Anda di halaman 1dari 35

PENGARUH BEBAN PAJAK TANGGUHAN, AKRUAL DAN

ARUS KAS OPERASI TERHADAP MANAJEMEN LABA

ADE AWALUDIN
1708819025

Diajukan sebagai Tugas Akhir Semester Pada Mata Kuliah Metode


Penelitian Bisnis

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2020
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI....................................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 6
2.1 Teori Agensi (Agency Theory) ............................................................................... 6
2.2 Beban Pajak Tangguhan ........................................................................................ 7
2.3 Akrual ...................................................................................................................... 9
2.4 Arus Kas Operasi .................................................................................................. 11
2.5 Manajemen Laba .................................................................................................. 12
2.6 Penelitian Terdahulu ............................................................................................ 16
2.7 Kerangka Berpikir ................................................................................................ 17
2.8 Hipotesis ................................................................................................................. 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 22
3.1 Unit Analisis dan Ruang Lingkup Penelitian ..................................................... 22
3.2 Metode Penentuan Populasi dan Sampel ............................................................ 22
3.3 Metode Penelitian.................................................................................................. 23
3.4 Operasional Variabel Penelitian .......................................................................... 23
3.5 Metode Analisis Data ............................................................................................ 26
3.5.1 Statistik Deskriptif ......................................................................................... 26
3.5.2 Pengujian Hipotesis........................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 30

i
DAFTAR TABEL

2.1 Penelitian Terdahulu............................................................................. 16


3.1 Operasional Variabel............................................................................ 26

ii
DAFTAR GAMBAR
2.1 Kerangka Berfikir................................................................................. 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dalam rangka memanfaatkan sumber daya dan membiayai semua aktifitas
perusahaan dalam menghasilkan output, dibutuhkan dana dengan jumlah yang
besar. Perusahaan dapat memperoleh dana tersebut dari dalam perusahaan maupun
dari luar perusahaan. Sumber dana dari dalam perusahaan berupa dari dana yang
berasal dari keuntungan yang ditanam dalam perusahaan (laba ditahan), laba tahun
berjalan, penanaman modal pribadi maupun penyertaan bersama. Namun jika
sumber dari dalam perusahaan tidak mencukupi maka perusahaan dapat memenuhi
kebutuhan dananya dari luar perusahaan berupa pinjaman modal dari bank atau
dapat juga dengan jalan menempuh proses Go Public di pasar modal yaitu dengan
menjual sebagian saham perusahaan untuk dimiliki oleh masyarakat atau investor
yang ingin menginvestasikan uangnya di pasar modal.
Manajemen laba (earning management) adalah manipulai laba yang
dilakukan pihak manajemen untuk mencapai tujuan tertentu (Wedari, 2004).
Manipulasi tersebut dilakukan agar laba Nampak sebagaimana yang diharapkan.
Selain itu, manipulasi juga dilakukan agar investor tetap tertarik dengan perusahaan
tersebut. Menurut Scott (1997) dalam Wedari (2004), manajemen laba adalah
tindakan manajer untuk melaporkan laba yang dapat memaksimalkan kepentingan
pribadi atau perusahaan dengan menggunakan kebijakan metode akuntansi.
Menurut Schipper (1998) dalam Ujiyantho (2004), mendefinisikan manajemen laba
sebagai suatu investasi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan
keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan
pribadi.
Adapun kondisi yang terjadi di lapangan yang peneliti ambil dari media
www.Tribunnews.com Jumat, 31 Desember 2010 Badan Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mencatat sepanjang tahun 2010 telah
menyelesaikan penelaahan dan pemeriksaan teknis terhadap indikasi perdagangan
1
2

tidak wajar atas sejumlah kasus. Diantaranya 16 kasus dugaan pelanggaran pasal
91 dan 92 tentang Perdagangan semu dan Manipulasi pasar. Dan juga pada tahun
2007 Bapepam memeriksa PT. Agis,Tbk karena adanya manipulasi laporan
keuangan PT. Agis Elektrinik, yaitu pemberian informasi laba yang secara material
tidak benar yang seharusnya total pendapatan yang disajikan PT. Agis Elektronik
sebesar 466,8 miliar namun disajikan sebesar 800 miliar.
Berdasarkan beberapa permasalahan diatas dapat disimpulkan bahwa
praktik manajemen laba sudah lumrah dilakukan oleh para manajer untuk
menghindari melaporkan kerugian dengan berbagai motivasi manajemen laba dan
fenomena yang terjadi adalah timbulnya masalah keagenan.
Menurut Philips, Pincus dan Rego (2003) dalam Yuliati (2004), ada dua
insentif utama yang mendorong perusahaan melakukan manajemen laba, yaitu
menghindari penurunan laba dan menghindari kerugian. Insentif yang pertama
bertujuan untuk menghindari perusahaan melaporkan penurunan laba yang
berhubungan dengan hipotesis perataan laba (income smoothing hypothesis).
Insentif yang kedua yaitu untuk menghindari kerugian kerugian. Hal ini dilakukan
karena perusahaan yang mengalami kerugian berpotensial menurunkan harga
saham, menurunkan kepercayaan investor dan kreditur, serta mendorong
dilakukannya pemeriksaan pajak oleh aparat pajak.
Manajemen laba dapat dilakukan dengan mengunakan basis yang ada pada
akuntasni. Transaksi akrual memberikan kebebasan pada manajer untuk
menentukan jumlah transaksi secara fleksibel yaitu dengan menaikkan atau
menurunkan porsi laba rugi dan neraca. Dari sisi efisiensi beban pajak lebih
menguntungkan memilih basis akrual karena biaya administrasi dan umum
dibebankan pada saat timbulnya kewajiban (Suandy,2006: 134).
Dalam banyak penelitian, deteksi terhadap manajemen laba dilakukan
dengan menggunakan berbagai ukuran akrual seperti abnormal akrual dan total
akrual (penjumlahan normal akrual dan abnormal akrual). Namun, ditemukan fakta
bahwa akrual ternyata memiliki kelemahan. Penelitian yang dilakukan Guay (1996)
dalam Yulianti (2004), mununjukkan bahwa penggunaan discretionary accrual
3

