Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Islam sebagai agama yang benar merupakan satu – satunya agama yang
selalu relevan dengan perkembangan zaman. Islam seletah sempurna
syari’atnya sampai dengan sekarang selalu bisa untuk mengatasi
perkembangan dan kemajuan yang ada tanpa merubah dan menambahi
syari’at yang ada. Hal ini karena ajaran dalam agama Islam sudah sangat
kompleks, baik yang berhubungan dengan ibadah ataupun dengan
mu’amalah. Jual beli, hukum waris, pernikahan, semuanya sudah ada
tuntunan dalam Islam, bahkan untuk permasalan yang baru munculpun
dengan menggunakan metode qiyas dan ijtihad yang dilakukan oleh para
‘alim dapat diselesaikan.

Islam sebagai agama yang telah sempurna syariatnya juga


mengembalikan kedudukan wanita ke posisi yang sesungguhnya. Sebelum
kedatangan Islam, wanita sering kali dianggap sebagai aib bagi keluarganya,
sehingga tak jarang ketika seorang ibu melahirkan bayi perempuan akan
dibunuh oleh bapaknya atau saat besar dijual dan sebagainya. Tetapi semua
budaya itu hilang setelah datangnya Islam. Islam mengangkat derajat wanita,
Islam memuliakan wanita, Islam mengembalikan posisi wanita yang
sesungguhnya.

Di tengah hembusan gerakan feminisme, sebagai akibat dari kebutuhan


untuk menghidupi keluarga dan semakin meningkatnya keterdidikan kaum
perempuan, isu ketidakadilan gender mulai disuarakan di Indonesia sejak
1960-an, isu ini menjadi bagian dari fenomena dan dinamika masyarakat
Indonesia yang membuat posisi kaum perempuan semakin membaik.1

1
Wakirin, Wanita Karir dalam Perspektif Islam. Jurnal Pendidikan Islam Al I’tibar.
Volume 4. Nomor 1. 2017. hlm. 2
Dari sinilah kemudian muncul komunitas pekerja perempuan atau yang
lebih populer disebut dengan wanita karier. Wanita karier memperluas dunia
pengabdiannya, bukan saja di rumah tangga sebagai ibu (peran domestik),
tetapi juga di tengah masyarakat dengan berbagai fungsi dan jabatan (peran
publik).2

Pandangan yang sering kali muncul di ruang publik bahwa setinggi-


tinggi Pendidikan perempuan, akhirnya akan ke dapur, sumur, dan Kasur
sudah mulai dipersoalkan. Ketiga kata tadi tidak lagi dipahami dalam arti
kerja domestik, seperti memasak, mengasuh anak, dan mengatur rumah
tangga serta melayani suami. Sehingga para wanita terutama yang memiliki
tingkat Pendidikan tinggi seolah ingin keluar dari belenggu-belenggu
kewanitaan, dan kemudian mereka terjun dalam dunia karir dengan alasan
wanita dan pria memiliki hak yang sama.3

Disisi lain, makna ”bekerja” bagi seorang muslim adalah suatu upaya
yang sungguh-sungguh, dengan menggunakan seluruh aset, pikirnya untuk
mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah
yang harus menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian
dari masyarakat yang terbaik (khairu ummah) atau dengan kata lain dapat
juga kita katakan bahwa hanya dengan bekerja manusia itu memanusiakan
dirinya. Bagaimanakah bekerja bagi seorang wanita, seperti yang banyak
dilakukan wanita-wanita pada masa sekarang. Sedangkan disisi lain, wanita
mempunyai peran sebagai ibu dan seorang istri, yang mengharuskan wanita
itu untuk terus ada didalam rumah.4

Disini Islam datang sebagai solusi atas problema yang dimiliki umat
terutama dalam kasus wanita karir. Maka dalam upaya untuk mencari solusi
tersebut kami disini hendak membahas masalah wanita karir dalam perpektif

