Secara sederhana, fobia sekolah (school phobia) didefinisikan sebagai bentuk kecemasan dan
ketakutan yang berhubungan dengan pergi ke sekolah (Tyrrell, 2005). Beberapa literatur
menyamakan school phobia dengan school avoidance dan school refusal. Namun, literatur lain
membedakan ketiga istilah tersebut. Menurut Knollman (2010), school avoidance merupakan
istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan ketidakhadiran di sekolah yang berhubungan
dengan gejala psikiatrik. School avoidance meliputi dua hal, yakni school refusal
(ketidakhadiran di sekolah yang berhubungan dengan gejala cemas) dan truancy (ketidakhadiran
di sekolah yang tidak berhubungan dengan gejala cemas). School refusal meliputi dua istilah,
yaitu school anxiety dan school phobia. School anxiey merupakan bentuk kecemasan anak saat
datang ke sekolah dikarenakan hal yang lebih spesifik, misalnya ketakutan untuk menghadapi
ujian, kecemasan untuk menghadapi situasi sosial, dan kecemasan terhadap tindakan bullying.
Sedangkan, istilah school phobia secara lebih spesifik dideskripsikan sebagai bentuk kecemasan
dan ketakutan yang berhubungan dengan pergi ke sekolah yang umumnya didasari oleh
gangguan cemas perpisahan dengan orang tua ataupun orang yang dianggap penting bagi anak
tersebut. Sekitar 80% anak yang mengalami fobia sekolah diketahui mengalami gangguan cemas
perpisahan begitu juga sebaliknya. Brand & O’Conner (2004) melaporkan bahwa sekitar 60%
anak dengan fobia sekolah mengalami gangguan cemas primer.
Seorang anak yang mengalami fobia sekolah akan menunjukkan kecemasan yang hebat saat akan
pergi ke sekolah dan berusaha membujuk orangtuanya supaya tidak datang ke sekolah. Oleh
karena itu, anak yang mengalami fobia sekolah biasanya sering tidak masuk sekolah dengan
sepengetahuan orang tua mereka. Fobia sekolah paling banyak dialami anak yang menginjak
usia 5-6 tahun (masa awal SD) dan usia 10-11 tahun (masa transisi dari SD menuju SMP).
Periode lain dimana anak paling sering mengalami fobia sekolah, diantaranya masa sehabis
liburan dan masa pasca kejadian stressful, seperti kematian, pindah sekolah atau pindah ke
lingkungan baru.
Absence from school caused by fear and anxiety is believed to be the result of a combination of real or perceived
stressors occurring at home and school (Elliott, 1999). Early theorists believed the cause to be related to an
extremely strong mother-child relationship resulting in reluctance to leave the home (Elliott). Others link school
phobia to a combination of factors, both genetic and environmental. The parents of children demonstrating
school-related fear frequently exhibit anxiety disorders themselves. Environmental factors include situations such
as death, divorce, serious illness, violence, and child abuse (Rettig & Crawford, 2000). Researchers today view
school phobia as a symptom mainly associated with anxiety disorders in younger students and with anxiety and
depressive disorders in adolescents and teenagers (McShane, Walter, & Rey, 2001). Although school phobia may
be triggered by a seemingly minor incident, such as a reprimand by a teacher or an argument with a peer, the
underlying cause is most often due to ongoing family or peer conflict or academic difficulties (McShane, Walter, &
Rey, 2001). Dysfunctional family relationships might include overdependency, detachment disorders, isolation, and
high degrees of conflict.
Ketidakhadiran di sekolah yang berhubungan dengan ketakutan dan kecemasan diduga sebagai hasil kombinasi
dari stressor nyata atau konflik psikologis yang terjadi di rumah dan sekolah. Peneliti terdahulu memprediksi
bahwa penyebab fobia sekolah berhubungan dengan hubungan yang sangat kuat antara ibu dan anak sehingga
menimbulkan keengganan bagi si anak untuk meninggalkan rumah. Peneliti lain menghubungkan fobia sekolah
dengan faktor genetik dan faktor lingkungan. Orang tua anak dengan fobia sekolah umumnya juga mengalami
gangguan cemas. Faktor lingkungan psikososial, seperti kematian, perceraian, penyakit berat, kekerasan, dan
penyalahgunaan anak juga diduga turut berperan terhadap terjadinya fobia sekolah. Fobia sekolah pada anak yang
lebih muda usianya umumnya berkaitan dengan gangguan cemas, sedangkan fobia sekolah pada remaja umumnya
berkaitan dengan gangguan cemas dan depresi. Meskipun fobia sekolah mungkin dicetuskan oleh suatu insidens
kecil, seperti dimarahi oleh guru atau beradu argumen dengan teman, peneliti menduga bahwa penyebab dasar
dari fobia sekolah disebabkan oleh konflik keluarga, konflik dengan teman, ataupun kesulitan akademik. Hubungan
keluarga
Peer conflict with difficulties establishing and maintaining relationships may result in loneliness. In addition,
students who are bullied and ridiculed are at increased risk for developing school avoidance behavior, as well as
other adjustment problems (Fremont, 2003). Occasionally, a seemingly well-adjusted child will suddenly become
fearful and anxious. A recent crisis such as a move to a new home or school, personal loss through death or
divorce, and even seemingly positive occasions such as the birth or adoption of a sibling may trigger the onset of
fear and anxiety. Previous incidents of separation or generalized anxiety disorder can influence school refusal and
should be considered when attempting to narrow down potential contributing stressors (Polin & Ditmar, 2001).
Attitudes and behaviors of the parents are viewed to be significant factors in the onset and pattern of school
avoidance behavior, in addition to the stressors present in the school setting (Lau, 2002). High levels of evaluation
and test-related anxiety are created when parental expectations are exceedingly high. This clearly becomes a
factor in the teenage years as highschoolers experience increasing academic and athletic demands and fear
potential failure (Brand & O’Conner, 2004). Regardless of the cause, it is important to realize that the student’s
anxiety is real. If left untreated, chronic school refusal may result in serious school and legal conflicts, deterioration
of family and peer relationships, and adult psychological and psychiatric disorders (Fremont, 2003)
Rasasingham (2015) telah mengidentifikasi beberapa faktor risiko yang diperkirakan berperan
dalam terjadinya fobia sekolah, diantaranya :