Anda di halaman 1dari 36

PENGARUH FASILITAS BELAJAR DAN LINGKUNGAN BELAJAR

TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DI SDN 01 LAWANGREJO

PROPOSAL PENELITIAN
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Metodologi Penelitian

Dosen Pengampu:
Nurdian Susilowati, S.Pd., M.Pd.

Oleh :
Regita Elok Masure
NIM 7101418032

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu proses komunikasi antara pendidik dan anak didik. salah
satu fungsi pendidikan adalah memindahkan nilai, ilmu dan keterampilan dari
generasi ke generasi untuk melanjutkan dan memelihara identitas masyarakat dan
kebudayaan tersebut. Sekolah sebagai institusi pendidikan pada dasarnya bertujuan
untuk mempersiapkan anak didik menghadapi kehidupan masa depan yaitu dengan
cara mengembangkan potensinya. usaha tersebut akan menjadi optimal jika sekolah
sebagai pusat belajar formal bagi peserta didik dapat mengembangkan proses belajar
mengajar dengan baik beserta seluruh aspek yang mempengaruhinya seperti sarana
dan prasarana, situasi atau lingkungan yang kondusif dan faktor faktor lainnya.
Secara garis besar, proses belajar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor
internal maupun faktor eksternal. faktor internal meliputi meliputi faktor fisologis,
yaitu jasmani dan faktor psikologis yaitu kecerdasan atau intelegensi siswa, motivasi,
minat, sikap, bakat. faktor – faktor eksternal meliputi lingkungan alamiah dan
lingkungan sosial budaya. sedangkan lingkungan nonsosial yaitu kurikulum,
program, fasilitas belajar, dan guru. dari beberapa faktor dan tujuan pendidikan. maka
sekolah perlu menyediakan fasilitas belajar yang dapat menunjang terlaksananya
proses pendidikan dan peningkatan kualitas pendidikan Fasilitas tersebut dapat
berupa prasarana yang menunjang dan dapat membantu peserta didik untuk
menemukan berbagai pengetahuan yang dibutuhkan serta mendorong peserta didik
untuk aktif melibatkan diri dalam proses pembelajaran.
Fasilitas sekolah telah diamati sebagai faktor potensial untuk pendidikan
kuantitatif. Pentingnya pengajaran dan pembelajaran dari penyediaan fasilitas
pengajaran yang memadai untuk pendidikan tidak bisa terlalu ditekankan.
Menurut Akande (1985), pembelajaran dapat terjadi melalui interaksi seseorang
dengan lingkungannya. Lingkungan disini mengacu pada fasilitas yang tersedia untuk
memfasilitasi hasil belajar siswa. Ini termasuk buku, audio-visual, perangkat lunak
dan perangkat keras teknologi pendidikan; Begitu juga dengan ukuran ruang kelas,
posisi dan pengaturan tempat duduk, ketersediaan meja, kursi, papan tulis, rak-rak
tempat disusunnya instrumen untuk praktikum (Farrant, 1991 dan Farombi, 1998).
Fasilitas dalam Heryati dan Muhsin (2014: 196) diartikan sebagai sesuatu yang
dapat memudahkan dan melancarkan pelaksanaan suatu usaha. Usaha ini dapat
berupa benda-benda ataupun uang. Jadi, fasilitas dapat disamakan dengan sarana.
Menurut Barnawi dan Arifin (2012: 47) “sarana pendidikan adalah semua perangkat
peralatan, bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses belajar di
sekolah.
Dalam hubungannya dengan sarana pendidikan, Nawawi (1987)
mengklasifikasikan sarana pendidikan menjadi beberapa macam yaitu ditinjau dari
sudut: (1) habis tidaknya dipakai; (2) bergerak tidaknya pada saat digunakan; dan (3)
hubungannya dengan proses belajar mengajar. Sedangkan prasarana adalah sarana
perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan
proses pendidikan di sekolah (Barnawi dan Arifin 2012: 48). Adanya
pengklasifikasian sarana pendidikan menunjukkan bahwa sarana pendidikan yang ada
di sekolah sangat beragam dan semuanya penting untuk menunjang kelancaran
kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Balogun (1982) menyampaikan bahwa tidak ada program pendidikan sains
yang efektif tanpa peralatan untuk mengajar. Ini karena fasilitas memungkinkan
peserta didik untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah dan sikap
ilmiahnya. ketika fasilitas disediakan untuk memenuhi kebutuhan relatif sistem
sekolah, siswa tidak hanya akan memiliki akses ke bahan referensi yang disebutkan
oleh guru, tetapi siswa secara individu juga akan belajar dengan kecepatan mereka
sendiri. (Ajayi dan Ogunyemi 1990).
Fasilitas sekolah yang buruk akan berdampak buruk bagi prestasi siswa dan
didasarkan pada penelitian yang menunjukkan bahwa kondisi lingkungan yang lebih
baik dapat meningkatkan prestasi siswa dengan mengurangi gangguan dan
melewatkan hari di sekolah (Earthman, 2002 dan Health, 2005).
Peranan lain yang aktif dalam perkembangan siswa yaitu lingkungan belajar.
Lingkungan belajar merupakan segala sesuatu yang terdapat ditempat belajar.
Lingkungan belajar dapat dilihat dari interaksi pembelajaran yang merupakan konteks
terjadinya pengalaman belajar,dan berupa lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Menurut Slameto (2010: 64) “faktor lingkungan sekolah yang memengaruhi belajar
meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan
siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran,
keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah”.
Lingkungan yang baik dalam hal ini berarti lingkungan belajar yang dapat
mendukung tercapainya tujuan belajar. Lingkungan yang ada di sekitar anak
merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dioptimalkan untuk mencapai proses
dan hasil pendidikan yang berkualitas bagi anak. Lingkungan belajar adalah
lingkungan yang diinginkan atau diharapkan agar hasil yang diraih seseorang
maksimal. Dengan lingkungan belajar yang kondusif pula siswa akan lebih tertarik
untuk belajar, sehingga akan belajar dalam jangka waktu yang lebih lama. Disamping
itu, untuk memahami satu pelajaran yang dianggap sulit, siswa harus memiliki waktu
belajar yang lebih dari cukup.
Dengan demikian, terpenuhinya fasilitas belajar seperti sarana dan prasarana dalam
belajar dan adanya kondisi lingkungan belajar yang baik dapat mendukung proses
pembelajaran sehingga kegiatan belajar siswa dapat berlangsung secara efektif dan
efisien yang mana dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Namun, pentingnya
keberadaan fasilitas dan lingkungan belajar yang baik seringkali terabaikan,
dibuktikan dengan adanya pemberitaan tentang adanya sekolah roboh atau rusak yang
kurang mendapat perhatian pemerintah setempat maupun pemerintah pusat.
Hal tersebut tentunya akan sangat menghambat proses belajar karena proses belajar
tidak dapat berlangsung dengan baik dan lancar sesuai dengan yang diharapkan. jika
proses belajar tidak dapat berlangsung dengan baik dan lancar. maka tujuan dari
pembelajaran juga tidak akan tercapai dengan baik.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang peneliti kemukakan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana fasilitas sekolah di SMA Negeri 2 Pemalang?
2. Bagaimana kondisi lingkungan belajar di SMA Negeri 2 Pemalang?
3. Apakah ada pengaruh fasilitas sekolah dan lingkungan belajar terhadap hasil
belajar siswa?

1.3 Tujuan Penelitian


1. untuk mengetahui kondisi fasilitas sekolah di SMA Negeri 2 Pemalang
2. untuk mengetahui kondisi lingkungan belajar di SMA Negeri 2 Pemalang
3. untuk mengetahui apakah ada pengaruh fasilitas sekolah dan lingkungan
belajar terhadap hasil belajar siswa?

