Bab I

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang penelitian

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolit kronik dengan

karakteristik hiperglikemia yang diakibatkan adanya kelainan pada sekresi insulin,

kerja insulin, atau keduanya (perkeni, 2011). Penderita diabetes melitus di seluruh

dunia di atas umur 20 tahun berjumlah 180 juta orang dan diperkirakan jumlah ini

bertambah pada tahun 2.030 menjadi 346 juta orang (WHO, 2011). Berdasarkan

badan riset kesehatan dasar (Riskesdas, 2018), prevalensi kejadian kasus DM

berdasarkan umur penduduk indonesia ≥ 15 tahun 2013 sekitar 1,5% dari jumlah

penduduk indonesia dengan jumlah penderita mencapai 3975 orang dan pada

tahun 2018 mengalami peningkatan menjadi 2% dari penduduk indonesia dengan

jumlah penderita 5.300 orang. Dari jumlah ini sekitar juta orang dewasa usia ≥ 15

tahun meninggal dunia akibat DM (Kemenkes RI, 2018).

Menurut laporan Badan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018,

sebagaimana telah dipublikasikan oleh kementerian kesehatan menunjukkan

bahwa untuk wilayah Sulawesi Tenggara masih di bawah 2% dari jumlah

penderita DM di Indonesia sekitar 3.206 orang atau 0,12% dari jumlah penduduk

Sulawesi Tenggara menderita DM (Kemenkes RI, 2018).

Tingginya penderita DM di Indonesia memunculkan upaya pengobatan,

baik pengobatan farmakologis maupun non farmakologis. Berbagai pilihan obat

antidiabetes baik secara farmakologis maupun tradisional telah banyak dikenal.

Terapi farmakologi dengan obat modern pada penderita antidiabetes melitus

1
terdiri atas obat hiperglikemik oral, injeksi insulin dan injeksi antidiabetes yang

lain (Purwatresna, 2012).

Pengobatan diabetes melitus biasanya dilakukan dengan pemberian

obat-obat kimia obat-obatan antidiabetik oral atau dengan suntikan insulin yang

digunakan oleh masyarakat. Disamping itu banyak diantara penderita diabetes

melitus berusaha mengendalikan kadar glukosa darahnya dengan cara tradisional

yaitu dengan menggunakan bahan alam. Penggunaan bahan alam sebagai obat

tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-

abad lalu dan dikembalikannya perhatian masyarakat pada pengobatan

menggunakan bahan alam yang dikenal dengan istilah “kembali ke alam”

desebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping relatif lebih sedikit

dibandingkan obat sintesis (Wind, 2014).

Menurut naufalik (2005), tumbuhan etlingera adalah salah satu

tumbuhan dari zingiberaceae yang tumbuh di Indonesia. Etlingera dapat

digunakan mulai dari daun hingga rimpang. Kandungan fitokimia bunga, batang,

rimpang, buah dan daun etlingera antara lain mengandung senyawa polifenol,

alkaloid, saponin, tanin, flavanoid, steroid, minyak atsiri yang berperan aktif

sebagai antioksidan.

Flavonoid adalah senyawa organik alami yang ada pada tumbuhan secara

umum. Flavonoid alami banyak memainkan peran penting dalam pencegahan DM

dan komplikasinya (Jack, 2012). Berdasarkan sejumlah studi telah dilakukan

untuk menunjukkan efek hipoglikemik dari flavonoid dengan menggunakan

model eksperimen yang berbeda, hasilnya tanaman yang mengandung flavonoid

telah terbukti memberi efek menguntungkan dalam melawan penyakit diabetes

melitus, baik melalui kemampuan mengurangi penyerapan glukosa maupun

dengan cara meningkatkan toleransi glukosa (Brahmachari, 2011).


2
Sampai saat ini belum ada informasi ilmiah tentang efek antidiabetik

ekstrak etanol batang Wualae (Etlingera alba (Blume) A.D. Poulsen) terhadap

mencit Balb/C model diabetes melitus, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Uji Aktivitas Antidiabetik Ekstrak Etanol Batang Wualae

(Etlingera alba (BLUME) A.D. Poulsen) Pada Mencit Balb/C (Mus musculus

L.) Yang Diinduksi Stretozotocin (STZ)”

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah

bagaimana aktivitas ekstrak etanol batang Wualae (Etlingera alba (Blume) A.D.

Poulsen) memiliki efek antidiabetes pada Mencit balb/c (Mus musculus) yang

diiduksi sterptozotocin.

C. Tujuan penelitian

Adapaun tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui aktivitas ekstrak etanol batang Wualae (Etlingera alba

(Blume) A.D. poulsen) memiliki efek antidiabetes pada Mencit Balb/C (Mus

musculus) yang di iduksi sterptozotocin.

2. Untuk mengetahui potensi aktivitas ekstrak etanol batang Wualae (Etlingera

alba (Blume) A.D. poulsen) memiliki efek antidiabetes pada mencit Balb/C

(Mus musculus) yang diinduksi streptozotocin (STZ).

3. Untuk mengetahui efektivitas aktivitas ekstrak etanol batang Wualae

(Etlingera alba) memiliki efek antidiabetes pada mencit (Mus musculus) yang

yang diinduksi streptozotocin (STZ).

3
D. Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai efek antidiabetes

ekstrak batang Wualae (Elingera alba (Blume) A.D. poulsen).

2. Sebagai informasi dan bahan referensi bagi peneliti lain mengenai efek

antidiabetes ekstrak batang Wualae (Etlingera alba. (Blume) A.D. poulsen).

