Anda di halaman 1dari 5

Kadar fenol asap cair hasil distilasi dapat dilihat pada Tabel 13.

Hasil uji ANOVA dari kadar


asam asap cair setelah distilasi (Lampiran 13) menunjukkan bahwa untuk masing-masing sampel
(sabut dan tempurung kelapa), suhu distilasi mampu menghasilkan nilai kadar fenol yang
berbeda. Hal ini dapat dilihat dari kadar fenol yang cenderung semakin besar seiring dengan
peningkatan suhu distilasi kecuali pada fraksi suhu distilasi keempat. Dari analisis ANOVA ini
juga dapat dikatahui bahwa suhu pembakaran tidak mempengaruhi kadar fenol yang diperoleh.
Apabila dianalisis sampai pada suhu distilasi fraksi kedua, suhu distilasi mempengaruhi nilai
kadar fenol dari asap cair yang diperoleh. Senyawa fenolat tersebut diantaranya fenol, 2-methyl
fenol, 2-methoxy fenol, 2-ethyl fenol, 2,4- dimethyl fenol, 3-ethyl fenol, 3,4-dimethyl fenol, dan
2-methoxy-4-methyl fenol.

Asap cair yang didistilasi memiliki kadar fenol yang lebih rendah daripada asap cair sebelum
distilasi. Hal ini dikarenakan asap cair tersusun dari berbagai macam senyawa fenolat dengan
titik didih yang bervariasi. Dengan distilasi pada suhu yang berbeda-beda, senyawa-senyawa
fenolat tersebut terfraksinasi berdasarkan titik didihnya masing-masing. Selain itu, ada beberapa
senyawa fenolat yang memiliki titik didih tinggi sehingga tidak terfraksinasi pada distilasi
sampai suhu 200 °C yang digunakan pada penelitian ini sehingga menyebabkan kadar fenol pada
asap cair setelah distilasi lebih rendah daripada kadar fenol asap cair sebelum distilasi.

Dari hasil pengukuran kadar fenol dari fraksi-fraksi asap cair, didapatkan hasil bahwa fraksi yang
memiliki kadar fenol paling tinggi adalah fraksi asap cair dengan suhu distilasi 150 °C sampai
200 °C. Hal ini terjadi karena senyawa fenol, yang merupakan komponen dominan pada asap
cair memiliki titik didih 181,8 °C. Kadar fenol asap cair pada penelitian ini berkisar antara 0,39 -
1,44 %, sesuai dengan hasil penelitian Maga (1988) yaitu kadar fenol sebesar 0,2 % - 2,9 %.
Menurut Maga (1987) melaporkan bahwa hemiselulosa akan mengalami dekomposisi menjadi
furan dan turunannya selama pembakaran kayu. Selanjutnya ia juga menyebutkan bahwa
pirolisis ligin akan menghasilkan guaikol, 4-metilguaikol, 4-etilguaikol dan asetovanilon,
sedangkan pirolisis selulosa akan menghasilkan char, tar, levogkosan, 1,6 anhidro-beta-D-
glukofutnanon dan material yang menglami hidrolisis. Sedangkan girard (1992) melaporkan
bahwa pirolisis selulosa akan membentuk golongan furan dan fenol, sedangkan pirolisis lignin
akan menghasilkna metil ester pirogalol dan tar uang merupakan campuran dari senyawa-
senyawa guaikol, kresol dan fenol. Golongan fenol dalam asap cair terdiri dari fenol, guaikol,
metilguaikol dan siringol (Kornreich dan Issenberg, 1972), sendagkan Lustre and Issenberg dua
tahun sebelumnya, 1970 melaporkan bahwa golongan fenol pada asap terdiri atas 2,6-dimetoksi-
9-vinifenol, 2,6-dimetoksi-4-cis dan trans propeifenol, propasiringon, koniferaldehida dan
sinapaldehida. Senyawa-senyawa tersebut dilaporkan terdapat juga pada asap cair.

