Anda di halaman 1dari 31

ALKIL HALIDA

Oleh
Dr. Firdaus, M.S.
Jurusan Kimia FMIPA Unhas Makassar
E-mail: firdaus_tdg@yahoo.com

SAP 6
ALKIL HALIDA
6.1 PENDAHULUAN

Alkil halida adalah turunan hidrokarbon di mana satu atau lebih hidrogennya
diganti dengan halogen. Tiap-tiap hidrogen dalam hidrokarbon potensil digantikan
dengan halogen, bahkan ada senyawa hidrokarbon yang semua hidrogennya dapat
diganti. Senyawa terfluorinasi sempurna yang dikenal sebagai fluorokarbon, cukup
menarik karena kestabilannya pada suhu tinggi.
Alkil halida juga terjadi di alam, meskpiun lebih banyak terjadi dalam
organisme air laut daripada organisme air tawar. Halometana sederhana seperti
CHCl3, CCl4, CBr4, CH3I, dan CH3Cl adalah unsur pokok alga Hawai Aspagopsi
taxiformis. Bahkan ada senyawa alkil halida yang diisolasi dari organisme laut yang
memperlihatkan aktivitas biologis yang menarik. Sebagai contoh adalah plocamen B,
suatu turunan triklorosikloheksana yang diisolasi dari alga merah Plocamium
violaceum, berpotensi seperti DDT dalam aktivitas insentisidalnya melawan larva
nyamuk.

CH3
Cl CH3

Cl
H Cl

Plocamen B, sebuah triklorida

Kimiawan sering menggunakan RX sebagai notasi umum untuk organik halida,


R menyimbolkan suatu gugus alkil dan X untuk suatu halogen. Konfigurasi elektron
dalam keadaan dasar halogen adalah sebagai berikut:

Alkil Halida 1
Firdaus, JurKim FMIPA Unhas
F : 1s22s22p5
Cl : 1s22s22p63s23p5
Br : 1s22s22p63s23p63d104s24p5
I : 1s22s22p63s23p63d104s24p64d105s25p5

Perlu dicatat bahwa halogen adalah atom-atom berelektrogenatif tinggi dan


hanya kekurangan satu elektron untuk mencapai konfigurasi gas mulia. Oleh itu
halogen dapat membentuk ikatan kovalen tunggal atau ionik yang stabil.
Ikatan antara gugus metil dengan fluor, klor, brom, dan ioda terbentuk oleh
tumpang tindih orbital sp3 dari karbon dengan orbital sp3 dari fluor, klor, brom, dan
iod. Kekuatan ikatan CX menurun dari metil fluorida ke metil iodida. Hal ini
mencerminkan prinsip umum bahwa tumpang tindih orbital-orbital lebih efisien
antara orbital-orbital yang mempunyai bilangan kuantum utama yang sama, dan
efisiensinya menurun dengan meningkatnya perbedaan bilangan kuantum utama.
Perlu pula dicatat bahwa halogen adalah lebih elektronegatif daripada karbon,
sehingga ikatan C-X bersifat polar di mana karbon mengemban muatan posisif
partial (δ+) dan halogen muatan negatif partial (δ-).

 
C X

Dengan demikian kerapatan elektron pada halogen lebih tinggi daripada karbon.

6.2 TATANAMA ALKIL HALIDA


Halida sederhana umumnya dinamai sebagai turunan hidrogen halida. Sistem
IUPAC menamai halida sebagai halo turunan hidrokarbon. Dalam nama umum,
awalan n-, sek- (s-), dan ter- (t-) secara berturut-turut menunjukkan normal,
sekunder, dan tersier.
CH3F CH3CH2Cl CH3CHCH3
Fluorometana
(Metil fluorida)
Kloroetana I
(etil klorida) 2-kloropropana
(isopropil iodida)

CH3 CH3
Br
CH3CCH3 CH3C CH2Br
Br Bromosiklobutana
CH3 (Siklobutil bromida)
2-Bromo-2-metilpropana
(t-Butil bromida) 1-Bromo-2,2-dimetilpropana
(Neopentil bromida)

Dengan sistem IUPAC, penamaan semua senyawa yang hanya mengandung


fungsi univalensi dapat dinyatakan dengan awalan fungsi itu sendiri diikuti dengan
nama hidrokarbon induk; prinsip penomoran sekecil mungkin harus dipatuhi.

