Anda di halaman 1dari 19

CRITICAL JOURNAL REPORT

KARTOGRAFI
DOSEN PENGAMPU Rohani,S.Pd.,M.Si

Oleh:
AYU DEARMAS PURBA
NIM:3193331009

KELAS B
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa. yang telah memberikan berkat dan
karunia yang dilimpahkan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun
yang menjadi judul tugas saya adalah “Critical Journal Report ” .Tujuan saya menulis makalah
ini ialah untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah “KARTOGRAFI”. Jika dalam penulisan
makalah saya terdapat berbagai kesalahan dan kekurangan dalam penulisannya, maka kepada
para pembaca, saya memohon maaf sebesar-besarnya atas koreksi- koreksi yang telah dilakukan.
Hal tersebut semata-mata agar menjadi suatu evaluasi dalam pembuatan mereview journal ini.
Mudah-mudahan dengan adanya pembuatan tugas ini dapat memberikan manfaat berupa ilmu
pengetahuan yang baik bagi penulis maupun bagi para pembaca

Februari 2020

AYU DEARMAS PURBA


JURNAL UTAMA

1 Judul INOVASI PEMBELAJARAN MELALUI PENGUATAN


KETERAMPILAN PEMBUATAN PETA DASAR WILAYAH PADA
MATAKULIAH PRAKTEK KARTOGRAFI
2 Identittas Penulis: Asnidar, Ali Nurman, dan M. Ridha S. Damanik
jurnal ISSN : 2085 - 8167
Linkdownload:file:///C:/Users/Acer/Documents/cjr%20kartografi/8086-
16347-1-SM.pdf
jurnal: kartografi
reviewer: Ayu dearmas purba
tanggal: 25 februari 2020
jumlah halaman: 6
Vol : 5.
No.: 1 – 2013
3 Kata Kunci Inovasi Pembelajaran, Pembuatan Peta Dasar, Kartografi
3 Abstrak Penelitian pembuatan peta dasar wilayah melalui hasil pengukuran
penelitian lapangan menggunakan meteran dan kompas bertujuan untuk memperkuat
penguasaan kompetensi pembuatan peta oleh mahasiswa pada matakuliah
Praktek Kartografi. Keterampilan ini sangat penting untuk mendukung
berbagai keterampilan pembuatan peta lainnya, terutama peta-peta tematik
kebutuhan pembelajaran yang menjadi muara dari perkuliahan ini. Sebagai
calon guru geografi professional, keterampilan ini perlu terus dilatih dan
dikembangkan bagi mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi, karena
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMA menuntut adanya
keterampilan ini. Sebagai Lembaga Kependidikan Tenaga Kependidikan
(LPTK) yang memproduksi guru geografi, matakuliah Praktek Kartografi
menjadi salah satu matakuliah yang dapat mengembangkan keterampilan
tersebut, dengan demikian kebutuhan stake holder dapat dipenuhi dengan
baik. Pengukuran wilayah dilakukan di wilayah Unimed yaitu Fakultas
ILmu Sosial, Fakultas Teknik, Fakultas Bahasa dan Seni, Galeri Seni Rupa
sampai ke UPPL, Sekolah Pascasarjana, dan Lapangan Tenis Unimed,
yang dilaksanakan oleh 171 orang mahasiswa dari empat kelas paralel
angkatan 2010 yang terdiri dari 32 kelompok kerja. Hasil penelitian
dilaporkan oleh setiap kelompok menjadi laporan kegiatan praktek dan
pada laporan ini dibuatkan tabel data hasil pengukuran dan peta dasar
wilayah hasil pengukuran setiap kelompok dengan skala 1:250. Disamping
itu pengukuran luas peta dasar hasil pengukuran juga dilakukan, dan luas
semua peta dasar wilayah hasil pengukuran yang dihitung melalui metoda
bujur sangkar adalah 163.554,20 meter bujur sangkar. Aktivitas belajar
meningkat rata-rata sebesar 24%. Dari tiga indikator yang diobservasi,
kerjasama kelompok mengalami peningkatan yang paling besar (28%).
Keterampilan pengukuran lapangan meningkat dengan rata-rata 67,83 pada
pengukuran pertama, menjadi 88,38 pada pengukuran berikutnya.Nilai
rata-rata yang diperoleh kelompok kerja mahasiswa 86,77.
4 Pendahuluan Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Unimed merupakan
salah satu jurusan yang berkeinginan untuk selalu mengupayakan
perbaikan proses dan hasil pembelajaran sehingga efektivitas dan
profesionalisme lulusan dapat diciptakan. Untuk itu salah satu tujuan yang
ingin dicapai oleh Program Studi Pendidikan Geografi adalah
menghasilkan calon guru geografi profesional, terampil melaksanakan
penelitian bidang kegeografian untuk kepentingan pembelajaran dan
pembangunan (Kurikulum Jurusan Pendidikan Geografi.2005). Guna
mencapai tujuan tersebut berbagai kompetensi yang diharapkan dimiliki
oleh semua lulusan telah disusun dan dituangkan dalam tujuan setiap mata
kuliah yang disediakan.
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki lulusan Pendidikan Geografi
adalah kemampuan melakukan pengukuran lapangan untuk memperoleh
data permukaan bumi yang dibutuhkan sebagai data dasar pembuatan peta
dasar. Kemampuan ini diemban oleh mata kuliah Ilmu Ukur Tanah dan
Praktek Kartografi. Dasar-dasar pengukuran lapangan beserta penggunaan
berbagai jenis alat pengukuran lapangan telah diberikan melalui mata
kuliah Ilmu Ukur Tanah, dan matakuliah Praktek Kartografi melanjutkan
pembuatan peta turunan dari peta dasar yang ada.
Hasil refleksi penulis sebagai pengampu matakuliah Praktek Kartografi
selama ini diantaranya adalah, terlihat kelemahan kemampuan mahasiswa
membuat peta dengan data dasar pengukuran wilayah, sehingga untuk
membuat peta tematik dengan peta dasar yang ada juga menjadi sulit.
Informasi yang penulis dapatkan dari sebahagian besar mahasiswa peserta
matakuliah Praktek Kartografi selama ini mengatakan bahwa mereka
belum bisa meletakkan data-data pengukuran lapangan pada kertas (peta
dasar), sehingga merekapun mengalami kesulitan untuk membuat peta
turunan dari peta dasar wilayah. Untuk mata kuliah Praktek Kartografi,
selama ini kompetensi yang dikembangkan menyangkut kemampuan
membuat berbagai jenis peta khususnya peta-peta tematik kebutuhan
pembelajaran di sekolah. Peta dasar yang digunakan untuk membuat peta
tematik tersebut adalah peta-peta administrasi yang tersedia pada lembaga
pemerintah, karena itu selama ini keterampilan pembuatan peta wilayah
dengan melakukan pengukuran lapangan bertumpu pada matakuliah Ukur
Tanah. Melalui penelitian ini penulis tertarik untuk meningkatkan
kompetensi mahasiswa membuat peta dasar wilayah melalui pengukuran
langsung ke lapangan, agar pembuatan peta turunan wilayah tersebut dapat
dengan mudah dilakukan.
Berdasar kurikulum SMA tahun 2004 untuk bidang studi Geografi,
salah satu materinya adalah pembuatan peta dasar menggunakan meteran
dan kompas (Depdiknas.2004), maka untuk menjawab tantangan tersebut
inovasi pembelajaran melalui penguatan keterampilan pembuatan peta