1.4 Manfaat penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini
diharapkan mempunyai manfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap
penelitian sejenis yang telah diadakan sebelumya. selain itu diharapkan dapat
bermanfaat dan sebagai referensi penelitian – penelitian selanjutnya yang
berhubungan dengan peningkatan hasil belajar siswa serta dapat memperkaya
hasil penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
dunia pendidikan
2. Manfaat Praktis
Secara Praktis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut :
a. Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan dan dapat mengetahui bagaimana
sesungguhnya pengaruh fasilitas sekolah dan lingkungan belajar terhadap
hasil belajar siswa.
b. Bagi Guru
Diharapkan dapat menjadi masukan bagi guru untuk dapat memanfaatkan
dengan semaksimal mungkin fasilitas yang ada serta menciptakan suasana
yang efektif dan kondusif bagi kegiatan pembelajaran
c. Lembaga Pendidikan
Bagi lembaga pendidikan, diharapkan dapat dijadikan media koreksi apa
saja kekurangan dan fasilitas yang menunjang di sekolah
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori Dasar ( Grand Theory)


2.1.1 Teori Behavioristik
Dalyono (2012) menjelaskan teori belajar Behavioristik dikemukakan oleh
para psikolog behavioristik, mereka meyebut contempory behaviorist atau juga
disebut – S – R psychologist mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu
dikendalika oleh ganjaran (reward) atau penguat reinforcement dari lingkungan.
Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-
reaksi behavior dengan stimulusnya. Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori
yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman.

Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh
terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang
dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata.Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan
dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.

Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa
stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan
guru kepada pembelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar
terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara
stimulus dan respon tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati
adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus)
dan apa yang diterima oleh pembelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori
ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain yang
dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah factor penguatan (reinforcement).
Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin
kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka
respon juga semakin kuat. Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu
situasi pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat
tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter,
komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus
dipelajari murid.
Metode behavioristik ini sesuai untuk perolehan kemampuan yang
membutuhkan praktek dan pembiasaan juga sesuai diterapkan untuk melatih anak-
anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa. Aplikasi teori ini
dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas “mimetic”
yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian
keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi
menuntut satu jawaban yang benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa
telah menyelesaikan tugas belajarnya.

2.1.2 Teori Belajar Sosial


Menurut Bandura (1977) belajar sosial arau yang juga dikenal sebagai belajar
observasional atau belajar vicarious atau belajar dari model adalah proses belajar
yang muncul sebagai fungsi dari pengamatan, penguasaan dan, dalam kasus proses
belajar imitasi, peniruan perilaku orang lain. Jenis belajar ini banyak diasosiasikan
dengan penelitian Albert Bandura, yang membuat teori belajar sosial. Di dalamnya
ada proses belajar meniru atau menjadikan model tindakan orang lain melalui
pengamatan terhadap orang tersebut. Teori belajar sosial menekankan observational
learning sebagai proses pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya adalah
seseorang mempelajari perilaku dengan mengamati secara sistematis imbalan dan
hukuman yang diberikan kepada orang lain. Hal utama dari pendekatan tradisional
ini, untuk terjadinya belajar, manusia harus melakukan performa/tampilan utama dan
kemudian diberi hadiah.

2.2 Kajian Variabel Penelitian


2.2.1 Hasil Belajar
Maher dalam Kusuma, dkk (2018:98) menjelaskan bahwa “Defines a learning
outcome as ‘being something that students can do now that they could not do
previously, a change in people as a result of a learning experience”. Selanjutnya
menurut Dick dan Reiser dalam Djamaah (2001:126) menjelaskan bahwa hasil
belajar adalah berbagai macam kemampuan yang dimiliki oleh siswa sebagai hasil
kegiatan pembelajaran di sekolah. Mereka menjelaskan terdapat perbedaan hasil
belajar menjadi empat macam yaitu pengetahuan, keterampilan intelektual,
keterampilan motorik, dan sikap (Taufiq,dkk, 2019:12). Sependapat dengan hal
tersebut menurut Hamalik dalam Nurastanti, dkk (2019:43) menjelaskan hasil belajar
adalah perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang dapat diamati dan diukur
dalam bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan. Terjadinya perubahan tersebut
dapat diartikan peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dari sebelumnya
yang tidak tahu menjadi tahu.
Dimyanti dan Mudjiono dalam Nurastanti, dkk (2019:43) menjelaskan bahwa
hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi, yaitu sisi siswa dan
sisi guru, dari sisi siswa hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang
lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan
mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Sedangkan dari sisi guru hasil belajar merupakan terselesaikannya bahan pelajaran.
Djamarah dalam Sumantri, dkk (2014:84) menjelaskan hasil belajar merupakan
tingkah laku yang dapat diukur, agar dapat mengukur tingkah laku tersebut digunakan
tes untuk memperoleh hasil belajar.
Hasil belajar sering digunakan sebagai ukuran atau penentu agar dapat
mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Menurut
Purwanto dalam Sitinjak, dkk (2018:113) menjelaskan bahwa hasil belajar adalah
perwujudan kemampuan akibat perubahan perilaku yang dilakukan oleh pendidik
sebagai usaha dari pendidikan. Kemampuan yang dimaksud meliputi domain kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Sedangkan menurut Gufron, dkk dalam Sitinjak, dkk
(2018:113) menjelaskan hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa atau
mahasiswa setelah melakukan aktivitas belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai,
angka, ataupun huruf. Dengan demikian, hasil belajar akan memberikan gambaran
tentang proses belajar yang dilakukan oleh seseorang (Sitinjak, dkk, 2018:113). Hasil
belajar merupakan tolak ukur agar dapat menentukan keberhasilan peserta didik
dalam penguasaan materi pelajaran yang telah mereka pelajari. Hasil belajar akan
diperoleh peserta didik, ketika sudah melaksanakan proses belajar di sekolah (Hapsari
dan Rachmawati, 2018:17).
Berdasarkan pendapat beberapa para ahli, dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah alat ukur seorang pendidik agar dapat mengetahui seberapa paham
peserta didik mengenai pembelajaran yang telah diajarkan, hal tersebut memiliki
tujuan agar guru dapat memberikan metode pembelajaran yang mudah di pahami
siswa agar hasil belajarnya dapat meningkat. Hasil belajar dapat berupa angka, huruf,
dan nilai.

