Anda di halaman 1dari 6

RESENSI PEDOMAN

KESELAMATAN PASIEN
DAN MANAJEMEN
RISIKO FKTP
PUBLISHED ON AUGUST 23, 2018BY ISNAINY MAYASARI S.KM,M.KES

Direktorat Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan telah menerbitkan Pedoman


Keselamatan Pasien dan Manajemen Risiko FKTP. Berikut ini resensinya untuk anda.

 About

 Latest Posts
Isnainy Mayasari S.KM,M.Kes

Badan Mutu Pelayanan Kesehatan (BMPK) DIY


Direktorat Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan telah menerbitkan Pedoman Keselamatan
Pasien dan Manajemen Risiko FKTP. Pedoman ini membahas dua hal yaitu keselamatan pasien
dan manajemen risiko. Pada bahasan manajemen risiko akan memudahkan petugas di FKTP
untuk mengidentifikasi risiko yang bisa ditimbulkan pada pelaksanaan program kegiatannya,
melakukan kajian risiko yaitu dengan mengukur peluang dan dampak risiko yang ditimbulkan dan
jika mengarah pada kategori risiko ekstrem dan risiko tinggi maka perlu dilakukan Root Cause
Analysis (RCA) dan jika diperlukan, dilakukan investigasi lebih lanjut, pengendalian resiko yaitu
bagaimana pencegahannya agar tidak terjadi dan bagaimana penanggulangannya jika terjadi dan
evaluasi risiko yaitu setiap risiko atau kejadian apakah memerlukan tindak lanjut, jika memerlukan
maka disusun rencana tindak lanjut terhadap risiko tersebut.
Untuk memudahkan mengidentifikasi risiko digunakan form risk register yang berisi lingkup
manajemen risiko yang akan diidentifikasi kemudian mengenali risiko yang ada pada lingkup
tersebut, menentukan akibat yang bisa terjadi dari risiko yang ditimbulkan kemudian menganalisa
risiko dengan membuat kajian tingkat keparahan (severity assessment) risiko. Form register risiko
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Keterangan cara mengisi tabel:

1. Pelayanan/tempat kerja: diisi dengan jenis pelayanan UKM atau UKP, misalnya pelayanan UKM,
Pencegahan Penyakit: Kegiatan Foging. Pelayanan UKP: pelayanan laboratorium, tempat kerja:
Ruang Tunggu Pasien.
2. Risiko yang mungkin terjadi: risiko-risiko yang terkait dengan kegiatan pelayanan, atau risiko
yang dapat terjadi di tempat kerja.

3. Tingkat risiko: diisi dengan risiko ekstrem, risiko tinggi, risiko sedang, atau risiko rendah, dengan
menggunakan severity assessment (penilaian dari hasil probability dan dampak).

4. Penyebab terjadi: diisi dengan kemungkinan penyebab terjadinya risiko.

5. Akibat: diisi dengan akibat yang mungkin terjadi terkait dengan risiko.

6. Pencegahan: diisi dengan upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
risiko.

7. Upaya penanganan jika terjadi insiden: diisi dengan tindakan atau kegiatan yang perlu dilakukan
untuk melakukan koreksi terhadap akibat dari insiden dan melakukan mitigasi untuk
meminimalkan akibat dari insiden.

8. Pelaporan: diisi dengan kepada siapa laporan jika terjadi insiden, kapan harus dilaporkan, dan
siapa yang melaporkan

Form register risiko selain seperti tersebut di atas dapat juga dengan ditambahkan kolom tingkat
kemungkinan (probability) dan dampak seperti pada tabel di bawah ini:

Kajian tingkat keparahan risiko (severity assessment) dilakukan untuk menentukan tingkat
keparahan risiko, dengan memperhatikan dua variabel, yaitu dampak risiko (severity) dan
kemungkinan terjadinya (probability). Untuk menentukan dampak risiko digunakan tabel di bawah
ini:
Untuk menentukan tingkat kemungkinan terjadinya, digunakan tabel di bawah ini:

Penentuan skala tingkat dampak (severity) dan kemungkinan (probability) oleh kesepakatan
bersama. Setelah menentukan penilaian terhadap dampak dan kemungkinan terjadinya,
selanjutnya adalah menentukan tingkat keparahan risiko dengan matriks sebagai berikut:

Jika hasil kajian masuk kategori merah (risiko ekstrem) dan kuning (risiko tinggi), maka harus
dilakukan Root Cause Analysis.Jika masuk kategori hijau (risiko sedang), atau biru (risiko rendah),
maka cukup dilakukan investigasi sederhana.

Root Cause Analysis (RCA) adalah suatu proses untuk mengekplorasi semua faktor yang mungkin
berhubungan dengan suatu kejadian dengan menanyakan apa kejadian yang terjadi, mengapa
kejadian tersebut terjadi, dan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadiatan tersebut
terjadi lagi di masa mendatang.
Kegiatan manajemen risiko ini dibuat tidak hanya untuk pelaksana UKP saja yang erat dengan
pelayanan klinis seperti yang diminta di kriteria 9.1.1 untuk membuat manajemen risiko klinis. 
Pelaksana UKM maupun ADMEN juga membuat manajemen risiko seperti yang termaktub pada
instrumen akreditasi puskesmas kriteria 2.3.13 yang meminta tentang kajian dampak lingkungan
puskesmas untuk meminimalkan risiko bagi pengguna dan karyawan puskesmas dan kriteria 5.1.5
meminta pelaksana program UKM untuk membuat manajemen risiko kegiatan pelaksanaan
kegiatan UKM terhadap lingkungan.