2
Ibid.
3
Wakirin, Wanita Karir dalam Perspektif Islam. Jurnal Pendidikan Islam Al I’tibar.
Volume 4. Nomor 1. 2017. hlm. 2
4
Septiana Lathifah, Skripsi. Wanita Karir dalam Perspektif Pendidikan Islam. UIN
Raden Intan Lampung. 2017. hlm. 5
Islam sebagai sarana menambah wawasan keilmuan dan juga untuk
memenuhi tugas mata kuliah masa’ilul fiqhiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wanita Karir

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Wanita” berarti perempuan


dewasa. Sedangkan “Karier” adalah suatu proses pembentukan perjalanan
seumur hidup yang berasal dari proses pengelolaan keahlian, ilmu
pengetahuan maupun pengalaman. Dimana didalamnya terdapat material dan
nilai yang dimiliki oleh individu itu sendiri dalam hidupnya, seperti keluarga,
sahabat, teman, pendidikan, pekerjaan maupun hubungan yang dimiliki dalam
kehidupan individu yang dimaksud itu sendiri.5
Mencermati penjelasan diatas dapat disimpulkan, bahwa karier tidak
sekedar bekerja biasa, melainkan merupakan interest seseorang pada suatu
pekerjaan yang dilaksanakan dan ditekuni dalam waktu panjang (lama) secara
penuh (fulltime) demi mencapai prestasi tinggi, baik dalam upah maupun
status. Dengan demikian, “wanita karier” adalah wanita yang menekuni dan
mencintai sesuatu atau beberapa pekerjaan secara penuh dalam waktu yang
relatif lama, untuk mencapai suatu kemajuan dalam hidup, pekerjaan atau
jabatan. Umumnya wanita karier ditempuh oleh wanita diluar rumah.6
Dalam Islam wanita karier adalah wanita yang memerankan dirinya
sebagai seorang yang menekuni profesi tertentu dalam rangka memenuhi
suatu kebutuhan, disamping perannya sebagai isteri dan ibu rumah tangga,
sehingga sering disebut wanita berperan ganda. Keikutsertaan wanita dalam
kegiatan profesi, harus mempunyai tujuan yang baik, dan apapun profesi yang
dijalaninya tidak menggangu hak suami dan anak-anaknya karena mengurus
rumah tangga adalah tanggung jawab utama kaum wanita.
Pada masa Rasulullah sendiri, ada banyak wanita yang juga dikenal
sebagai wanita karir. di antaranya yaitu Siti Khadijah, istri Nabi, adalah satu
diantaranya. Namun demikian, kita semua tahu bahwa ekonomi bukanlah satu

5
Septiana Lathifah, Skripsi. Wanita Karir dalam Perspektif Pendidikan Islam. UIN
Raden Intan Lampung. 2017. hlm. 15
6
Ibid. hlm. 16
satunya tujuan kita hidup di dunia. Pada kenyataannya ekonomi hanyalah
sarana untuk menopang sisi-sisi kehidupan yang lain.

B. Syarat-Syarat Wanita Karir

Jika wanita ingin berkarir maka ada beberapa syarat-syarat wanita


berkarir berikut syarat wanita berkarir:7
1. Seorang wanita karier harus memiliki basis pendidikan yang bisa
mewujudkan dua hal utama, disamping tujuan-tujuan umum pendidikan
Islam. Ia bisa mengatur rumah tangga dan mengasuh anak-anak dengan
penuh dedikasi. Ia bisa menjalankan profesi yang digelutinya dengan
penuh dedikasi jika memang harus bekerja, entah karena kebutuhan
pribadi,keluarga,atau sosial.
2. Dalam berkarier wanita agar tidak menggeluti pekerjaan yang berat, yang
dimaksud dengan pekerjaan berat adalah pekerjaan yang membutuhkan
tenaga kuat secara terus-menerus sehingga menguras tenaga wanita.
Artinya dalam karier wanita tidak diperbolehkan bergelut dengan
pekerjaan yang tidak sesuai fitrahnya.
3. Wanita harus mampu memanfaatkan waktunya secara maksimal sehingga
dia dapat menjadi unsur masyarakat yang produktif dan tidak menjadi
pengangguran dalam setiap fase kehidupannya. Dan itu dapat diefektifkan
ketika dia masih menginjak usia remaja, dewasa, hingga tua dan pikun.
Jelasnya, hal itupun terjadi dalam seluruh statusnya, baik sebagai anak,
sebagai istri, atau sebagai wanita yang dicerai (janda). Setiap ada waktu
yang tersisa setelah urusan rumah tangga, hendaknya wanita menggunakan
kesempatan tersebut untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat, baik
dalam bidang profesi maupun nonprofesi.
4. Wanita bertanggung jawab mengatur rumah tangga dan mengasuh anak-
anaknya dengan penuh dedikasi. Oleh karena itu karier dan profesi apapun
tidak boleh sampai menelantarkan tanggung jawab pokok dan paling
utama bagi wanita muslimah.