H3C CH
H3C 3
CH3
CH
CH3CH2CCH2CHCH2CH2CCH3

Br Cl

7-Bromo-2-kloro-5-isopropil-2,7-dimetilnonana

Sering terjadi dalam penamaan umum, hidrokarbon dipandang sebagai gugus.

CH2Cl2 ICH2CH2CH2CH2I
Diklorometana 1,4-Diiodobutana
(Metilen klorida) (Tetrametilen iodida)

Istilah geminal (gem-) (latin geminus, kembar) dan vicinal (vic-) (latin vicinus,
tetangga) kadang digunakan untuk memperlihatkan posisi relatif substitutein sebagai
geminal untuk posisi 1,1 dan vicinal untuk posisi1,2.

CH3CHBr2 BrCH2CH2Br
1,1-Dibromoetana 1,2-Dibromoetana
(gem-Dibromoetana) (vic-Dibromoetana)
6.3 SIFAT-SIFAT FISIK ALKIL HALIDA
Sifat fisik beberapa alkil halida disajikan dalam Tabel 6.1 berikut. Kebanyakan
alkil halida adalah cair; bromida, iodida, dan polihalida umumnya mempunyai
kerapatan >1. Alkil halida tidak larut dalam air, tetapi dapat saling melarutkan
dengan hidrokarbon cair.

Tabel 6.1 Alkil Halida


Nama senyawa Rumus Tl (oC) Td (oC) Kerapatan (cair)
Metil fluorida CH3F -142 - 79 0,877
Metil klorida CH3Cl - 97 - 23,7 0,920
Metil bromida CH3Br - 93 4,6 1,732
Metil iodida CH3I - 64 42,3 2,279
Etil klorida CH3CH2Cl -139 13,1 0,910
Etil bromida CH3CH2Br -119 38,4 1,430
n-Propil klorida CH3CH2CH2Cl -123 46,4 0,890
Isopropil klorida (CH3)2CHCl -117 36,5 0,860
n-Butil bromida CH3(CH2)3Br -112 101,6 1,275
Isobutil bromida (CH3)2CHCH2Br -120 91,3 1,250
sec-Butil bromida CH3CH2CHBrCH3 -112 68 1,259
t-Butil bromida (CH3)3CBr - 20 73,3 1,222
n-oktadekil bromida CH3(CH2)17Br 34 170/0,5

6.4 REAKSI ALKIL HALIDA


Alkil halida paling banyak ditemui sebagai zat antara dalam sintesis. Mereka
dengan mudah diubah ke dalam berbagai jenis senyawa lain, dan dapat diperoleh
melalui banyak cara. Reaksi alkil halida yang banyak itu dapat dikelompokkan dalam
dua kelompok, yaitu reaksi substitusi dan reaksi eliminasi. Dalam reaksi substitusi,
halogen (X) diganti dengan beberapa gugus lain (Z).

..
Z + .. ..
- X
C
-
.. : Z C + :X..
:

Reaksi eliminasi melibatkan pelepasan HX, dan hasilnya adalah suatu alkena.
Banyak sekali modifikasi terhadap reaksi ini, tergantung pada pereaksi yang
digunakan.
H
- C C .. -
B: + X
.. C C + BH : :..
X.. : +
6.4.1 Substitusi Nukleofilik
Suatu nukleofil (Z:) menyerang alkil halida pada atom karbon hibrida-sp 3 yang
mengikat halogen (X), menyebabkan terusirnya halogen oleh nukleofil. Halogen
yang terusir disebut gugus pergi. Nukleofil harus mengandung pasangan elektron
bebas yang digunakan untuk membentuk ikatan baru dengan karbon. Hal ini
memungkinkan gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron yang
tadinya sebagai elektron ikatan. Ada dua persamaan umum yang dapat dituliskan:

.. .. -
R 
+ R + : X.. :
X.. :


Alkil nukleofil gugus
halida pergi

atau

.. .. -
R - :X :
X.. : Z R Z
+ +
Alkil nukleofil ..
gugus
halida pergi

Contoh masing-masing reaksi adalah:

.. : ..
+ ..
CH3CH2C..l + NH 3 CH CH NH :C..-l:
+ 3 2 3
.. -
: : .. .. - ..
:
CH3CH2CH2CH2B..r + CN CH3CH2CH2CH2CN + B..r :