Penjelasan tentang keselamatan pasien pada pedoman ini adalah upaya yang dilakukan pada
fasilitas kesehatan tingkat primer agar asuhan pasien lebih aman, tertibnya pelaporan dan analisis
insiden, implementasi solusi untuk meminimalisir timbulnya risiko dan mencegah terjadinya
cidera, tidak hanya terkait dengan pelayanan klinis tapi juga terkait dengan upaya kesehatan
masyarakat. Permenkes No. 11 Tahun 2017 juga mengamanatkan bahwa setiap faskes wajib
menyelenggarakan Keselamatan Pasien termasuk pembentukan tim keselamatan pasien yang
ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan. Jika tim keselamatan pasien belum
dibentuk karena keterbatasan SDM dan sarpras maka harus ada petugas yang bertanggung jawab
terhadap keselamatan pasien sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.

Pada Pedoman ini juga dijelaskan mengenai penyelenggaraan sistem keselamatan pasien yaitu
standar keselamatan pasien, sasaran keselamatan pasien dan 7 langkah menuju keselamatan
pasien. Ada 7 standar keselamatan pasien yang tersirat di dalam instrumen akreditasi yaitu:

1. Hak pasien
Ketiga pokja baik Admen, UKM maupun UKP semua ditanya mengenai hak pasien yaitu pada
kriteria 2.4.1, 5.7.1 dan 7.1.3 yaitu tentang hak dan kewajiban pengguna puskesmas yang meliputi
hak dan kewajiban sasaran program serta hak dan kewajiban pasien dan keluarga

2. Mendidik pasien dan keluarga


Pada kriteria 7.4.3 meminta tentang rencana layanan terpadu dimana salah satu ruang lingkup di
dalamnya mengenai pendidikan kesehatan pada pasien dan atau keluarga pasien. Pada kriteria
7.8.1 menyebutkan tentang pasien/keluarga  memperoleh penyuluhan kesehatan dengan
pendekatan yang komunikatif dan bahasa yang mudah dipahami.

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan


Sesuai dengan judul BAB IX peningkatan mutu klinis dan keselamatan pasien maka di Bab ini
dibahas keseluruhan tentang keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan klinis.

4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program


peningkatan keselamatan pasien
Dalam akreditasi puskesmas terdapat di kriteria dalam standar akreditasi yang menyebutkan
berbagai metoda dalam peningkatan mutu :
 Standar dan prosedur Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan
Perorangan (UKP) : Pada kriteria 2.3.11.3 diminta mengenai SOP pelaksanaan kegiatan di
puskesmas baik UKM maupun UKP.
 Peningkatan kinerja yang berkelanjutan (PDCA/PDSA) : Bukti adanya perbaikan untuk
peningkatan kinerja yang berkelanjutan dengan dibuatnya evaluasi , rencana tindak lanjut dan
evaluasi tindak lanjut. Bukti adanya kegiatan PDCA/PDSA ini ada di semua Pokja.
 Penerapan manajemen risiko dalam pelayanan kesehatan : Kriteria 2.3.13, 5.1.5 dan 9.1.1
tentang pelaksanaan manajemen risiko kegiatan yang diselenggarakan puskesmas baik UKM
maupun UKP.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Kriteria 9.2.1 fungsi dan proses layanan klinis yang utama diidentifikasi dan diprioritaskan dalam
upaya perbaikan mutu layanan klinis dan menjamin keselamatan. Pada elemen 5 menyebutkan
Kepala Puskesmas bersama dengan tenaga klinis menyusun rencana perbaikan pelayanan
prioritas yang ditetapkan dengan sasaran yang jelas. Pada elemen 6 menyebutkan Kepala
Puskesmas bersama dengan tenaga klinis melaksanakan kegiatan perbaikan pelayanan klinis
sesuai dengan rencana.

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien


Kriteria 9.2.1 mutu layanan klinis dan keselamatan dipahami dan didefinisikan dengan baik oleh
semua pihak yang berkepentingan.

7. Komunikasi sebagai kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien


Komunikasi kepada sesama petugas, pasien dan keluarga merupakan hal yang penting, oleh
karenanya ada pada beberapa kriteria yang menyinggung tentang komunikasi. Kriteria 7.1.3
tentang hak dan kewajiban pasien,keluarga. Kriteria 7.1.4 menginformasikan tahapan pelayanan
klinis kepada pasien untuk menjamin kesinambungan pelayanan. Kriteria 7.2.2 hasil kajian dicatat
dalam catatan medis dan mudah diakses oleh petugas yang bertanggung jawab terhadap
pelayanan pasien. Kriteria 7.4.2 rencana layanan klinis disusun bersama pasien dengan
memperhatikan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, spiritual dan tata nilai budaya pasien.
Kriteria 9.3.1 mutu layanan klinis dan sasaran keselamatan pasien diukur, dikumpulkan dan
dievaluasi dengan tepat.

[siteorigin_widget class=”SiteOrigin_Widget_Button_Widget”][/siteorigin_widget]

Anda mungkin juga menyukai