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rujukan penelitian

Rujukan penelitian yang pernah dilakukan untuk mendukung penulisan

penelitian ini diatara lain:

1. Ahmad dkk, (2015) melakukan penelitian “Penetapan Kadar Fenolik dan

Flavonoid Total Ekstrak Metanol Buah dan Daun Patikala (Etlingera

elatior (Jack) R.M.SM)”Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui total

senyawa fenolik dan flavonoid ekstrak buah dan daun E. elatior. Ekstraksi

buah dan daun sampel dilakukan dengan metode maserasi menggunakan

metanol. Analisis kualitatif senyawa kimia dengan eluen tertentu menggunakan

metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) untuk menentukan kelompok senyawa

aktif dalam ekstrak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen ekstrak

metanol untuk buah sebesar 1,93% dan daun sebesar 5,17% dengan kadar

fenolik total untuk buah sebesar 2.29 mgGAE/g ekstrak dan daun sebesar 6,29

mgGAE/g ekstrak. Dan kadar flavonoid total untuk buah sebesar 1,7761

mgQE/g ekstrak dan daun sebesar 5,4523 mgQE/g ekstrak.

2. Handayani dkk,(2014) melakukan penelitian “Uji Aktivitas Antioksidan

Ekstrak Metanol Bunga dan Daun Patikala (Etlingera elatior (Jack)

R.M.Sm) Menggunakan Metode DPPH” Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengukur aktivitas radikal bebas dalam ekstrak metanol bunga dan daun

Patikala. Ekstraksi bunga dan daun sampel dengan metode maserasi

menggunakan metanol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol

di 1,935% untuk bunga dan daun pada 5.17%. Aktivitas antioksidan ekstrak
5
metanol bunga patikala memiliki aktivitas antioksidan yang rendah dengan

nilai IC50 101,84 mg / mL dan metanol ekstrak daun Patikala memiliki

aktivitas antioksidan yang kuat dengan nilai IC50 30,65 mg / mL. Potensi ini

lebih rendah dari nilai IC50 quercetin dari 5,35 mg / mL.

3. Wayuni dkk, 2017 melakukan penelitian Potensi Imunomodulator ekstrak

Etanol Buah Kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith) Terhadap

Aktivitas Fagositosis Makrofag Mencit Jantan Galur Balb/ C. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol kecombrang

Terhadap Aktivitas Fagositosis Makrofag Mencit Jantan Galur Balb/ C.

Ekstrak etanol Buah kecombrang yang diberikan secara oral terhadap mencit

Galur Balb/ C dengan dosis 100mg/kgBB,200 mg/kg BB, 300mg/kg BB dan

400mg/kgBB. Hasil menunjukan bahwa ekstrak etanol buah kecombrang

memiliki potensi sebagai Imunomodulator pada dosis 300 mg/kgBB dan 400

mg/kgBB dengan efektivitas yang tidak berbeda jauh.

4. Nengah Tegar Saputra dkk, (2018). “Agen Diabetagonik Streptozotocin

untuk Membuat Tikus Putih Jantan Diabetes Mellitus”. Tujuan penelitian

ini untuk melihat respon tikus putih (Rattus norvegicus) jantan terhadap

induksi agen streptozotocin sehingga membuat tikus dalam kondisi diabetes

mellitus eksperimental. Injeksi agen streptozotocin dilakukan secara intra

peritoneum dengan dosis 45 mg/kg BB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

tikus putih memberikan respon peningkatan glukosa darah sebagai indikasi

diabetes mellitus ekperimental. Tikus putih yang mengalami hiperglikemia

sebanyak 54,8% dengan rincian 21,5% ringan, 11,8% sedang dan 21,5% berat.

Hasil ini menunjukkan bahwa agen Streptozotocin sangat tepat digunakan

6
untuk membuat hewan coba tikus dalam kondisi diabetes mellitus

eksperimental.

5. Yusuf dkk, (2018) melakukan penelitian “Potensi Antioksidan dan

Antidiabetes Ekstrak Batang Galing (Cayratia trifolia Domin).” Tujuan

penelitian untuk menentukan kandungan fitokimia dan aktivitas dari ekstrak

etanol batang galing sebagai antioksidan dan antidiabetik. Mencit jantan

diadaptasi selama satu minggu untuk membuat diabetes dengan streptozotocin

yang diinduksi berdasarkan berat badan (BB) dengan 150 mg / kg BB untuk

dosis yang diencerkan dalam buffer sitrat ph 4,5 oleh intraperitoneal. Hewan

uji yang digunakan adalah mencit 2-3 bulan dan 20-30 g sehat dan berperilaku

normal. Mencit jantan diadaptasi selama satu minggu untuk membuat diabetes

dengan streptozotocin yang diinduksi berdasarkan berat badan (BB) dengan

150 mg / kg BB untuk dosis yang diencerkan dalam buffer sitrat ph 4,5 oleh

intraperitoneal. Setelah 2 hari kadar glukosa darah puasa yang menyebabkan

mencit diukur, jika kadar glukosa darah mencit meningkat >62-175 mg / dL,

mencit dianggap diabetes.

7
B. Landasan Teori

1. Tinjauan tanaman Wualae (Etlingera alba (Blume) A.D. poulsen)

a. Uraian sampel patikala ( Tjitrosoepomo, 2005)

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Etlingera

Spesies : Etlingera alba (Blume) A.D. Poulsen

b. Nama lain

Batang Wualae (Etlingera alba (Blume) A.D. Poulsen) merupakan

salah satu family zingiberaceae yang asli indonesia. Tanaman ini dikenal

dengan berbagai nama antara lain “kencong” atau “kincung” di Sumatra

Utara, “kecombrang” di Jawa, “honje” di Sunda, “bongkot” di Bali,

“sambung” di Sumatra Barat dan “bunga katan” di Malaysia. Orang barat

menyebut tanaman ini torch ginger atau torch lily karena bentuk

bunganya yang mirip obor serta warnanya yang merah memukau.

Beberapa orang juga menyebutnya dengan nama philippine waxflower

atau porcelein rose mengacu pada keindahan bunganya (Sukandar dkk,

2010).

