Makalah Kepemimpinan Dan Berfikir Kritis Herry
Makalah Kepemimpinan Dan Berfikir Kritis Herry
KM
Kepemimpinan
Berfikir Sistem
Aplikasi pada Bidang Kesehatan
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………...... i
i
BAB 1 – Kepemimpinan
KONSEP KEPEMIMPINAN
Ketika berbicara tentang kepemimpinan, kita tentu mengaitkannya dengan
manajemen. Padahal dalam beberapa hal keduanya memiliki pengertian
berbeda. Manajemen lebih berorientasi kepada tugas bedasarkan
rasionalitas, birokrasi, dan pemenuhan kontrak kerja. Sedangkan
kepemimpinan lebih berorientasi kepada pencapaian tujuan berdasarkan
nilai-nilai, idealis, visi, symbol-simbol, dan perubahan emosional. Meskipun
berbeda, ada anggapan bahwa kesuksesan seseorang dalam memimpin
membutuhkan kesuksesan dalam mengelola (manage) organisasi, serta
kepemimpinan dan manajemen saling melengkapi (Antonakis & Day, 2018).
Misalnya seorang manajer klinik dihadapkan pada permasalahan karyawan
dengan prestasi tinggi namun sering terlambat ke kantor. Dari sudut
pandang manajemen, tindakan karyawan ini salah meskipun memiliki
prestasi yang baik. Namun dari sudut pandang kepemimpinan, tindakan
karyawan yang sering terlambat ini belum tentu salah.
Definisi kepemimpinan sendiri yang dikutip dari berbagai literatur memiliki
perbedaan pengertian dan sudut pandang. Definisi pertama menurut
Emmerling, Canboy, Serlavos, & (Foguet, 2015) yang menyatakan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi, memotivasi dan
memudahkan orang lain dalam mencapai tujuan organisasi maupun
anggotanya. Definisi ini melihat kepemimpinan sebagai proses menjalankan
kepemimpinan.
Definisi lain penulis kutip dari Antonakis & Day (2018) yang mendefinisikan
kepemimpinan bukan hanya sebagai proses dalam memimpin namun juga
sebagai ilmu pengetahuan. Sebagai sebuah proses, kepemimpinan adalah
tindakan mempengaruhi seseorang untuk mencapai tujuan yang terjadi
antara pimpinan dengan bawahan, dengan pengikut kelompok, atau dengan
institusi. Sebagai sebuah ilmu pengetahuan, kepemimpinan adalah ilmu
yang secara sistematik mempelajari proses dan hasil dari tindakan
memimpin, yang tergantung kepada sifat dan perilaku pemimpin, interpretasi
orang terhadap karakter pemimpin, dan atribut yang diberikan orang
terhadap hasil dari kepemimpinan. Sehingga menurut Antonakis & Day,
dalam kepemimpinan ada 3 hal yang dipelajari:
a. Proses dan tindakan memimpin berdasarkan sifat dan perilaku
pimpinan. Misalnya: ilmu kepemimpinan mempelajari apa yang
dilakukan seorang kepala puskesmas yang memiliki sifat dermawan
serta sering membantu masyarakat kecil
b. Proses dan tindakan memimpin berdasarkan interpretasi orang lain
terhadap karakteristik pemimpin. Misalnya: kepemimpinan kepala
puskesmas dipelajari melalui persepsi bawahannya terhadap karakter
yang ada pada pimpinannya
3
c. Proses dan tindakan memimpin berdasarkan atribut yang diberikan
orang terhadap hasil kepemimpinannya. Misalnya: kepemimpinan
kepala puskesmas dipelajari melalui kepuasan pihak lain terhadap
pecapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) organisasi yang
dipimpinnya. Pihak lain tersebut bisa atasan kepala puskesmas, teman
sejawat, bawahan atau masyarakat yang terkait.
PENDEKATAN KEPEMIMPINAN
Kebutuhan yang tinggi terhadap kepemimpinan menyebabkan
dikembangkannya pendekatan-pendekatan untuk memahami apa itu
kepemimpinan. Terdapat tiga pendekatan yang dianut para ahli dalam
menjelaskan kepemimpinan yaitu: (1) pendekatan klasik, (2) pendekatan
kontekstual, dan (3) pendekatan identitas (Gardner & Carlson, 2015).
Perbedaan ketiganya akan dijelaskan berikut ini. Ketiga pendekatan ini
dideskripsikan pada tabel 5 berikut.
Tabel 6.1. Tiga Pendekatan Kepemimpinan
Pendekatan
Pendekatan Klasik Pendekatan
Identitas
(Pendekatan Kontekstual
(Pendekatan
Individual) (Pendekatan Sosial)
Psikologis)
Kepemimpinan Kepemimpinan Kepemimpinan
merupakan kualitas diperoleh seseorang diperoleh ketika
kepribadian seseorang jika ada kesesuaian bawahannya
yang berbeda dari antara individu orang mendapatkan
kebanyakan orang lain tersebut dengan kesamaan “identitas”
atau leadersip as lingkungannya atau dengan kelompok dan
charisma (charismatic leadership as bawahan tersebut
leadership). Misalnya: contingency bertindak sesuai
seorang ulama (contingency dengan identitas
memimpin kegiatan leadership). Misalnya: tersebut atau
Pendekatan
Pendekatan Klasik Pendekatan
Identitas
(Pendekatan Kontekstual
(Pendekatan
Individual) (Pendekatan Sosial)
Psikologis)
sosialisasi imunisasi keputusan untuk leadership as identity
karena memiliki mengangkat putra representation.