2.2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Hasil Belajar


Slameto (2013:54) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat
memengaruhi hasil belajar yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah
faktor yang berasal dari dalam diri individu, dimana faktor dalam individu
menyangkut aspek jasmaniah maupun rohaniah dari individu, contohnya minat,
aktivitas, sikap dan lain sebagainya. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang
berasal dari luar diri individu baik faktor fisik, sosial, dan psikologi, contohnya
fasilitas pendidikan, dukungan orang tua dan lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Selanjutnya menurut Yuliastuti dan Muhsin (2018:2-3) menjelaskan
bahwa faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar adalah faktor instrinsik dan
ekstrinsik. Faktor yang pertama yaitu faktor intrinsik, contohnya faktor psikologi,
seperti minat, motivasi, bakat, konsetrasi, dan kemampuan kognitif. Faktor fisiologis,
yang termasuk dalam faktor fisiologis contohnya pendengaran, penglihatan,
kesegaran jasmani, kekurangan gizi, kurang tidur dan sakit yang diderita. Sedangkan
faktor yang kedua adalah faktor ekstrinsik meliputi faktor non sosial, contohnya
keadaan udara, waktu, tempat, dan peralatan maupun media yang dipakai untuk
belajar. Faktor sosial, terdiri atas lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan
lingkungan masyarakat.
Rifa’i dan Anni dalam Yuliastuti dan Muhsin (2018:3) menjelaskan
faktorfaktor yang memberikan kontribusi terhadap proses dan hasil belajar siswa
antara lain kondisi internal dan eksternal siswa. Kondisi internal mencakup kondisi
fisik, seperti kesehatan organ tubuh, kondisi psikis, seperti kemampuan intelektual,
emosional dan kondisi sosial seperti kemampuan bersosialisasi dengan
lingkungannya. Sedangkan faktor eksternal seperti variasi dan tingkat kesulitan
materi (stimulus) yang dipelajari (direspons), tempat belajar, iklim, suasana
lingkungan, dan budaya belajar masyarakat akan memengaruhi kedisiplinan siswa.
Faktor yang memengaruhi hasil belajar yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern
adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa, antara lain kesehatan, intelegensi,
perhatian, minat, bakat, motif, dan kesiapan. Sedangkan faktor ekstern adalah faktor
yang berasal dari luar diri siswa, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat
(Fauziyah dan Harmanto, (2016:2).
Faktor yang dapat memengaruhi hasil belajar salah satunya lingkungan
belajar, karena sebagai suatu tempat, suasana ataupun keadaan yang dapat
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan siswa. Sejalan
dengan pendapat tersebut menurut Djamarah dalam Fauziyah dan Harmanto (2016:2)
menjelaskan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi proses dan hasil belajar yaitu
faktor lingkungan yang terdiri atas lingkungan alami dan lingkungan sosial budaya.
Selanjutnya menurut Blocer dalam Mariyana berpendapat bahwa pada esensinya
lingkungan belajar merupakan suatu konteks fisik, sosial, dan psikologis yang dapat
menyebabkan anak belajar dan memperoleh perilaku yang baru. Lingkungan belajar
mencakup tiga komponen, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan
lingkungan masyarakat (Fauziyah dan Harmanto, (2016:2). Adapun keberhasilan
proses pembelajaran dapat ditentukan oleh beberapa faktor. Menurut Baharudin, dkk
dalam Sitinjak, dkk, (2018:113-114) mengemukakan bahwa terdapat faktor-faktor
yang memengaruhi hasil belajar siswa, dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Faktor internal, yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa, yang
meliputi:
a. Faktor fisiologis, yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan
kondisi fisik individu seperti keadaan tonus jasmani dan keadaan
fungsi jasmani.
b. Faktor psikologis, yaitu keadaan psikologis seseorang seperti
kecerdasan atau intelegensi siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat.

2. Faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa, yang
meliputi:
a. Lingkungan sosial, yang terdiri atas:
1) Lingkungan sosial sekolah seperti guru, administrasi, dan teman-
teman sekelas.
2) Lingkungan sosial masyarakat seperti kondisi lingkungan
masyarakat tempat tinggal siswa.
3) Lingkungan sosial keluarga seperti ketegangan keluarga, sifat-
sifat orang tua, demografi keluarga (letak rumah), dan
pengelolaan keluarga.
b. Lingkungan non sosial, yang terdiri atas:
1) Lingkungan alamiah seperti kondisi udara yang segar, tidak panas
dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau atau kuat, atau tidak
terlalu lemah atau gelap, dan suasana yang sejuk dan tenang.
2) Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat
digolongkan menjadi dua bentuk. Pertama, hardware seperti
gedung sekolah, alatalat belajar, fasilitas belajar, dan lapangan
olahraga. Kedua, software seperti kurikulum sekolah, peraturan-
peraturan sekolah, buku panduan, dan silabus.
3) Faktor materi pelajaran, dalam kegiatan belajar seharusnya
disesuaikan dengan usia perkembangan siswa.

Begitu juga dengan metode mengajar guru harus disesuaikan dengan kondisi
perkembangan siswa. Berdasarkan beberapa penjelasan para ahli, dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar siswa merupakan hasil dari suatu proses yang di dalamnya
terdapat sejumlah faktor yang dapat memengaruhinya. Tinggi rendahnya hasil belajar
siswa dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yaitu faktor internal dan eksternal.
Faktor internal yaitu semua faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri,
contohnya kecerdasan, minat, bakat, kesehatan jasmani, kesehatan rohani dan
emosional. Sedangkan faktor ekstern yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu,
contohnya guru sebagai pendidik siswa untuk belajar, fasilitas belajar, kebijakan
penilaian, lingkungan belajar siswa di sekolah, keluarga, masyarakat dan kurikulum
sekolah. Berbagai macam faktor tersebut akan berpengaruh terhadap pencapaian hasil
belajar siswa.
2.2.3 Fasilitas Belajar

Pengertian Fasilitas Belajar

Fasilitas belajar adalah sarana dan prasarana yang dapat membantu


memudahkan proses belajar untuk memperoleh ilmu pengetahuan di sekolah,
sehingga dapat tercapai tujuan pembelajaran. Adanya fasilitas belajar yang lengkap di
sekolah akan memudahkan aktivitas belajar dan keberlangsungannya. Menurut
Daryanto dalam Fitriani, dkk (2017:3-4) secara etimologi (arti kata) fasilitas terdiri
atas sarana dan prasarana belajar, bahwa sarana belajar adalah alat langsung untuk
mencapai tujuan pendidikan, contohnya lokasi/tempat, bangunan dan lainnya,
sedangkan prasarana adalah alat yang secara tidak langsung untuk mencapai tujuan
pendidikan, contohya ruang, buku, perpustakaan, laboratorium dan sebagainya

. Mauling menjelaskan bahwa fasilitas adalah prasarana atau wahana untuk


melakukan dan mempermudah segala macam hal. Penyediaan fasilitas belajar yang
memadai akan mendukung semangat siswa untuk belajar, penggunaan fasilitas secara
optimal dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman siswa (Hidayatri dan
Pramusinto, 2017:151-152). Selanjutnya menurut Anisah dan Pamot dalam Wiyono,
dkk (2018:153) menjelaskan bahwa “The availability of educational facilities and
infrastructures is one of the factors supporting the success of learning”. Selanjutnya
menurut Yonitasari dan Setiyani (2014:247) berpendapat bahwa fasilitas belajar
merupakan salah satu faktor eksternal lain, yang dapat memengaruhi hasil belajar
siswa. Fasilitas belajar yang dimaksud yaitu fasilitas belajar di sekolah, karena
dengan adanya fasilitas belajar yang lengkap dapat memudahkan dan menunjang
proses belajar siswa di sekolah. Sebuah proses pembelajaran dapat lancar dan baik
jika didukung dengan sarana atau fasilitas pengajaran yang lengkap serta dengan
kondisi yang baik, sehingga siswa dapat belajar dengan lebih mudah memahami dan
tentu saja lebih menyenangkan. Apabila fasilitas belajar di sekolah terpenuhi, maka
masalah yang siswa hadapi dalam belajar relatif kecil dan dapat meningkatkan hasil
belajar siswa menjadi lebih baik.
Dalyono dalam Yonitasari dan Setiyani (2014:247) menambahkan bahwa
kelengkapan fasilitas belajar dapat membantu siswa dalam proses kegiatan belajar
dan kurangnya peralatan fasilitas belajar maka akan menghambat kemajuan belajar
siswa. Menurut Yuliastuti dan Muhsin (2018:4) menjelaskan bahwa fasilitas belajar
adalah sarana untuk memperlancar proses pelaksanaan fungsi dan dapat memberikan
kemudahan. Hal tersebut sesuai dengan tujuan tata tertib sekolah, agar dapat dengan
mudah mencapai tujuan yang diinginkan. Fasilitas belajar sebagai salah satu cara
yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan
siswa, sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa (Bafadal
2003:13 dalam Sihotang 2014). Gie (2002:43) menjelaskan agar kegiatan belajar
berjalan dengan baik, maka diperlukan alat (fasilitas) untuk belajar. Selanjutnya
menurut Djamarah (2008:185) berpendapat bahwa sarana dan fasilitas dapat
memengaruhi kegiatan belajar mengajar di sekolah. Peserta didik dapat belajar
dengan baik dan menyenangkan, apabila suatu sekolah dapat memenuhi segala
kebutuhan belajar peserta didiknya. Sehingga masalah yang peserta didik hadapi
dalam belajar relatif kecil, maka hasil belajar peserta didik akan lebih baik. Sejalan
dengan pendapat tersebut menurut Djamarah dan Zain (2006:164) berpendapat
lengkap tidaknya fasilitas belajar juga memengaruhi pemilihan yang harus guru
lakukan. Sangat terbatasnya fasilitas 38 belajar cenderung lebih sedikit alternatif yang
tersedia untuk melakukan pemilihan (Riyani dan Palupiningdyah, 2015:888-889).