Kadar fenol yang dihasilkan mengalami penurunan sedangkan pada residu mengalami
peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa turunya kadar fenol disebabkan karena proses
redistilasi, asap cair yang menguap pada labu destillat adalah senyawa yang mempunyai titik
didih rendah sedangkan pada destilat senyawa yang mempunyai titik didih tinggi dan juga
teradsorbanya senyawa organik oleh zeolite pada saat proses redistilasi. Selain itu juga proses
redistilasi menggunakan suhu 200 sehingga senywa golongan fenol redegradasi menjadi senyawa
turunannya dan membentuk senyawa lain. Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam asap
kayu umumnya hidrokarbon aromatic yang tersusun dari cincin benzene dengan sejumlah gugus
hidroksil yang terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus lain seperti
aldehid, keton, asam dan ester (Maga, 1987).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya kandungan fenol dalam asap cair diantaranya
adalah banyaknya kandungan lignin dalam bahan. Semakin besar kandungan lignin
semakin besar pula kandungan fenol dalam asap cair. Faktor lainnya kadar fenol tinggi yaitu
kurang optimalnya temperatur pirolisis sehingga kandungan lignin pada bahan belum efektif
terurai sempurna.
Berdasarkan hasil pengamatan dari keempat sampel kondensat yang
didistilasi, rendemen distilat asap cair yang terbesar terdapat pada fraksi suhu
distilasi sampai 100 °C. Hal ini dikarenakan pada suhu sampai 100 °C hampir
semua fraksi air yang ada pada asap cair tersebut menguap sehingga memperbesar
rendemen yang diperoleh. Selanjutnya semakin tinggi suhu fraksi distilasi,
persentase asap cair yang terekstrak semakin kecil. Hal ini dikarenakan pada suhu
fraksi diatas 100 °C, komponen yang teruapkan tidak lagi mengandung air bebas,
melainkan hanya komponen-komponen penyusun asap cair sehingga jumlah fraksi
asap cair yang dihasilkan tidak terlalu besar.

Kadar asam yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 0,11%
sampai 15,59% yang jauh berbeda dengan hasil Luditama (2006) yang
dihasilkan dengan distilasi yaitu berkisar antara 4,262 % sampai 59,934 %
dengan metode distilasi dan suhu 500°C. Darmadji (2002) menghasilkan kadar
asam berkisar antara 4,94 % sampai 29,10 % pada suhu 400 °C selama 1 jam.
Pada penelitian ini menghasilkan fraksi-fraksi berdasarkan perbedaan
kepolaran komponen dalam asap cair. Hal ini menyebabkan komponen yang
bersifat polar akan terdistribusi dalam pelarut etil asetat dan metanol dan
sangat kecil pada heksan yang merupakan pelarut non-polar. Keasaman dari
asap cair ini juga dipengaruhi oleh kadar fenol pada asap cair. Semakin tinggi
kadar fenol, maka asap cair akan menjadi semakin asam. Fraksi hasil ekstraksi
yang mengandung kadar asam paling besar adalah pada fraksi etil asetat yaitu
6,982% tempurung dan 2,806% sabut kelapa.

Komponen asap cair yang dihasilkan dari ekstraksi yang termasuk


dalam golongan asam organik berbeda antara masing-masing fraksi. Senyawa
asam yang teridentifikasi dengan GC-MS diantaranya adalah asam asetat
(0,28) dan metil 3-asetilpropanoat (0,10%) pada fraksi tempurung-heksan;
tetrahidrofurfuralasetat (0,45%) pada fraksi tempurung-etil asetat; dan 1,1-
dimetilpropil-2-etilheksanoat (2,32%) pada fraksi tempurung-metanol.
Sedangkan senyawa asam yang teridentifikasi dengan GC-MS diantaranya
adalah 4-hidroksi-3-metoksi asam benzoid (4,56%) pada fraksi sabut-heksan,
3-hidroksi metil asam benzoid (0,21%) pada fraksi sabut-etil asetat; dan etil
ester asam butanoid (18,57%) pada fraksi sabut-metanol.