karisma yang membuat daerah sebagai Misalnya: seorang
masyarakat mau pimpinan sebuah staff LSM yang
mendengarkan. puskesmas didasarkan mantan penderita HIV
atas kesesuaian bersedia diarahkan
karakter dengan oleh pimpinannya
wilayahnya. karena organisasi
tersebut bertujuan
menanggulangi
penularan HIV
Kepemimpinan Kepemimpinan Kepemimpinan
merupakan kualitas diperoleh seseorang diperoleh seseorang
kecerdasan seseorang melalui proses ketika bawahannya
yang memungkinkan perubahan sosial yaitu merasakan bahwa
dirinya dapat pengikutnya mau kesamaan identitas
mempengaruhi orang bertindak hanya untuk sosial yang
lain atau leadership as menjalankan perintah diyakininya terdapat
intelligence (intelligence pimpinannya jika dalam kelompok
leadership). Misalnya: terjadi kondisi yang bukan hanya terjadi
seorang dokter yang saling menguntungkan tetapi juga
diangkat menjadi ketua atau leadership as diimplementasikan
tim penanganan kasus transaction dalam aktivitas
penyakti menular (transactional organisasi sehari-hari
karena kemampuan leadership). Misalnya: atau leadership as
akademik di bidang ini. seorang bawahan identity realization.
hanya mau mejalankan Misalnya: staff LSM
tugas ketika pimpinan (contoh di atas)
memerintah dengan bukan hanya mau
memberikan imbalan. diarahkan tetapi juga
menjalankan
tugasnya dengan
kesungguhan
Kepemimpinan muncul
karena pimpinan
bekerjasama dengan
bawahan untuk
memuaskan apa yang
mereka inginkan dan
butuhkan, serta terjadi
saling mendukung
antara pimpinan-
bawahan atau
leadersip
Pendekatan
Pendekatan Klasik Pendekatan
Identitas
(Pendekatan Kontekstual
(Pendekatan
Individual) (Pendekatan Sosial)
Psikologis)
as transformation
(transformational
leadership). Misalnya:
pimpinan program
Kesling di puskesmas
bersama dengan staff
lainnya sama-sama
melakukan tugas
dengan kesadaran
untuk meningkatkan
kualitas hidup
masyarakat
PENDAHULUAN
Pertengahan September 2017, dunia kesehatan Indonesia dikejutkan
dengan peredaran obat PCC (Paracetamol, Caffeine, Carisoprodol) secara
ilegal serta dikonsumsi secara bebas oleh remaja di salah satu kota besar.
Ternyata peredaran obat PCC sudah menjalar ke berbagai kota lain.
Seorang pengamat melihat bahwa peredaran obat PCC terjadi secara
sistemik, hal ini dilihat dari besarnya jumlah obat PCC yang beredar,
besarnya nilai transaksi yang konon mencapai puluhan milyar per bulan,
serta sasarannya kepada para remaja. Untuk itu diusulkan agar
pemerintah melakukan pendekatan secara sistem, bukan secara parsial.
Salah satu pendekatan sistem adalah memberikan edukasi tentang
penggunaan obat kepada masyarakat.
Kondisi di atas memberi pemahaman kepada kita bahwa permasalahan
yang sudah terjadi secara sistemik, maka penyelesaian terbaik dilakukan
dengan pendekatan sistem. Misalnya Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah solusi
sistematis yang diperkuat dengan Undang-undang No.40 tahun 2004 untuk
mencapai Universal Health Coverage (UHC), karena akses terhadap
pelayanan kesehatan bukan hanya masalah sehat atau sakit tetapi
menyangkut masalah ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. Demikian
pula program Germas (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) yang digerakkan
oleh lintas kementerian merupakan pendekatan sistemik untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat.
Kehidupan manusia (dan kita tentunya) terhubung sepenuhnya dengan
sistem, baik sistem manusia (human system) maupun sistem yang dibuat
oleh manusia (man-made system). Saat Anda keluar rumah menuju kampus
dengan memesan ojek online, maka Anda terhubung dengan sistem aplikasi
ojek online. Saat Anda dibonceng oleh ojek online, Anda tergabung dalam
sistem lalu lintas darat di kota Anda. Saat Anda tiba dan memasuki gedung
kampus, Anda tergabung dalam sistem yang ada di gedung tersebut seperti
kelistrikan, pendingin udara, dan sebagainya. Saat Anda naik ke lantai atas
gedung, Anda menggunakan sistem lift gedung. Saat Anda masuk kelas
untuk belajar, Anda tergabung dengan sistem akademik kampus. Bahkan
Anda akan tergabung dengan sistem manusia yang terdiri dari seorang
teman, atau sekelompok teman, atau satu kelas mahasiswa.
Permasalahan sistem yang ada di sekitar manusia lambat laun menjadi
besar dan berubah dari semula sederhana menjadi kompleks. Agar dapat
memecahkan masalah tersebut dibutuhkan tools atau sarana yang
memungkinkan manusia dapat memahami kompleksitas permasalahan.
Sarana tersebut adalah konsep sistem.