Surya (2004:80) menjelaskan betapa pentingnya kondisi fisik fasilitas belajar


terhadap proses belajar, karena keadaan fasilitas fisik tempat belajar yang
berlangsung di kampus, sekolah ataupun di rumah sangat memengaruhi efisiensi hasil
belajar. Keadaan fisik yang lebih baik dapat menguntungkan siswa agar belajar
dengan tenang dan teratur. Sebaliknya jika lingkungan fisik yang kurang memadai
dapat mengurangi efisiensi hasil belajar. Fasilitas belajar merupakan faktor eksternal
lain yang dapat memengaruhi hasil belajar siswa. Fasilitas belajar yang dimaksud
adalah fasilitas belajar di sekolah yang dapat memudahkan dan menunjang proses
belajar siswa. Sebuah proses pembelajaran dapat lancar dan baik, jika didukung
sarana atau fasilitas pengajaran yang lengkap serta dengan kondisi yang baik.
Sehingga siswa dapat belajar dengan lebih mudah, lebih baik, dan tentu saja lebih
menyenangkan. Tetapi jika fasilitas belajar di sekolah tidak terpenuhi, maka masalah
yang siswa hadapi dalam belajar relatif besar, hasil belajar siswa tentu akan kurang
optimal. Selanjutnya menurut Dalyono (2007:241) yang menyatakan bahwa
kelengkapan fasilitas belajar akan dapat membantu siswa dalam proses pembelajaran
di sekolah dan kurangnya alat-alat atau fasilitas belajar dapat menghambat kemajuan
belajar siswa di sekolah (Yonitasari dan Setiyani, 2014:245-247).

Berdasarkan pendapat beberapa para ahli, dapat disimpulkan bahwa fasilitas


belajar adalah suatu peralatan atau sarana yang wajib disediakan oleh pihak sekolah,
karena fasilitas belajar merupakan faktor eksternal yang dapat memberikan pengaruh
terhadap hasil belajar siswa. Dalam hal ini fasilitas belajar merupakan peralatan yang
digunakan guru ataupun murid untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan
lancar, karena jika fasilitas belajar yang dimiliki oleh pihak sekolah kurang
mendukung proses kegiatan belajar mengajar, maka hal tersebut dapat memberikan
pengaruh terhadap penurunan hasil belajar siswa di sekolah.

Klasifikasi Fasilitas Belajar

Keberhasilan peserta didik dalam belajar tidak terlepas dari beberapa faktor, salah
satunya faktor eksternal yang penting dalam menunjang keberhasilan peserta didik
dalam belajar yaitu adanya kelengkapan sarana dan prasarana penunjang kegiatan
belajar yang dapat dimanfaatkan oleh siswa. Oleh karena itu, supaya dapat mencapai
hasil belajar yang maksimal dalam pendidikan, sebaiknya guru dalam penyampaian
mata materi pelajarannya selalu menggunakan berbagai sarana dan prasarana serta
memberikan dorongan kepada setiap peserta didik agar mampu meningkatkan
kemampuan belajarnya (Legiwati, 2016:294-295). Selanjutnya menurut Barnawi dan
Arifin (2014:49) menjelaskan sarana pendidikan diklasifikasikan menjadi tiga jenis
yaitu berdasarkan habis tidaknya, berdasarkan bergerak tidaknya, dan berdasarkan
hubungan dengan proses pembelajaran. Berikut penjelasannya:
a. Berdasarkan habis tidaknya
1) Sarana pendidikan yang habis dipakai, merupakan bahan atau alat apabila
saat digunakan dapat habis dalam waktu yang singkat. Contohnya spidol,
pensil, tinta, penghapus dan lain-lain.
2) Sarana pendidikan tahan lama, merupakan bahan atau alat dapat
digunakan secara terus menerus atau berulang kali dalam waktu yang
relatif lama. Contohnya komputer, atlas, globe, buku dan lain-lain

b. Berdasarkan bergerak tidaknya


1) Sarana pendidikan bergerak, merupakan sarana pendidikan yang dapat
digunakan dengan cara menggerakkan atau memindahkan ke tempat
sesuai dengan kebutuhan pemakainya. Contohnya meja, kursi, papan
tulis, dan lain-lain.
2) Sarana pendidikan tidak bergerak, merupakan sarana pendidikan yang
tidak saat digunakan tidak dapat dipindahkan atau sangat sulit untuk
dipindahkan. Contohnya Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM),
saluran kabel listrik, LCD, dan lain-lain.

c. Berdasarkan hubungan dengan proses pembelajaran


1) Alat pelajaran, merupakan alat yang dapat digunakan secara langsung
pada saat proses pembelajaran di sekolah. Contohnya buku, alat tulis,
alat peraga, penggaris, dan lain-lain.
2) Alat peraga, merupakan alat bantu berupa benda-benda yang dapat
mengkonkretkan materi pembelajaran. Contohnya gambar-gambar
materi pelajaran, teman sebaya sebagai contoh, dan lain-lain. 3) Media
Pengajaran, merupakan sarana pendidikan yang berfungsi sebagai
perantara dalam proses pembelajaran sehingga meningkatkan
efektivitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pendidikan.
Contohnya peralatan yang didesain guru untuk memacu siswa berpikir
kritis.
Barnawi dan Arifin (2014:50) menambahkan prasarana pendidikan di sekolah dapat
diklasifikasikan menjadi dua macam, yakni:

a. Prasarana langsung, merupakan prasarana yang secara langsung dapat


digunakan dalam proses pembelajaran. Contohnya ruang kelas, ruang
laboratorium, ruang OSIS, dan lain-lain.
b. Prasarana tidak langsung, merupakan prasarana yang tidak digunakan dalam
proses pembelajaran, tetapi menunjang proses belajar mengajar. Misalnya
kantin sekolah, ruang kantor, toilet, dan lain-lain.

Berdasarkan pendapat beberapa para ahli, dapat disimpulkan bahwa macam-


macam fasilitas belajar meliputi sarana dan prasarana pendidikan. Sarana pendidikan
dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, pertama berdasarkan habis tidaknya dipakai
misalnya spidol, tinta, penghapus, kedua berdasarkan bergerak tidaknya misalnya
meja, kursi, LCD yang dipasang permanen, ketiga berdasarkan hubungan dengan
proses pembelajaran misalnya buku pelajaran, alat tulis, alat peraga. Sedangkan
prasarana pendidikan dibagi menjadi dua jenis, yaitu prasarana langsung misalnya
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang kelas dan prasarana tidak langsung misalnya
kamar mandi, ruang guru, ruang OSIS.