6.4.2 Mekanisme Substitusi Nukleofilik


Pada dasarnya terdapat dua mekanisme reaksi substitusi nukleofilik. Mereka
dilambangkan dengan SN2 adan SN1. Bagian SN menunjukkan substitusi nukleofilik,
sedangkan arti 1 dan 2 akan dijelaskan kemudian.
Mekanisme SN2
Mekanisme SN2 adalah proses satu tahap yang dapat digambarkan sebagai berikut:

..  .. .. -
:  
C : (5.1)
Z +
C X. Z C + :X..
X.. :
.:

nukleofil substrat keadaan transisi gugus


pergi

Nukleofil menyerang dari belakang ikatan CX. Pada keadaan transisi, nukleofil
dan gugus pergi berasosiasi dengan karbon di mana substitusi akan terjadi. Pada saat
gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron, nukleofil memberikan
pasangan elektronnya untuk dijadikan pasangan elektron dengan karbon.
Notasi 2 menyatakan bahwa reaksi adalah bimolekuler, yaitu nukleofil dan
substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi dalam mekanisme reaksi.
Adapun ciri reaksi SN2 adalah:
1. Karena nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi,
maka kecepatan reaksi tergantung pada konsentrasi kedua spesies tersebut.
2. Reaksi terjadi dengan pembalikan (inversi) konfigurasi. Misalnya jika kita
mereaksikan (R)-2-bromobutana dengan natrium hidroksida, akan diperoleh (S)-
2-butanol.

.. CH
HO :- H3C
.. .. -
.. 3
+
.. C HO.. C + B: ..r (5.2)
H
B..r: H

CH3CH2 CH2CH3

(R)-2-bromobutana (S)-2-butanol

Ion hidroksida menyerang dari belakang ikatan CBr. Pada saat substitusi
terjadi, ketiga gugus yang terikat pada karbon sp3 kiral itu seolah-olah terdorong
oleh suatu bidang datar sehingga membalik. Karena dalam molekul ini OH
mempunyai perioritas yang sama dengan Br, tentu hasilnya adalah (S)-2-butanol.
Jadi reaksi SN2 memberikan hasil inversi.
3. Jika substrat RL bereaksi melalui mekanisme SN2, reaksi terjadi lebih cepat
apabila R merupakan gugus metil atau primer, dan lambat jika R adalah gugus
tersier. Gugus R sekunder mempunyai kecepatan pertengahan. Alasan untuk
urutan ini adalah adanya efek rintangan sterik. Rintangan sterik gugus R
meningkat dari metil < primer < sekunder < tersier. Jadi kecenderungan reaksi
SN2 terjadi pada alkil halida adalah: metil > primer > sekunder >> tersier.

Mekanisme SN1
Mekanisme SN1 dalah proses dua tahap. Pada tahap pertama, ikatan antara
karbon dengan gugus pergi putus.

.. ..
C X.. : Lambat +
+ X: ..:- ....... (5.3)
C

Substrat ion karbonium gugus pergi

Gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron, dan terbentuklah ion
karbonium. Pada tahap kedua (tahap cepat), ion karbonium bergabung dengan
nukleofil membentuk produk.

+
C + :Z C atau+
CZ ... (5.4)
+Z

ion karbonium nukleofil

Pada mekanisme SN1, substitusi terjadi dalam dua tahap. Notasi 1 digunakan
sebab pada tahap lambat hanya satu dari dua pereaksi yang terlibat, yaitu substrat.
Tahap ini sama sekali tidak melibatkan nukleofil.
Berikut ini adalah ciri-ciri suatu reaksi yang berjalan melalui mekanisme SN1:
1. Kecapatan reaksinya tidak tergantung pada konsentrasi nukleofil. Tahap penentu
kecepatan reaksi adalah tahap pertama di mana nukleofil tidak terlibat.
2. Jika karbon pembawa gugus pergi adalah bersifat kiral, reaksi menyebabkan
hilangnya aktivitas optik karena terjadi rasemik. Pada ion karbonium, hanya ada
tiga gugus yang terikat pada karbon positif. Karena itu, karbon positif
mempunyai hibridisasi sp2 dan berbentuk planar. Jadi nukleofil mempunyai dua
arah penyerangan, yaitu dari depan dan dari belakang. Dan kesempatan ini
masing-masing mempunyai peluang 50 %. Jadi hasilnya adalah rasemit.
Misalnya, reaksi (S)-3-bromo-3-metilheksana dengan air menghasilkan alkohol
rasemik.