7
Ibid. hlm 16-18
5. Karena bagi seorang wanita walaupun turut andil dalam kegiatan
pekerjaan, rumah tetap menjadi taman surgawi tempat dia menikmati
kepuasan dan ketenangan batin, karena disanalah dia mendapatkan kasih
sayang dan perhatian dari suami dan anak-anaknya. Dan juga mendapatkan
perasaan bahagia yang timbul ketika dia mencurahkan rasa kasih sayang
kepada anak-anaknya.

Syarat dan garis panduan bagi wanita bekerja amat penting untuk
memastikan keselamatan serta kesejahteraan mereka dari berbagai fitnah.
Berikut ini beberapa garis panduan yang diikuti setiap wanita yang bekerja:8

1. Memperoleh izin dari walinya, suaminya atau bapaknya. Oleh karena itu
suami lebih mementingkan bagi istrinya. Maka izin dari suami sangatlah
dibutuhkan, supaya tidak menimbulkan kericuhan dan percekcokan
dalam rumah tangga, melihat dari fungsinya sebagai kepala keluarga,
maka suami memiliki hak veto, begitu pula hak talak dan rujuk.
2. Hendaklah pekerjaan itu sendiri disyariatkan. Artinya pekerjaan itu tidak
haram atau bisa mendatangkan sesuatu yang haram.
3. Menjauhi pergaulan yang bersifat campur baur atau berduaan dengan
lawan jenis. Hal ini akan berdampak buruk,baik terhadap diri maupun
akhlaknya, bahkan akan membawa kerusakan yang nyata dimuka bumi
ini,seperti yang selalu kita dengar tentang adanya perkosaan, perzinahan
dan pelecehan seksual, dan kriminalitas seksual lainnya.
4. Bila keluar dari rumah, seseorang harus berpakaian islami (menutup aurat)
Selalu berpakaian secara islami; dengan jilbab dan pakaian yang longgar,
tertutup semua aurat muka dan kedua telapak tangan dan pekerjaannya pun
harus sering dengan tabiat wanita, misalnya menjadi pendidik (guru),
bidan, atau dokter.

C. Problematika Wanita Karir

8
Septiana Lathifah, Skripsi. Wanita Karir dalam Perspektif Pendidikan Islam. UIN
Raden Intan Lampung. 2017. hlm. 18.
Dewasa ini jumlah wanita yang menekuni dunia karier cenderung
meningkat. Berbagai faktor yang kondusif bagi perkembangan yang demikian
ini antara lain, sebagaimana yang dipaparkan oleh Abdul Halim Abu
Syuqqah, sebagai berikut :9
1. Kemajuan dan keanekaragaman dunia pendidikan meliputi jenjang dan
pemerataan bagi anak wanita dan pria. Gejala-gejala tersebut
menumbuhkan kemampuan wanita untuk menggeluti bidang profesi.
2. Peningkatan pelayanan dalam berbagai sektor dan keanekaragaman serta
pemerataan bagi pria dan wanita berperan melahirkan kebutuhan baru
bagi masyarakat, meliputi masalah perlunya wanita memasuki berbagai
bidang dan spesialisasi seperti pendidikan, pengobatan, perawatan dan
sebagainya.
3. Kemajuan dalam bidang sarana transportasi-dunia penerbangan
khususnya membutuhkan adanya tenaga-tenaga wanita seperti pramugari
dan semisalnya.
4. Kemajuan dan keanekaragaman perlengkapan dan pakaian wanita,
menuntut adanya tenaga-tenaga wanita yang menangani urusan jual-beli.
5. Lamanya rentang waktu antara sampainya seorang ketahap kematangan
seksual dan antara kemampuan seseorang untuk untuk hidup mandiri dari
segi financial untuk memasuki jenjang perkawinan, telah menimbulkan
problem kejiwaan yang cukup berat dikalangan para suami, sehingga ia
membutuhkan bantuan istrinya untuk membantu ekonomi keluarga.
6. Terjadinya diskriminasi dalam keluarga yang melibatkan sebagian pria,
meninggalkan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Dalam
kondisi seperti ini para wanita baik karena dicerai atau faktor lain hingga
akhirnya terpaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan kehidupan dengan
atau tanpa anak-anaknya dan sebagainya.
7. Dari uraian-uraian diatas sulit bagi wanita untuk menghindari diri dari
dunia karier.Namun demikian ada beberapa problematika yang dihadapi