8
c. Morfologi

Gambar 1. Batang Wualae (Sumber: dokumentasi pribadi, 2019)

Batang Wualae (Etlingera alba (Blume) A.D. Poulsen)

merupakan jenis tanaman semak dengan tinggi 1-3 m, berbatang semu,

tegak, berpelepah, membentuk rimpang dan berwarna hijau. Daunnya

tunggal, lanset, ujung dan pangkal runcing tetapi rata,panjang daun

sekitar 20-30 cm dan lebar 5-15 cm, pertulangan daun menyirip dan

berwarna hijau. Bunga kecombrang merupakan bunga majemuk yang

berbentuk bonggol dengan panjang tangkai 40-80 cm. Panjang benang

sari ± 7,5 cm dan berwarna kuning. Putiknya kecil dan putih. Mahkota

bunganya bertaju, berbulu jarang dan warnanya merah jambu. Biji

kecombrang berbentuk kotak atau bulat telur dengan warna putih atau

merah jambu. Buahnya kecil dan berwarna coklat. Akarnya berbentuk

serabut dan berwarna kuning gelap (Syamsuhidayat, 1991).

d. Kandungan kimia

9
Kandungan bahan aktif yang terdapat dalam tanaman adalah

saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri.

1. Saponin

Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida atau

glikosida Steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan

bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi berdasarkan

kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel darah merah

(Harborne,1996), sifat-sifat saponin adalah:

a. Mempunyai rasa pahit.

b. Dalam larutan air membentuk busa yang stabil.

c. Menghemolisa eritrosit.

d. Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksisteroid

lainnya.

e. Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi.

2. Flavanoid

Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang

terdapat pada tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid termasuk

senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan dan

mempunyai bioaktifitas sebagai obat. Beberapa fungsi flavonoid bagi

tumbuhan adalah pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja

antimikroba dan antivirus, fitoaleksin merupakan komponen abnormal

yang hanya dibentuk sebagai tanggapan terhadap infeksi atau luka dan

kemudian menghambat fungus menyerangnya, mengimbas gen

pembintilan dalam bakteria bintil nitrogen (Yunilda, 2011).

10
2. Tinjauan Diabetes Melitus

a. Pengertian diabetes melitus

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik kronik

dengan karakteristik hiperglikemia yang diakibatkan adanya kelainan

pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduannya (PERKENI, 2011) .

Penyakit diabetes melitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit

kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis

yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat

adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ

pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan

tubuh.

Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas

yang bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah/kadar gula dalam

darah dan insulin dibutuhkan untuk merubah (memproses) karbohidrat,

lemak dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia.

Hormon insulin berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah

(Herlambang, 2013).

b. Tipe Penyakit Diabetes Melitus

1) Diabetes Melitus Tipe 1

Diabetes Tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin

dimana tubuh kekurangan hormon insulin, dikenal dengan Istilah

11
Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM). Hal ini disebabkan

hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans

pankreas. Diabetes Tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan

remaja.

Sampai saat ini, Diabetes Melitus Tipe 1 hanya hanya di obati

dengan pemberian therapi insulin yang dilakukan secara terus menurus

berkesinmabungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan yang

sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada

penderita diabetes tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan

memonitor kadar gula darah. Terutama pada anak-anak atau balita yang

mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan

mudah terserang berbagai penyakit (Herlambang, 2013).

2) Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes Tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh

tidak dapat berfungsi dengan semestinya. Dikenal dengan istilah Non-

Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan

berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin,

resisten terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan

jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya

kadar insulin di dalam darah.

Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten

terhadap insulin, diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada

penderita tipe 2, pengontrolan kadar gula dalam darah dapat dilakukan

dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan dan

12
pemberian tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum

maksimal respon penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik

mulai dipertimbangkan untuk diberikan (Herlambang, 2013).

3) Diabetes Melitus Gestational

Gestational Diabetes Melitus adalah keadaan diabetes atau

intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan biasanya

berlangsung hanya sementara atau temporer.Sekitar 5-173 wanita hamil

diketahui menderita GDM dan umumnya terdeteksi pada. Diabetes

dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat pulih sendiri

beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk

terhadap bayi yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara

lain malformasi kongenital, peningkatan berat badan bayiketika lahir

dan meningkatnya risiko mortalitas perinatal. Disamping itu, wanita

yang pernah menderita Gestational Diabetes Melitus akan lebih besar

risikonya untuk menderita lagi diabetes dimasa depan. Kontrol

metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko-risiko tersebutatau

setelah trimester kedua.

Diabetes Mellitus Kehamilan (DMK) didefenisikan sebagai

setiap intoleransi glukosa yang timbul atau terdeteksi pada kehamilan

pertama, tanpa memandang derajat intoleransi serta tidak

memperhatikan apakah gejala ini lenyap atau menetap selepas

melahirkan. Diabetes jenis ini biasanya muncul pada kehamilan

trimester kedua dan ketiga. Kategori ini mencakup DM yang

terdiagnosa ketika hamil (sebelumnya tidak diketahui). Wanita yang

13
sebelumnya diketahui telah mengidap DM, kemudian hamil, tidak

termasuk ke dalam kategori ini (Arisman, 2011).

4) Diabetes Melitus tipe lain

Diabetes melitus tipe lain terjadi karena etiologi lain yang

spesifik, misalnya pada efek genetik fungsi sel beta, efek genetik kerja

insulin, penyakit esokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat

kimia, iatrogenik, infeksi, penyakit autoimun dan kelainan genetik lain

(ADA, 2014).