menyebabkan terjadinya kesalahan dalam prediksi manajemen laba. Kesalahan ini


disebabkan karena adanya kesalahan dalam pengklasifikasikan total akrual ke
dalam bentuk discretionary accrual dan non discretionary accrual sehingga model
akrual yang digunakan tidak lagi tepat. Sedangkan menurut Heally dan Wahlen
(1999) dalam Yuliati (2004), menyatakan bahwa kesalahan model akrual dalam
memprediksi dilakukannya manajemen laba oleh perusahaan akan mempengaruhi
penilaian stakeholders atas kinerja perusahaan.
Berbagai penelitian mencoba mengatasi kelemahan model akrual dengan
mencari factor alternative yang dapat digunakan dalam mendeteksi manajeman
laba. Philips, Pincus dan Rego (2003) dalam Yulianti (2004), menyatakan bahwa
kesalahan pengukuran model akrual dapat dikurangi dengan memfokuskan pada
beban pajak tangguhan (deffered tax expense) dibandingkan dengan membagi total
accrual perusahaan menjadi komponen discretionary dan non discretionary. Selain
itu, beban pajak tangguhan dapat digunakan untuk memprediksi manajemen laba
yang digunakan perusahaan dalam memenuhi dua tujuan, yaitu : (1) untuk
menghindari penurunan laba dan (2) untuk menghindari kerugian.
Beban pajak tangguhan timbul akibat perbedaan temporer antara laba
akuntansi dengan laba fiskal. Perbedaan antara laporan keuangan akuntansi dan
fiskal disebabkan dalam penyusunan laporan keuangan, standar akuntansi lebih
memberikan keluluasaan bagi manajemen dalam menentukan prinsip dan asumsi
akuntansi dibandingkan yang diperbolehkan menurut peraturan pajak. Perbedaan
temporer muncul dari komponen akrual dan arus kas operasi. Karena adanya
perbedaan temporer itulah beban pajak tangguhan berpengaruh dalam usaha untuk
medeteksi pengaruh rekayasa akrual untuk meminimalkan pajak dalam manajemen
laba (Yulianti, 2004).
Selain komponen akrual dan beban pajak tangguhan, komponen arus kas
operasi juga berpengaruh dalam mendeteksi manajemen laba. Jumlah arus kas yang
berasal dari aktivitas operasi merupakan indikator yang menentukan apakah dari
operasinya, perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi
pinjaman, membayar dividen dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan
4

pada sumber pendanaan dari luar. Penelitian ini mencoba untuk mereplikasi
penelitian yang dilakukan Philips, Pincus dan Rego (2003) serta Satywati (2007)
yaitu menguji apakah beban pajak tangguhan lebih berpengaruh dalam mendeteksi
manajemen laba untuk menghindari melaporkan penurunan laba dan menghindari
melaporkan kerugian, serta menguji pengaruh dari akrual dan arus kas operasi
dalam mendeteksi manajemen laba untuk menghindari melaporkan penurunan laba
dan menghindari melaporkan kerugian.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah diatas, maka
secara khusus peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah beban pajak tangguhan mempunyai pengaruh terhadap manajemen
laba pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia?
2. Apakah akrual mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba pada
perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia?
3. Apakah arus kas operasi mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba pada
perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah dan latar belakang yang telah dijabarkan
diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah ingin memperoleh bukti empiris
tentang:
1. Pengaruh beban pajak tangguhan terhadap manajemen laba untuk menghindari
pelaporan laba yang menurun pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek
Indonesia.
2. Pengaruh akrual terhadap manajemen laba untuk menghindari pelaporan laba
yang menurun pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
3. Pengaruh arus kas operasi terhadap manajemen laba untuk menghindari
pelaporan laba yang menurun pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek
Indonesia.
5

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini diantaranya:
1. Manfaat bagi Penulis
Penelitian ini merupakan aplikasi teori yang selama ini diperoleh dalam
perkuliahan dan agar dapat mendeteksi Manajemen laba melalui beban pajak
tangguhan, akrual dan arus kas operasi.
2. Manfaat bagi Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai acuan peneliti lain yang
tertarik untuk mengembangkan dan menganalisa lebih lanjut, studi mengenai
masalah yang tersaji dalam tulisan ini dan sebagai tambahan referensi
mahasiswa Universitas Negeri Jakarta
3. Manfaat bagi Perusahaan
Memberikan petunjuk bagi perusahaan perlunya kemampuan manajemen
mengelola perbedaan temporer sedemikian rupa sehingga laba akuntansi tetap
berkualitas atau direspon positif oleh investor.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Agensi (Agency Theory)


Menurut Anthony dan Govindarajan, (1995) dalam Suranggane (2007:80),
teori keagenan adalah economic rational man dan kontak antara principal dan agen
dibuat berdasarkan angka akuntansi sehingga menimbulkan konflik kepentingan
antara principal dan agen. Teori Agensi mengeksplorasi bagaimana kontra dan
insentif dapat ditulis untuk memotivasi individu-individu untuk mencapai
keselarasan tujuan. Teori ini berusaha menggambarkan faktor-faktor utama yang
sebaiknya dipertimbangkan untuk merancang kontrak insentif. Prinsipal
mendelegasikan tanggungjawabnya termasuk pendelegasian otoritas pengambilan
keputusan kepada agen (manajemen) untuk melakukan tugas tertentu yang sesuai
dengan kontrak kerja yang telah disepakati bersama.
Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak untuk
kepentingan mereka sendiri. Agen diasumsikan akan menerima kepuasan tidak
hanya dari kompensasi keuangan tetapi juga dari tambahan yang terlibat dari
hubungan suatu agensi, seperti waktu luang yang banyak, kondisi kerja yang
menarik, keanggotaan klub, dan jasa kerja yang flesibel. Prinsipal (pemegang
saham), di pihak lain diasumsikan hanya tertarik pada pengembalian keuangan yang
diperoleh dari investasi mereka di suatu perusahaan.
Agen biasanya memiliki sebagian besar dari kekayaan mereka terikat
dengan kekayaan perusahaan. Kekayaan ini terdiri baik dari kekayaan keuangan
mereka maupun modal manusia mereka. Modal manusia adalah nilai manajer
sebagaimana dipandang oleh pasar dan dipengaruhi oleh kinerja perusahaan.
Karena semakin turunnya utilitas atas kekayaan dan besarnya jumlah modal agen
yang bergantung pada perusahaan, agen diasumsikan akan bersifat enggan
menghadapi resiko. Sedangkan, principal termotivasi untuk mensejahterakan
dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat sedangkan agen termotivasi
untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomis dan psikologisnya.
6
7

Teori keagenan menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi


oleh adanya konflik kepentingan antara agen dengan principal yang timbul ketika
setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran
yang dikehendakinya Djamaluddin (2008:56). Prinsipal tidak memiliki informasi
yang mencukupi mengenai kinerja agen, maka principal tidak pernah merasa pasti
bagaimana usaha agen memberikan kontribusi pada hasil actual perusahaan.
Dengan demikian, principal berada sebagai asimetri perusahaan dibandingkan
prinspal.
Adanya perbedaan kepentingan dan informasi antara principal dan agen
memacu agen untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi yang dihasilkan dapat
lebih memaksimalkan kepentingan. Cara yang dapat dilakukan agen untuk
mempengaruhi angka-angka akuntansi dapat berupa rekayasa laba atau manajemen
laba dalam laporan keuangan.

