ada perdarahan tali
pusat. Pemeriksaan pada mata normalnya tidak ada kotoran atau sekret. Pada
hasil pemeriksaan By. Ny. M adalah simetris, bising usus 12x/menit, tidak ada
kelainan pada tali pusat, tidak ada perdarahan tali pusat, dan tidak ada tanda-
tanda infeksi pada tali pusat.
Dengan demikian, tidak ada kesenjangan yang ditemukan adantara teori
dan praktik.
C. Analisa
Diagnosa yang ditegakkan berdasarkan data yang telah diperoleh yaitu
By.Ny. M usia 6 jam Jenis Kelamin Perempuan Neonatus Cukup Bulan
Normal. Dari pengkajian tidak ditemukan masalah, diagnosa potensial dan
kebutuhan segera pada praktik tidak ada, hal ini juga sesuai dengan teori
dimana pada keadaan normal dapat diabaikan (Saminem, 2006).
D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada bayi baru lahir usia 6 jam pada praktik secara
prinsip tidak berbeda dengan teori dari Kemenkes RI, (2013) yaitu
memberitahu hasil pemeriksaan, menjaga kehangatan, memberikan bayi ke ibu,
memberikan pendkes tentang perawatan tali pusat, menganjurkan ibu untuk
menjaga kebersihan bayi, dan memberikan KIE tentang tanda bahaya bayi baru
lahir.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Reni, dkk (2018), dengan
judul Difference between Open Care and Dry Gauze Care of Umbilical Cords
on the Newborns’ Umbilical Cord Detachment Length of Time, hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden dengan tali pusat terbuka berjumlah 40 bayi
dengan lama pelepasan tali pusat 1-7 hari sebanyak 31 bayi dan 9 bayi yang >7
hari. Responden dengan tali pusat tertutup kassa kering berjumlah 40 bayi
dengan lama pelepasan tali pusatnya 1-7 hari sebanyak 38 bayi dan 2 bayi yang
>7 hari. Sehingga By. Ny. M diberikan perawatan tali pusat secara tertutup,
kering dan bersih.
Dengan demikian tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek.
Pada evaluasi, hasil yang didapatkan sudah sesuai dengan pelaksanaan yang
sudah dilakukan. Dengan demikian rencana dan pelaksanaan yang dilakukan
sudah efektif.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa By. Ny. M
merupakan bayi baru lahir normal karena lahir pada usia kehamilan 40 minggu dan
berat badannya 3500 gram dengan ciri- ciri tertentu dan mengalami beberapa
perubahan sebagai adaptasi dari dalam kandungan ke luar kandungan. Penanganan
bayi baru lahir dilakukan sesuai dengan kebutuhan klien dan jadwal kunjungan
neonatal. Penatalaksanaan yang dilakukan meliputi memberitahu ibu hasil
pemeriksaan, menjaga kehangatan bayi, mendekatkan bayi kepada ibu, memberikan
KIE tentang perawatan tali pusat, menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan bayi,
memberikan KIE tentang tanda bahaya bayi baru lahir, dan menganjurkan ibu
menjaga kehangatan bayi

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa mampu meningkatkan keterampilan dalam memberikan
asuhan kebidanan sesuai kebutuhan pada neonatal.
2. Bagi Pusat Kesehatan Masyarakat
Diharapkan pusat pelayanan kesehatan mampu memberikan pelayanan dan
asuhan sesuai evidance based.
3. Bagi Institusi Perguruan Tinggi
Diharapkan mampu mengembangkan penelitian ilmiah terkait dengan asuhan
kebidanan pada neonatal.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, E. R. and Wulandari, D. (2008) Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia (2017) Kebidanan Teori dan Asuhan. Edited
by Runjati and S. Umar. Jakarta: EGC.

Dewi, V. L. L. (2011) Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta: Salemba Medika.

Febriyanti, H., Yohanna, W. S. and Nurida, E. (2018) ‘Kelancaran Produksi ASI pada
Ibu Post Partum Ditinjau dari Inisiasi Menyusu Dini dan Isapan Bayi’, Jurnal
Ilmu Kesehatan, 3(1), pp. 39–46.

Lisfasiska and Asiyah, S. (2013) ‘Perbedaan Kejadian Perdarahan Dan Infeksi Tali
Pusat Yang Diikat Dengan Benang Dan Umbilical Cord Clamp’, Jurnal Ilmu
Kesehatan, 2(1), pp. 87–94.

Maulida, L. F. (2014) ‘Ikterus Neonatorum’, Profesi, 10(26), pp. 39–43. Available at:
https://ejournal.stikespku.ac.id/index.php/mpp/article/viewFile/63/54.

Puspitosari, R. D., Sumarno and Susatia, B. (2006) ‘Pengaruh Paparan Sinar Matahari
Pagi terhadap Penurunan Tanda Ikterus Neonatorum Fisiologis’, Jurnal
Kedokteran Brawijaya, 22(3), pp. 561–563.

Rafika (2018) ‘Waktu Penundaan Pengkleman Tali Pusat Terhadap Kadar Hemoglobi
Pada Bayi Baru Lahir’, Jurnal Kesehatan, 1(2), p. 7. Available at:
http//:jurnal.fkmumi.co.id/index.php/woh/article/view/wohl2017.

Saiffudin, A. B. (2010) ‘Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal’, in. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Soepardan, S. (2008) Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC.

Susila, I. (2017) ‘Pengaruh Teknik Pijat Bayi terhadap Kenaikan Berat Badan Bayi
Usia 0- 7 Bulan di BPS Ny. Aida Hartatik Desa Dlanggu Kecamatan Deket
Kabupaten Lamongan’, Jurnal Midpro, 9(2), pp. 20–29.

Anda mungkin juga menyukai