dasar melalui pengukuran lapangan menggunakan meteran dan kompas
pada mata kuliah Praktek Kartografi perlu segera dilakukan agar
kompetensi lulusan benar-benar dapat menjawab kebutuhan pasar kerja.
Keterampilan ini perlu terus dikembangkan agar data lapangan yang
didapatkan benar-benar akurat, selanjutnya melalui aturan-aturan kartografi
keterampilan mahasiswa menggambarkan data-data hasil ukur lapangan
terus dilatihkan dan dilanjutkan dengan pembuatan berbagai jenis peta
tematik terutama untuk kebutuhan pembelajaran di sekolah. Data yang
benar hasil pengukuran digunakan untuk latihan berbagai keterampilan
pada mata kuliah Praktek Kartografi, sehingga peta-peta tematik yang
dihasilkan juga benar.
Mengingat pentingnya kemampuan pembuatan peta dasar wilayah
melalui pengukuran lapangan, maka dasar-dasar pengukuran lapangan
dengan menggunakan alat ukur tanah berupa meteran dan kompas perlu
terus ditingkatkan. Selama ini dalam kegiatan Praktek Kartografi
keterampilan ini tidak dituntut karena peta dasar diambil dari lembaga
pemerintah. Merujuk kepada Kurikulum Geografi 2004 SMA kelas X yang
menuntut lulusan memiliki kemampuan membuat peta dasar hasil
pengukuran dengan menggunakan meteran dan kompas, maka diperlukan
perbaikan capaian kompetensi (materi ajar) pada mata kuliah Praktek
Kartografi. Kompetensi (materi ajar) tersebut adalah kemampuan
mahasiswa untuk membuat peta dasar melalui pengukuran lapangan
menggunakan meteran dan kompas. Dasar-dasar penggunaan meteran dan
kompas yang telah diberikan pada matakuliah Ilmu Ukur Tanah akan terus
ditingkatkan melalui keterampilan ukur lapangan yang datanya akan
digunakan untuk pembuatan peta dasar. Melalui inovasi ini diharapkan
mahasiswa memiliki keterampilan membuat peta dasar wilayah melalui
pengukuran lapangan, dengan demikian tuntutan pasar kerja bagi lulusan
Geografi dapat terus ditingkatkan kualitasnya.
5 Pengukuran Kemampuan membuat peta merupakan salah satu kompetensi dasar
untuk seorang geografer. Melalui kemampuan ini seorang geografer dapat
pembuatan melakukan berbagai hal guna pengembangan ilmu bidang kegeografian
petaa dasar sesuai kebutuhan. Kraak & Ormeling (1996) mengatakan bahwa bahwa ada
wilayah empat data penting yang dapat digunakan sebagai sumber data pembuatan
peta: (1)citra, (2)foto udara, (3)data pengukuran wilayah, dan (4)data-data
ilmiah yang didapat pada berbagai buku dan sumber lainnya. Setara dengan
itu Saraswati (1979) menjelaskan bahwa beberapa sumber informasi yang
sering digunakan untuk pembuatan peta adalah (I)hasil observasi langsung
di lapangan, (2)hasil interpretasi foto udara, (3)data penginderaan jauh,
misalnya citra satelit Landsat dan SPOT, (4)informasi statistik yang
dipublikasikan setiap waktu tertentu. Observasi lapangan dengan mengukur
langsung permukaan bumi menjadi pilihan utama sumber data pembuatan
peta yang dibuat dengan skala besar, pengukuran dan penggambaran harus
benar-benar dilakukan secara cermat untuk menghindari kesalahan
informasi yang disediakan. Prahasta (2001) lebih jauh menjelaskan bahwa
citra merupakan satu produk pemotretan wilayah yang dilakukan melalui
satelit memberikan gambaran yang utuh tentang muka bumi, para
kartografer dapat memilah dan menentukan data yang dibutuhkan untuk
penggambaran wilayah sesuai kebutuhan, namun pengukuran langsung ke
permukaan bumi untuk pembuatan peta dengan skala besar menjadi salah
satu pilihan. Selanjutnya Sandy (1990) menjelaskan bahwa pembuatan peta
dasar wilayah melalui pengukuran langsung di permukaan bumi menjadi
salah satu pilihan tepat untuk menggambarkan daerah-daerah yang sempit
(tidak luas). Hal ini juga diungkapkan oleh Sukoco & Halim (1996),
banyak kartografer di dunia memilih melakukan pengukuran wilayah untuk
mendapatkan data langsung pembuatan peta dasar wilayah.
Data hasil pengukuran lapangan dimanfaatkan para kartografer untuk
menggambarkan dan memodifikasi sesuai kebutuhan menjadi beragam
jenis peta tematik. Subagio (2002) mengatakan, berdasarkan sumber
datanya peta dapat dibedakan atas dua: (1) yaitu peta dasar (basic map),
yaitu peta yang dihasilkan dan survei langsung di lapangan dan dilakukan
secara sistematis, (2) peta turunan (derived map), yaitu peta yang dibuat
berdasarkan acuan peta yang sudah ada, sehingga survei langsung ke
lapangan tidak diperlukan. Prihandito (1989) menyatakan peta dasar (base
map), adalah peta yang dijadikan dasar untuk pembuatan peta-peta lainnya
seperti peta tematik, peta topografi atau peta-peta turunan. Saraswati
(1979) mengatakan peta dasar adalah peta yang digunakan sebagai dasar
pembuatan peta lainnya. Peta dasar adalah peta yang berisi semua data-data
tematis yang digambarkan. Peta dasar umumnya dibuat dari hasil kegiatan
survey lapangan, dan hasilnya dapat digunakan untuk berbagai keperluan,
misalnya pembuatan peta tematik, karena itu ketelitian pembuatan peta
dasar sangat diperlukan karena selanjutnya akan menentukan ketelitian
peta-peta lainnya yang akan dibuat menggunakan peta dasar tersebut.
Meteran dan kompas merupakan alat sederhana yang mudah didapat
dan digunakan untuk pengambilan/pengukuran data lapangan. Unsur-unsur
yang dapat disadap dari peta antara lain : (l) jarak, (2) arah, (3) lokasi, (4)
luas,(5) ketinggian, dan (5) lereng. Faktor jarak dapat diukur dengan
menggunakan berbagai alat ukur jarak dan salah satunya adalah meteran,
yang tersedia dalam berbagai bentuk mulai dari meteran gulung, meteran
roda, bahkan meteran yang tersedia pada kendaraan bermotor (Sukoco &
Halim.1998). Selanjutnya alat yang diperlukan untuk menentukan arah
pada pengukuran lapangan digunakan kompas. Pemakaian kedua alat
tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu metoda untuk mendapatkan data
lapangan guna pembuatan peta dasar wilayah (Gayo.1997).
6 Hasil dan Pelaksanaan pengukuran wilayah dilaksanakan secara bertahap oleh empat
pembahasan kelas yang mengikuti program ini, masing-masing kelas mendapatkan dua
kali pengukuran yang masingmasingnya dibimbing oleh dosen
pembimbing dan tutor sebaya dari ketua kelompok yang telah terlebih
dahulu mendapat pelatihan dari dosen pembimbing. Kelas A Reguler
melakukan pengukuran tanggal 28 September dan 08 Oktober 2011, kelas
B Reguler pada tanggal 29 September, dan 08 Oktober 2011, C Reguler
melaksanakan pengukuran pada tanggal 27 September, dan 07 Oktober