1
0
SEJARAH DAN DEFINISI SISTEM
Istilah “sistem” sebenarnya sudah ada sejak jaman Yunani Kuno. Pada saat
itu istilah ini dipakai dalam bidang musik. Sehingga pengertian “sistem”
pada masa itu adalah sekumpulan interval, skala atau sederetan not yang
dikembangkan dengan interval tertentu. Dalam bahasa Latin, sistem bukan
saja diartikan sebagai kumpulan not namun juga identik dengan “allness”
atau “wholeness” atau “universe”1. Selanjutnya sejak abad 17 istilah sistem
digunakan dalam bahasa Inggris dengan pengertian yang berbeda-beda
mulai dari yang berkaitan dengan alam semesta, proses berkumpul secara
berurutan, hingga proses yang berlangsung secara sistematik (Aslaksen,
2013).
Pengertian sistem semakin berkembang sejalan dengan konsep bahwa
“segala suatu di dunia ini saling berhubungan”. Sehingga lahirlah General
System Theory yang digagas oleh Ludwig von Bertalanfy. Menurut
Bertalanfy sistem adalah “… an entity that maintains its existence through
the mutual interaction of its parts to achieve” (Batle-Fisher, 2015). Secara
bebas dapat diartikan sistem adalah suatu entitas yang berusaha menjaga
keberadaannya dengan melakukan hubungan yang menguntungkan
dengan elemen-elemennya untuk mencapai tujuan. Sistem pelayanan
kesehatan di klinik berusaha mencapai tujuan yaitu mencapai efisiensi
yang optimal dengan melakukan koordinasi antar bagian dari pelayanan di
klinik seperti poli dokter umum, radiologi, laboratorium klinik, keuangan,
administrasi, dan pemasaran. Dalam hal ini, klinik merupakan entitas.
Definisi sistem lainnya dijelaskan oleh World Health Organization (WHO).
WHO mendefinisikan sistem dengan penekanan pada pendekatan dalam
memecahkan masalah. Dalam laporannya WHO mendefinisikan sistem
sebagai berikut “… an approach to problem solving that views "problems" as
part of a wider, dynamic system” (World Health Organization, 2009).
Terjemahan secara bebas definisi tersebut adalah sistem merupakan suatu
pendekatan untuk memecahkan masalah, dengan menempatkan atau
memposisikan “masalah” sebagai bagian dari permasalahan yang lebih luas
yang besifat dinamis. Misalnya masalah kepatuhan ibu hamil dalam
menjalankan pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care/ANC) merupakan
bagian dari permasalahan sosial dan budaya yang ada di keluarga dan
wilayahnya. Artinya masalah kepatuhan itu bukan hanya dilekatkan pada
si ibu hamil sendiri. Contoh lainnya adalah penyebaran penyakit
leptospirosa merupakan masalah yang diturunkan dari masalah lingkungan
dan ekologis yang lebih luas seperti kebiasaan buang sampah, banjir,
lingkungan kumuh dan sebagainya.
1
Allness = segenap, keseluruhan. Wholeness = keutuhan, sesuatu yang utuh. Universe = alam
semesta, jagad raya
ASAL MULA SISTEM
Sistem berhubungan erat dengan kegiatan manusia sehari-hari.
Kemunculan sistem disebabkan oleh aktivitas manusia yang tiap hari
semakin bertambah dan semakin kompleks.
Bayangkan lingkungan Rumah Tangga (RT) tempat Anda dilahirkan. Coba
Anda bandingkan keadaannya dengan keadaan saat ini. Jumlah penduduk
semakin bertambah karena kelahiran dan adanya pendatang. Jumlah
rumah makin bertambah, sehingga makin sempitnya ruang publik.
Lapangan sepakbola yang luas berubah menjadi lapangan futsal yang lebih
sempit. Kondisi ini menimbulkan berbagai masalah seperti kejahatan.
Akhirnya diterapkan Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling) di
kampung-kampung untuk mencegah kejahatan.
Pertambahan penduduk berpengaruh kepada sistem transportasi. Warga
membutuhkan transportasi yang cepat, murah, dan dengan pelayanan yang
baik. Maka muncullah sistem aplikasi ojek online yang dilengkapi dengan
pemesanan makanan, pengiriman barang, bahkan jasa pijat secara online.
Termasuk juga upaya mengintegrasikan sistem transportasi antar kota,
seperti yang dilakukan oleh pemerintah kota DKI Jakarta dengan wilayah
Bekasi, Bogor, Depok, dan Tangerang menggunakan TransJ.
Saat Anda pertama kali masuk kuliah permasalahan pembelajaran masih
sederhana. Namun saat menginjak semester lima, enam dan seterusnya
akan timbul kebingungan/kekacauan akibat banyaknya kegiatan, tugas,
masalah akademis dan sebagainya. Ketika itu pula Anda secara otomatis
membentuk sebuah “sistem” untuk mengatasi permasalahan kuliah.
Begitu pula ketika sebuah posyandu pertama kali berdiri dengan jumlah
kader dan pengunjung yang belum banyak, permasalahan belum terasa
kompleks. Namun pelayanan posyandu berangsur kompleks seiring dengan
penambahan jumlah pengunjung, jenis pengunjung (bukan hanya ibu
hamil dan bayi namun lansia, remaja dsb), jenis pelayanan, jumlah kader.
Kompleksitas ini menyebabkan posyandu membentuk sistem yang akan
mengendalikan pelayanan kesehatan.
Pelayanan di Puskesmas sejak adanya Jaminan Kesehatan Nasional
semakin ramai. Warga yang tadinya jarang ke pelayanan kesehatan,
semakin dimudahkan untuk berobat dengan adanya BPJS Kesehatan.