CH3 CH3 CH3


H2O
C
CH3CH2 C CH3CH2 C OH
+ CH2CH3
Br aseton HO
CH3CH2CH2 CH3CH2CH2 CH2CH2CH3
50% R
(S)-3-bromo-3-metilheksana 50% S

Spesies antaranya (intermediate species) adalah ion karbonium dengan geometrik


planar sehingga air mempunyai peluang menyerang dari dua sisi (depan dan
belakang) dengan peluang yang sama menghasilkan adalah campuran rasemik.

CH3 ..
..
H2O: :OH2
+
C
CH CH CH2CH2CH3
3 2

Reaksi substrat RX yang melalui mekanisme SN1 akan berlangsung cepat jika
R merupakan struktur tersier, dan lambat jika R adalah struktur primer. Hal ini
sesuai dengan urutan kestabilan ion karbonium, 3o > 2o >> 1o.

6.4.3 Perbandingan Mekanisme SN1 dan SN2


Tabel 6.2 berikut memuat ringkasan mengenai mekanisme substitusi dan
mebandingkannya dengan keadaan-keadaan lain, seperti keadan pelarut dan struktur
nukleofil.
Perlu diperhatikan bahwa halida primer selalu bereaksi melalui mekanisme S N2,
sedangkan halida tersier melalui mekanisme SN1. Pada halida sekunder, terdapat dua
kemungkinan.
Tabel 6.2 Perbandingan reaksi SN2 dengan SN1
SN2 SN1
Struktur halida
Primer atau CH3 Terjadi tidak
Sekunder kadang-kadang kadang-kadang
Tersier tidak terjadi

Stereokimia pembalikan rasemisasi

Nukleofil kecepatan reaksi kecepatan reaksi tidak


tergantung pada bergantung pada
konsentrasi nukleofil, konsentrasi nukleofil,
meknaisme memilih mekanisme memilih
nukleofil anion nukleofil netral

Pelarut kecepatan reaksi sedikit kecepatan reaksi sangat


dipengaruhi kepolaran dipengaruhi kepolaran
pelarut pelarut

Pada tahap pertama dalam mekanisme SN1 adalah tahap pembentukan ion,
sehingga mekanisme ini dapat berlangsung lebih baik dalam pelarut polar. Jadi
halida sekunder yang dapat bereaksi melalui kedua mekanisme tersebut, kita dapat
mengubah mekanismenya dengan menyesuaikan kepolaran pelarutnya. Misalnya,
mekanisme reaksi halida sekunder dengan air (membentuk alkohol) dapat diubah
dari SN2 menjadi SN1 dengan mengubah pelarutnya dari 95% aseton-5% air (relatif
tidak-polar) menjadi 50% aseton-50% air (lebih polar, dan pelarut peng-ion yang
lebih baik).
Kekuatan nukleofil juga dapat mengubah mekanisme reaksi yang dilalui oleh
reaksi oleh reaksi SN. Jika nukleofilnya kuat maka mekanisme SN2 yang terjadi.
Berikut ini ada beberapa petunjuk yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu
nukleofil adalah kuat atau lemah.
1. Ion nukleofil bersifat nukleofil. Anion adalah pemberi elektron yang lebih baik
daripada molekul netralnya. Jadi

- -
HO > HOH RS > RSH
- R - C
Alkil RO > ROH O > R OH 9
Halida C
Firdaus, JurKim FMIPA Unhas
O O
2. Unsur yang berada pada periode bawah dalam tabel periodik cenderung
merupakan nukleofil yang lebih kuat daripada unsur yang berada dalam periode
di atasnya yang segolongan. Jadi

- - - - - -
HS > HO I > Br > Cl > F
.. .. (CH ) P: > (CH ) N:
RS.. H > 33 33
RO..H

3. Pada periode yang sama, unsur yang lebih elektronegatif cenderung merupakan
nukleofil lebih lemah (karena ia lebih kuat memegang elektron). Jadi

R R .. -
.. - .. ..
- R dan
R C: > N: > O..: > H2O.. > H:F.. :
R R H3N:

Karena C dan N berada dalam periode yang sama, tidak mengherankan jika pada
ion -:CN: , yang bereaksi adalah karbon, karena sifat nukleofilnya lebih kuat.