2011, serta kelas Ekstensi tanggal 27 September, dan 07 Oktober 2011.
Pada pengukuran pertama menggunakan meteran, kompas, dan yalon
masing-masing kelompok dan kelas telah mendapatkan data pengukuran
wilayah sesuai dengan wilayah pengukuran masing-masing. Pengukuran
ini dilaksanakan dengan bimbingan tutor sebaya dan dosen pembimbing.
Data hasil pengukuran ini dicek ulang pada pengukuran kedua, dan data
hasil koreksi inilah yang dijadikan data dasar untuk digambar menjadi peta
dasar wilayah sesuai dengan wilayah pengukuran kelompok, sehingga data
yang digambar benar-benar sesuai dengan kondisi nyata di permukaan
bumi.
Observasi yang dilaksanakan memperlihatkan antusiasme, semangat
dan kerjasama kelompok yang meningkat pada setiap kelompok, dengan
rata-rata peningkatan sebesar 24%. Pada kegiatan pengukuran pertama
aktivitas kelompok rata-rata sebesar 58%, dan meningkat pada pengukuran
berikutnya menjadi 82%. Dari tiga indikator yang diobservasi, kerjasama
kelompok mengalami peningkatan yang paling besar, pada pengukuran
pertama 61% pada pengukuran kedua meningkat menjadi 89%.
Keterampilan pengukuran lapangan meningkat dengan rata-rata 67,83 pada
pengukuran pertama, menjadi 88,38 pada pengukuran berikutnya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Joyce (2009) yang mengatakan bahwa berbagai
kemampuan siswa dapat dilatih dan ditingkatkan kualitasnya dengan
beragam aktivitas terstruktur dengancara melakukan (do).
Wilayah yang ditetapkan untuk menjadi wilayah pengukuran adalah
wilayah Fakultas Ilmu Sosial, Fakultas Bahasa dan Seni, Fakultas Teknik,
Galeri Seni Rupa, Gudang, Maintenance, UPPL, dan Pasca Sarjana
Unimed yang dilakukan oleh 32 kelompok mahasiswa. Masing-masing
peta digambar dengan skala 1:250. Penggambaran hasil pengukuran
dilakukan pada jam perkuliahan masing-masing kelas dengan bimbingan
dosen.
Selain itu kelompok kerja mahasiswa juga menentukan luas wilayah
yang telah diukur, dengan metoda bujur sangkar peta dasar wilayah yang
telah digambar ditentukan luasnya. Luas wilayah yang telah diukur pada
kegiatan ini untuk semua kelas adalah 163 554.20 meter bujur sangkar,
yang masingmasingnya: Fakultas Ilmu Sosial 14962.79 meter bujur
sangkar, Fakultas Bahasa dan Seni 48634.13 meter bujur sangkar, Fakultas
Teknik 52850.01 meter bujur sangkar, dan Galeri Seni Rupa, Gudang,
Maintenance, UPPL, dan Pasca Sarjana Unimed dengan luas 47107.25
meter bujur sangkar. Nilai yang diperoleh kelompok mahasiswa bervariasi
pada rata-rata nilai B (86,77).
Disamping keberhasilan yang telah didapatkan dari kegiatan ini,
tentunya kelemahan dan kekurangan juga dirasakan untuk mendapatkan
hasil maksimal. Nilai rata-rata yang diperoleh kelompok mahasiswa
ratarata 86,77 (nilai B). Hal ini berarti bahwa kompetensi yang diharapkan
dicapai pada pembuatan peta dasar wilayah dari hasil pengukuran lapangan
belum dapat dicapai dengan maksimal. Kurangannya waktu dosen
pembimbing untuk melakukan bimbingan intensif kepada semua kelompok
kerja merupakan kelemahan utama pada pelaksanaan kegiatan ini.
Seharusnya bimbingan diberikan kepada setiap kelompok di setiap langkah
kerja yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa. Realitasnya bimbingan
dirasa kurang ketika mahasiswa menyelesaikan proses penggambaran peta
wilayah. Setelah bimbingan penggambaran diberikan secara umum di
kelas, mahasiswa bekerja bersama kelompoknya sampai selesai. Hasil
penggambaran tidak terpantau dengan baik, karena kurangnya waktu
pembimbing melakukan cek ulang, dengan demikian kesalahan mahasiswa
membuat peta wilayah dari hasil pengukuran tidak bisa diketahui secara
baik. Dengan demikian memberi kekuatan untuk capaian kompetensi yang
telah dicapai mahasiswa tidak dapat dilaksanakan secara maksimal. Hal ini
sesuai dengan pendapat Trianto (2011) yang mengatakan bahwa model
pembelajaran yang sudah dirancang secara baik, tetapi tidak dikawal
dengan baik pada proses pelaksanaannya, dikhawatirkan tidak mampu
mencapai kompetensi seperti yang diharapkan/yang ditetapkan.
7 Kesimpulan Melalui aktivitas pengukuran lapangan dan penggambaran hasil
dan saran pengukuran menjadi peta dasar wilayah, aktivitas belajar dapat
ditingkatkan dengan rata-rata 24%, keterampilan mahasiswa melaksanakan
pengukuran lapangan menggunakan meteran dan kompas dan
penggambaran hasil pengukuran menjadi peta dasar wilayah meningkat
dengan rata-rata 20,55, dan nilai ratarata yang diperoleh kelompok pada
hasil kerja ini sebesar 86,77. Pelatihan keterampilan pengukuran lapangan
dan penggambaran hasil pengukuran menjadi peta tentunya semakin
memperkuat penguasaan mahasiswa tentang konsep kartografi.
Berdasarkan kesimpulan yang dirumuskan, maka dapat disarankan
bahwa untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa dalam pembuatan peta,
sangat dibutuhkan bimbingan dan latihan yang berkesinambungan. Untuk
itu kepada dosen Jurusan Pendidikan Geografi diharapkan untuk
menggunakan berbagai kesempatan yang ada melatih mahasiswa
meningkatkan kompetensi tersebut, karena hal ini merupakan keterampilan
dasar yang sangat dibutuhkan oleh guru geografi yang profesional.
Pembimbingan dan pengawalan intensif pada setiap tahap kerja mahasiswa
sangat dibutuhkan untuk mendapatkan hasil maksimal pembuatan peta
dasar wilayah menggunakan meteran dan kompas. Bagi mahasiswa,
diharapkan senantiasa berusaha maksimal dalam meningkatkan kompetensi
bidang kegeografian, terutama dalam pembuatan peta, karena peta
merupakan media utama dalam pembelajaran geografi.
8 Daftar pustaka 1. Gayo, Yusuf, dkk.1997. Pengukuran Topografi dan Teknik
Pemetaan. Jakarta. Pradnya Paramita
2. Kraak, M.J. & Ormeling, F.J.1996. Cartography Visualization of
Spatial Data. England. The Dorset Press
3. Prihandito, Aryono. Kartografi. Mitra Gama Widya. Yogyakarta
4. Saraswati, Endang, D. 1979. Kartografi Dasar. UGM Press.
Yogyakarta
5. Subagio. 2003. Pengetahuan Peta. Penerbit ITB. Bandung.
6. Sukoco, Halim & Halim, Yusron. 1998. Pengetahuan Peta.
Gadjah Mada Press. Yogyakarta
7. Sandy, I Made. Esensi Kartografi. Jakarta : Gramedia
8. Simanungkalit, N. M. (2011). Pemilihan Media dan Cara Membuat
Peta Statistik Untuk Pembelajaran Geografi di SMA. JURNAL
GEOGRAFI, 3(2), 67-82.
9. Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Progresif. Kencana
Prenada Media Group. Jakarta.
JURNAL PEMANDING