Tabel 1. Klsifikasi Diabetes Melitus


DM tipe 1 Deksttruksi sel beta, umumnya menjurus
kedefisiensi insulin absolut
 Autoimun
 Idiopatik
DM tipe 2  Bervariasi, mulai yang dominan
resistensi insulin disertai difisiensi
insulin relatif sampai yang dominan
defek sekresi iinsulin disertai
resistensi insulun.
DM tipe lain  Defek genetik fungsi sel beta
 Defek genetik kerja insulin
 Penyakit esokrin pankreas
 Endokrenopati
 Karena obat atau zat kimia
 Infeksi
 Sebab imunologi yang jarang
 Sindrom genetik lain yang berkaitan
dengan DM.
DM Gestasional

(Sumber: Perkeni, 2015

c. Gejala Diabetes Mellitus

1) Pengeluaran urin (Poliuria)

Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24

jam meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala

14
DM dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh

tidak sanggup untuk mengurainya dan berusaha untuk

mengeluarkannya melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih

sering terjadi pada malam hari dan urin yang dikeluarkan mengandung

glukosa (PERKENI, 2011).

2) Timbul rasa haus (Polidipsia)

Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena

kadar glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk

meningkatkan asupan cairan (Subekti, 2009).

3) Timbul rasa lapar (Polifagia)

Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut

disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan

kadar glukosa dalam darah cukup tinggi (PERKENI, 2011).

4) Peyusutan berat badan

Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena

tubuh terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan

energi (Subekti, 2009).

d. Terapi farmakologi diabetes melitus

Menurut Konsensus PERKENI (2015), terapi farmakologis

diberikan dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup

sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

Obat antihiperglikemia suntik terdiri dari 3 yaitu insulin, agonis GLP-1

dan kombinasi insulin dan agonis GLP-1. Berdasarkan cara kerjanya obat

antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan;

15
a) Pemacu sekresi insulin

1. Sulfonilurea, Obat golongan ini mempunyai efek utama

meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Hati-hati

menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi

hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).

2. Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan

sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin

fase pertama. Efek samping yang mungkin terjadi adalah

hipoglikemia.

b) Peningkat sensitivitas terhadap insulin

1. Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi

glukosa hati (gluconeogenesis), dan memperbaiki ambilan

glukosa di jaringan perifer.

2. Tiazolidinindion (TZD) merupakan agonis dari Peroxisome

Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu

reseptor inti yang terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan

hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi

insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut

glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan

perifer. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan

perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk

dalam golongan ini adalah Pioglitazone.

c) Penghambat absorpsi glukosa di saluran pencernaan (Penghambat

Alpha Glucosidase), obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi

16
glukosa dalam usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan

kadar glukosa darah sesudah makan. Contoh obat golongan ini

adalah Acarbose.

d) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV), menghambat kerja

enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (meningkatkan sekresi insulin dan

menekan sekresi glucagon) tetap dalam konsentrasi yang tinggi

dalam bentuk aktif. Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan

Linagliptin.

e) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2),

merupakan obat antidiabetes oral jenis baru yang menghambat

penyerapan kembali glukosa di tubulus distal ginjal dengan cara

menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2.

Tabel 2. Profil obat antihiperglikemia oral yang tersedia di Indonesia


Efek Penurunan

Gologan Obat Cara Kerja Utama Samping HbA1c

Utama
Sulfonilurea Menigkatkan BB naik 1,0-2,0%

sekresi insulin hipoglikemia


Glinid Meningkatkan BB naik 0,5-1,5%

sekresi insulin hipoglikemia


Metformin Menekan Dispepsia, 1,0-2,0%

produksi glukosa diare,

hati & asidosis

menambahsensiti laktat

vitas terhadap

insulin
Penghambat Menghambat Flatulen, tinja 0,5-0,8%
17
alpha- absorpsi glukosa lembek

glucosidase
Tiazolidinindion Menambah Edema 0,5-1,4%

sensitifias

terhadap insulin
Penghambat Meningkatkan Sebah, 0,8-1,0%

DPP-IV sekresi insulin, muntah

menghambat

sekresi glucagon
Penghambat Menghambat Dehidrasi, 0,8-1,0%

SGLT-2 penyerapan infeksi

kembali glukosa saluran

di tubuli distal kemih

ginjal
(Sumber: PERKENI, 2015) .

Terapi insulin digunakan ketika modifikasi gaya hidup dan obat

hipoglikemik oral gagal untuk mengontrol kadar gula darah pada pasien

diabetes.Pada pasien dengan diabetes tipe-1, pankreas tidak dapat

menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin

pengganti.Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan,

insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-

oral. (PERKENI, 2015).

3. Tinjauan Ekstraksi

a. Ekstrak dan ekstraksi

Menurut FI Edisi IV Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh

dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani

18
dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir

semua pelarut diuapkan dan masa yang tersisa untuk diperlakukan

sedemikian hingga memenuhi standar yang telah ditetapkan.

Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia dengan pelarut

cair sehingga akan terpisah dari bahan-bahan yang tidak larut (Depkes RI,

2000). Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya

dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Mukhriani, 2014).

b. Pengertian maserasi

Maserasi merupakan metode ekstraksi sederhana yang paling sering

digunakan.Cara ini sangat sesuai baik untuk skala kecil maupun skala besar

(industri).Metode ini dilakukan dengan memasukkan sampel dan pelarut

yang sesuai kedalam wadah inert yang tertutup rapat dan disimpan pada

suru ruang (Agoes, 2007).

c. Prinsip kerja maserasi

Prinsip maserasi penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara

merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga

hari pada temperatur kamar, terlindung dari cahaya, cairan penyari akan

masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya

perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan

yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan

penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut

berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel

dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan

penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan

19
dan filtratnya dipekatkan. Maserasi merupakan cara penyarian sederhana

yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan

penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari

cahaya (Wulandari, 2011).

4. Tinjauan Hewan Uji Mencit

a. Klasifikasi

Berikut merupakan klasifikasi dari mencit (Mus musculus L.)