Prinsip-Prinsip Manajemen Fasilitas Belajar

Menerapkan beberapa prinsip dalam mengelola sarana dan prasarana pendidikan


sekolah perlu di perhatikan, agar dapat mencapai tujuan memberikan layanan secara
profesional di bidang sarana dan prasarana dalam rangka mencapai terselenggaranya
proses pendidikan yang efektif dan efisien. Sejalan dengan pendapat tersebut menurut
Bafadal (2014: 5-6) terdapat lima prinsip dalam pengelolaan sarana prasarana.
Prinsip-prinsip tersebut yaitu prinsip pencapaian tujuan, prinsip efisiensi, prinsip
administratif, prinsip kejelasan tanggung jawab, dan prinsip kekohesifan. Berikut
penjelasannya:

a. Prinsip pencapaian tujuan yaitu sarana dan prasarana pendidikan di sekolah,


harus selalu dalam kondisi siap pakai. Manajemen perlengkapan sekolah
dapat dikatakan berhasil apabila fasilitas selalu siap untuk pakai setiap akan
digunakan oleh personel sekolah.
b. Prinsip efisiensi yaitu pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah,
harus dilakukan melalui perencanaan yang jelas, sehingga dapat diadakan
sarana dan prasarana yang baik dengan harga yang relatif murah. Pemakaian
sarana dan prasarana harus dilakukan dengan sebaik-baiknya agar dapat
mengurangi biaya.
c. Prinsip administratif yaitu manajemen sarana dan prasarana pendidikan di
sekolah, harus selalu memperhatikan undang-undang, peraturan, intruksi, dan
petunjuk teknis yang diberlakukan oleh pihak berwenang. Sebagai upaya
penerapannya, setiap penanggung jawab pengelolaan sarana dan prasarana
hendak memahami dan menginformasikan peraturan perundang-undangan
kepada semua personel sekolah supaya berpartisipasi dalam pengelolaan
sarana dan prasarana.
d. Prinsip kejelasan tanggung jawab yaitu manajemen sarana dan prasarana di
sekolah, perlu dibuat pengorganisasian kerja. Pengorganisasian yang
dimaksud yaitu semua tugas dan tanggung jawab orang yang terlibat harus
dideskripsikan dengan jelas. Dengan demikian, setiap personel memiliki
tanggung jawab masing-masing.
e. Prinsip kekohesifan yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan
di sekolah, harus direalisasikan dalam bentuk kerjasama secara kompak. Oleh
karena itu, semua orang yang terlibat dalam pengelolaan sarana dan prasarana
wajib memiliki tanggung jawab masing-masing, namun antara satu dengan
lainnya harus dapat bekerja sama dengan baik.

Selanjutnya pendapat lain dikemukakan oleh Hunt Pierce dalam Barnawi dan
Arifin (2014:82-83) menjelaskan bahwa terdapat beberapa prinsip dasar dalam
manajemen sarana dan prasarana di sekolah yaitu perencanaan dan pemanfaatan
lahan bangunan, perlengkapan perabot, serta tugas dan kewajiban seorang
penanggung jawab. Berikut penjelasannya yang dimaksud dengan lahan bangunan
dan perlengkapan perabot sekolah harus dapat menggambarkan cita dan citra
masyarakat, seperti halnya yang dinyatakan dalam filsafat dan tujuan pendidikan.
Selanjutnya perencanaan lahan bangunan dan perlengkapanperlengkapan perabot
sekolah, hendaknya pancaran dari keinginan bersama dan pertimbangan suatu tim ahli
yang cukup cakap yang berasal dari masyarakat. Lahan bangunan dan perlengkapan-
perlengkapan perabot di sekolah, hendaknya disesuaikan dan dapat memadai untuk
kepentingan siswa dan guru, demi terbentuknya karakter mereka agar dapat melayani
dan menjamin mereka di waktu belajar, bekerja, dan bermain sesuai dengan bakat
setiap masing-masing siswa, serta memberikan kemudahan dalam kegiatan
pembelajaran di sekolah.

Dalam manajemen sarana dan prasarana, wajib memiliki penanggung jawabnya.


Penanggung jawab memiliki tugas membantu program sekolah secara efektif, melatih
para petugas serta dapat memilih alat dan cara menggunakannya, supaya mereka
dapat menyesuaikan diri serta melaksanakannya sesuai dengan tugas, fungsi
bangunan dan perlengkapannya. Seorang penanggung jawab sekolah wajib memiliki
kecakapan untuk mengenal kualitatif maupun kuantitatif, serta dapat menggunakan
secara tepat sesuai dengan fungsi bangunan dan perlengkapannya. Sebagai
penanggung jawab, wajib mampu memelihara, menggunakan bangunan dan tanah di
sekitarnya, sehingga dapat membantu terwujudnya kesehatan, keamanan,
kebahagiaan, keindahan, dan kemajuan dari sekolah dan masyarakat. Selain itu,
penanggung jawab tidak hanya mengetahui kekayaan sekolah yang telah
dipercayakan kepadanya, tetapi juga memperhatikan seluruh keperluan peralatan
pendidikan yang dibutuhkan oleh peserta didik.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli mengenai prinsip dalam manajemen


fasilitas belajar, dapat disimpulkan bahwa fasilitas belajar di sekolah sengaja
diadakan dan disiapkan, agar dapat menunjang terlaksananya proses belajar mengajar
secara efektif dan efisien. Pengadaan fasilitas belajar wajib disesuaikan dengan
keadaan dan kebutuhan siswa serta lingkungan di sekolah. Ketersediaan fasilitas
belajar yang memadai dan lengkap harus diimbangi dengan pemakaian secara baik
dan tepat, agar dapat mengurangi biaya dalam hal ini pengadaan peralatan fasilitas
belajar.

2.2.4 Lingkungan Belajar

Pengertian Lingkungan Belajar

Lingkungan belajar merupakan segala sesuatu yang mengelilingi siswa pada


saat melakukan kegiatan pembelajaran di sekolah. Faktor lingkungan belajar dibagi
menjadi dua yaitu lingkungan sosial dan lingkungan non sosial. Menurut Purwanto
dalam Astuti (2017:48) menjelaskan bahwa lingkungan belajar yang meliputi semua
kondisi yang terdapat di alam sekitar dengan berbagai cara tertentu dapat
memengaruhi tingkah laku, pertumbuhan, perkembangan atau life processes kecuali
gen. Bahkan gen juga dapat dipandang sebagai tempat menyiapkan lingkungan
belajar bagi gen yang lain. Keberadaan lingkungan belajar menjadi 49 faktor yang
penting dalam kelangsungan proses pembelajaran. Selanjutnya menurut Astuti
(2017:48-49) berpendapat bahwa kondisi lingkungan yang baik dan kondusif dapat
meningkatkan kemandirian belajar siswa di sekolah. Lingkungan belajar yang
kondusif sangat diperlukan siswa supaya mudah untuk berkonsentrasi dengan baik,
sehingga siswa dapat menyerap pelajaran dengan mudah. Sebaliknya, jika kondisi
lingkungan belajar buruk dapat menyebabkan kemandirian belajar siswa menurun.
Lingkungan belajar yang kurang kondusif dapat mengganggu proses kegiatan belajar
mengajar, sehingga siswa terhambat dan susah untuk menyerap materi pelajaran.

Hamalik dalam (Nurastanti, dkk, (2019:42) menjelaskan bahwa lingkungan


belajar adalah segala sesuatu yang berasal dari alam sekitar yang memiliki makna
atau pengaruh tertentu kepada individu. Lingkungan belajar adalah salah satu sumber
belajar, hal ini sesuai dengan pernyataan dan penjelasan dari Depdiknas dalam
Nurastanti, dkk (2019:42) menjelaskan belajar dengan menggunakan lingkungan
memungkinkan siswa untuk menemukan hubungan yang bermakna antara ide abstrak
dan penerapan praktis dalam konteks dunia nyata, mudah memahami konsep melalui
proses penemuan, pemberdayaan, dan hubungan. Sejalan pendapat tersebut menurut
Nurastanti, dkk (2019:42:43) menjelaskan bahwa lingkungan belajar di sekolah
merupakan situasi yang ikut turut serta memengaruhi kegiatan belajar individu pada
saat melaksanakan seluruh kegiatan pembelajaran. Agar pendidikan dapat berjalan
baik, maka diperlukan lingkungan belajar yang kondusif sehingga menciptakan
ketenangan dan kenyamanan siswa, pada saat melaksanakan kegiatan pembelajaran,
siswa juga akan lebih mudah menguasai materi belajar secara maksimal, dapat
disimpulkan bahwa lingkungan belajar disebut dengan lingkungan pendidikan.