1 Judul :KARTOGRAFI PERENCANAN WIIAYAH


2 Identittas Penulis: Mas Sukoco, M.Sc.
jurnal Linkdownload: file:///C:/Users/Acer/Documents/cjr%20kartografi/529-
10549-1-PB.pdf
jurnal: kartografi
reviewer: Ayu dearmas purba
tanggal: 25 februari 2020
jumlah halaman: 11.
No.: 08, Tahun V /Juli 1991
3 Inti sari Dalam usaha pengembangan wtlayah (apapun jenis wilayab atau region
yang dikembangkannya), tidak akan terlepas dart adanya tabap
perencanaan (planning) yang mendahului tahap pengembangan wtlayah itu
sendiri.
Tulisan tnt bertujuan menggalt peranan kartograft, dalam bubungannya
dengan kajian pengembangan wtlayah, terutama dalam bubunga~nya
dengan penyiapan jenis peta-peta yang gayut dan diperlukan untuk proses
perencanaan maupun pengembangan wilayah.
Para perencana sudah sepakat, babwa peta-peta sangat dtbutuhkan
dalam proses perencanaan, namun masth banyak dtperdebatkan tentang
cara-cara penyajtan, lsi tema, dan skala yang sesuaJ untuk maksud
perencanaan. Ada dua grup peta yang dtperlukan oleh para perencana,
yattu peta status yang diperlukan sebelum perencanaan dimulat, dan peta-
peta yang dtperlukan pada saat proses perencanaannya sendtrl. Pemtlihan
seberapiz banyak informast yang perlu dtgambarkan dalam suatu peta,
untuk sesuatu maksud perencanaan wilayah merupakan pula permasalaban
yang cukup sultt untuk ditetapkan dan sekaltgus merupakan tantangan bagt
kita, kbususnya pakar geograft.
Uraian pendekatan, dalam tultsan tnt banyalah berupa suatu sumblf:tgan
pemiktran, yang bukan dtbasilkan oleh pekerjaan penelttian, melatnkan
kompilast dart berbagai pendapat, terutama dart pakar kartografi yang
berpengalaman dalam cabang terbarunya, yaitu ''Regional Planning
Cartography".
3 konsepsi Dalam hubungannya dengan pe~ ngembangan wilayah, diperlukan pula
pengertian tentang wilayah itu sendiri. Wahiupun konsep tentang wilayah
atau region dapat bermacam-macam jenis· nya, namun secara umum
wilayah dapat diartikan sebagai: "Sebagian permukaan bumi yang dapat
dibedakan dalam hal tertentu dari daerah sekitarnya" (Bintarto dan
Surastopo, 1976:26).
Terlepas dari banyaknya ragam pengertian ten tang wilayah yang dapat
dikemukakan oleh para pakar geografi ataupun para pakar disiplin ilmu
lainnya, dalam pengembangan wilayah, haruslah dimulai dengan kegiatan
pendahuluan (pre eliminary action), yaitu tahap perencanaan wilayah
(regional planning).
Secara umum dan sederhana, penulis berpendapat bahwa
pengembangan wilayah, adalah usaha atau tindakan untuk
mengembangkan keadaan suatu Wilaya-h menjadi keadaan yang lebih baik
dari keadaan sebelumnya, dengan · berbagai alternatif. Untuk itu tahap
perencanaan wilayah merupakan bagian a tau tahap yang tidak dapat
ditinggalkan dalam proses pengembangan wilayah. Salah satu langkah
paling penting dalam perencanaan wilayah ini adalah juga merumuskan
wilayah yang dimaksudkannya, termastik kriteria-kriteria yang digunakan
untuk penentuan batas-batasnya.
Proses penentuan batas-batas ini disebut perwilayahan atau regionalisasi
atau penentuan batas-batas daerah (Paul Sitohang, 1977:26) yang dengan
sendirinya untuk melakukan hal ini harus melihat distribusi keruangan dari
unsur~unsu.r yang mendukung termasuk terjadinya suatu wilayah tertentu
yang dibedakan dengan wilayah lain.
Sebagai misal, dalam menetapkan batas-batas wilayah potensi
pengembangan pertanian, diperlukan terlebih dahulu analisa tentang
penyebaran keruangan dari unsur-unsur yang diperlukan antara lain:
lereng, jenis tanah, produktivitas, dan lain sebagainya. Analisa keruangan
semacam ini bersama dengan analisa ekologi, merupakan analisa kompleks
wilayah (Bintarto dan Surastopo, 1978:24).
Contoh di atas menunjukkan pada kita bahwa untuk analisa keruangan,
diperlukan sekali peta-peta, karena:
 Peta dapat menunjukkan distribusi keruangan dari fenomena-
fenomena geografis, termasuk sifat karakteristiknya, yang posisinya
sesuai dengan yang ada di permukaan buml.
 Peta, yang merupakan representasi hasil pengecilan· fenomena
yang luas, membantu kita.memperluas batas pandangan mata kita . .
Dengan demikian, kita dapat melihat dengan mudah saling
hubungan keruangan 'yang terjadi pada daerah luas, serta
karakteristik keruangan lingkungan kita.
Selain peta, citra foto udara, citra Landsat, dapat pula berfungsi sebagai
cara representasi kenampakan permukaan bumi yang bersifat "overall;,
(menyeluruh), tanpa menunjukkan kenampakan yang khusus yang terpilih
atlmpun fenomena geografis yang tidak ada wujudnya (misalnya, batas
daerah ad· ministrasi, nama-nama geografi, dan sebagainya).
Berbeda dengan kedua citra penginderaan jauh tersebut di atas, peta
dapat menonjolkan kenampakan yang dianggap terpenting d;m gayut untuk
sesuatu maksud perencanaan, baik kenampakan yang ada wujudnya
(tangible), misalnya sungai, jalan, maupun yang tidak ada wujudnya
·(intangibJe) misalnya, kemampuan lahan, bahan administrasi,
produktivitas, graticule, dan sebagainya.
Walaupun demikian foto udara ataupun citra Landsat, merupakan salah
saru sumber utama dalam perolehan dau unruk maksud pemetaan, terutama
fenomena fisikal, penggunaan lahan, dan lain-lain. Malahan ada kalanya,
citra fOLo udarafcitra Landsat, dijadikan sebagai peta foto (Photo map)
ataupun peta image (image map) dengan menambah simbol-simbol grafis,
nama-nama geografis, dan grit pada citra tersebut baik yang belum
direktifikasi maupun yang sudah berupa orthophoto, ataupun foto udara
yang sudah direktifikasi.
Kartografi sebagai suatu seni, ilmu dan teknologi pembuatan peta- peta,
termasuk juga mempelajari peta-peta sebagai dokumen ilmiah dan hasil
karya seni. Hasil karya kartografi yang berupa peta merupakan alat penting
dalam melakukan analisa-analisa yang bersifat keruangan ataupun sebagai
alat komunikasi dalam penyampaian ide-ide yang ada hubungannya dengan
ruang dan waktu.
Pada perkembangannya yang paling baru, produk kartografi lain yang
juga merupakan sumber utama bagi Sistem lnformasi Geografi adalah apa
yang disebut data dasar kartografis (Cartographic data base). Produk ini,
berujud peta digital (digital map), yang tentusaja harus pula dilengkapi
dengan programprogram yang memadai untuk memanipulasi data ini, dan
memanggilnya untuk digunakan sesuai dengan kebutuhan, dengan banruan
komputer
Dalam perencanaan wilayah, petapeta dan juga produk-produk
kartografis yang lain, digunakan untuk:
a. Membantu memberikan informasi merupakan pendekatan yang sifatnya
keruangan yang pokok, ten tang sifat dari suatu wilayah.
b. Sebagai satu alat analitik.
c. Melukiskan penemuan-penemuan dalam penelitian ..