6.4.4 Reaksi Eliminasi: Mekanisme E2 dan E1


Jika alkil halida mempunyai atom hidrogennya pada atom karbon yang
bersebelahan dengan karbon pembawa halogen akan bereaksi dengan nukleofil,
maka terdapat dua kemungkinan reaksi yang bersaing, yaitu substitusi dan eliminasi.

Substitusi -
H C C Z+ X ... (5.5)

Z: + C C
Eliminasi
X
- ...(5.6)
C C + HZ + X

Pada reaksi substitusi, nukleofil menggantikan halogen (lihat pers. 5.5). Pada

Alkil Halida 10
Firdaus, JurKim FMIPA Unhas
reaksi eliminasi (pers. 5.6), halogen X dan hidrogen dari atom karbon yang

Alkil Halida 11
Firdaus, JurKim FMIPA Unhas
bersebelahan dieliminasi dan ikatan baru (ikatan ) terbentuk di antara karbon-
karbon yang pada mulanya membawa X dan H. Proses eliminasi adalah cara umum
yang digunakan dalam pembuatan senyawa-senyawa yang mengandung ikatan
rangkap.
Seringkali reaksi substitusi dan eliminasi terjadi secara bersamaan pada
pasangan pereaksi nukleofil dan substrat yang sama. Reaksi mana yang dominan,
bergantung pada kekuatan nukleofil, struktur substrat, dan kondisi reaksi. Seperti
halnya dengan reaksi substitusi, reaksi elimanasi juga mempunyai dua mekanisme,
yaitu mekanisme E2 dan E1.

Mekanisme E2
Reaksi E2 adalah proses satu tahap. Nukleofil bertindak sebagai basa dan
mengambil proton (hidrogen) dari atom karbon yang bersebelahan dengan karbon
pembawa gugus pergi. Pada waktu yang bersamaan, gugus pergi terlepas dan ikatan
rangkap dua terbentuk.

Z:
H

E2 C + HZ + X- ........ (5.7)
C
C C
X

Konfigurasi yang terbaik untuk reaksi E2 adalah konfigurasi dimana hidrogen yang
akan tereliminasi dalam posisi anti dengan gugus pergi. Alasannya ialah bahwa pada
posisi tersebut orbital ikatan CH dan CX tersusun sempurna yang memudahkan
pertumpangtindihan orbital dalam pembentukan ikatan  baru.

Mekanisme E1
Mekanisme E1 mempunyai tahap awal yang sama dengan mekanisme S N1. Tahap
lambat atau penentuan ialah tahap ionisasi dari substrat yang menghasilkan ion
karbonium (bandingkan dengan pers. 5.3).
H H
Lambat
C C +
X C C + ......... (5.8)
X-

substrat ion karbonium

Kemudian, ada dua kemungkinan reaksi untuk ion karbonium. Ion bisa bergabung
dengan nukleofil (proses SN1) atau atom karbon bersebelahan dengan ion karbonium
melepaskan protonnya, sebagaimana ditunjukkan dengan panah lengkung, dan
memebentuk alkena (proses E1).

H
Z:
C C Z SN1
H
+ ...... (5.9)
C C
+
-H
C C + H+ E1

Sekarang mari kita lihat dengan contoh-contoh bagaimana reaksi-reaksi substitusi


dan eliminasi bersaing.

6.4.5 PERSAINGAN SUBSTITUSI DAN ELIMINASI


Ditinjau reaksi antara alkil halida dengan kalium hidroksida yang dilarutkan
dalam metil alkohol. Nukleofilnya adalah ion hidroksida, OH-, yaitu nukleofil kuat
dan sekaligus adalah basa kuat. Pelarut alkohol kurang polar jika dibandingkan
dengan air. Keadaan-keadaan ini menguntungkan proses-proses SN2 dan E2 jika
dibandingkan dengan SN1 dan E1.
Misalnya, gugus alkil pada alkil halida adalah primer, yaitu 1-bromobutana.
Kedua proses dapat terjadi.
.. -
.. SN2 .. ..
-
HO.. : + CH3CH2CH2CH2 CH3CH2CH2CH2OH.. + : B..r:
......... (5.10)
B..r:

H
..- .. E2 .. -
..
HO.. : + CH3CH2CH CH B..: r CH CH CH CH2 + : +:
2 3 2 B..r
H O..
2
............ (5.11)