2.2 Beban Pajak Tangguhan


Beban pajak tangguhan timbul akibat perbedaan temporer antara laba
akuntansi dengan laba fiskal. Perbedaaan antara laporan keuangan akuntansi dan
fiskal disebabkan dalam penyusunan laporan keuangan, standar akuntansi lebih
memberikan keleluasaan bagi manajemen dalam menentukan prinsip dan asumsi
akuntansi dibandingkan yang diperolehkan menurut peraturan pajak (Yuliati,2004).
Efek perubahan perbedaan temporer yang terefleksi pada kenaikan atau penurunan
aktiva dan kewajiban pajak tangguhan harus diperlakukan sebagai beban pajak
tangguhan (deffered tax expense) atau penghasilan pajak tangguhan (deffered tax
income), dan dilaporkan dalam laporan laba-rugi tahun berjalan bersama-sama
beban pajak kini (current tax expense), dengan penyajian secara terpisah (Riduwan,
2004).
Menurut Hermanto (2011:115), beban pajak tangguhan adalah beban yang
timbul akibat perbedaan temporer antara laba akuntansi (laba dalam pelaporan
keuangan untuk pihak eksternal) dengan laba fiskal (laba yang digunakan sebagai
dasar perhitungan pajak). Penyebab perbedaan antara beban pajak penghasilan
8

dengan PPh terutang menurut Purba (2009:14), dapat dikategorikan dalam dua
kelompok:
1. Perbedaan permanen atau tetap
Perbedaan ini terjadi karena berdasarkan ketetapan peraturan perundang-undangan
perpajakan, ada beberapa penghasilan yang tidak objek pajak sedangkan secara
komersial penghasilan tersebut diakui sebagai penghasilan. Perbedaan ini
mengakibatkan laba fiskal berbeda dengan laba komersial secara permanen.
2. Perbedaan temporer atau waktu
Perbedaan ini terjadi berdasarkan ketentuan peraturan Undang-Undang Perpajakan
merupakan penghasilan atau biaya yang diperoleh dikurangkan pada periode
akuntansi terdahulu atau periode akuntansi berikutnya dari periode sekarang,
misalnya:
a. Metode penyusutan, yang diakui fiskal adalah saldo menurun dan garis lurus.
b. Metode penilaian persediaan, yang diakui fiskal adalah FIFO dan Rata-rata.
c. Penyisihan piutang tak tertagih, yang diakui fiskal kecuali untuk perusahaan
pertambangan leasing, perbankan dan asuransi.
d. Rugi laba selisih kurs, yang diakui fiskal adalah kurs dari Menteri
Perekonomian sedangkan yang diakui oleh akuntansi adalah kurs dari Bank
Indonesia.
Kewajiban pajak tangguhan harus diakui untuk setiap beda temporer kena
pajak. Namun, tidak semua beda temporer dapat dikurangkan untuk tujuan fiskal.
Menurut Purba (2009:35) terdapat pengecualian-pengecualian sebagai berikut:
1. Kewajiban pajak tangguhan yang berasal dari beda temporer investasi pada
perusahaan asosiasi, anak perusahaan dan joint venture tidak diakui apabila
induk perusahaan dan patner dapat mengendalikan waktu reversal beda
temporer tersebut.
2. Kewajiban pajak tangguhan tidak diakui dari beda temporer yang muncul dari
pengakuan awal goodwill yang berasal dari penggabungan usaha.
3. Kewajiban pajak tangguhan tidak diakui dari beda temporer yang muncul dari
pengakuan aktiva dan kewajiban dalam suatu transaksi yang bukan merupakan
9

transaksi penggabungan usaha. Transaksi penggabungan usaha tersebut tidak


mempengaruhi baik laba akuntansi maupun laba yang dikenakan pajak.
Beda waktu terjadi adanya perbedaan pengakuan besarnya waktu secara
akuntansi komersial dibandingkan dengan secara fiskal. Selisih dari perbedaan
pengakuan antara laba akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal yang akan
menghasilkan koreksi positif dan koreksi negatif. Koreksi positif akan
menghasilkan aktiffa pajak tangguhan sedangkan koreksi negatif akan
menghasilkan beban pajak tangguhan.

2.3 Akrual
Dalam akuntansi dikenal dengan istilah basis akrual dan basis kas.
Pedekatan yang sering digunakan adalah pendekatan akrual Akuntansi akrual yang
dianggap lebih baik daripada akuntansi basis kas. Akrual adalah suatu metode
perhitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu
diperoleh dan biaya diakui pada waktu terhutang (Muljono,2009:2008).
Teknik akuntansi berbasis akrual diyakini dapat menghasilkan laporan
keuangan yang lebih dapat dipercaya, lebih akurat, komprehensif, dan relevan
untuk pengambilan keputusan ekuitas (Elingga, 2008:52).
Menurut PSAK (2009), laporan keuangan disusun berdasarkan akrual.
Dengan dasar ini pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian
(bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan dicatat dalam catatan
akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang
bersangkutan.
Model akrual melibatkan perhitungan total akrual. Model-model akrual
menurut Belkaoui (2007:202) adalah sebagai berikut:
1. Model Healty (1985) menyatakan kelemahan model akrual adalah menganggap
keseluruhan akrual ditimbulkan oleh manajemen laba yang dilakukan oleh
manajemen. Padahal kenyataannya, sebagai akrual perusahaan juga disebabkan
oleh kegiatan operasional dan tidak menggambarkan manajemen laba. Total
akrual dalam manajemen laba dibagi menjadi dua jenis yaitu:
10

a. Discretionary Accrual
Adalah pengakuan akrual laba atau beban yang bebas tidak diatur dan
merupakan pilihan kebijakan manajemen. Akrual yang muncul akibat
diskresi manajemen atau berada di bawah kebijakan manajemen. Hal ini
biasanya digunakan sebagai pengukur dalam manajemen laba laba dan
besarnya merupakan hasil modifikasi angka-angka pada laporan keuangan
untuk memenuhi tujuan manajemen sehingga keberadaan Discretionary
Accrual menendakan rendahnya kualitas laba. Efek dari kualitas laba yang
rendah adalah tidak adanya prediktif value dari laba, yang berarti informasi
mengenai laba perusahaan ini tidaklah menggambarkan keadaan yang
sesungguhnya dari perusahaan sehingga informasi laba menjadi bias bagi
penggunanya.
b. Non Discretionary Accrual
Adalah sebaliknya, pengakuan akrual laba yang wajar yang tunduk suatu
standar atau prinsip akuntansi yang berlaku umum. Total akrual terdiri atas
dua komponen Yaitu Discretionary Accrual (DA) dan Non Discretionary
Accrual (NDA). Model yang digunakan untuk menghiting total akrual
sebagai berikut:
TACCit= EBEIit – (CFOit – EIDOit)
TACCit= Total akrual perusahaan I untuk tahun t
EBEIit = Pendapatan sebelum pos-pos luar biasa perusahaan i tahun t
CFOit = Arus kas dari operasi perusahaan i tahun t
EIDOit = Pos luar biasa dan arus kas penghentian operasi perusahaan I tahun
t
Rekayasa menaikan atau menurunkan akrual antara lain dapat
dilakukan dengan cara mempercepat pendapatan atau beban. Perekayasa
laba tersebut termasuk salah satu praktek manajemen laba melalui
perekayasaan akrual. Discretionary Accrual dapat dilakukan melalui
kebijakan pemilihan kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan akrual
11