d. Melukiskan tentang usulan-usulan perencanaan.
Dua yang pertama adalah terutama digunakan oleh para perencana dan
para profesional ,lainnya, sedang yang ketiga dan keenipat, terutama untuk
memberikan penjelasan kepada umum dan juga sebagai pedoman untuk
menjelaskan tentang strategi perencanaan, balk tujuan-tujuannya maupun
kebijakan-kebijakannya.
4 Permasalahan Mengemukakan peranan kartografi dalam konteks kajian Perkembangan
wilayah, bukan merupakan tugas yang mudah, mengingat hal ini
menyangkut bidang atau disiplin ilmu lain. Seperti telah dikemukakan,
bahwa tahap yang mendahului pelaksanaan pengembangan wilayah adalah
proses perencanaan wilayah (regional planning). Dalam tahap inilah
penulis ingin mencoba mengungkapkan peranan kartografi, walaupun
secara garis besar..
Kartografi seperti halnya disiplin ilmu lain, merupakan ilmu yang
berkembang dan terakhir salah satu cabang baru, "regional planning
cartography", mulai dikembangkan oleh I.C.A (International Cartographyc
Association), sejak tahun 1975 yang telah berkali- ka.li diseminarkan
secara terpisah, dan mencoba membeberkan peranan kartografi dalam
proses- perencanaan. Alasan inilah yang mendorong penulis membatasi
diri hanya menguraikan peranan kartografi dalam proses perenc~!laan
wilayah saja.
Namun demikian hal inipun masih merupakan pendekatan yang sifatnya
umum, mengingat arti perencanaan secara terpisah masih sangat banyak
dan lagt pula, teori umum mengenal perencanaan bukan merupakan bidang
dari penulis.
Secara umum, ciri-ciri suatu p~rencanaan dapat disebutkan yaitu ntencakup
suatu rangkaian tindakan berurutan yang ditujukan pada pemecahan per
soalan-persoalan di masa datang (Glasson, 1978: 19).
Perencanaan suatu wilayah dalam bentuknya yang beraneka ragam
(misaJnya functional region, specific region, uniform region, dan
sebagalnya) dapat dinllai sebagal suatu pedoman untuk · mengembangkan
suatu wllayah. Pedoman itu haruslah dilakukan terlebih dahulu sebelum
mengembangkan tujuan suatu wilayah (region) dilaksanakan.
Mengapa para perencana memerlukan peta-peta untuk maksud
perencanaannya? Tipe-tipe peta yang mana, yang dibutuhkan oleh para
perencana wilayah? Bagaimana membuat atau menyiapkan peta-peta yang
gayut untuk kepentingan perencanaan? Pertanyaanpertanyaan tersebut
merupakan pertanyaan mendasar, yang ada hubungannya dengan: peranan
kartografi dalam perencanaan wilayah.
Walaupun para ahli perencana sepakat bahwa peta-peta diperlukan pada
seluruh perencanaan, namun isi petanya (temanya}, skalanya dan cara
penyajian yang digunakan untuk sesuatu maksud perencanaan, masih
belum jelas dan masih sering diperdebatkan. Selain hal tersebut, ada pula
perbedaan pandangan sehubungan dengan peranan peta dan penggunaan
peta. Masih banyak para perencana atau pengguna peta menganggap bahwa
peta hanyalah suatu alat mendemonstrasikan saja (A. Papp, 1984: 30).
Tugas kartografi, adalah memindahkan realita ~_!lsik (fenomena
geografik) menjadi sua -tu peta, dan bukan sekedar pengecilan dari
fenomena geografik saja, tetapi lebih dari itu. Dalam proses pemindahan
realita fisik atau fenomena · geografik ini, disebut sebagai abstraksi ·
kartografis, generalisasi sangat diperlukan. Keempat hal berikut paling
harus dikerjakan dalam abstraksi kartografis, yakni: 1) seleksi, 2)
klasifikasi, 3) simplifikasi, dan 4) simbolisasi Seleksi, ldasifikasi,
simplifikasi merupakan unsur-unsur generalisasi yang penting, disamping
unsur-unsur generaJisasi yang lain, misalnya pembesaran, penggabungan.
Kesemua unsur-unsur generaJisasi tersebut erat pula hubungannya dengan
tujuan dan skala peta yang digunakan.
Mengingat realita fisik adalah. sangat kompleks, keempat hal tersebut
harus dilaksanakan, sehingga sedapat mung· kin peta yang dihasilkan
berul-betul mencerminkan hal-hal yang terpilih (selektit) dan mudah
dimengerti oleh orang banyak melalui simbol-simbol yang sudah dibaca.
Seleksi merupakan tugas utama yang harus dilakukan, dan hal ini
masih sering merupakan hal yang cukup sulit, bagaimana memilih
informasi yang sesuai. Untuk hal ini kartografi bertanya pada tiga hal
pokok yaitu apa (what)? Di mafia (where)? dan Kapan (?) (Muchrcke,
1978:19) dan niungkin dapat pula ditambahkan dengan berapa (How
much)? dalam hal peta tematik kuantitatif.
Pemilihan skala peta yang sesuai untuk maksud perencanaan, juga
masih sering memerlukan kesepakatan bersama. Skala peta-peta yang
digunakan dalam perencanaan wilayah, bervariasi bergantung pada besar
kecilnya dacrah yang direncanakan dan juga tergantung pada maksud dari
peta-peta yang akan digunakan.
Kesulitan juga timbul, apabila mendesain peta-peta yang akan
digunakan pada setiap tahapan dalam proses perencanaan wilayah. Dalam
menentukan berapa banyak informasi yang perlu dimasukkan dalam peta,
terutama seberapa banyak informasi Jatar befakang yang diperlukan,
sebagai informasi penolong bagi pembaca peta dalam menilapatkan sesuatu
yang diinginkan pada peta itu. Kemurnian pesan-pesan keruangan .akan
menjadi hilang, kalau informasi yang digurnakan terlalu banyak, tetapi
sebaliknya infonnasi keruangan tidak ada artinya kalau informasi yang
digunakan terlalu sedikit.
Permasalahan-permasalahan di atas, merupakan pennasalahan ,yang
masih ramai diperdebatkan oleh berbagai pakar, terutama pakar- pakar
yang terlibat dalam berbagai jenis perencanaan wilayah.
5 Pendekatan Perencana menginginkan untuk dapat melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi pemikirannya dan tidaknya, ingin meyakinkan apakah
faktor-faktor yang sudah ada dan kenampakan yang akan ditambahkannya
sudah serasi dengan keadaan sekitamya. Alasan-alasan inilah yang
mendorong perencana memerlukan peta-peta. DI samping alasan lain
adalah untuk kepentingan komunikasi, yaitu memberikan informasi kepada
publik, atau hasil pemikirannya, keputusannya, dan sebagainya, dalam
bentuk-bentuk peta-peta analitik maupun peta sintesis (fjalkens, 1975:36).
Pada umumnya perencana memerlukan jenis peta-peta tematik yang
mencakup struktur-struktur keruangan/ lingkungan alam, kehidupan sosial
dan situasi ekonomi. Mereka memerlukan peta-peta tersebut, terutama
untuk mengembangkan konsepsinya dalam proses perencanaan wilayah
dan pengembangan wilayah, dengan mempelajari daerah yang jadi
obyeknya.
Konsekuensinya, peta-peta yang dibutuhkan dapat diklasifikasikan
menjadi dua group, berdasarkan peran-annya dalam perencanaan wilayah,
yaitu:
1. Peta-peta status (status Maps)
2. Peta-peta untuk kepentingan kegiatan perencanaan wilayah dan
pelaksanaan pengembangan wilayah (Papp-Vary, 1984).