9
Septiana Lathifah, Skripsi. Wanita Karir dalam Perspektif Pendidikan Islam. UIN
Raden Intan Lampung. 2017. hlm. 21
oleh wanita karier, seperti masalah pengasuhan anak, urusan rumah
tangga yang sulit ditinggalkan, mengingat bahwa tugas utama wanita
yaitu mengurus rumah tangga, serta mendidik dan mengasuh anaknya.

D. Berbagai Pendapat Hukum Wanita Karir dalam Islam

Ada beberapa pendapat tentang hukum wanita berkarir dan tentunya


berdasarkan alasannya masing-masing:
1. Melarang Wanita Menjadi Wanita Karir10
Menurut ulama yang berpendapat seperti ini, pada dasarnya hukum
karier wanita di luar rumah adalah terlarang, karena dengan bekerja diluar
rumah maka akan ada banyak kewajiban dia yang harus ditinggalkan.
Misalnya melayani keperluan suami, mengurusi dan mendidik anak serta
hal lainnya yang menjadi tugas dan kewajiban seorang istri dan ibu.
Padahal semua kewajiban ini sangat melelahkan yang membutuhkan
perhatian khusus. Semua kewajiban ini tidak mungkin terpenuhi kecuali
kalau seorang wanita tersebut memberi perhatian khusus padanya.
Larangan ini didasarkan bahwa suami diwajibkan untuk membimbing
istrinya pada jalan kebaikan sedang istri diwajibkan mentaatinya. Begitu
pula dengan hal dunia laki-laki dan wanita, maka islam menjadikan laki-
laki diluar rumah untuk mencari nafkah bagi keluarganya, sebagaimana
sabda Rasululloh SAW :

‫و كسىتهي رزقهي عليكن وله بالوعروف‬


“Dan wanita adalah pemimpin dirumah suaminya dan dia akan dimintai
pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhori)

Disisi lainnya, tempat wanita dijadikan di dalam rumah untuk


mengurusi anak, mendidiknya, mempersiapkan keperluan suami serta
urusan rumah tangga dan lainnya. Rasululloh shallallahu „alaihi wa
sallam menggambarkan hal ini dalam sabdanya yang mulia :

10
Wakirin, Wanita Karir dalam Perspektif Islam. Jurnal Pendidikan Islam Al I’tibar.
Volume 4. Nomor 1. 2017. hlm. 6.
‫والورأةعيتها عي وهسؤولة زوجها في بيت راعية‬
“Dan wanita adalah pemimpin dirumah suaminya dan dia akan dimintai
pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhori)

2. Memperbolehkan Wanita Berkarier Di Luar Rumah11


Wanita diluar rumah maka hal ini diperbolehkan. Namun harus
dipahami bahwa sebuah kebutuhan yang mendesak ini harus ditentukan
dengan kadarnya yang sesuai sebagaimana sebuah kaidah fiqhiyah yang
masyhur. Dan kebutuhan yang mendesak ini misalnya :
a. Rumah tangga memerlukan kebutuhan pokok yang mengharuskan
wanita bekerja
Misalnya karena suaminya atau orang tuanya meninggal dunia atau
keluarganya sudah tidak bisa memberi nafkah karena sakit atau lainnya,
sedangkan negara tidak memberikan jaminan pada keluarga semacam
mereka. Lihatlah kisah yang difirmankan Allah dalam surat Al Qoshosh
23 dan 24 :