namun bersifat subjek dan kontekstual, salah satu contoh dengan cara
memperbesar atau memperkecil pencadangan aktiva pajak tangguhan
dengan pertimbangan laba yang akan datang dapat menutup atau tidak
menutup terpulihkannya aktiva pajak tangguhan.
2. Model De Angelo
Porsi pilihan dalam model de angelo adalah perbedaan antara akrual total di
tahun peristiwa t disimbolkan dalam aktiva total (At-1) dan akrual bukan pilihan
(NDAt). Perhitungan akrual bukan pilihan (NDAt) bergantung pada akrual total
diperiode sebelumnya (TAt-t) disimbolkan dengan aktiva total keseluruhan (At-
2), dengan kata lain:
NDAt = TAt – 1 / At – 2
3. Model Jones
Tujuan Utama dari model Jones adalah untuk mengendalikan pengaruh
perubahan dalam kondisi perusahaan pada akrual bukan pilihan. Akrual bukan
pilihan di tahun peristiwa disajikan sabagai berikut:
NDAt = α1 (1 / At - 1) + α2 (ΔREVt / At-1) + α3 (PPEt / At-1)
NDAt = akrual bukan pilihan di tahun t disimbolkan dengan aktiva total
keseluruhan
ΔREVt = pendapatan di tahun t dikurangi pendapatan ditahun t-1
PPEt = aktiva tetap kotor di tahun t
At-1 = aktiva total diakhir tahun t – 1
α 1, α2, α3 = parameter spesifik perusahaan.

2.4 Arus Kas Operasi


Menurut PSAK No. 2 (2002:5) Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar
kas atau setara kas. Laporan arus kas merupakan revisi dari mana uang kas
diperoleh perusahaan dan bagaimana mereka membelanjakannya. Laporan arus kas
merupakan ringkasan dari penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan dalam
periode tertentu.
12

Aktivitas operasi merupakan salah satu aktivitas yang terdapat dalam


laporan arus kas, umumnya berasal dari transaksi dan peristiwaa lain yang
mempengaruhi penetapan laba atau rugi bersih. Dalam PSAK N0. 2 (2009)
dijelaskan bahwa arus kas dari kegiatan operasi merupakan arus kas yang berasal
dari aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan (principal revenue producing
activities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan investasi dan aktivitas
pendanaan.
Arus kas dari aktivitas operasi, terutama di peroleh dari aktivitas
penghasilan utama pendapatan entitas. Oleh karena itu, arus kas tersebut pada
umumnya berasal dari transaksi dan peristiwa lain yang mempengaruhi penetapan
laba atau rugi bersih. Beberapa contoh arus kas dari aktivitas operasi adalah :
1. Penerimaan kas dari penjualan barang dan pemberian jasa.
2. Peneriamaan kas dari royalty, komisi dan pendapatan lain.
3. Pembayaran kas kepada pemasok barang atau jasa
4. Pembayaran kas kepada dan untuk kepentingan karyawan.
5. Penerimaan dan pembayaran kas oleh entitas asuransi sehubungan dengan
premi, klaim, anuitas dan manfaat asuransi lainnya.
6. Penerimaan dan pembayaran kas dari kontrak yang dimiliki untuk tujuan
diperdagangkan atau diperjanjikan (dealing).

Jumlah arus kas yang berasal dari aktivitas operasi (cash flow from
operations atau CFO) merupakan indicator yang menentukan apakah kegiatan
operasional perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi
pinjaman jangka pendek, memelihara kemampuan operasi entitas, membayar
deviden, dan melakukan invstasi baru tanpa mengandalkan sumber pendanaan dari
luar.

2.5 Manajemen Laba


Manajemen laba merupakan salah satu masalah keagenan (agency problem)
yang terjadi karena adanya pemisah antara pemegang saham dengan manajemen
13

perusahaan. Teori keagenan lebih difokuskan kepada hubungan antara pemilik


(principal) dan manajemen (agent) dalam mengelola perusahaan. Menurut Jensen
dan Meckling (1976) dalam Wedari (2004), menggambarkan hubungan keagenan
(agency relationship) sebagai hubungan yang timbul karena adanya kontrak yang
ditetapkan antara principal yang menggunakan agen untuk melakukan jasa yang
menjadi kepentingan prinsipal dalam hal terjadi pemisahan kepemilikan dan control
perusahaan. Agar hubungan kontraktual ini dapat berjalan lancar, prinsipal akan
mendelagasikan otoritas pembuatan keputusan kepada agen dan hubungan ini juga
perlu diatur dalam suatu kontrak yang biasanya mengunakan angka-angka
akuntansi yang dinyatakan dalam laporan keuangan sebagai dasarnya.
Definisi manajemen laba menurut Djamaluddin (2008:56) adalah perilaku
yang dilakukan manajer menggunakan kebijakan (judgment) dalam pelaporan
keuangan dan dalam menyusun transaksi untuk mengubah laporan keuangan dan
menyesatkan stakeholders mengenai kinerja ekonomi perusahaan atau untuk
mempengaruhi contractual outcomes yang tergantung pada angka akuntansi yang
dilaporkan.
Definisi menurut Yulianti (2005:108): earning management dalam arti
sempit didefinisikan perilaku manajer “bermain” dengan komponen discretionary
accrual dalam menentukan besarnya earnings, sedangkan dalam arti luas earning
management didefiniskan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba
yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa
mengakibatkan peningkatan (penurunan) probilitas ekonomis jangka panjang.
Berdasarkan definisi diatas, pengertian manajemen laba adalah suatu usaha
yang dilakukan oleh manajemen untuk memanipulasi angka-angka akuntansi yang
dilaporkan kepada pihak eksternal dengan tujuan untuk keuntungan bagi dirinya
sendiri dengan cara mengubah atau mengabaikan standar akuntansi yang telah
ditetapkan, sehingga menyajikan informasi yang tidak sebenarnya.
Laporan keuangan sering digunakan sebagai indikator penilaian kinerja,
maka perilaku manajemen laba dimungkinkan dapat terjadi karena manajemen
mempunyai informasi lebih banyak dan lebih akurat daripada prinsipal. Beberapa
14

tujuan manajemen melakukan manajemen laba menurut Suranggane (2007:80)