1. Peta-peta Status
Peta-peta yang mengungkapkan infonnasi status, di satu fihak
menunjukkan keadaan lingkungan alam atau kenampakan artifisial (sosial
budaya), yang didasarkan atas hasil pemetaan oleh berbagai disiplin ilmu
dan data hasiJ dari stasiun-stasiun pengukuran. Di lain fihak,
menggambarkan perkembangan tingkat lingkungan sosial ekonomi, dengan
menyajikan data statistik, serta distribusi keruangannya, secara grafts
(diagram, peta statistik/tematik ataupun dengan kartogram).
Peta-peta umumfpeta topografi, peta geomorfologi, peta geologi, peta
vegetasi, peta penggunaan lahan, peta ketinggian, peta jenis tanah, peta
pola aliran, dan masih banyak lainnya, merupakan contoh peta-peta status
yang mempunyai ketelitian kartografik. Peta seperti tersebut di atas, ada
yang menyebutnya dengan peta-peta inventaris (Inventory Map).
Sedangkan yang menyajikan data statistik, yang secara distribusi
keruangan tidak mempunyai ketelitian topografik, disebut peta-peta
analitik (analytical Maps) (Tjalkens, 1975:35). Peta-peta ini membantu
daIam keputusan tentang perencanaan dan pengembangan wilayah.
Berlkut ini adalah persyaratan umum, yang dapat dikemukakan bagi
peta-peta status yang dapat mendukung suatu proses perencanaan wilayah,
yaltu:
a. Peta-peta itu harus menggambarkan data atau obyek yang diperlukan
untuk perencanaan.
b. Sistem skala yang digunakan dalam peta status dan cara penyajian
petanya, harus menampilkan penyajian yang dapat mudah dibaca serta
mudah diperbandingkan. Misalnya tidak terlalu banyak menggun "akan
variasi skala, serta tidak banyak menggunakan variasi dalam metode
penyajiannya. Peta topografi resmi (official) yang ada di Indonesia,
menggunakan standar skala antara 1:50.000, 1:100.000, dan 1:250.000,
demikian pula dengan peta-peta Yllng lain, misalnya seri peta. Geologi
Indonesia.
c. Data yang tercermin pada peta-petanya seharusnya berdasarkan pa.da
posisi temporal yang sama. Peta topografi, khususnya di pulau Ja.wa
sebagian besar masih inenggunakan data peta topografi Belanda hasil
survai tahun 1938-1944, sehingga diperlukan revisi. Sedangka.n di luar
pulau Jawa suda.h mulai dirintis dan diproduksi, hasil surva.i sekara.ng
(sejak ta.hun 1980-a.n, pa.da. ska.la. 1:50.000, 1:1 00.000).
d. Interval waktu a.ntara. publikasi da.ri peta-peta.nya dan survai datanya
sedapat mungkin tidak terlalu lama.
Jenis-jenis peta status sebagai sumher data bagi perencanaan cukup
banyak dan bervariasi, tergantung kepada maksud, jenis perencanaan, serta
ukuran dari daerahnya. Tentu saja hal ini tidak mungkin dilakukan oleh
para perencana sendiri dalam menyiapkan peta-peta status ini.
Agar dalam perencanaan wilayah ini, para perencana memik:irkan
faktorfaktor sebanyak mungkin, peta-peta yang mendukung harus sudah
diperoleh mereka sebelum perencana.i.n dimulai. Pekerjaan ini seharusnya
dilakukan oleh para kartograf tingkat pusat, dengan menerbitkan peta-peta
seri dengan isi da . l! skala yang disesuaikan dengan berbagai tingkatan
(level) perencanaan. Dengan demikian Badan-badan Pemetaan Pusat,
misalnya: BAKOSURTANAL,JANTOP,Angkatan Darat, Direktorat Tata-
guna Tanah, Direktorat Geologi, dan masih banyak lainnya sudah harus
segera melengkapi pemetaan · sesuai dengan bidangnya yang mencakup
seluruh daerah di Indonesia
Penerbitan peta-peta seri yang menunjukkan faktor-faktor alam dengan
periode antara 15-25 tahun, kiranya sudah cukup memadai. Tentunya harus
diikuti pula dengan penerbitan petapeta lainnya, misalnya peta-peta ten
tang fenomena sosial berisi data sensus penduduk, setiap 10 tahun. Data
tentang ekonomi seharusnya juga dipublikasikan dalam bentuk peta pada
setiap periode 5 tahun. · Disarankan pula, agar untuk skala nasional
penyajian dalam bentuk Atlas dan dalam hal perencanaan tingkat regional
ataupun perencanaan daerah sempit, peta-peta seri merupakan
alternatifya.ng terbaik, misal pada skala medium (1 :100.000 . 1 :250.000).
Pembuatan peta-peta tematik yang umum di Indonesia sudah ada yang
merintis misalnya BAKOSURTANAL, telah memulai memproduksi peta-
peta skala kecil sampai skala sedang, dalam bentuk Atlas Sumberdaya,
skala 1:750.000 (berwarna), yang dapat digunakan untuk per en canaan
wilayah tingkat nasional. Demikian pula telah dirintis berbagai peta seri
skala 1:250.000, berbagai tema yang mungkin dimaksudkan untuk
perencanaan skala regional Dati I (sejauh ini baru dalam cetak diazo satu
warn a = monochrome).