(Malole dkk. 1989) :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Class : Mammalia

Ordo : Rodentia

Family : Muridae

Genus : Mus

Species : Mus musculus L.

b. Morfologi mencit

Mencit (Mus musculus L.) termasuk mamalia pengerat (rodensia)

yang cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak,

variasi genetiknya cukup besar serta sifat anatomisnya dan fisiologisnya

terkarakteristik dengan baik. Mencit yang sering digunakan dalam

penelitian di laboratorium merupakan hasil perkawinan tikus putih inbreed

maupun outbreed (Akbar, 2010).

20
Gambar 2. Mencit Balb/C (Mus musculus L.)
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Mencit Balb/C (Mus musculus L.) hidup di berbagai daerah mulai

dari iklim dingin, sedang maupun panas dan dapat hidup dalam kandang

atau hidup bebas sebagai hewan liar. Bulu mencit liar berwarna abu-abu

dan warna perut sedikit lebih pucat, mata berwarna hitam dan kulit

berpigmen (Malole dkk, 1989).

c. Karakteristik mencit

Adapun karakteristik mencit meliputi (Kusumawati, 2014) :

Berat badan

Jantan (gram) : 20-40

Betina (gram) : 18-35

Lama hidup (tahun) : 1-3

Temperatur tubuh oC : 36,5

Kebutuhan air : ad libitum

Kebutuhan makan (g/hari) : 4-5

Pubertas : 28-49

Lama kebuntingan (hari) : 17-21

Mata membuka (hari) : 12-13

Tekanan darah Systolic (mmHg) : 133-160


21
Distolik (mmHg) : 102-110

Frekuensi respirasi (per menit) : 163

Tidal volume (mL) : 0,18 (0,09-0,38

d. Data hematologi mencit

Tabel 3. Gambaran hematologi mencit (Kusumawati, 2014).


Eritrosit (RBC) (x 106/mm) 6,84-11, 7
Hemoglobin (g/dl) 10,7-11,5
MCV µ3 47,0-52,00
MCH (µµg) 11,1-12,7
MCHC (%) 22,3-31,2
Hematokrit (PCV) (%) 33,1-49,9
Leukosit (WBC) (x 106/mm3) 12,1-15,9
Neutrofil (x 106/mm3) 1,87-2,46
Eosinofil (x 106/mm3) 0,29-0,41
Basofil (x 106/mm3) 0,06-1,10
Limfosit (x 106/mm3) 8,70-12,4
Monosit (x 106/mm3) 0,30-0,55
Glukosa (mg/dl) 62,8-176
BUN (mg/dl) 13,9-28,3
Kreatinin (mg/dl) 0,30-1,00
Bilirubin (mg/dl) 0,10-0,90
Kolesterol (mg/dl) 26,0-82,4
Total protein (g/dl) 4,00-8,62
Albumin (g/dl) 2,52-4,84
SGOT (UI/I) 23,2-48,4
SGPT (UI/I) 2,10-23,8
Alkaline fosfatase (UI/I) 10,5-27,6
Laktik dehydrogenase (UI/I) 75-185

5. Glibenklamid

Dikenal 2 generasi sulfonilurea, generasi I terdiri dari tolbutamid,

tolazamid, asetoheksimid dan klorpropamid. Generasi ke II yang potensi

hipoglikemik lebih besar adalah glibenklamid, glipizid, gliklazid dan

glimepirid (Gunawan, 2009).

a. Mekanisme kerja
22
Golongan obat ini sering disebut sebagai insulin secretagogues,

kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel β langerhans

pankreas. Rangsangannya melalui reaksinya dengan ATP-sensitive K

channel pada membrane sel-sel β yang menimbulkan depolarisasi membran

dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. dengan terbukanya kanal Ca maka

ion Ca++ akan masuk sel-β, merangsang granula yang berisi insulin dan akan

terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptide-C

(Gunawan, 2009).

b. Farmakokinetik

Absorbsi sulfonilurea di saluran cerna cukup efektif. Sulfonilurea

generasi ke II, umumnya berpotensi hipoglikemik hampir 100 kali lebih

besar dari generasi I meski masa paruhnya pendek, hanya sekitar 3-5 jam,

efek hipoglikemiknya berlangsung 12-24 jam, sering cukup diberikan 1 kali

sehari. Alasan mengapa masa paruh yang pendek ini memberikan efek

hipoglikemik panjang belum diketahui (Gunawan, 2009).

Glibenklamid berpotensi 200 kali lebih kuat dari tolbutamid, masa-

paruhnya sekitar 4 jam. Metabolismenya di hepar, pada pemberian dosis

tunggal hanya 25% metabolitnya diekskresi melalui urin, sisanya melalui

empedu (Gunawan, 2009).

c. Efek Samping

Insiden efek samping generasi I sekitar 4%, lebih rendah lagi pada

generasi ke II. Hipoglikemia bahkan sampai koma tentu dapat timbul

tergantung dari dosis yang diberikan. Reaksi ini lebih sering muncul pada

orang tua dengan gangguan fungsi hati dan ginjal (Gunawan, 2009).

23
Efek samping lain, reaksi alergi jarang sekali terjadi, mual, muntah,

diare, gejala hematologik susunan saraf pusat, mata dan sebagainya. Gejala

utama susunan saraf pusat berupa vertigo, ataksia dan sebagainya. Gejala

hematologik berupa leukopeni dan agranulositosis (Gunawan, 2009).

6. Tinjauan Streptozotosin

Streptozotocin (STZ) merupakan antibiotik yang berasal dari

Streptomyces achromogenes dan secara struktur merupakan derivat

glukosamin dari nitrosourea. STZ menyebabkan hiperglikemia terutama oleh

efek sitotoksik langsung terhadap sel beta pankreas (Srinivasan dan Ramarao,

2007).