adalah menghindari kerugian, menghindari pelaporan penurunan laba, Avoiding
failing meet or beat analyst forecast, dan Invoke an earnings big bath.
Scott (2003) membagi praktek manajemen laba yang bisa dilakukan
manajemen dibagi menjadi empat jenis :
1. Taking big bath, yaitu manajemen mencoba mengalihkan expected future cost
ke periode kini agar memiliki peluang yang lebih besar mendapatkan laba di
masa datang. Biasanya dilakukan bila perusahaan mengadakan restrukturisasi
atau reorganisasi.
2. Income minimization, yaitu manajemen mencoba memindahkan beban di masa
kini agar memiliki peluang yang lebih besar mendapatkan laba di masa
mendatang.
3. Income maximization, yaitu manajemen mencoba meningkatkan laba di masa
kini dengan memindahkan beban ke masa mendatang. Biasanya dilakukan
manajer dalam rangka memperoleh bonus tahunan.
4. Income Smooting, yaitu tindakan dimana manajemen memperhalus fluktuasi
laba dari periode ke periode dengan cara memindahkan laba dari periode yang
memiliki laba tinggi ke periode yang memiliki laba rendah.
Teknik merekayasa laba menurut Damayanti (2008:65) adalah sebagai
berikut:
1. Perubahan metode akuntansi
Mengubah metode akuntansi yang berbeda dengan metode yang sebelumnya
sehingga dapat menaikkan atau menurunkan angka laba. Misalnya: merubah
metode depresiasi aktiva tetap dan metode jumlah angka tahun ke metode garis
lurus, dan mengubah metode penilaian persediaan dan metode LIFO ke metode
FIFO atau sebaliknya.
2. Memainkan kebijakan perkiraan akuntansi
Manajemen mempengaruhi laporan keuangan dengan cara memainkan
kebijakan perkiraan akuntansi. Misalnya: kebijakan mengenai perkiraan jumlah
15

piutang tidak tertagih dan kebijakan mengenai umuraktiva tetap berwujud dan
tidak berwujud.
3. Menggeser periode biaya atau pendapatan
Menggeser periode biaya atau pendapatan sering juga disebut sebagai
manipulasi keputusan operasional. Misalnya: mempercepat atau menunda
pengeluaran promosi sampai ke periode akuntansi berikutnya, mempercepat atau
menunda pengiriman produk ke pelanggan.
Perataan laba mengidentifikasi batas pelaporan laba (earnings threshold)
dan menemukan bahwa perusahaan yang berada dibawah earnings threshold akan
berusaha melawati batas tersebut dengan melakukan manajemen laba. Yulianti
(2005) menyebutkan bahwa terdapat dua macam earnings threshold yakni:
1. Titik pelaporan laba nol, yang menunjukkan usaha manajemen laba untuk
menghindari pelaporan kerugian.
2. Titik perubahan laba nol, yang menunjukkan usahan manajemen laba untuk
menghindari penurunan laba.
Menurut Belkoui (2007:208) manajemen laba merupakan suatu hasil usaha
untuk melewati ambang batas. Tiga ambang batas penting bagi para eksekutif
adalah:
1. Untuk melaporkan laba positif yaitu melaporkan laba yang diatas nol.
2. Untuk menjaga kinerja saat ini, yaitu membuat paling tidak sama dengan kinerja
tahun lalu.
3. Untuk memenuhi alasan analis khususnya analis untuk peramalan laba.
Praktik-praktik manajemen laba yang dilakukan pihak manajemen
disesuaikan dengan motivasi melakukan manajemen laba. Manajemen laba
cenderung merekayasa labanya untuk menekan besarnya pajak yang dikeluarkan
sehingga perusahaan yang melaporkan laba yang lebih rendah atau kerugian
berpotensi melakukan manajemen laba. Yulianti (2005) membedakan perusahaan
yang memiliki laba dan yang mengalami kerugian supaya dapat memprediksi
perusahaan yang memanipulasi labanya.
16

Manajemen laba yang dilakukan baik bersifat konservatif sampai dengan


ekstrim (froud) dapat menyesatkan para pengguna laporan keuangan (user) karena
informasi yang disajikan tidak menunjukkan kinerja yang sesungguhnya.
Manajemen laba bisa dikategorikan sebagai suatu penipuan yang bisa merugikan
pihak-pihak yang berkepentingan seperti user, investor dan pemerintah. Dengan
demikian informasi yang diberikan tidak mencerminkan kondisi ekonomi
perusahaan yang sebenarnya.

2.6 Penelitian Terdahulu


Penelitian mengenai beban pajak tangguhan, akrual dan arus kas operasi
telah banyak dilakukan dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian tersebut
banyak memberikan kontribusi tambahan bagi akuntan pihak perpajakan untuk
mendeteksi dan mengatasi terjadinya praktik manajemen laba. Tabel 2.1
menunjukkan hasil penelitian terdahulu mengenai kemampuan pajak tangguhan
dan akrual dalam mendeteksi manajemen laba.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Peneliti Variabel Hasil Penelitian
(Tahun)
Yulianti Beban Pajak Tangguhan Akrual dan Beban Pajak Tangguhan
(2005) (X1), Akrual (X2), memiliki hubungan yang positif
Manajemen Laba (Y) signifikan terhadap manajemen laba
Suranggane Aktiva Pajak Tangguhan Akrual memiliki hubungan positif
(2007) (X1), Akrual (X2), terhadap manajemen laba, aktiva
Manajemen Laba (Y) pajak tangguhan memiliki hubungan
negatif terhadap manajemen laba.
Dewi Aktiva Pajak Tangguhan Aktiva pajak tangguhan tidak
Pindiharti (X1), Beban Pajak memiliki pengaruh signifikan
(2011) Tangguhan (X2) Akrual terhadap manajemen laba, beban
pajak tangguhan dan akrual
17

(X3) dan Manajemen Laba memiliki pengaruh positif signifikan


(Y) terhadap manajemen laba.
Subagyo, Discretionary Accrual Discretionary Accrual dan Beban
Oktavia (X1), Beban Pajak Pajak Tangguhan tidak berpengaruh
dan Tangguhan (X2) signifikan terhadap kemungkinan
Mariana Manajemen Laba (Y) perusahaan melakukan manajemen
(2011) laba.
Ardi Beban Pajak Tangguhan Beban pajak tangguhan, akrual dan
Hamzah (X1), Akrual (X2), Arus arus kas operasi tidak berpengaruh
(2014) Kas Operasi (X3), signifikan dalam mendeteksi
Manajemen Laba (Y). manajemen laba saat menghindari
melaporkan kerugian.

2.7 Kerangka Berpikir


Sugiyono (2013) kerangka pemikiran adalah sintesa tentang hubungan
antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan.
Berdasarkan teori-teori yang telah dideskripsikan tersebut, selanjutnya
dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang
hubungan variabel tersebut, selanjutnya untuk merumuskan hipotesis.

Berdasarkan definisi tersebut, variable-variabel yang akan diuji dalam


penelitian ini akan dikembangkan dalam sebuah kerangka pemikiran yang dapat
digambarkan sebagai berikut:
18

Kerangka Pemikiran

Identifikasi Masalah
1. Rekayasa terhadap laporan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan.
2. Perlakuan kecurangan akuntansi dalam prktik manajemen laba masih sering
dilakukan
3. Penyalahgunaan terhadap fleksibilitas penyusunan laporan keuangan yang diatur
PSAK.