2. Peta-peta Untuk Perencanaan dan Pengembangan Wilayah


Pembuatan peta-peta yang digunakan untuk perencanaan ataupun
pengembangan wilayah, adalah merupakan bagian integral dari proses
perencanaan. Sedangkan peta-peta status menggambarkan informasi untuk
menentukan perencanaan (A. Papp, 1978:33).
Dengan sangat eratnya hubungan antara proses perencanaan dan
pekerjaft pemetaan, maka peranan kartografi antara lain memberi bantuan
metodologik bagi persiapan.pembuatan petapeta untuk perencanaan yang
terutama adalah
a. Pengembangan suatu metode pe· nyajian realita (reality transformed)
secara jelas, yang berarti memberikan bantuan dalam isi suatu informasi
secara grafis dengan benar, cukup jelas dan komunikatif. '
b. Membuatkan peta-peta dasar yang sesuai dan tepat bagi para perencana.
c. Membedakan secara tegas simbolsimbol yang mencerminkan
obyekobyek yang sudah ada dan yang akan direncanakan, dengan
pendekatan semiologi grafis, misalnya membedakan dengan harmonis dan
mudah dibaca an tara in'formasi dasar dengan materi tematik yang
direncanakan.
Sebagai contoh sederhana dapat dikemukakan di sini dua l~mbar peta
satu warna (monochrome), yang mencerminkan distribusi harga- harga
tanah di suatu daerah, pada 117 titik sampel (lampiran 1 ). Pada peta yang
di atas (peta 1) hasil survai dlsajikan dengan cara grafis, yaitu dengan
simbol yang berbeda, sedangkan nilai kuantitatifnya hanya dicantumkan
pada setiap jenis simbolnya secara kelompok numerik. Cara ini tidak
memperhatikan prinsip· prlnsip kartografis, terutama dari semi· ologinya,
yang hanya menggunakan variabel bentuk saja. Dengan demikian pembaca
peta ~ulit untuk menyimpulkan karakteristik data itu secara benar, yang
mempunyai tingkatan organlsasi kuantitatif.
Peta yang di bawah (peta 2) menggunakan prinsip kartografi secara
benar, yaitu dengan penggunaan variabel ukuran sebagai variabel utama,
sehingga secara spontan pembaca dengan mudah dapat melihat penyebaran
lokasl hargaharga tanah yang paling tinggi hingga ke yang paling rendah.
Persepsi kuantitatif yang seharusnya diperoleh, dapat di· capai pada peta
yang kedua.
Penyajian peta yang berpenampilin komunikatif dan efektif, balk dari
segi tata letak (lay out), lsi irtformasi yang ditampilkan, penentuan skala
difikirkan secara tepat, informasi Jatar belakang yang tidak mengganggu
tema pokokriya, sangatlah diperlukan dan hal ini perlu difikirkan secara
mendalam. Sebagai contoh, apabila kita ingin menyajikan suatu peta
geomorfologi terapan, yang diperuntukkan bagi perencanaan wiJayah,
haruslah kita menonjolkan unit· unit pemetaan geomorfologisnya saja,
dengan teknik tertentu, sehingga -informasi dasar seperti garis kontur,
jalan, dan sebagainya tidak terlihat lebih menonjol. Sedangkan informasi
lain (komponen lain), seperti misalnya kemiringan lereng, penggunaan
lahan, dan sebagainya yang merupakan komponen pendukung haruslah
dipisahkan dan dipetakan secara terpisah, yang mungkin skalanya lebih
kecil dari peta pok? knya. Teknik pemberian keterangan tepi (legenda) juga
harus difikirkan seefektif mungkin, terutama informasi yang jelas ten tang
unit-unit geomorfologis sebagai tema pokoknya.
Khusus dalam pengembangan teknik reproduksi, automasi (kartografi
dengan bantuan komputer), mempunyai prospek yang cerah, yang selain
cepat, pada saatnya nanti, mungkin akan menjadi teknik reproduksi yang
juga paling murah bagi produksi peta untuk perencanaan.
Dengan tersediannya paket program "overlay"-nya, yang saat ini sudah
banyak dijumpai di pasaran, mempunyai andil yang besar terutama dalam
proses "regionalisasi", seperti mlsalnya program ILWIS, SPAN,
ARCH/INFO, dan masih banyak lagi yang lain.
Selain hal tersebut di atas, pengembangan telmik analisa peta (yan,g
merupakan tugas pula disiplin kartobafi) akan mempunyai dampak pula
terhadap kelancaran dari tugas perencanaan. Dewasa ini telah
dikembangkan ber bagai teknik analisa peta yang lebih kuantitatif dan
obyektif, yang dimulai dengan prosedur analisa kartografi (Muchrche,
1978:196).
Analisa kartometrik yang paling dasar, dimulai dari konsep tentang
keruangan yang pokok, yang mencakup · konsep tentang dimensionalitas
geografis atau lingkungan kita yang kompleks itu. Dalam konsep
keruangan yang dasar ini kita beranggapan bahwa lingkungan kita itu
terdirf dari sekumpulan kenampakan-kenampakan titik (non dimensi), garis
(satu dimensi), areal (dua dimensi), dan volume (tiga dimensi). Analisis
kartometrik dapat digunakan untuk mengukur panjang, luas, dan volume
dengan secara tepat dan eksak.
Sedangkan analisa kartometrik terhadap konsep keruangan tingkat
kedua yang mendasarkan pada keempat konsep dimensi tersebut, meliputi
konsep tentang:
-posisi
-arah
- jarak
-tinggi dan bentuk
-kemiringan (gradien/ slope)
Selain tersebut di atas, analisa perbandingan pola (pattern comparison)
akan menambah pengertian kita ten tang lingkungan dari pada hanya
sekedar analisa pada konsep keruangan pertama dan kedua. Perbandingan
pola meliputi:
1. Variasi pola dari satu tempat ke ternpat lain-(pattern).
2. Saling hubungan antara satu pola dengan pola lainnya (spasial
association). .
Aspek yang penting dalam menganalisa pola (pattern) adalah
mencakup:
-kepadatan (density)
-pengaturan (arrangement), misalnya pola persebaran random atau
uniform, kelompok.
-arah perobahan (trend) misalnya siklus atau non siklus, tinier atau non
tinier, dan sebagainya.
-konektivitas (connectivity): "totally connected" apa "partially connected".
-hirarkhi (hierarcky), misalnya order pada cabang-cabang sungai.