Hasilnya adalah campuran 1-butanol dan 1-butena. Reaksi SN2 cenderung terjadi jika
digunakan pelarut yang lebih polar (air), konsentrasi basa yang sedang, dan suhu
sedang. Reaksi E2, cenderung terjadi jika digunakan pelarut yang kurang polar,
konsentrasi basa yang tinggi, dan suhu tinggi.
Seandainya kita mengganti alkil halida primer menjadi tersier, reaksi substitusi
akan terhambat (ingat, urutan reaktivitas untuk reaktivitas SN2 adalah 1o >2o >> 3o).
Tetapi, reaksi eliminasi akan cenderung terjadi karena hasilnya adalah alkena yang
lebih tersubtitusi. Pada kenyataannya, dengan t-butil bromida, hanya proses E2 yang
terjadi.

CH
.. Tak terjadi SN2 karena
.. - 3
:

HO+
.. C
H3 B.. bagian belakang terlindungi
r:
C CH
3

t-butil bromida

H
H
C CH2
.. - H .. E2 .. .. -
:
HO.. : C B.. C + + B.. r :
H3C
+ r: H2O..
H3C
CH3
CH3
t-butil bromida iso butilena
Jadi, bagaimana kita mengubah butil bromida tersier menjadi alkoholnya? Kita
tidak menggunakan ion hidroksida, melainkan air. Air merupakan basa yang lebih
lemah daripada ion hidroksida, sehingga reaksi E2 ditekan. Air juga merupakan
pelarut polar, yang menguntungkan mekanisme ionisasi. Dalam hal ini, E1 tidak
dapat dihindari sebab persaingan antara E1 dan SN1 cukup berat.
Hasil utama adalah hasil subtitusi (80%), tetapi eliminasi masih terjadi (20%).
Ringkasannya, halida tersier bereaksi dengan basa kuat dalam pelarut nonpolar
memberikan eliminasi (E2), bukan subtitusi. Dengan basa lemah dan nukleofil
lemah, dan dalam pelarut polar, halida tersier memberikan hasil utama subtitusi
(SN1), tetapi sedikit eliminasi (E1) juga terjadi. Halida primer bereaksi hanya melalui
mekanisme-mekanisme SN2 dan E2, karena mereka tidak terionisasi menjadi ion
karbonium. Halida sekunder menempati kedudukan pertengahan, dan mekanisme
yang terjadi sangat dipengaruhi oleh keadaan reaksi. Halida-halida sekunder dapat
bereaksi melalui mekanisme SN1 dan SN2 secara serentak.

6.5 CONTOH-CONTOH REAKSI SUBSTITUSI NUKLEOFILIK DAN


ELIMINASI

Nukleofil dapat digolongkan menurut jenis atom yang membentuk ikatan


kovalen. Nukleofil yang umum adalah nukleofil oksigen, nitrogen, belerang,
halogen, atau karbon. Berikut ini kita akan melihat beberapa contoh reaksi yang
melibatkan reaksi nukleofil-nukleofil tersebut dengan alkil halida.

H2O SN1
(CH3)3COH
kira-kira 80%

(CH3)3CBr (CH3)3C+ + - ....... (6.12)


Br

+
(CH3)2C CH + H
E1 2
kira-kira 20%
6.5.1 Sintesis eter dengan cara Williamson
Reaksi pembuatan eter yang paling umum adalah dengan metode Williamson.
Pada tahap pertama, alkohol direaksikan dengan logam natrium untuk menghasilkan
alkoksida.

-
2 ROH + 2 Na 2 RO Na+ + ......... (6.13)
H2
alkohol natrium alkoksida

Alkil halida R’X kemudian ditambahan pada campuran ini, dan dipanaskan untuk
mengahsilkan eter.

- + -
RO Na+ + R' X R O R' + Na X .... (6.14)
eter

Karena R dan R’ dapat divariasikan secara luas (kecuali R’ tersier), maka sintesis ini
sangat bermanfaat.

6.5.2 Amina dari alkil halida (SN2)


Amoniak bereaksi dengan alkil halida menjadi amina melalui proses dua tahap.
Tahap pertama adalah reaksi substitusi nukleofilik.

..
.. : -
+

H3N: + R
X..: R NH3 + X..: ..................(6.15)
alkilamonium halida

Dalam reaksi ini digunakan amoniak berlebihan, dan pada tahap berikutnya amoniak
kedua bertindak sebagai basa mengambil proton dari ion alkilamonium sehingga
terbentuk amina.