Aksi STZ pada sel beta ditunjukkan oleh perubahan karakteristik

dalam insulin dan konsentrasi glukosa darah. Hiperglikemia terjadi dalam dua

jam setelah injeksi, bersamaan dengan penurunan insulin darah. Enam jam

kemudian, terjadi hipoglikemia dengan kadar insulin darah yang tinggi. Segera

setelah itu, terjadi hiperglikemia dan penurunan level insulin darah. Perubahan

pada level glukosa darah dan insulin tersebut menunjukkan adanya

abnormalitas fungsi sel beta pankreas. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan

bahwa dalam 6 jam stelah injeksi, STZ menyebabkan kerusakan sel beta

pankreas yang menggambarkan pengembangan penyakit diabetes melitus

(Szkudelski, 2001).

24
Gambar 3. Mekanisme sitotoksik dari STZ pada sel beta pankreas. MIT -
mitochondria; XOD - xanthine oxidase (Szkudelski, 2012)

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

25
Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Eksperimen.

Eksperimen adalah suatu model penelitian dengan melakukan intervensi

(perlakuan) pada subjek penelitian untuk mengetahui hasil perubahannya

(perubahan pada variabel atau objek penelitian) serta diperlakukan oleh intervensi

itu (Machfoedz, 2008).

B. Desain Penelitian

Desain penelitin yang digunakan dalam Uji Efek Antidiabetik Ekstrak

Batang Wualae (Etlingera alba) terhadap mencit Balb/C menggunakan metode

Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas lima perlakuan dengan lima

kali pengulangan.

Kadar Gula Darah (mg/dl)


Perlakuan
Awal Streptozotocin Perlakuan Rata-rata
(STZ)

A1

A2

A3

A4

A5

Keterangan:
A1 = Kontrol positif (Glibenklamid 5 mg)
A2 = Kontrol negatif (Na.CMC 0,5% 100 ML)
A3 = Ekstrak batang Wualae dosis 100 mg/kgBB
A4 = Ekstrak batang Wualae dosis 200 mg/kgBB
A5 = Ekstrak batang Wualae dosis 400 mg/kgBB

C. Waktu Dan Tempat Penelitian

26
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April-Juni 2019 bertempat di

Laboratorium Farmakognosi dan Laboratorium Farmakologi Politeknik Bina

Husada Kendari dan Laboratorium penelitian Fakultas Farmasi UHO.

D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah batang Wualae (Etlingera alba

(Blume) A.D. poulsen) yang diambil di punggaluku dan Baito, Sulawesi

Tenggara.

2. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak batang

Wualae (Etlingera alba (BLUME) A.D.Poulsen yang dibuat dengan berbagai

konsentrasi.

E. Kerangka Konsep Penelitian

Konsentrasi
Batang
ekstrak Aktivitas diabetes Hasil
Wualae
batang melitus
patikala
Tabel 2. Konsep penelitian efek ekstrak batang etlingera alba pada mencit
(Mus musculus L.)

F. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Dosis Ekstrak batang Wualae (Etlingera alba (Blume) A.D.

poulsen).

2. Variabel terikat : Penurunan kadar gula darah mencit Balb/c (Mus musculus L.)

G. Definisi Operasional

1. Ekstrak Kental adalah zat yang diperoleh dari proses ekstraksi simplisia kering

yang mengandung sedikit kadar air.


27
2. Batang Wualae (Etlingera alba (Blume) A.D. poulsen) merupakan salah satu

jenis tanaman dari suku Zingiberaceae.

3. Kadar glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di

dalam darah.

4. Mencit (Mus musculus L.) merupakan hewan uji yang biasa digunakan dalam

pengujian farmakologi. Mencit sangat cepat berkembang biak, mudah

dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya cukup besar serta sifat

anatomisnya dan fisiologisnya terkarakteristik dengan baik.

H. Hipotesis

Ekstrak Batang Wualae (Etlingera alba (Blume) A.D.Poulsen) dapat

memiliki aktivitas antidiabetik pada Mencit Balb/C (Mus musculus L.) yang

diinduksi streptozotocin (STZ).

I. Prosedur Penelitian

1. Alat, Bahan dan Subjek penelitian

a. Alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi batang

pengaduk, gelas ukur, gelas kimia, glukometer, gunting, kain flanel, rotary

evapavor, sendok tanduk, spoit, timbangan analitik, timbangan digital,

wadah maserat, strip gula darah (Easy Touch GCU).

b. Bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang akan digunakan pada penelitian meliputi


aquadest, etanol 96%, glibenklamid 5 mg, ekstrak batang Wualae (Etlingera
alba (Blume) A.D. poulsen) dan glukosa.
c. Subjek penelitian

28
Subjek dalam penelitian ini adalah mencit Balb/C (Mus musculus

L.), jenis kelamin jantan.

2. Cara Kerja

a. Pengambilan sampel (Rahayuningsih, 2015)

1) Dikumpulkan bahan baku sampel yang akan digunakan dan yang

diambil adalah buah dari patikala

2) Dicuci menggunakan air mengalir untuk menghilangkan kotoran

lainnya yang melekat pada sampel.

3) Dilakukan sortasi basah untuk memisahkan sampel yang sudah rusak.

4) Dirajang untuk mempermudah proses pengeringan. Pengeringan

dilakukan agar sampel tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan

dalam waktu lama.

5) Disortasi kering untuk memisahkan benda-benda asing dan kotoran lain

yang masih ada dan tertinggal pada sampel kering.

6) Diserbukkan sampel yang kemudian siap untuk di ekstrak.

b. Pembuatan ekstrak etanol batang patikala (etlingera alba) metode

maserasi (Mutiara, 2014; Purwatresna, 2012)

1) Ditimbang simplisia kering sebanyak x gram kemudian dimasukkan ke

dalam wadah maserasi, lalu direndam menggunakan etanol 96% dengan

perbandingan 1 : 7,5 dan didiamkan selama 5 x 24 jam sambil sesekali

diaduk.