Mariyana dalam Nurastanti, dkk (2019:43) menjelaskan lingkungan belajar


adalah sarana bagi siswa agar dapat mencurahkan dirinya untuk beraktivitas dan
berekreasi, sehingga siswa mendapatkan sejumlah perilaku baru dari kegiatannya.
Dengan kata lain, lingkungan belajar dapat diartikan sebagai laboratorium atau
tempat bagi siswa untuk bereksplorasi, bereksperimen, mengekspresikan diri,
mendapatkan konsep dan informasi baru sebagai wujud dari hasil belajar siswa.
Selanjutnya menurut Sidi dalam Nurastanti, dkk (2019:43) menjelaskan bahwa
lingkungan belajar sangat berperan dalam menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan dan meningkatkan keaktifan belajar siswa. Jadi lingkungan belajar
perlu dilakukan penataan dengan semestinya. Lingkungan belajar adalah kondisi atau
keadaan di sekitar lingkungan tempat belajar siswa dapat memengaruhi proses dan
hasil belajar di sekolah. Kondisi lingkungan belajar di sekolah yang kondusif
mendukung kegiatan belajar siswa menjadi lebih mudah mencapai hasil belajar
maksimal (Nurastanti, dkk, 2019:43).

Wyndham dalam Sumantri, dkk (2014:84-85) menjelaskan lingkungan belajar


adalah segala sesuatu yang terdapat di tempat belajar, baik yang berada di rumah,
sekolah, dan masyarakat. Selanjutnya menurut Nasution dalam Sumantri, dkk
(2014:84-85) berpendapat bahwa lingkungan belajar adalah tempat yang
memungkinkan anak untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran, berkreasi,
mengembangkan kreativitas, dan tempat untuk belajar yang terdiri atas lingkungan
sosial dan lingkungan psikologis. Sejalan pendapat tersebut menurut Mariyana, dkk
dalam Sitinjak, dkk (2018:114) menjelaskan bahwa lingkungan belajar adalah suatu
tempat atau suasana (keadaan) yang dapat memengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik. Selanjutnya menurut Hamalik dalam Sitinjak, dkk,
(2018:114) berpendapat lingkungan belajar adalah sesuatu yang ada di alam sekitar,
yang memiliki makna dan pengaruh tertentu kepada siswa. Lingkungan
(environtment) sebagai dasar proses pelaksanaan pembelajaran adalah faktor
kondisional yang dapat memengaruhi tingkah laku individu dan merupakan faktor
belajar yang terpenting.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa


lingkungan belajar adalah segala sesuatu yang berada mengelilingi siswa saat
melaksanakan proses kegiatan pembelajaran. Serta di dalam lingkungan belajar dapat
mengembangkan kreativitas, perkembangan, dan perkembangan diri siswa. Agar
pendidikan dapat berjalan baik dan lancar, diperlukan lingkungan belajar yang
kondusif agar siswa mendapatkan ketenangan dan kenyamanan saat melaksanakan
kegiatan pembelajaran di sekolah. Hal tersebut, supaya siswa lebih mudah untuk
menguasai materi belajar secara maksimal.

Jenis-jenis Lingkungan Belajar

Menurut Mulyasana dalam Sari, dkk (2015:296) menjelaskan Pendidikan


yang bermutu adalah pendidikan yang mampu melakukan proses pematangan
kualitas, dikembangkan dengan cara membebaskan siswa dari ketidaktahuan,
ketidakmampuan, ketidakberdayaan, ketidakbenaran, ketidakjujuran, buruknya
akhlak dan keimanan siswa. Penyelenggaraan pendidikan wajib memiliki sikap
kompetitif saat melaksanakan kegiatan pendidikan, supaya dapat menghasilkan
generasi penerus bangsa yang memiliki daya saing. Pendidikan di sekolah formal
terdapat interaksi belajar dan mengajar antara siswa dengan guru, siswa dengan
teman sebayanya. Proses belajar adalah proses kegiatan perubahan tingkah laku pada
diri siswa yang disebabkan karena mempelajari sesuatu dari lingkungan sekitar
sehingga siswa dapat mengalami suatu perubahan (Sari, dkk, 2015:296).
Faktor lain yang dapat memberikan pengaruh terhadap proses kegiatan
pembelajaran menurut Slameto dalam Astuti (2017:49) dapat dilihat dari aspek
lingkungan, yaitu faktor organisasi kelas, faktor iklim sosial, dan psikologis. Faktor
organisasi kelas, yang berkaitan dengan jumlah siswa dalam satu kelas di sekolah,
merupakan aspek penting yang dapat memengaruhi proses pembelajaran siswa.
Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Sedangkan faktor iklim social dan psikologis berkaitan dengan
keharmonisan hubungan antara orang-orang yang terlibat langsung maupun tidak
dalam proses pembelajaran. Sejalan dengan pendapat itu menurut Syafaruddin dalam
Astuti (2017:49) berpendapat bahwa lingkungan terbagi menjadi dua macam, yaitu
lingkungan alami dan lingkungan sosial budaya. Berikut penjelasannya, lingkungan
alami berkaitan dengan kondisi alam di sekitar tempat belajar siswa. Sedangkan
lingkungan sosial budaya berkaitan dengan kondisi sosial budaya terdapat di sekitar
tempat belajar siswa. Karena itu pembangunan tempat belajar sebaiknya memiliki
pengetahuan lingkungan dan memperhatikan kondisi sosial budaya di sekitarnya
tempat belajar siswa.

Menurut Syah dalam Sari, dkk (2015:297) menjelaskan berhasil atau gagal
siswa dalam mencapai tujuan pendidikan, tergantung pada proses belajar yang
dilakukan siswa, baik ketika belajar saat di lingkungan sekolah, rumah dan
keluarganya sendiri. Lingkungan dapat memengaruhi proses belajar siswa yang
menyangkut aspek fisik dan psikologis di mana peserta didik berinteraksi dengan
pendidik. Aspek fisik antara lain meliputi kondisi ruangan, peralatan atau media.
Sedangkan aspek psikologis berkaitan dengan kondisi psikologis hubungan antara
peserta didik dengan pendidik (Astuti, 2017:49). Sejalan pendapat tersebut 53
menurut Hamalik dalam Sitinjak, dkk (2018:114) menambahkan bahwa lingkungan
belajar terdiri atas:

1. Lingkungan sosial adalah lingkungan masyarakat baik kelompok besar atau


kelompok kecil.
2. Lingkungan personal terdiri atas seseorang individu sebagai suatu pribadi
yang berpengaruh terhadap individu yang lain.
3. Lingkungan alam (fisik) meliputi Sumber Daya Alam (SDA) yang
diberdayakan sebagai sumber belajar.
4. Lingkungan kultural meliputi hasil budaya dan teknologi yang dapat
dijadikan sumber belajar dan menjadi faktor-faktor pendukung dalam
pelaksanaan pembelajaran. Hal ini termasuk sistem nilai, norma, dan adat
kebiasaan.

Selanjutnya menurut Slameto (2013:64-69) menjelaskan mengenai lingkungan


belajar siswa di sekolah yang dapat memengaruhi hasil belajar dapat dibedakan, yang
terdiri atas:

a. Metode mengajar, adalah suatu pedoman yang harus dilalui oleh guru di
dalam mengajar. Supaya siswa dapat belajar dengan baik, maka metode
mengajar harus diusahakan yang tepat, efisien, dan efektif.
b. Kurikulum, adalah sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa, di dalam
kegiatan tersebut menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima,
menguasai, dan mengembangkan bahan pelajaran.
c. Relasi guru dengan siswa, adalah proses kegiatan belajar mengajar yang
terjadi antara guru dengan siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari relasi guru
dengan siswa pada saat mempelajari secara baik mata pelajaran yang disukai
tetapi jika guru kurang berinteraksi dengan siswa secara akrab pasti akan
menyebabkan proses belajar mengajar itu kurang lancar.
d. Relasi siswa dengan siswa, adalah hubungan antara siswa dengan siswa yang
di dalamnya terdapat berbagai macam sifat ataupun tingkah laku, contohnya
perilaku yang kurang menyenangkan teman lain, mempunyai rasa rendah diri
atau sedang mengalami tekanan-tekanan batin, akan diasingkan dari
kelompok. Hal tersebut menyebabkan semakin parah masalah dan menggangu
belajar siswa. Maka dari itu menciptakan relasi yang baik antarsiswa sangat
diperlukan, supaya memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar siswa
e. Disiplin sekolah, yaitu hubungan yang erat dengan kerajinan siswa dalam
melaksanakan pembelajaran di sekolah. Kedisiplinan sekolah contohnya
kedisiplinan guru pada saat mengajar dengan melaksanakan tata tertib yang
berlaku, kedisiplinan pegawai atau karyawan dalam melaksanakan pekerjaan
administrasi dan kebersihan atau keteraturan kelas, dan gedung sekolah, serta
halaman, dan lainnya. Kedisiplinan kepala sekolah dalam mengatur dan
mengelola seluruh staf beserta siswa-siswanya, dan kedisiplinan tim BP dalam
pelayanannya kepada siswanya.
f. Alat pelajaran, adalah peralatan pelajaran yang digunakai oleh guru pada
waktu mengajar dan dipakai juga oleh siswa untuk menerima bahan yang
diajarkan. Mengusahakan alat pelajaran yang baik dan lengkap sangat
diperlukan supaya guru dapat mengajar dengan baik sehingga siswa dapat
menerima pelajaran dengan baik dan dapat belajar dengan baik pula.
g. Waktu sekolah, adalah waktu terjadinya proses kegiatan belajar mengajar di
sekolah, meliputi waktu pagi, siang, dan sore hari. Dalam hal ini waktu
sekolah juga dapat memengaruhi belajar siswa, contohnya pada waktu siang
hari kondisi badan siswa sudah lelah/lemah akan mengalami kesulitan dalam
menerima materi pelajaran yang disebabkan konsentrasi siswa menurun.
Sehingga diperlukan memilih waktu sekolah yang tepat agar dapat
memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar siswa.
h. Standar pelajaran di atas ukuran, adalah ukuran standar yang ditetapkan oleh
guru untuk mempertahankan wibawanya. Hal tersebut menyebabkan siswa
merasa kurang mampu dan takut kepada guru. Sebaiknya guru dalam
menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan masingmasing
siswa.
i. Keadaan gedung, adalah adanya jumlah siswa yang banyak serta variasi
karateristik mereka masing-masing berbeda menuntut keadaan gedung harus
memadai di dalam setiap kelas.
j. Metode belajar, adalah suatu cara yang digunakan siswa agar dapat belajar
secara teratur setiap hari, dengan pembagian waktu yang baik, memilih cara
belajar yang tepat dan cukup istirahat dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
k. Tugas rumah, adalah tugas yang diberikan oleh guru untuk belajar waktu di
rumah. Diharapkan guru jangan terlalu banyak memberikan tugas yang harus
dikerjakan di rumah, sehingga menyebabkan anak tidak mempunyai waktu
lagi untuk kegiatan lain saat di rumah.

Dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis


lingkungan belajar siswa mengacu pada kondisi tempat berlangsungnya proses
pembelajaran di sekolah yang terdiri atas aspek fisik dan non fisik. Sedangkan faktor
lain yang dapat memberikan pengaruh lingkungan belajar di sekolah antara lain yaitu
metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa,
disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran,
keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. Indikator Lingkungan Belajar
Lingkungan belajar menurut beberapa teori dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Pada
penelitian ini lebih di khususkan pada lingkungan sekolah yang secara langsung
digunakan siswa untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran. Peneliti menggunakan
teori yang dijelaskan oleh Slameto (2013:64-69) berpendapat bahwa ada beberapa
jenis-jenis lingkungan belajar khususnya pada faktor sekolah. Merujuk pada teori
tersebut, peneliti mengembangkan indikator lingkungan belajar di sekolah, yaitu
metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa,
disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran,
keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
2.3 Kerangka Berfikir

Hasil belajar adalah suatu pencapaian siswa setelah menerima proses kegiatan
pembelajaran dan ujian ataupun tes. Siswa akan mengalami perubahan perilaku yang
meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Keberhasilan belajar siswa dapat
ditentukan oleh berbagai macam komponen pendukung. Diantara berbagai macam
komponen pendukung, ketersediaan fasilitas belajar dan keadaan lingkungan belajar
menjadi faktor yang penting serta berperan dalam mendukung kegiatan pembelajaran
siswa di sekolah. Fasilitas belajar di sekolah adalah sarana maupun prasarana yang
dapat digunakan oleh siswa untuk menunjang dan memperlancar proses kegiatan
belajar agar dapat mencapai tujuan pendidikan. Fasilitas belajar merupakan salah satu
komponen yang penting dalam proses kegiatan pembelajaran di sekolah. Sudah
seharusnya pihak sekolah menyediakan fasilitas belajar dan sebaiknya guru serta
siswa dapat memanfaatkannya secara maksimal untuk pembelajaran. Ketersediaan
fasilitas yang lengkap dapat meningkatkan kelancaran dalam proses kegiatan belajar
siswa. Namun jika fasilitas untuk belajar tidak dipenuhi dengan baik, hal tersebut
dapat menimbulkan permasalahan serta menyebabkan kesulitan siswa dalam belajar
yang akhirnya dapat berpengaruh pada hasil belajar siswa. Sekolah dan guru
sebaiknya dapat memenuhi kebutuhan fasilitas belajar siswa demi kelancaran proses
kegiatan pembelajaran di sekolah.

Selain ketersediaan fasilitas belajar siswa di sekolah, lingkungan belajar juga


memiliki keterkaitan dengan siswa di sekolah, karena di dalam lingkungan belajar
dan fasilitas belajar terdapat unsur penting agar dapat menciptakan lingkungan belajar
yang kondusif. Lingkungan belajar di sekolah adalah tempat sekitar di mana siswa
melakukan proses kegiatan belajar. Lingkungan sekolah memiliki peranan yang
penting dalam upaya meningkatkan keberhasilan belajar siswa, baik lingkungan fisik
contohnya tata letak bangunan, jauh atau dekat dengan pusat keramaian, dan
pengaturan jumlah siswa di dalam satu kelas, maupun lingkungan instrumental
contohnya hubungan sosial dengan guru dan teman sebaya. Sekolah sudah seharusnya
dapat menciptakan lingkungan belajar yang baik agar dapat meningkatkan minat
belajar siswa, supaya siswa dapat termotivasi sehingga akan berpengaruh pada hasil
belajar di sekolah. Kondisi fisik dan sosial suatu lingkungan sekolah hendaknya
diperhatikan secara baik oleh pihak sekolah agar dapat menciptakan suasana aman
dan nyaman untuk siswa dan guru. Lingkungan belajar yang dikelola secara baik
dapat menimbulkan semangat siswa untuk giat belajar sehingga dapat meningkatkan
hasil belajar.

Fasilitas Belajar Fasilitas Belajar di


Sekolah

Hasil Belajar Siswa

Lingkungan Lingkungan
Belajar Belajar di Sekolah

2.4 Hipotesis Penelitian

Sugiyono (2013: 99) menyatakan bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara


terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah
dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Berdasarkan landasan teori dan
kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis yang diajukan sebagai
berikut :

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H1 Hasil belajar siswa

H2 Pengaruh Fasilitas belajar terhadap hasil belajar

H3 Pengaruh Lingkungan belajar terhadap hasil belajar


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode


pendekatan ex post facto. Menurut Sugiyono (2015:11) penelitian kuantitatif adalah
metode penelitian yang berlandaskan kepada filsafat positivisme yang digunakan
untuk meneliti populasi ataupun sampel tertentu. Pengumpulan data pada jenis
penelitian kuantitatif menggunakan sebuah instrumen penelitian, analisis data yang
bersifat kuantitatif digunakan untuk menguji hipotesis yang telah ditentukan.
Selanjutnya penelitian ini menggunakan metode pendekatan expost facto, karena data
yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari data yang sudah ada dan sudah
dialami oleh siswa pada saat proses belajar di sekolah, sehingga penelitiannya
menggunakan metode penelitian ex post facto.