Pada analisa korelasi saling hubungan antara berbagai pola dan berbagai
fenomena {spatial association) dapat dilakukan dengan analisa statistik,
misainya Chi-Square (x 2 ). Contoh korelasi antara pola penyebaran hutan
dan penggunaan lahari sawah dengan klasi· fikasi lereng, dan sebagainya.
Analisaanalisa tersebut, yanghasilnya tentu saja merupakan masukan yang
penting buat perencanaan, karena hasilnya lebih eksak dan obyektif, akan
mudah dilakukan m\!lalui analisa peta ataupun mungkin pul~ melalui foto
udara. Kartografi yang dibantu komputer (teknik automasi) akan
mempermudah dalam analisis peta dan juga akan lebih teliti hasilnya
. Salah satu contoh hasil analisa peta topografi, yang secara mudah
dilakukan dengan teknik automasi adalah peta klasifikasi lereng (lihat
contoh di bawah), dimana peta lereng merupakari salah satu unsur yang
penting dalam berbagai perencanaan fisik. Model elevasi digital (digital
elevation model = DEM), merupakan teknik yang sangat bermanfaat dalam
analisa kar.tometrik yang berkaitan dengan topografi, karena dengan teknik
DEM yang sudah merupakan salah satu program penting dalam GIS dapat
denga~ mudah dan cepat · dimanipulasi utuh, misalnya pembuatan
klasifikasi lereng, profil, blok c!iagram, dengan berbagai desain yang
diiriginkan. Namun demikian data dasar t pografi yang berupa
ketinggian·harus tersedia terlebih dahulu dalam bentuk digital, yang
disusun secara model metrik (teknik DEM). sistem ini memer !
Wanpcralatan yang canggih dan culrup ..tlal namun hasilnya sangat
mengagumkan.

6 Kesimpulan Dari. uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa dalam perencanaan


wilayah, penggunaan teknik analisa keruangan tidak dapat ditinggalkan,
yang bersama-sama analisa yang lain (analisa e.kologi, misalnya)
merupakan. analisa kompleks wilayah. Analisa keruangan
mempertahankan fenomena tertentu. Dengan demikian peta-peta berfungsi
dalam hal analisis keruangan ini.
Sehubungan hal tersebut, kartografi mempunyai peranan antara lain
memberikan bantuan metodologis, dalam mempersiapkan peta-peta yang
gayut untuk kepentingan kajian pengembangan wilayah terutama, secara
langsung berperan dalam proses perencanaan wilayah khususnya
perencanaan fil'ik. Penggunaan teknik automasi dalam kartografi akan
mempermudah . dan mempercepat analisa-analisa peta yang lebih obyektif
( eksak), yang mana hal ini akan lebih berguna bagi para perencana.
Di sisi lain pakar geograf termasuk pakar kartografi dan pakar- pakar
lainnya mempunyai tugas yang tidak habishabisnya, terutama dalam
hubungannya dengan penyiapan peta-peta yang gayut dalam proses
perencanaan dan pengembangan wilayah. Karena perencanaan dan
pengembangan wilayah tersebut, tidak akan pemah berhenti selama
kehidupan masih ada di bumi. Dan masih banyak peta-peta yang
dibutuhkan oleh para perencana baik tingkat nasional maupun regional,
yang masih . hams dipersiapkan dan dilengkapi, dan semua ini merupakan
tantangan bagi kita khususnya pakar .geografi untuk selalu ikut andil. Hal
ini sekaligus merupakan prospek bagi bidang pekerjaan kita di masa yang
akan datang. Suatu prospek yang masih sangat bagus.
7 Daftar Pustaka 1. Benin, J. 1983. Semiology o.r Graphics. Madison, USA: The
University of Wisconsin Press.
2. Bintano dan Surastopo. 1979. Metode Anallsa GeograR.
Jakana: LPlEL
3. Glasson, John. 1978. An Introduction to Regional Planning.
Hutchinson and Co. Ltd Victoria, NSW. ~
4. Muchrche, Philip C. 1978. Map Use. JP. Publication, Madison,
WS.
5. Papp, A - Vary. 1984. Simultaneous Statistical and
Canographical Data Supply System. Tehnlcal papers, Volume 1
'12 th lmem·auonal Conference, ICA. Penh, Austrl!]ia.
6. Paul Sitohang. 1977. Pengantar Perencanaan Regional.
Terjemahan: bukuJohn Glasson Bag. I dan II. FEU I-
BAPPENAS. Jakana.
7. Robinson, Saie, Morrison. 1978. Element or Caartography. John
Wiley and Sons, Ltd, Canada. n
8. Tjalkens, R.A. 1975. The Needs of Regional P.lanning with
Regard to Canography.\VorkJng party cartography. Seminar on
regional planning Cartography Enschede, The Netherlands.

Anda mungkin juga menyukai