Kondisi ini menimbulkan antrian pasien yang panjang, dan akhirnya dibuat
sistem aplikasi pendafatran pasien BPJS Kesehatan (disebut P-Care) untuk
mengatasi masalah ini.
Kemunculan sistem dalam kehidupan manusia tidak terjadi begitu saja.
Sistem lahir atau timbul karena adanya kompleksitas permasalahan.
Sistem timbul karena adanya mess (kekacauan atau situasi yang
membingungkan). Situasi mess ini lama kelamaan semakin membesar dan
saling berkaitan satu sama lain (Hester & Kevin, 2014). Secara grafis
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1. Kompleksitas Masalah diatasi dengan Berfikir Sistem.
Sumber: (Hester & Kevin, 2014)
JENIS SISTEM
Hampir setiap waktu kita mendengarkan dan bahkan mengucapkan kata
“sistem”. Bahkan sering seseorang menyalahkan “sistem” jika mengalami
satu kejadian atau mendapatkan satu kegagalan. Kata “sistem” hampir
dipakai di seluruh aktivitas manusia dan pada berbagai level kehidupan.
Misalnya sistem pendidikan, sistem transportasi, sistem tata surya, sistem
ekologi, sistem angkasa, dan sebagainya (Aslaksen, 2013).
Dilihat dari subyeknya, terdapat dua jenis sistem yaitu: (1) Sistem manusia
(human system); dan (2) Sistem buatan manusia (man-made system). Sistem
manusia terdiri dari subsistem-subsistem yang membetuk manusia dan
menyebabkan manusia dapat berinteraksi dengan sistem manusia lainnya.
Subsistem tersebut antara lain sistem pernafasan, sistem pencernaan,
sistem syaraf, sistem peredaran darah, sistem reproduksi, sistem hormonal,
dan sebagainya. Manusia dalam kehidupannya dapat menciptakan sistem
yang dibentuk untuk membantu menyelesaikan berbagai permasalahan.
Sistem informasi dibuat manusia untuk mengolah berbagai data sehingga
menghasilkan informasi untuk pengambilan keputusan. Sistem kesehatan
diciptakan untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan pada masyarakat
seperti akses pelayanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, dan
sebagainya.
Dilihat dari interaksinya dengan lingkungan, sistem juga terbagi atas (1)
Sistem yang terbuka (open system); dan (2) Sistem yang tertutup (closed
system). Sistem tertutup ditandai dengan tidak adanya interaksi elemen-
elemen sistem dengan lingkungan luar. Hampir seluruh sistem buatan
manusia dapat bersifat tertutup, tergantung pada desain yang ditentukan
oleh pembuatnya. Sistem akuntansi pada sebuah perusahaan karena
mengandung data keuangan yang sangat rahasia, dapat dibuat tertutup
dari lingkungan luar. Sementara sistem manusia yaitu manusia itu sendiri
merupakan sistem yang terbuka dan dipengaruhi oleh lingkungan.
Ungkapan manusia adalah makhluk sosial menguatkan pernyataan bahwa
manusia adalah sistem yang terbuka. Secara grafis sistem tertutup dan
terbuka disajikan pada gambar 3.2.
Proses Proses
Output Output
PENDAHULUAN
Sistem memiliki karakter atau ciri-ciri yang sudah diterima secara umum
oleh khalayak. World Health Organization (2009) memaparkan karakteristik
dari sistem antara lain:
1. Self-organizing artinya sistem mampu mengorganisasi dirinya sendiri
2. Constantly changing artinya sistem mengalami perubahan secara
konstan
3. Tighly linked artinya elemen-elemen dalam sistem terhubung satu
sama lain secar ketat
4. Governed by feedback artinya sistem membutuhkan umpan balik
untuk bertindak
5. Non-linier artinya sistem berjalan atau bergerak dengan pola tidak
linier atau looping
6. History dependent artinya performa atau kinerja sistem tergantung
kepada kondisi yang dialami sebelumyna
7. Counter-intuitive artinya sistem tidak memilih atau mengambil
keputusan secara intuisi
8. Resistant to change artinya sistem dapat beradaptasi atau tahan
terhadap segala macam perubahan.
Penjelasan karakter sistem secara lengkap dilakukan oleh Hester & Kevin
(2014) dalam bentuk aksioma sistem (system axiom). Aksioma merupakan
pernyataan-pernyataan yang telah diterima kebenarannya dan tidak
dibutuhkan pembuktian. Adapun karakter atau aksioma sistem tersebut
tersebut dijelaskan berikut ini.
A. Centrality axiom
Aksioma ini menganggap sistem terdiri dari dua hal yang terpisah yaitu
1) emergence & hierarchy; dan 2) communication & control.
1. Prinsip emergence & hierarchy
Prinsip emergence menyatakan bahwa seluruh bagian dari sistem
pada dasarnya merupakan penjumlahan dari subsistem-subsistem
yang ada di bawahnya sehingga akan mengalami perkembangan.
Suatu subsistem memiliki arti bagi sistem jika ikut berkontribusi
dan bukan hanya bagian dari sistem saja. Penerapan prinsip ini
telah digunakan dalam penjelasan fenomena alam (pola cuaca, bola
salju, bukit pasir), hingga masalah-masalah sistem sosial (bahasa,
sistem lalu lintas, aplikasi/software, dan sebagainya).