‫ َد ِمن‬LL‫قُونَ َو َو َج‬LL‫س يَ ۡس‬ ِ ‫ ِه أُ َّم ٗة ِّمنَ ٱلنَّا‬LL‫ َد َعلَ ۡي‬LL‫ديَنَ َو َج‬LL


ۡ ‫ٓا َء َم‬LL‫َولَ َّما َو َر َد َم‬
‫ ِد َر‬L‫ص‬ۡ ُ‫قِي َحتَّ ٰى ي‬L‫ا اَل نَ ۡس‬LLَ‫ا قَالَت‬Lۖ L‫ا َخ ۡطبُ ُك َم‬LL‫ا َل َم‬LLَ‫ذودَا ۖ ِن ق‬Lُ Lَ‫ َرأَت َۡي ِن ت‬Lۡ‫دُونِ ِه ُم ٱم‬
َ َ‫ ( ف‬٢٣) ‫ير‬ٞ ِ‫خ َكب‬ٞ ‫ٱلرعَٓا ۖ ُء َوأَبُونَا ش َۡي‬
‫ا َل‬Lَ‫ َولَّ ٰ ٓى إِلَى ٱلظِّ ِّل فَق‬Lَ‫ا ثُ َّم ت‬L‫قَ ٰى لَ ُه َم‬L‫س‬ ِّ
(٢٤) ‫ير‬ٞ ِ‫َر ِّب إِنِّي لِ َمٓا أَنزَ ۡلتَ إِلَ َّي ِم ۡن َخ ۡي ٖر فَق‬

Yang dimaksud dengan Khair (kebaikan) dalam ayat ini menurut


sebagian besar ahli tafsir ialah barang sedikit makanan.

b. Tenaga wanita tersebut dibutuhkan oleh masyarakat, dan


perkerjaan tersebut bisa dilakukan oleh laki-laki
Hal yang menunjukkan hal ini adalah bahwa di zaman Rosulullah
ada para wanita yang bertugas membantu kelahiran, semacam dukun
bayi atau bidan pada saat ini. Juga saat itu ada wanita yang mengkhitan
11
Ibid. hlm. 17.
anak-anak wanita. Dan yang dhohir bahwa perkerjaan ini mereka
lakukan diluar rumah. Pada zaman ini bisa ditambahkan yaitu dokter
wanita spesialis kandungan, perawat saat bersalin, tenaga pengajar yang
khusus mengajar wanita dan yang sejenisnya.
Diantara pekerjaan wanita yang ada pada zaman Rosululloh adalah
apa yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu „anhu berkata
: “Rasululloh shallallahu „alaihi wa sallam berperang bersama Ummu
Sulaim dan beberapa wanita anshor, maka mereka memberi minum dan
mengobati orang yang terluka.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjelasan urian di atas kami mengambil beberapa kesimpulan:


1. Wanita karir hukumnya mubah menurut pendapat yang kedua melihat sisi
maslahatnya.
2. Seorang wanita diperbolehkan untuk berkarir dengan syarat-syaratnya
harus terpenuhi.
3. Apabila terdapat syarat yang belum terpenuhi maka hukumnya dapat
berubah menjadi makruh bahkan haram.

Demikian kesimpulan yang dapat kami ambil dari makalah ini semoga
dapat menambah khazanah keilmuan kita bersama.

DAFTAR PUSTAKA

Lathifah, Septiana, 2017. Skripsi. Wanita Karir dalam Perspektif Pendidikan


Islam. UIN Raden Intan Lampung.
Wakirin, 2017. Wanita Karir dalam Perspektif Islam. Jurnal Pendidikan Islam Al
I’tibar. Volume 4. Nomor 1.

Anda mungkin juga menyukai