29
2) Disaring ekstrak etanol yang diperoleh dan diperas dengan kain flanel

dan menggunakan handscoon, kemudian dimasukkan kembali sampel

ke dalam wadah dan direndam dengan etanol 96% dengan jumlah yang

sama.

3) Disatukan filtrat yang diperoleh yang kemudian disaring.

4) Dipisahkan endapan lalu diuapkan menggunakan rotary evapavor.

5) Dimasukkan ekstrak kental ke dalam botol.

6) Dibuat ekstrak dengan masing-masing dosis.

c. Pembuatan Na CMC 0,5% 100 mL

1) Ditimbang Na CMC sebanyak 0,5 gram

2) Diukur aquadest sebanyak 100 mL kemudian dimasukkan kedalam

gelas kimia dan di panaskan hingga mendidih

3) Dimasukkan Na CMC sedikit demi sedikit dan diaduk hingga

membentuk suspensi yang homogen

4) Diangkat kemudian didinginkan

5) Diberi etiket.

d. Pembuatan larutan streptozotosin

1) Disiapkan alat dan bahan

2) Ditimbang STZ sebanyak 281,25 gram pada kertas perkamen

3) Dimasukkan kedalam botol vial coklat

4) Dilarutkan dengan buffer sitrat sebanyak 3 mL

5) Ditutup vial hingga rapat dan di kocok hingga homogen (Brosius,

2003).

e. Pembuatan suspensi glibenklamid

30
1) Ditimbang satu persatu tablet glibenklamid 5 mg sebanyak 10 tablet

ditimbangan digital, lalu dihitung bobot rata-rata tablet, setelah itu

semua tablet digerus dalam lumpang hingga halus dan homogen.

2) Setelah halus kemudian ditimbang sebanyak x gram lalu dimasukkan

dalam gelas kimia.

3) Ditambahkan sedikit demi sedikit Na.CMC 0,5% sebanyak 20 mL.

f. Penyiapan Hewan Uji

1) Dilakukan pemeriksaan kelayakan hewan uji yang akan digunakan yaitu

umur, berat badan dan keadaan fisik hewan uji.

2) Hewan uji dikelompokkan menjadi 5 kelompok (berdasarkan

perhitungan pengelompokan hewan uji pada lampiran 2), pada setiap

kelompok terdiri dari 3 perlakuan kemudian diukur kadar gula darah

mencit.

3) Mencit yang dinyatakan layak untuk digunakan sebagai hewan uji,

terlebih dahulu dipuasakan selama 8 jam, tetapi tetap diberikan air

minum.

4) Ditimbang mencit dan dicatat hasilnya.

g. Perlakuan Hewan Uji (Ilyas dkk,2018)

1) Pengambilan darah pada mencit melalui ekor, kemudian diukur kadar

gula darah awal pada masing-masing mencit.

2) Masing-masing mencit diinduksikan dengan streptozotosin dosis 150

mg/kg BB voleme 0,2 ml/ekor dibiarkan selama 18-48 jam, lalu

diberikan larutan sukrosa selama 24 jam secara intraperitonial.

31
3) Diukur kadar gula dalam darah setelah diinduksi dengan streptozotosin.

4) Setiap mencit diberikan perlakuan sesuai kelompok perlakuan secara

peroral selama 7 hari.

5) Pada hari ke 8 pengukuran kadar gula darah untuk melihat penurunan

kadar glukosa setelah perlakuan.

3. Analisis Data

a. Data

1) Sifat data

Data kuantitatif yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk angka-

angka yang dapat dihitung.

2) Jenis data

 Data nominal adalah ukuran yang paling sederhana, dimana

angka yangdiberikan kepada objek mempunyai arti sebagai label saja,

dan tidak menunjukkan tingkatan dan peringkat apapun. Data nominal

merupakan data kontinum dan tidak memiliki urutan. Ciri-ciri lain data

nominal adalah ia hanya memiliki atribut, atau nama, atau diskrit saja.

Data nominal ini diperoleh dari hasil pengukuran dengan skala nominal

(Nazir, 2003).

3) Sumber data

a. Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian di

Laboratorium Farmakologi Politeknik Bina Husada Kendari.

b. Data sekunder yaitu data yang bersumber dari literatur yang

digunakan dalam penyusunan proposal penelitian.

b. Teknik Pengumpulan Data

32
Observasi atau pengamatan kegiatan yaitu data penelitian ini diperoleh

dari hasil efek pemberian ekstrak batang Wualae (Etlingera alba (BLUME)

A.D.Poulsen) pada mencit Balb/C (Mus musculus L.)

c. Penyajian Data

Data yang dianalisi disajikan dalam bentuk tabel, yang diperoleh

dengan bebrapa tahapan yaitu pencatatan, editing, pengklasifikasian dan

pengkodean, penyusunan, perhitungan dan penyimpanan (storing).

d. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmograv-Smiroov untuk

melihat distribusi data dan dianalisis dengan uji levene untuk melihat

homogenitas data. Jika terdistribusi normal dan homogenitas maka akan

dilanjutkan uji Analisis Of Varians (ANOVA) satu arah dengan taraf

kepercayaan 95% sehingga dapat diketahui apakah perbedaan yang

diperoleh bermakna atau tidak, jika terdapat perbedaan bermakna maka

dilanjutkan uji beda nyata terkecil (Beda nyata terkecil) (Santoso, 2008).

33
4. Skema Jalannya Penelitian

Tumbuhan batang etlingera alba Mencit


(Blume) A.D. poulsen (Mus musculus L.)