Sistem
Analisis sistem
Level 1 Sistem
Subsistem Subsistem
Level 2 1 2
2. Prinsip Multifinality
Prinsip multifinality umumnya terjadi pada sistem buatan manusia
atau sistem yang tertutup. Prinsip ini menyatakan bahwa sistem
tertutup (sistem buatan manusia) akan mencapai tujuan yang
berbeda meskipun berasal dari titik/tempat yang sama (lihat gambar
3.6). Misalnya pada sistem transportasi Bis Antar Kota dengan
beberapa jalur pelayanan yang memiliki tujuan berbeda-beda
meskipun berasal dari satu terminal. Lalu pada sistem distribusi
makanan di rumah sakit dari satu lokasi yaitu instalasi gizi yang
disalurkan ke berbagai ruang rawat inap.
Gambar 4.4. Prinsip Equifinality dan prinsip Multifinality
(Sumber: Hester & Adams, 2014:60-61)
D. Operational Axiom
Aksioma operasional menjelaskan tentang pencapaian kinerja
operasional suatu sistem. Menurut aksioma ini ketika menilai/melihat
kinerja operasional suatu sistem, maka harus dilihat secara natural (in
situ). Aksioma ini terdiri dari tujuh prinsip yaitu 1) Dynamic equilibrium;
2) Relaxation time; 3) Basins of stability; 4) Self-organization; 5)
Homeostatis dan Homeorhesis; 6) Suboptimization; dan 7) Redundancy.
1. Prinsip Dynamic Equilibrium
Prinsip dynamic equilibrium menyatakan bahwa jika sistem
berinteraksi dengan lingkungan dari luar maka akan terjadi reaksi
dari sistem tersebut kemudian secara berangsur akan mengalami
keseimbangan (kembali ke titik awal). Lihat gambar 3.7 dibawah.
Misalnya sebuah sistem pelayanan radiologi di RS yang mengalami
gangguan pada alat pembaca hasil exposure secara digital akan
mengalami ketidakstabilan (dalam bentuk pelayanan menjadi lama).
Lamanya pelayanan akan terjadi selama alat tersebut diperbaiki
atau menggunakan backup alat lain. Setelah alat diperbaiki, maka
sistem pelayanan kembali ke titik semula (waktu pelayanan menjadi
normal).
Sistem 1 (Awal) Sistem 2 (tidak
stabil)
T2
T1
Sistem kembali
Sistem ke keseimbangan
kembali semula
ke keseimbangan semula
E. Viability axiom
Untuk menjamin agar suatu sistem berjalan dengan baik (sesuai
dengan aksioma operasional di atas), maka paramater-parameter kunci
pada sistem tesebut harus dikendalikan. Aksioma ini terdiri dari lima
prinsip yaitu: 1) Requisite variety; 2) Requisite hierarchy; 3) Feedback; 4)
Circular causality; dan 5) Recursion.
1. Prinsip requisite variety
Setiap sistem memiliki elemen-elemen yang disebut dengan Input-
Proses-Output. Output dari sistem dapat bervariasi tergantung
bagaimana interaksi antara Input dan Proses.
Pada sistem terbuka (manusia), variasi dari ouput sistem tidak
terbatas. Perilaku manusia tidak dapat ditentukan hanya 1, 2, atau
3 saja tetapi tidak terbatas sehingga lebih sulit bagi praktisi sistem
untuk memahami perilaku orang dibanding mesin/alat. Keinginan
manusia juga tidak bisa dibatasi dengan variasi yang terbatas.
Variabilitas yang terhingga ini bisa menimbulkan dampak negatif
jika tidak menyesuaikan dengan kemampuan sistem. Ada dua cara
untuk menghindari efek negatif ini yaitu dengan:
a. Menentukan batas-batas sistem. Untuk mengatasi keinginan
manusia yang tidak terbatas, maka diterapkan alokasi/budget
dana seperti plafon kartu kredit.
b. Membuat kebijakan atau peraturan. Untuk mengatasi dampak
negatif akibat perilaku manusia yang tidak terbatas jumlahnya
maka dibuat aturan atau kebijakan, misalnya untuk membatasi
perilaku tidak aman (unsafe act) saat bekerja di ketinggian maka
dibuat tata tertib atau standar prosedurnya.
Pada sistem tertutup atau sistem yang dibuat oleh manusia, output
sistem dapat ditentukan atau dibatasi sesuai dengan keinginan.
Misalnya untuk menghindari ketidaknyamanan pada ruang
pendaftaran, maka sistem pelayanan pendaftaran bisa dirancang
dengan membatasi pasien hingga 100 orang per hari.
2. Prinsip requisite hierarchy
Kadang suatu sistem berjalan tanpa ada kebijakan yang mengatur
atau membatasi outptu sistem. Untuk mengatasi hal ini, prinsip
requisite hierarchy menyatakan bahwa pengaturan output sistem
akan dijalankan secara alamiah berdasarkan prinsip hirarki pada
sistem. Perilaku subsistem yang berada level rendah akan mengikuti
perilaku yang diterapkan oleh sistem di atasnya.
Implikasi dari prinsip ini adalah keteladanan pemimpin akan
menentukan perilaku orang-orang di bawahnya. Misalnya perilaku
unsafe act akan dijalankan oleh pekerja jika manajemen perusahaan
memiliki komitmen yang tinggi terhadap K3.
3. Prinsip feedback
Untuk mencapai kinerja sistem yang optimal maka dibutuhkan
umpan balik (feedback) bagi sistem tersebut. Feedback (baik pada
sistem terbuka dan tertutup) digunakan sebagai kontrol terhadap
perilaku sistem sehingga dapat menangkal gangguan yang tidak
diharapkan. Prinsip feedback digunakan sebagai dasar dalam
sibernetika. Monitoring dan Evaluasi (Monev) pada suatu program
kesehatan merupakan contoh prinsip feedback.