Middle Theory
Grand Theory
Perpajakan
Positive Accounting Theory (Watts dan
Zimmerman, 1986) Agency Theory (Jensen dan
Meckling.1976)
Stakeholder Theory (Freeman, 1984)

Tempat Penelitan
Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia
Deteksi Manajemen Laba Melalui Beban Pajak Tangguhan, Akrual dan Arus Kas Operasi (2014)

Judul Penelitian
Fakta

Pengaruh Beban Pajak Tangguhan, Akrual dan Arus Kas Operasi terhadap
Manajemen Laba
Jurnal Penelitian Sebelumnya

Variable X1

Deduktif
Beban Pajak Tangguhan

Variable X2 Variable Y

Akrual Managemen Laba

Variable X3

Arus Kas Operasi

Hipotesis
H1 : Beban Pajak Tangguhan berpengaruh terhadap Manajemen Laba pada perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Induktif
H2 : Akrual berpengaruh terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia
H3 : Arus Kas Operasi berpegaruh terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

Metodelogi Penelitian
Metode Deteksi Data Kuantitatif
Uji Regresi Logistik

Hasil

Interprestasi dan Kesimpulan

Gambar 2.1
Kerangka Berpikir
19

2.8 Hipotesis
Semakin besar presentase beban pajak tangguhan terhadap total beban pajak
perusahaan menunjukkan standar akuntansi yang semakin liberal
(Yulianti,2005:118). Perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal memiliki
hubungan positif dengan insentif pelaporan keuangan seperti financial distress dan
pemberian bonus, dengan adanya hal tersebut maka dimungkinkan manajer dapat
melakukan rekayasa laba dengan memperbesar atau memperkecil jumlah beban
pajak tangguhan yang diakui dengan laporan laba rugi.
Selisih negatif antara laba akuntansi dan laba fiskal mengakibatkan
terjadinya koreksi negatif yang menimbulkan terjadinya beban pajak tangguhan
(Djamaludin, 2008:58). Baban yang besar akan menurunkan tingkat laba yang
diperoleh suatu perusahaan, begitu pula sebaliknya beban yang sedikit akan
menaikkan tingkat laba yang diperoleh perusahaan.
Berdasarkan penelitian Philips (2003) membuktikan adanya praktik
manajemen laba dengan menggunakan beban pajak tangguhan. Penelitian yang
dilakukan Yulianti (2005) juga menemukan bukti empiris bahwa beban pajak
tangguhan memiliki hubungan positif signifikan dengan probabilitas untuk
melakukan manajemen laba guna menghindari kerugian perusahaan. Manajemen
laba merupakan peluang bagi manajemen untuk merekayasa besarnya beban pajak
tangguhan guna menaikan dan menurunkan tingkat labanya. Beban pajak
tangguhan mengakibatkan tingkat laba yang diperoleh menurun dengan demikian
memiliki peluang yang lebih besar untuk mendapatkan laba yang lebih besar di
masa yang akan datang dan mengurangi besarnya pajak yang dibayarkan.
Berdasarkan penemuan tersebut maka diekspektasi peranan yang signifikan
antara beban pajak tangguhan dengan manajemen laba. Manajemen laba dilakukan
dengan menaikkan atau menurunkan jumlah beban yang diakui dalam laporan laba
rugi. Dengan demikian dibuat hipotesis sebagai berikut :
H1 : Beban pajak tangguhan berpengaruh terhadap manajemen laba pada
perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
20

Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut


posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang
bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomis
(IAI, 2007). Agar laporan mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar
akrual (Winda, 2008). Penyusunan laporan yang menggunakan metode akrual di
gunakan oleh para manajer dengan memanipulasi laba sedemikian rupa untuk
mempengaruhi keputusan stakeholder. Oleh karena itu, ada kecenderungan para
manajer untuk mengatur laba sedemikian rupa dengan menerapkan income-
increasing discreationary accrual (artinya usaha untuk merekayasa laba dengan
menurunkan tingkat laba pada tingkat tertentu untuk membalikkan kebijakan akrual
yang dilakukan sebelumnya) (Elingga, 2008).
Mengacu pada pernyataan tersebut, maka diekspetasikan adanya peranan
akrual yang dapat digunakan sebagai indikator adanya manajemen laba. Untuk itu,
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2 : Akrual berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan
Manufaktur di Bursa Efek Indonesia.

Aktivitas operasi menimbulkan pendapatan dan beban dari operasi utama


suatu perusahaan, karena itu aktivitas operasi mempengaruhi laporan laba rugi yang
dilaporkan dengan dasar akrual. Sedangkan laporan arus kas melaporkan
dampaknya terhadap kas. Arus masuk kas terbesar dari operasi berasal dari
pegumpulan kas dari langganan. Arus masuk kas yang kurang penting adalah
penerimaan bunga atas pinjaman dan dividen atas investasi dan saham. Arus kas
keluar operasi meliputi pembayaran terhadap pemasok dan karyawan, serta
pembayaran bunga dan pajak.
21

Jumlah arus kas yang berasal dari aktifitas operasi merupakan indikator
yang menentukan apakah dari operasinya perusahaan dapat menghasilkan arus kas
yang cukup untuk melunasi pinjaman, membayar dividen dan melakukan investasi
baru tanpa mengandalkan pada sumber pendanaan dari luar. Dengan demikian
dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:
H3 : Arus kas operasi berpengaruh terhadap manajemen laba pada
perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Unit Analisis dan Ruang Lingkup Penelitian


Unit Analisis penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia selama periode 2017-2019. Sedangkan ruang lingkup
penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memberikan bukti empiris tentang
pengaruh antara variable independen, yaitu beban pajak tangguhan, akrual dan arus
kas operasi terhadap variable dependen, yaitu manajemen laba.

3.2 Metode Penentuan Populasi dan Sampel


Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia selama periode 2017-2019. Metode pengambilan sampel
yang digunakan adalah purposive sampling. Metode purposive sampling adalah
teknik pengumpulan data atas dasar strategi kecakapan atau pertimbangan pribadi
semata. Dengan kata lain penentuan sampel yang diambil berdasarkan kriteria-
kriteria tertentu yang telah dirumuskan terlebih dahulu oleh peneliti terhadap
sampel penelitian (Santosa dan wedari, 2007:98).
Adapun kriteria perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode
2017-2019.
2. Perusahaaan manufaktur tersebut tidak mengalami kerugian selama periode
2017-2019.
3. Perusahaan tidak delisting atau keluar dari Bursa Efek Indonesia selama
periode pengamatan.
4. Perusahaan melaporkan laporan keuangan dalam satuan mata uang Rupiah.
5. Laporan keuangan tersebut terdapat informasi yang lengkap terkait dengan
semua variable yang diteliti.

22
23

3.3 Metode Penelitian


Berdasarkan karakteristik masalah, jenis penelitian ini merupakan
rancangan penelitian kausalitas yaitu tipe penelitian dengan karakteristik masalah
berupa sebab akibat antara dua variable atau lebih yang digunakan untuk
menjelaskan pengaruh antara variable independen dan variable dependen
(Indriantoro dan Supomo, 2009:27).
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
jenis dan sumber data sekunder. Data sekunder merupakan sumber data penelitian
yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh
dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau
laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data documenter) yang
dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan (Indriantoro dan Supomo, 2009:147).
Data sekunder yang digunakan berupa laporan keuangan perusahaan
manufaktur yang go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2017-
2019 yang telah dipublikasikan. Data tersebut diperoleh dari www.idx.co.id dan
Pusat Referensi Pasar Modal Bursa Efek Indonesia. Pemilihan Bursa Efek
Indonesia sebagai sumber pengambilan data dengan alasan BEI merupakan bursa
efek terbesar dan representative di Indonesia, dimana dalam tahun 2017-2019
dianggap cukup mewakili kondisi BEI yang relatif normal.