H H H
H
+ +
R N + :N H R N + H N H
H :
H ion alkilamonium
H H
H

........ (6.16)
Kedua persamaan (6.15 dan 6.16) dapat digabungkan menjadi persamaan (6.17)
seperti berikut:

.. + ..
NH + X- ..... (6.17)
2NH3 R X RNH2 + 4
amoniak alkil halida amina

Sama halnya dengan sintesis eter Williamson, substitusi nukleofilik (pers. 6.17)
berlangsung dengan baik jika R merupakan gugus alkil primer atau sekunder.
Amina primer yang terbentuk mempunyai pasangan elektron bebas pada
nitrogen, dan karenanya dia juga adalah nukleofil yang dapat bereaksi dengan alkil
halida menghasilkan amina sekunder.

.. ..
2 RNH + R X R2NH
2
+ -
+ ....... (6.18)
RNH3X
amina sekunder

Amina sekunder juga masih mempunyai pasangan elektron bebas pada nitrogen
sehingga dia masih merupakan nukleofil, dan bereaksi dengan alkil halida
menghasilkan amina tersier.

.. X ..
+ -..............
R NH X (6.19)
2 R2NH + R R3N + 2 2
amina tersier

Akhirnya, amina tersier juga bereaksi lagi dengan alkil halida menhasilkan garam
kuaterneri karena amina tersier juga adalah suatu nukleofil.

R N
X .. + R X R4N + - ......... (6.20)
3
garam amonium kuaterneri

Jadi reaksi antara amoniak dengan alkil halida mengahsilkan campuran antara amina
primer, sekunder, dan tersier.
6.5.3 Pembuatan senyawa nitril (SN2)
Suatu reaksi yang sangat bermanfaat adalah reaksi antara alkil halida dengan
suatu anion karbon. Reaksi ini memerlukan suatu karbanion yang stabil, dan yang
memenuhi adalah sianida.

CH3CH2CH2CH2B
+ Na+CN - CH3CH2CH2CH2CN + Na+Br
-
r
1-bromobutana valeronitril
........ (6.21)

Reaksi ini menyatakan suatu cara mudah untuk memperpanjang suatu rantai dengan
satu atom karbon. Reaksi ini memberikan hasil yang baik untuk hampir semua halida
primer dan sekunder, tetapi halida tersier tidak.

6.5.4 Pembuatan alkuna (SN2)


Reaksi asam-basa antara 1-alkuna dengan suatu basa kuat akan mengarah pada
pembentukan garam.

R CC .. ..
- +
H + NaNH2 C C: Na + NH3 ..... (6.22)
R
natrium amida natrium alkunida

Alkunida adalah pereaksi nukleofil, dan mereka masuk ke dalam reaksi substitusi
nukleofilik dengan menyerang atom karbon agen pengalkilasi dengan menggantikan
gugus pergi. Hasil reaksi ini adalah alkilasi alkunida menghasilkan alkuna baru.

-
RC C M+ + R'CH X
2 RC C CH R' + M+ + X- ... (6.22)
2
X = Br atau OSO2R"
Umumnya reaksi ini terbatas untuk situasi dalam mana agen pengalkilasi (alkil
bromida atau alkil sulfonat) adalah primer dan tidak bercabang pada atom karbon-
nya.
6.5.5 Pembuatan alkena (E2)
Reaksi eliminasi- bimolekuler menyatakan suatu metode yang sangat penting
untuk pembuatan alkena dan alkuna. Di dalam perencanaan suatu sintesis dengan
menggunakan metode ini, pendekatan yang paling praktis adalah menggunakan
halida atau sulfonat yang dapat menghasilkan hanya satu alkena.
Monodehidrohalogenasi 1,1-dihaloalkana atau 1,2-dihaloalkana dibawah kondisi
yang lembut menyebabkan pembentukan vinil halida.
Di dalam reaksi eliminasi, produk yang dominan biasanya sesuai dengan
hukum Saytzeff, yaitu olefin yang atom karbon-tak jenuhnya mengandung substutien
lebih banyak.
Contoh:
CH CH CH CH EtO-/EtOH CH CH CH + CH CH CH CH
CH
3 2 - HBr 3 3 3 2 2
3
Br 4 bagian 1 bagian

6.5.6 Pembuatan Alkuna (E2)


Jika vinil halida diolah dengan basa yang sangat kuat maka terbentuk alkuna.