F. Design axiom
Aksioma rancangan (design) berlaku hanya pada sistem tertutup yang
menyatakan bahwa sistem tertutup dapat direncanakan, diarahkan,
dan dikembangkan dengan cara memodifikasi sumberdaya yang dimiliki
atau dengan memodifikasi hubungan antar elemen dalam sistem.
Aksioma rancangan terdiri dari empat prinsip: 1) Requisite parsimony;
2) Requiste saliency; 3) Minimum critical specification; dan 4) Pareto.
1. Prinsip requisite parsimony
Prinsip requisite parcimony menyatakan bahwa setiap sistem
memiliki keterbatasan dalam mengendalikan berbagai parameter
dalam sistem seperti: tujuan, sasaran, konsep, hirarki, konfigurasi,
tingkat desain dan sebagainya. Jumlah ideal parameter tersebut
antara angka 5 sampai dengan 9. Hal ini berdasarkan studi yang
dilakukan oleh Miller yang menyatakan bahwa rata-rata jumlah
obyek yang bisa diperhatikan dan diingat secara cepat oleh manusia
secara optimal adalah 7 (law of requisite parsimony).
2. Prinsip requisite saliency
Prinsip requisite saliency menjelaskan bahwa sistem memiliki
“atribut-atribut” yang merupakan ciri khas dari sistem tersebut.
Atribut tersebut memiliki ranking atau tingkatan yang berbeda pada
setiap sistem.
Misalnya sistem pengolahan limbah di RS memiliki atribut antara
lain efisien, bersih, efektif, dinamis, dan simpel. Di antara lima
atribut tersebut ternyata atribut “simpel” yang berada di urutan
pertama. Hal seperti ini berlaku juga pada sistem lainnya.
3. Prinsip minimum critical specification
Seperti diketahui bahwa setiap sistem memiliki tujuan dan sasaran
spesifik yang harus dijalankan. Menurut prinsip minimum critical
specification, tujuan dan sasaran sistem tersebut harus ditetapkan
seminimal mungkin sesuai dengan kebutuhan sistem. Misalnya saat
seseorang ingin melakukan medical check up maka ia akan memilih
pemeriksaan yang sesuai dengan kemampuan finansialnya.
4. Prinsip pareto
Terdapat empat tingkatan yang dimiliki individu dalam berfikir sistem yaitu:
(1) Berfikir sistem tingkat rendah atau berfikir reduksionis; (2) Berfikir
sistem tingkat menengah; (3) Berfikir sistem tingkat menengah-tinggi; dan
(4) Berfikir sistem tingkat tinggi dan holistic. Keempat tingkatan ini
merupakan hasil pemetaan terhadap rincian karakter berfikir sistem sesuai
tabel 5 yang dideskripsikan pada diagram kartesian (gambar 5.2). Dari
diagram diperoleh informasi bahwa:
Midle-high
Holistic
holistic
system
system
thinker
thinker
(CGIYEHF)
(CAIYEHF)
Middle Reductionist
system system
thinker thinker
(CAIVTRD) (SANVTRD)
PENDAHULUAN
Kompleksitas masalah kesehatan (termasuk dalam kesehatan masyarakat)
melahirkan pendekatan kepemimpinan yang dapat memberikan solusi
pemecahannya yaitu Kepemimpinan Berfikir Sistem (System Thinking
Leadership). Kepemimpinan berfikir sistem merupakan perpaduan antara
kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki seorang pemimpin, antara
lain:
a. Memecahkan masalah-masalah kompleks dalam organisasi dengan
pendekatan sistem
b. Melakukan rekayasa sistem sehingga dapat mengaplikasikan
rekomendasi pemecahan masalah
c. Mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan pemecahan masalah
Sesuai dengan pembahasan pada sub bab tentang Berfikir Sistem, dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan berfikir sistem merupakan karakter
yang sebaiknya dimiliki individu untuk menghadapi permasalahan yang
kompleks. Dengan kata lain kepemimpinan berfikir sistem bukan
merupakan pendekatan baru dalam sub bidang ilmu kepemimpinan. Dalam
berbagai artikel penelitian kepemimpinan, tidak disebutkan bahwa
kepemimpinan berfikir sistem merupakan salah satu pendekatan
kepemimpinan.
Namun demikian dalam lingkup kesehatan dan pelayanan kesehatan
kepemimpinan berfikri sistem dapat diidentikkan dengan kepemimpinan
transformatif. Awalnya kepemimpinan dalam pelayanan kesehatan
menerapkan tipe kepemimpinan karismatik yang tinggi dan memiliki
potensi untuk bertindak arogan serta tidak terbantahkan dalam proses
pengambilan keputusan. Kondisi demikian sudah tidak relevan dengan
organisasi pelayanan kesehatan saat ini dengan interaksi yang lebih
kompleks dan melibatkan berbagai tenaga kesehatan dengan latar belakang
yang berbeda-beda (Kumar & Kiljee, 2015).