3.4 Operasional Variabel Penelitian


Definisi operasional variabel merupakan petunjuk bagaimana suatu variabel
diukur, sehingga peneliti dapat mengetahui baik buruknya pengukuran terebut.
Variabel yang digunakan adalah variabel dependen berupa earnings management
(Y), sedangkan variabel independen berupa beban pajak tangguhan (X1), komponen
akrual (X2), dan arus kas operasi (X3). Adapun definisi operasional dan pengukuran
variabel dari variabel dependen adalah:
1. Beban Pajak Tangguhan (X1)
Beban pajak tangguhan adalah beban yang timbul akibat perbedaan antara
laba akuntansi (yaitu laba dalam laporan keuangan untuk kepentingan pihak
24

eksternal) dengan laba fiskal (laba yang digunakan sebagai dasar perhitungan
pajak) (Harnanto, 2003:115). Perhitungan tentang beban pajak tangguhan dihitung
dengan menggunakan indicator membobot beban pajak tangguhan dengan total
aktiva. Hal ini dilakukan untuk pembobotan beban pajak tangguhan dengan total
aktiva pada periode t-1 untuk memperoleh nilai yang terhitung dengan
proporsional.
DTE it = beban pajak tangguhan t / total asset t-1
2. Akrual (X2)
Akrual digunakan untuk menentukan penghasilan pada saat diperoleh dan
untuk mengakui beban yang sepadan dengan revenue pada periode yang sama,
tanpa memperhatikan waktu penerimaan kas dari penghasilan yang bersangkutan.
Perhitungan model akrual menggunakan model Jones (1991) yang telah
dimodifikasi oleh Dechaw et al. (1995):
TACCit = NIit -CFOit
Dimana :
TACCit = Total akrual perusahaan i pada tahun t
NIit = Laba bersih perusahaan i pada tahun t
CFOit = Kas dari operasi perusahaan i pada tahun t
3. Arus Kas Operasi (X3)
Arus kas adalah arus kas masuk operasi dengan pengeluaran yang
dibutuhkan untuk mempertahankan arus kas operasi dimasa mendatang (Brigham
dan Houston, 2001). Arus kas operasi merupakan arus kas yang berasal dari aktifitas
operasi yang merupakan indicator penentu apakah dari operasinya perusahaan dapat
menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara
kemampuan operasi perusahaan, membayar deviden dan melakukan investasi baru
tanpa mengandalkan sumber pendanaan dari luar. Perhitungan untuk variable ini
menggunakan model Jones (1991) dengan membobot arus kas operasi tahun t
dengan total aktiva pada tahun t-1.
CFO it = arus kas operasi t / total aktiva t-1
25

4. Manajemen Laba (Y)


Manajemen laba merupakan perilaku yang dilakukan oleh manajer untuk
meningkatkan atau menurunkan laba dalam proses pelaporan keuangan eksternal
dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri (Belkaoni, 2007:201).
Manajemen laba merupakan variabel dummy, yaitu variabel yang bersifat
kategorikal atau dikotomi. Dalam penelitian ini manajemen laba dikategorikan 1
untuk perusahaan berada dalam range small profit firms adalah perusahaan-
perusahaan yang memiliki Net Income/Market Velue Equity pada range 0 s/d 0.1
dan 0 untuk perusahaan berada dalam range small loss firms yaitu perusahaan-
perusahaan yang memiliki Net Income/Market Value Equity pada range -0.1 s/d 0.
Tahapan untuk mengukur small profit firms atau small loss firms (Philips,
et al, 2003) yaitu:
Eit–Eit - 1
∆E =
MVEt – 1
Keterangan:
∆E = Distribusi laba, dimana bila nilai ∆E adalah nol atau
positif, maka perusahaan menghindari penurunan laba.
Bila nilai ∆E adalah negatif, maka perusahaan menghindari
pelaporan kerugian.
Eit = Laba perusahaan i pada tahun t.
Eit – 1 = Laba perusahaan i pada tahun t – 1.
MVEt-1 = Market Value of Equity perusahaan i pada tahun t.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tingkat kapitalisasi sebagai
proksi market value of equity. Nilai kapitalisasi tersebut diukur dengan
mengalihkan jumlah saham yang beredar perusahaan i pada akhir tahun t-1 dengan
harga saham perusahaan i pada akhir tahun t-1.
Berikut ini merupakan operasional variable yang dijelaskan melalui Tabel
3.1:
26

Tabel 3.1
Operasional Variabel

Variabel Indikator Skala Ukur


Data

X1 = Beban Pajak DTE it = beban pajak tangguhan t / Rasio


Tangguhan (DTE) total aktiva t-1

X2 = Akrual (TAcc) TACCit = NIit - CFOit Rasio

X3 = Arus kas CFOit = arus kas operasi t / total Rasio


Operasi (CFO) aktiva t-1

Y = Manajemen 1 untuk perusahaan berada dalam Nominal


Laba (EM) range small profit firms dan 0
untuk perusahaan berada dalam
range small loss firms.

3.5 Metode Analisis Data


Metode statistic yang digunakan untuk menganalisis data dan menguji
hipotesis yaitu dengan menggunakan statistic deskriptif dan regresi logistic dengan
menggunakan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel dan SPSS versi 22.0
3.5.1 Statistik Deskriptif
Statistik deskriftif digunakan untuk menjelaskan earning management,
yaitu small profit firms dan small loss firms untuk setiap variabel independen dalam
model penelitian (Suranggane, 2007). Penelitian statistik deskriftif memberikan
gambaran atau deskriftif suatu data yang dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean),
standar deviasi, varians, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness
( kemencengan distribusi) (Ghozali, 2009:19).
3.5.2 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan
regresi logistik (binary logistic regression), yang variabel bebasnya merupakan
kombinasi antaara metrik dan nonmetrik (nominal).
27

Adapun persamaan regresi logistic sebagai berikut :