Perbedaan komponen kimia pada asap cair disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
komposisi biomassa, suhu, dan tekanan atmosfir pirolisis, laju transfer panas, dan juga ukuran
partikel biomassa (Ramakhrisnan dan Moeller, 2002). Redistilasi merupakan salah satu cara
yang tersedia untuk memurnikan ACK dari berbagai komponen yang tidak diinginkan
seperti tar dan hidrokarbon poliaromatik (Darmaji, 2002). Melalui cara ini, kemurnian
asam sebagai komponen utama dalam asap cair untuk mengkoagulasi karet alam dapat
ditingkatkan.

Akbar 2012 Kandungan fenol pada asap cair menurut peneliti sebelumnya (sebesar 0,2-2,9 %.
Kandungan fenol yang didapat dari penelitian ini jauh lebih kecil dari yang didapat pada kayu
tembesu. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktor penyebabnya adalah
kandungan lignin yang terkandung lebih sedikit. Faktor lainnya adalah kurang optimalnya
temperatur pirolisis kayu pelawan dan sehingga kandungan lignin pada kayu pelawan belum
efektif terurai sempurna.

Fauziati 2015 Kadar fenol pada kayu yaitu 2,85% dan tempurung kelapa sebesar 5,13%
Tranggono dkk, 1996

Menurut Darmadji (2002), kadar fenol hasil redestilasi asap cair tempurung kelapa pada suhu
kurang dari 100C adalah 3,90%. Hasil yang lebih rendah ini dapat disebabkan karena
perbedaan jenis dan varietas tempurung kelapa, kelembaban dan umur tempurung kelapa,
temperatur pirolisa, serta jumlah oksigen dalam generator asap (Guillen dkk., 1995; Guillen
dan Manzanos, 1996; Maga, 1987; Girard, 1992).

Pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar
4,13%, karbonil 11,3% dan asam 10,2% (Darmadji 1996).

Menurut Hidayat (2016) Kadar fenol bervariasi antara 2,10- 2,13% tergantung pada macam dan
bentuk kayu dengan rata-ratanya 2,85%,
Menurut Girard (1992), lignin merupakan sebuah polimer kompleks yang
mempunyai berat molekul tinggi dan tersusun atas unit-unit fenil propana.
Senyawa-senyawa yang diperoleh dari pirolisis struktur dasar lignin berperanan
penting dalam memberikan aroma asap produk asapan. Senyawa ini adalah fenol,
eter fenol seperti guaiakol, siringol dan homolog serta derivatnya (Prananta,
2008). Lignin mulai mengalami dekomposisi pada temperatur 300-350 oC dan
berakhir pada 400-450 oC

Maga 1987 Selanjutnya ia juga menyebutkan bahwa pirolisis lignin akan menghasilkan
guaikol, 4-metilguaikol, 4-etilguaikol dan asetovanilon, Girard 1992 pirolisis lignin akan
menghasilkna metil ester pirogalol dan tar uang merupakan campuran dari senyawa-senyawa
guaikol, kresol dan fenol. Golongan fenol dalam asap cair terdiri dari fenol, guaikol,
metilguaikol dan siringol (Kornreich dan Issenberg, 1972), sendagkan Lustre and Issenberg dua
tahun sebelumnya, 1970 melaporkan bahwa golongan fenol pada asap terdiri atas 2,6-dimetoksi-
9-vinifenol, 2,6-dimetoksi-4-cis dan trans propeifenol, propasiringon, koniferaldehida dan
sinapaldehida. Senyawa-senyawa tersebut dilaporkan terdapat juga pada asap cair.

Faktor lainnya kadar fenol tinggi yaitu kurang optimalnya temperatur pirolisis sehingga
kandungan lignin pada bahan belum efektif terurai sempurna.

Anda mungkin juga menyukai