Pelayanan kesehatan yang modern dengan demikian membutuhkan
kepemimpinan transformatif (transformational leaderhisp). Jenis
kepemimpinan ini berusaha menempatkan kepentingan tenaga kesehatan
lain di atas kepentingan dirinya sendiri, sehingga pemimpin bertindak
sebagai agent of changes. Kepemimpin transformatif juga melibatkan tim
kesehatan dalam merumuskan visi bersama, dan mendorong bawahan
dalam memimpin dalam proses perubahan. Dari sinilah, muncul model
kepemimpinan pada pelayanan kesehatan yang memungkinan seluruh
anggota tim dengan latar belakang yang berbeda menjadi pimpinan, dan
terdiri dari sembilan dimensi:
1. Memimpin dengan rasa peduli yaitu mendorong tim untuk saling
memberikan dukungan dan membentuk lingkungan kerja yang
memiliki rasa kepedulian (leading with care dimension)
2. Menginformasikan visi organisasi yaitu kemampuan dalam
berkomunikasi secara kredibel dan terpercaya, menyampaikan tujuan
jangka panjang organisasi secara jelas dan menginspirasi dalam
membentuk kepercayaan diri anggota tim (sharing the vision dimension)
3. Melibatkan anggota tim yaitu membangun kepercayaan dalam tim dan
mendukung partisipasi dalam menciptakan kreasi (engaging the team
dimension)
4. Saling berhubungan dalam mencapai hasil yaitu melibatkan diri dan
beradaptasi dengan yang lain untuk mengembangkan pendekatan
kolaboratif dalam bekerja dan membangun komitmen yang
berkesinambungan (influencing with results dimension)
5. Mengevaluasi informasi yang diterima yaitu berupaya menghimpun
informasi dari berbagai sumber dan membangun konsep-konsep baru
secara kreatif (evaluating information dimension)
6. Menginsipirasi dalam pencapaian tujuan bersama yaitu disamping
berupaya mengikuti prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang sudah
ditetapkan bersama, pemimpin juga memiliki keberanian untuk
mengambil risiko secara pribadi untuk menghasilkan kemanfaatan
dalam pelayanan (inspiring shared purpose dimension)
7. Menghubungkan atau membuat keterkaitan antar pelayanan yang
diberikan yaitu pemimpin berupaya agar bagian-bagian yang berbeda
dalam sistem organisasi saling terhubung, memahami politik organisasi
dan mengadopsi pendekatan-pendekatan dari luar organisasi yang
terbukti berhasil (connecting our service dimension)
8. Mengembangkan kemampuan seluruh anggota tim yaitu memberikan
kesempatan kepada anggota tim untuk berkembang sehingga dapat
meningkatkan kapabilitas tim dalam jangka panjang (developing
capability dimension)
9. Memiliki ekspektasi yang jelas, berupaya memberikan perbaikan yang
berkseinambungan dan menciptakan pola pikir untuk menciptakan
perubahan yang inofatif (holding to account dimension).
Untuk menjalankan atau menerapkan kepemimpinan berfikir sistem,
Centre for Strategic Management telah membuat daftar tentang bagaimana
mewujudkan seorang pemimpin yang mengarahkan organisasi dengan
pendekatan berfikir sistem. Tabel berikut meringkas pemikiran dari Center
for Strategic Management tersebut (Partner of The Centre for Strategic
Management, 2004).
Tabel 7.1. Lima Puluh Hal yang Harus Diterapkan dalam Kepemimpinan
Berfikir Sistem
No Keterampilan Kegiatan
1 Perencanaan Membuat perecanaan dan
memperbaharui perencanaan jika terjadi
perubahan lingkungan
No Keterampilan Kegiatan
2 Berfikir sistem Melakukan obervasi terhadap lingkungan
organisasi
Menentukan visi/tujuan yang ideal
Memberikan umpan balik terhadap hasil
Mengukur kondisi yang ada saat ini
Menyusun strategi dan menjalankan
segera (just do it)
Menerima masukan dari luar
3 Tanggap terhadap Mengetahui kapasitas diri sendiri
perubahan
Membangun hubungan dengan orang lain
Memahami tim dengan keterampilan dan
pengalaman yang berbeda
Membangun kolaborasi dengan tim yang
multifungsi
Melakukan intergrasi dengan pihak di
luar organisasi
Melakukan pembelajaran tentang
kesuksesan secara global
4 Penguasaan diri (self Menentukan visi pribadi
mastery)
Menyeimbangkan antara fisik dan
mental/emosional
Menanamkan mental pemberani
Membiasakan untuk bersikap tenang
Melakukan obervasi terhadap diri sendiri
5 Membangun hubungan Memupuk kepedulian terhadap orang lain
interpersonal
Menjalankan komunikasi yang efektif
Memberikan pengarahan dan pelatihan
Mengelola konflik secara efektif
Mendukung inovasi dan kreativitas
6 Mendorong Menjadi anggota yang energik dan efektif
pemberdayaan tim
Menjalankan rapat secara efektif
Menjaga perkataan
Melibatkan setiap anggota dalam “tim
kerja”
Bertindak secara intens dengan penuh
kesadaran
7 Kolaborasi lintas Menerapkan kelompok kerja lintas
fungsional fungsional
Mengintegrasikan proses bisnis
Menjalankan berfikir sistem dan
pembelajaran
No Keterampilan Kegiatan
Melayani unit/pihak lain dengan nilai-
nilai
Mengelola proses yang dijalankan anggota
tim
8 Integrasi tujuan Mempertimbangkan keinginan
organisasi konsumen/stakeholder
Memastikan pihak lain menerima pesan
dengan baik
Mensosialisasikan rencana organisasi
Memimpin budaya yang menerima
perubahan
Merancang struktur perubahan secara
efektif
9 Strategi positioning Mengeksplor lingkungan global
Meninjau kembali perencanaan
strategis/bisnis
Membangun jaringan dan mengelola
aliansi
Memposisikan organisasi dalam pasar
Menanamkan kepedulian terhadap isu-isu
internasional
10 Pengendalian emosi Mengetahui gaya kepemimpinan diri
sendiri
Membangun hubungan yang saling
mempercayai
Menciptakan ketergantungan antar unit
dalam organisasi
Melibatkan anggota tim untuk
menciptakan nilai-nilai lintas fungsional
Menyampaikan arahan dan nilai-nilai
yang berlaku umum
Membangun sinergi untuk menghasilkan
winning team
11 Servant leadership Mendahulukan kepentingan anggota dan
organisasi
DAFTAR PUSTAKA
Ahmady, G. A., Mehrpour, M., & Nikooravesh, A. (2016). Organizational
Structure. In 3rd International Conference on New Challenges in
Management and Organization: Organization and Leadership (pp. 455–
462). Dubai: Elsevier.