3.2 Populasi dan Sampel


3.2.1 Populasi

Sugiyono (2013: 119) menjelaskan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri dari atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI sekolah dasar negeri 01
Lawangrejo

3.2.2 Sampel

Sugiyono (2013: 120) menyatakan bahwa sampel adalah bagian dari jumlah
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Arikunto (2013: 176) menjelaskan
bahwa pada pengambilan sampel harus dilakukan sedemikian rupa sehingga
diperoleh sampel yang benar-benar berfungsi menggambarkan keadaan populasi yang
sebenarnya. Untuk bisa memperoleh sampel yang benar-benar representatif perlu
diberlakukan teknik sampling. Sugiyono (2013: 121) menyatakan bahwa teknik
sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini menggunakan probability sampling dengan jenis simple random
sampling. Riduwan (2013: 58) menjelaskan “simple random sampling adalah cara
pengambilan sampel dari anggota populasi dengan menggunakan acak tanpa
memerhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut”. Teknik ini
digunakan karena setiap individu dalam populasi berpeluang sama untuk menjadi
anggota sampel.

3.3 Variabel Penelitian

Sugiyono (2013: 63) menjelaskan variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat
atau nilai dari orang, obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Variabel dalam
penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas (independent variabel) dan satu variabel
terikat (dependent variabel), uraiannya sebagai berikut.

3.3.1 Variabel Bebas

Sugiyono (2013: 64) menyatakan variabel bebas merupakan variabel yang


memengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependent (terikat). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah fasilitas belajar di
sekolah (X1) dan lingkungan belajar di sekolah (X2).

3.3.2 Variabel Terikat

Sugiyono (2013: 64) menjelaskan variabel terikat merupakan variabel yang


dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah Hasil belajar siswa (Y ).
Indikator Penelitian

Hasil Belajar (Y)

Indikator pada hasil belajar lebih ditekankan pada aspek kognitif siswa. Sejalan
dengan pendapat tersebut menurut Sumantri, dkk (2014:84) menjelaskan kemampuan
kognitif yang berkenaan dengan siswa di sekolah setelah siswa memperoleh
pengetahuan selama kurun waktu tertentu atau merupakan keluaran (output) dari
suatu sistem pemrosesan (input).

Fasilitas Belajar (X1)

Fasilitas dalam Heryati dan Muhsin (2014: 196) diartikan sebagai sesuatu
yang dapat memudahkan dan melancarkan pelaksanaan suatu usaha. Usaha ini dapat
berupa benda-benda ataupun uang. Fasilitas di sekolah meliputi beberapa hal, namun
disini peneliti hanya akan meneliti fasilitas di dalam kelas karena fasilitas ini dinilai
berpengaruh langsung terhadap motivasi belajar siswa.
Pemerintah Nomor 19 tahun 2005. Dalam peraturan tersebut dijelaskan
mengenai kelengkapan sarana di ruang kelas meliputi:
(1) 1 buah kursi/peserta didik, kursi harus kuat, stabil, dan mudah dipindahkan oleh
siswa. Ukuran sesuai dengan kelompok usia siswa dan mendukung pembentukan
postur tubuh yang baik,minimum dibedakan desainnya antara kelas 1-3 dan kelas
4-6. Desain dudukan dan sandaran membuat siswa nyaman belajar.
(2) Meja peserta didik 1 buah/peserta didik. Meja harus kuat, stabil, dan mudah
dipindah oleh siswa. Ukuran sesuai dengan kelompok usia siswa dan mendukung
pembentukan postur tubuh yang baik,minimum dibedakan untuk kelas 1-3 dan
kelas 4-6. Desain memungkinkan kaki siswa masuk dengan leluasa kebawah
meja.
(3) Kursi guru 1 buah/guru. Kursi harus kuat, stabil, dan mudah dipindahkan.
(4) Meja guru 1buah/guru. Meja harus kuat,stabil, dan mudah dipindahkan. Ukuran
memadai untuk bekerja dengan nyaman.
(5) Lemari 1 buah/ruang. Ukuran memadai untuk menyimpan perlengkapan yang
diperlukan kelas. Tertutup dan dapat dikunci.
(6) Rak hasil karya siswa 1 buah /ruang. Ukuran memadai untuk meletakan hasil
karya seluruh siswa yang ada di kelas. Dapat berupa rak terbuka atau lemari.
(7) Papan panjang 1 buah/ruang. Ukuran minimum 60 cm x 120 cm.
(8) Alat Peraga sesuai dengan daftar sarana laboratorium IPA.
(9) Papan tulis 1 buah/ruang. Ukuran minimum 90cm x 200cm. Ditempatkan pada
posisi yang memungkinkan seluruh siswa melihatnya dengan jelas.
(10) Tempat sampah 1 buah/ruang.
(11) Tempat cuci tangan 1 buah/ruang.
(12) Jam dinding 1 buah/ruang.
(13) Soket listrik 1 buah/ruang

Lingkungan Belajar (X2).

Peneliti menggunakan teori yang dijelaskan oleh Slameto (2013:64-69) berpendapat


bahwa ada beberapa jenis-jenis lingkungan belajar khususnya pada faktor sekolah.
Merujuk pada teori tersebut, peneliti mengembangkan indikator lingkungan belajar di
sekolah, yaitu metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa
dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas
ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.

Instrumen Penelitian

Pada Penelitian ini, instrument yang digunakan adalah menggunakan angket yang
dijawab oleh siswa, jenis angket yang digunakan adalah angket tertutup dengan skala
penilaian dengan bentuk alternative jawaban.
3.4 Teknik Pegumpulan Data

Riduwan (2013: 11) menjelaskan bahwa teknik pengumpulan data merupakan teknik
atau cara-cara yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara tidak
terstruktur dan dokumentasi.

Wawancara tidak terstruktur

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara tidak terstruktur.
Sugiyono (2015:191) menjelaskan wawancara tidak terstruktur adalah wawancara
yang bersifat bebas, di mana peneliti tidak harus menggunakan pedoman wawancara
yang telah disusun secara sistematis dan lengkap bertujuan untuk pengumpulan
seluruh datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa intinya atau
garis besar mengenai permasalahan yang akan ditanyakan. Wawancara tidak
terstruktur dalam penelitian ini hanya berisi mengenai pertanyaan tentang informasi
data awal penelitian, yang dilakukan agar dapat memperoleh informasi awal yang
nantinya dijadikan sebagai latar belakang penelitian. Peneliti melakukan wawancara
tidak terstruktur terhadap beberapa siswa dan guru mata pelajaran di SDN 01
Lawangrejo,

Dokumentasi

Arikunto (2013:274) menjelaskan metode dokumentasi adalah suata cara untuk


mencari data mengenai beberapa hal atau variabel yang berupa bentuk catatan,
transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan lain
sebagainya. Selanjutnya menurut Riduwan (2015:31) dokumentasi adalah suatu
teknik dalam mengumpulkan data yang ditujukan agar dapat memperoleh data secara
langsung dari tempat penelitian, meliputi buku buku yang relevan, berbagai macam
peraturan, laporan kegiatan, berbagai macam foto, film dokumenter, dan data relevan
yang berkaitan dengan penelitian. Beberapa dokumen yang akan dihimpun di dalam
penelitian dipilih sesuai dengan tujuan dan fokus masalah yang diteliti. Dokumentasi
dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh berbagai macam informasi
mengenai hasil belajar siswa yang dipengaruhi fasilitas belajar seperti ketersediaan
alat olahraga dan lain lain.

Kuesioner atau angket

Widoyoko (2013: 193) menyatakan angket atau kuesioner merupakan metode


pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk diberikan respon sesuai dengan
permintaan pengguna. Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket
tertutup yang berisi pertanyaan dan pilihan jawaban, kemudian reponden memilih
jawabannya.

Anda mungkin juga menyukai