EM it = α + β1 DTE it + β2 ACit + β3 Δ CFOit + εit........... (1)
Dimana :
EM it = 1 Jika perubahan laba bersih perusahaan i dari tahun t- 1 ke tahun t dibagi
nilai pasar ekuitas pada akhir tahun t-2 ≥ 0 dan < 0,01
= 0 Jika perubahan laba bersih perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t dibagi
nilai pasar ekuitas pada akhir tahun t-2 ≥ -0,01 dan < 0.
α = Konstanta
DTEit = Beban pajak tangguhan perusahaan i pada tahun t, diskala dengan total
aktiva pada akhir tahun t-1.
ACit = Salah satu ukuran akrual perusahaan i pada tahun t
ΔCFOit = Perubahan arus kas operasi perusahaan i dari tahun t 1 ke tahun t, diskala
dengan total aktiva pada akhir tahun t-1
εit = Residual (standar error).
1. Menilai Model Fit
Analisis pertama yang dilakukan adalah menilai overall fit model
terhadap data. Hipotesis untuk menilai model fit adalah :
Ho : Model yang dihipotesiskan fit dengan data.
Ha : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data
Berdasarkan Hipotesis ini, maka Ho harus diterima dan Ha harus
ditolak agar model fit dengan data. Statistik yang digunakan berdasarkan fungsi
likelihood. Likelihood L dari model adalah probabilitas bahwa model yang
dihipotesiskan menggambarkan data input. Untuk menguji hipotesis nol dan
alternative, L ditransformasikan menjadi -2Logl. Statistik -2Logl atau rasio x2
statistics, dimana x2 didistribusi dengan degree of freedom n-q, q adalah
jumlah parameter (Ghozali, 2009:268).
Output SPSS memberikan dua nilai -2LogL yaitu satu untuk model yang hanya
memasukkan konstanta dan yang kedua untuk model dengan konstanta dan
28

variabel bebas (Ghozali, 2009:268). Dengan alpha 5%, cara menilai model fit
ini adalah sebagai berikut:

1). Jika nilai -2LogL < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti
bahwa model tidak fit dengan data.

2). Jika nilai -2LogL > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak, yang berarti
bahwa model fit dengan data.

Adanya pengurangan nilai antara -2LogL awal (initial – 2LogL


function) dengan nilai -2LogL pada langkah berikutnya menunjukkan bahwa
model yang dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2009:269). Log Likelihood
pada regresi logistik mirip dengan pengertian ―Sum of Square Error” pada
model regresi, sehingga penurunan Log Likelihood menunjukkan model regresi
semakin baik.

2. Uji Chi Square Hosmer dan Lameshows Goodnes


Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan uji Chi Square
Hosmer and Lameshows Goodnes of fit test. Jika nilai statistik lebih besar
daripada 0,05 maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model mampu
memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima
karena sesuai dengan data observasinya.
3. Koefisien Cox dan Snell R Square and Nagelkerke
Merupakan ukuran koefisien R2 pada regresi linier berganda yang
didasarkan pada teknik estimasi Likelood dengan nilai maksimum kurang dari
1 sehingga sulit diinterprestasikan. Nagel R Square merupakan modifikasi dari
koefisien cox & Snell R2 untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0-
1 (Uyanto, 2006:236).
4. Tabel Klasifikasi
Tabel klasifikasi menghitung nilai estimasi yang benar dan salah. Tabel
ini menunjukkan kekuatan prediksi dari variable dependen yaitu manajemen
laba.
29

5. Uji Wald Statistic


Uji Wald pada tabel variabel in the aquation digunakan untuk menguji
apakah masing-masing koefisien regresi logistic signifikan. Uji Wald sama
dengan kuadrat dari rasio koefisien regresi logistic B dan standar error S.E
dengan tingkat signifikasi α < 0,05 (Uyanto, 2006:236).
1). Jika nilai Signifikan < 0,05 maka variabel independen berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen.
2). Jika nilai Signifikan > 0,05 maka variabel independen tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen.
DAFTAR PUSTAKA

Belkaoui, Ahmed R. Accounting Theory. Edisi Lima. Jakarta: Salemba


Empat.2007.

Damayanti, Theresia. Perbandingan Akrual dan Pajak Tangguhan dalam Pengujian


Aliran Kas Masa Datang dan Return Saham. Jurnal Akuntansi Tahun XII,
No. 03 pp:250-259. 2008.

Dewi, Pindhiharti. Pengaruh Aktiva Pajak Tangguhan, Beban Pajak Tangguhan dan
Akrual terhadap Earning Management (Studi Empiris pada Perusahaan
Manufaktur di Bursa Efek Indonesia) Universitas Islam Negeri Syarief
Hidayatullah, Jurnal Akuntansi tahun 2011.

Djamaluddin, Subekti. Analisis Perbedaan Antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal
Terhadap Persistensi Laba, Akrual, dan Aliran Kas pada Perusahaan
Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia, Vol.11 No. 1, Hal 52-74. 2008.

Elingga, Muna. Pengaruh Komponen Akuntansi Akrual Sebagai Prediktor Arus


Kas Koperasi pada saat Krisis dan Setelah Krisis. Jurnal Akuntansi tahun XII,
No. 02 (132:14). 2008.

Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang:


Universitas Diponegoro. 2009.

Hamzah, Ardi. Deteksi Manajemen Laba melalui Beban Pajak Tangguhan, Akrual
dan Arus Kas Operasi. Jurnal Akuntansi, Vol.8 No. 1 Juni 2014, Hal 19-29.
2014.

Hermanto. Akuntansi Perpajakan. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. 2011.

Ikatan Akuntansi Indonesia. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta:


Salemba Empat. 2009.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. “Metodologi penelitian Bisnis untuk


Akuntansi dan Manajemen”, BPFE, Yogyakarta, 2009.

Muljono, Djoko. “Akuntansi Pajak”, Yogyakarta:Andi. 2008.

30
31

Philips, Pincus dan S.O. Rego. ”Earning management New Evidence Based On
Deferred Tax Expense”, The Accounting Riview. No. 78 pp 491-521. 2003.

Purba, Marisi. “Akuntansi Pajak Penghasilan”, Yogyakarta:Graha Ilmu. 2009.

Riduwan, Akhmad. Pengaruh Alokasi Pajak Antar Periode Berdasarkan PSAK N0.
46 Terhadap Koefisien Respon Laba Akuntansi. Simposium naisonal
Akuntansi. Surabaya:STIESIA. 2004.

Scott, William R. Financial Accounting Theory 3rd Edision. Prentice Hall Canada
Inc. 2003.

Sugiyono, “Metodologi Penelitian Bisnis”, Alfabeta, Bandung: 2010.

Suranggane, Zulikha. Analisis Aktiva Pajak Tangguhan dan Akrual Sebagai


Indikator Manajemen Laba. JAAI. vol.4 No. 1 hal 49-77. 2007.

Uyanto, Stanislaus S. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha


Ilmu. 2006.

Wedari, Linda Kusumaning. Analisis Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris dan


Keberadaan Komite Audit terhadap Aktivitas manajemen Laba. Simposium
Nasional Akuntansi. 2004.

Winda, Sari R. “Kemampuan Laba Operasi dan Arus Kas Operasi dalam
Memprediksi Laba Operasi dan Arus Kas Operasi Masa Depan Pada
Perusahaan Manufaktur”, JAAI Vol.7 No. XII (131:24). 2008.

www.idx.co.id/beranda /perusahaantercatat /laporankeuangantahunan /aspx. 2015-


2016

Yulianti. “Kemampuan Beban Pajak Tangguhan dalam Memprediksi manajemen


Laba”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. Vol. 2 No. 1 Juli, pp:107-
129. 2005.

Anda mungkin juga menyukai