Antonakis, J., & Day, D. D. (2018). The Nature of Leadership (3rd ed.).
California: SAGE Publications.
Arnold, R. D., & Wade, J. P. (2015). A Definition of System Thinking: A
System Approach. In 2015 Conference on System Engineering Research
(pp. 669–678). New Jersey: Elsevier.
Aslaksen, E. W. (2013). The System Concept and Its Application to
Engineering. New York: Springer.
Batle-Fisher, M. (2015). Application of System Thinking to Health Policy &
Public Health Ethics Public Health and Private Illness. Switzerland:
Springer.
Castelle, K. M., & Jaradat, R. M. (2016). Development of an Instrument to
Assess Capacity for Systems Thinking. In C. H. Dagli (Ed.), Complex
Adaptive Systems (pp. 80–86). Los Angeles: Elsevier.
Chuang, S., Howley, P. P., & Lin, S.-H. (2015). Implementing Systems
Thinking for Infection Prevention: The Cessation of Repeated Scabies
Outbreaks in a Respiratory Care Ward. American Journal of Infection
Control, 43(5), 499–505.
Emmerling, R., Canboy, B., Serlavos, R., & Foguet, J. M. (2015). Leadership
Education: Theory and Practice. In International Encyclopedia of Social
Science and Behavioral Sciences (12th ed., pp. 655–663). New York:
Elsevier Ltd.
Gardner, W. L., & Carlson, J. D. (2015). Authentic Leadership. In
International Encyclopedia of The Social & Behavioral Sciences. Oxford:
Elsevier Ltd.
Goh, Y. M., Love, P., & Dekker, S. (2014). Editorial for Special Issue -
“Systems Thinking in Workplace Safety dan Health.” Accident Analysis
and Prevention, 68, 1–4.
Hester, P. T., & Kevin, M. A. (2014). Systemic Thinking: Fundamentals
for Understanding Problem and Messes. Switzerland: Springer
International.
IAKMI & AIPTKMI. (2012). Blue Print Uji Kompetensi Sarjana Kesehatan
Masyarakat Indonesia. Jakarta: PP IAKMI.
Kumar, R. D. C., & Kiljee, N. (2015). Leadership in Healthcare.
Anesthesia and Intensive Care Medicine. https://doi.org/http://
dx.doi.org/10.1016/j.mpaic.2015.10.012
Leveson, N. G. (2011). Engineering a Safer World: Systems Thinking
Applied to Safety. Vasa.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Lexa, F. J. (2017). Leadership Lessons for Health Care Providers. London:
Elsevier Ltd.
Marquardt, M. J. (2002). The Learning Organization: Mastering the 5
Elements for Corporate Learning. Palo Alto: Davies-Black Publishing.
Mavhura, E. (2017). Applying a Systems-thinking Approach to Community
Resilience Analysis using Rural Livelihoods: The Case of Muzarabani
District, Zimbabwe. International Journal of Disaster Risk Reduction, 25,
248–258.
Mele, C., & Pels, J. (2010). A Brief Review of Systems Theories and Their
Managerial Applications. Service Science, 2(1/2), 126–135.
Niskanen, T., Louhelainen, K., & Hirvonen, M. L. (2016). A System Thinking
Approach of Occupational Safety and Health Applied in Micro-, Meso-,
and Macro-levels: A Finnish Survey. Safety Science, 82, 212–227.
Northouse, P. G. (2016). Leadership: Theory and Practice (7th ed.). London:
SAGE Publications.
Partner of The Centre for Strategic Management. (2004). 50 One-Minute
Tips for Leader: The System Thinking Approach. (S. Haines, Ed.) (1st
ed.).
California: SystemsThinkingPress.
Saurin, T. A. (2016). Safety Inspection in Construction Sites: A System
Thinking Perspective. Accident Analysis and Prevention, 93, 240–250.
Senge, P. M. (1990). The Fifth Discipline: The Art and Practice of The Learning
Organization. New York: Doubleday.
Shaked, H., & Schechter, C. (2017). System Thinking for School Leaders:
Holistic Leadership for Excellence in Education. Switzerland: Springer
International.
Tetuan, T., Ohm, R., Kinzie, L., McMaster, S., Moffitt, B., & Mosier, M.
(2017). Does System Thinking Improve the Perception of Safety Culture
and Patient Safety? Journal of Nursing Regulation, 8(2), 31–39.
World Health Organization. (2009). Systems Thinking for Health Systems
Strengthening. Geneva: World Health Organization Press.