CH CHBr + KOH
panas
C CH + KBr .... (6.23)

Hal yang serupa jika 2 mol hidrogen halida dieliminasi dari 1,1-dihalida atau 1,2-
dihalida akan dihasilkan alkuna.

CH3CH2CH Cl
Cl
1,1-dikloropropana

-
CH CH CH NH2
... (6.24)
3 2
Cl Cl CH3C CH
1,2-dikloropropana
CH3CH CH Cl
1-kloro-1-propena
Seperti halnya ikatan rangkap dua, ikatan rangkap tiga lebih stabil secara
termodinamika dalam posisi 2,3 daripada dalam posisi 1,2. Jika kita mengolah
senyawa 2,2-diklorobutana dengan ion hidroksida atau alkoksida maka kita peroleh
2-butuna yang dominan. Dilain pihak, sodamida adalah suatu basa yang cukup kuat
akan bereaksi dengan proton asam dari satu alkuna menghasilkan garam sodium. Ion
hidroksida dan metoksida tidak cukup kuat basanya untuk melakukan hal ini. Jika
kita mengolah 2,2-diklorobutana dengan sodamida, kita memperoleh alkunida,
dengan pengasaman akan menghasilkan satu alkuna.

Cl
-
2 -
N NH2
-
CH3 C CH H H C C CH2CH C C CH2CH3
3
+
CH2 3 H
Cl

-OCH3
CH3 C C HC C CH2CH3
CH
3

6.5.7 Pembuatan Pereaksi Grignard


Organik halida dan magnesium dalam eter bereaksi membentuk pereaksi
Grignard (RMgX) yang merupakan spesies-antara yang reaktif.

R X + Mg Eter
RMgX
Suatu pereaksi Grignard

Alkil fluorida tidak bereaksi dengan magnesium dalam eter. Alkil klorida
cenderung bereaksi dengan lambat, dan aril halida tidak bereaksi. Alkil bromida dan
alkil iodida keduanya dengan cepat bereaksi dengan magnesium, tapi bromida lebih
sering digunakan karena lebih murah dan mudah diperoleh.
Br Cl + Mg Eter
BrMg Cl
Dalam pembuatan dan penanganan senyawa oragnologam reaktif seperti
pereaksi Grignard, kita mencegahnya kontak dengan udara atau pelarut-pelarut
protik. Bekerja dengan zat-zat ini dianjurkan menggunakan pelarut kering dan
atmosfir inert. Sebagai contoh, air menghidrolisis pereaksi Gridnard mengahsilkan
alkana.

RMgX + H O RH + MgXOH
2

Oleh karena ikatan karbon-magnesium terpolarisasi dengan muatan parsil


negatif pada karbon dan muatan parsil positif pada magnesium, penataan ulang tidak
pernah menyertai ion karbonium yang terbentuk dari pereaksi Grignard. Sebagai
contoh, pereaksi Grignard dapat dibuat dari neopentil klorida tanpa terjadinya
pentaan ulang.

CH3 CH3
eter  
CH3 C CH2 Cl + Mg CH C CH2 MgCl
3
CH3 CH
3

neopentilmagnesium klorida

Dalam pembuatan pereakasi Grignard dari aril klorida dan vinil halida yang
kurang reaktif, umumnya tetrahidrofuran digunakan sebagai pelarut.

tetrahidrofuran
Cl + Mg MgCl

klorobenzena fenilmagnesium klorida

CH CH Br tetrahidrofuran
2
+ Mg CH CH MgBr
2
vinil bromida vinilmagnesium bromida

=======
DAFTAR PUSTAKA
Allinger N. L., et al, 1976, Organic Chemistry, 2nd Edition, Worth Publishers, Inc.,
New York.

Hart, H., Organic Chemistry – a short Course, 5th Edition, Diterjemahkan oleh
Achmadi S., 1983, Kimia Organik – Suatu Kursus Singkat, Edisi Keenam,
Erlangga, Jakarta.

McMurry, M., 1988, Organic Chemistry, 2 nd Edition, Brooks/Cole Publishing


Company, California.

https://sumber.belajar.kemdikbud.go.id/repos/FileUpload/Kimia%20Halo
%20Alkana-BB/Topik-1.html

Anda mungkin juga menyukai