Ekstrak etanol batang etlingera alba Pemeriksaan


(Blume) A.D. poulsen

Dipuasakan
Pembuatan Konsentrasi aktivitas DM
Ekstrak Etanol batang Wualae
(Etlingera alba (Blume) A.D. poulsen) Penimbangan hewan uji

Pengukuran kadar gula darah awal

Diinduksi dengan STZ 150 mg/kg/BB

Pengukuran kadar gula darah setelah diinduksi dengan STZ

Pengelompokkan mencit

Perlakuan pada mencit

Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3 Control (+) Control (-)

Perlakuan dilakukan selama 7 hari secara peroral

Diukur kadar gula darah pada perlakuan hari sampai hari ke-8

Penurunan kadar gula darah

Hasil

Pembahasan
Gambar 5. Skema jalannya penelitian

34
DAFTAR PUSTAKA
ADA (American Diabetes Association). (2014). Diagnosis and Classification of Diabetes
Melitus. Diabetes Care.

Ahmad, A. R., Afrianty, S., Ratulangi, D., Malik, A., & Sm, J. R. M. (2015). Penetapan
Kadar Fenolik dan Flavonoid Total Ekstrak Metanol Buah dan Daun Patikala
( Etlingera elatior ( Jack ) Abstrak, 2(1), 1–10.

ADA (American Diabetes Association). (2014). Diagnosis and Classification of Diabetes


Melitus. Diabetes Care.

Akbar, S. 2010,Penelitian Tindakan Kelas (Edisi Revisi), Cipta Media,


Yogyakarta.
Arisman. 2011,Buku Ajar Ilmu Gizi :Obesitas, Diabetes Mellitus dan
Dislipidemia, EGC, Jakarta.
Brahmachari, G., 2011, Bio-Flavonoids With Promising Antidiabetc
Patentials.Acritical survey, Rescarch Signpost,187-212

Depkes RI.1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan


Republik. Indonesia, Jakarta.

Depkes RI.2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Direktorat


Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Direktorat Pengawasan Obat
Tradisional, Jakarta

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Profil Kesehatan Sulawesi


Tenggara2012.

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2016. Profil Kesehatan Sulawesi


Tenggara 2016.

Fatimah, Restyana Noor., 2015, Diabetes Melitus Tipe 2, J Majority, Vol. 4(5),
Lampung.

Herlambang. 2013, Menaklukkan Hipertensi dan Diabetes, Tugu Publisher,


Jakarta.

International Diabetes Federation (IDF). 2011.Global Diabetes Plan 2011-


2021,http://www.idf.org/ sites/default/files/Global_Diabetes_Plan_Final.
pdf[Sitasi tanggal 23 Desember 2016]

35
Jansson, S.P.O. 2014. A Longiytudinal study of Diabetes Melitus. With Special
Reference to Incidenceand Prevalence, and to Determinants of
Macrovascular Complications and Mortality. Sweden: Uppsala
universitypress.

Kementrian Kesehatan RI, 2013. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Kemenkes RI.
Jakarta.

Malole, M.B.M., Pramono C.S.U., 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di


Laboratorium. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, IPB.

Mukhriani. 2014, Ekstraksi, Pemisahan Senyawa dan Identifikasi Senyawa Aktif,


Jurnal Kesehatan.

Mutiara, E.V. dan Wildan, A. 2014, Ekstraksi Flavonoid Dari Daun Pare
(Momordica charantia L.) Berbantu Gelombang Mikro Sebagai Penentu
Kadar Glukosa Secara In Vitro, Stifa, Semarang.

Nazir, Moh. 2003, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2011. Konsesus Pengolahan


Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011. Semarang: PB PERKENI

Rahayuningsih, Nur dan Ameli, Shinta. 2015, Uji Aktifitas Antidiabetik Infusa
Daun Pahpohan (Pilea trinervia Wight.) Pada Mencit Putih Jantan Galur
Swiss Webster, Stikes Bakti Tunas Husada, Tasikmalaya.

Rats, W., & Diabetes, M. (2018). Agen Diabetagonik Streptozotocin untuk Membuat
Tikus Putih Jantan Diabetes Mellitus, 10(2), 116–121.
https://doi.org/10.24843/bulvet.2018.v10.i02.p02

Santoso, S. 2009, Panduan Lengkap Menguasai Statistik Dengan SPSS, PT. Elex
media Komputindo, Jakarta.
Srinivasan, S. dan Ramarao. 2007, Free Radical Scavenging Acticity and Total
Phenolic Compounds of Gracilaria Changing, International journal of
Natural and Engineering Science.
Szkudelski, T. 2001, The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action in β
Cells of the Rat Pancreas, Phystol, Res.
Taylor, T.C. Francis. (2001). Bioactive compounds from isolation,
characterisation and biological properties. Universitas Dicatania : Italy

36
Tjitrosoepomo, G. 2005. Morfologi Tumbuhan. Gaja Mada. University Press.
Yogyakarta.

Wahyuni, Malaka, M. H., Fristiohady, A., Yusuf, M. I., & Sahidin. (2017). POTENSI
IMUNOMODULATOR EKSTRAK ETANOL BUAH AKTIVITAS
FAGOSITOSIS MAKROFAG MENCIT JANTAN GALUR BALB / C.
PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT, 6(3), 350–355.

Wind, Ajeng. 2014. Kitab Obat Tradisional Cina. Yogyakarta: Media Pressindo.
Wulandari, I. 2011, Teknologi Ekstrak Dengan Metode Maserasi Dalam Etanol
70% Pada Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth.),
Universitas 11 Maret, Surakarta.

Yunilda,D, 2011. Analisis zat berkhasiat daun selasih.

Yusuf dkk, 2018. Potensi Antioksidan dan Antidiabetik Dari Ekstrak Batang
Galing (Cayratia trifolia DOMIN): Universitas Haluoleo, Kendari.

37

Anda mungkin juga menyukai