Anda di halaman 1dari 40

KESELAMATAN PASIEN

DAN
MANAJEMEN RISIKO
DAFTAR ISI

Daftar Isi ……………………………………...…………… ii

A. Tentang Modul Ini ………………………..…………… 1

Deskripsi Singkat …………………..….………… 2

Tujuan Pembelajaran ……..…...…….…………. 3

Materi Pokok …………………....……….………. 4

B. Kegiatan Belajar ………………………………………. 5

Materi Pokok 1 …………………….…………….. 6

Materi Pokok 2 ……………………..……………. 13

Materi Pokok 3 …………………………………… 23

C. Penugasan ……………………………………………. 27

D. Tes Formatif …………………………………………... 28

Referensi ………………………………………………….. 32

ii
A Tentang Modul Ini

1
DESKRIPSI SINGKAT

Salah satu karakeristik suatu pelayanan yang bermutu


adalah pelayanan yang berdimensi mutu keselamatan (safe), yang
meminimalkan terjadinya kerugian pada pasien dan/atau
masyarakat yang menerima pelayanan. Dimensi mutu keselamatan
(safe) akan terwujud, jika suatu fasilitas pelayanan kesehatan,
termasuk Puskesmas dan Klinik menyelenggarakan keselamatan
pasien (patient safety) dan manajemen risiko. Mata pelatihan ini
menjelaskan tentang konsep keselamatan pasien, sistem
pelaporan dan pembelajaran keselamatan pasien di Puskesmas
dan Klinik serta konsep manajemen risiko.

2
TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu
menjelaskan konsep keselamatan pasien, sistem pelaporan dan
pembelajaran keselamatan pasien di Puskesmas dan Klinik serta
konsep manajemen risiko sesuai ketentuan yang berlaku.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu:


1. Menjelaskan konsep keselamatan pasien.
2. Menjelaskan sistem pelaporan dan pembelajaran
keselamatan pasien di Puskesmas dan Klinik.
3. Menjelaskan konsep manajemen risiko.

3
MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:

1. Konsep keselamatan pasien.


2. Sistem pelaporan dan pembelajaran keselamatan pasien di
Puskesmas dan Klinik.
3. Konsep manajemen risiko.

4
B Kegiatan Belajar

5
Materi Pokok 1:
Konsep Keselamatan Pasien

Pendahuluan

Puskesmas dan Klinik sebagai suatu fasilitas pelayanan


kesehatan harus memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu
kepada pasien dan/atau pengguna layanan. Pelayanan kesehatan
yang bermutu adalah pelayanan kesehatan untuk individu dan
masyarakat yang menghasilkan tingkat luaran kesehatan yang
optimal, diberikan sesuai dengan standar pelayanan, dan
perkembangan ilmu pengetahuan terkini, serta untuk memenuhi
hak dan kewajiban pasien. Pelayanan kesehatan bermutu
diperlihatkan dengan sejumlah karakteristik pelayanan yang
disebut dimensi mutu. Ada tujuh dimensi mutu yaitu (1) Efektif, (2)
Keselamatan, (3) Berorientasi pada pasien dan/atau pengguna
layanan, (4) Tepat waktu, (5) Efisien, (6) Adil, dan (7) Terintegrasi.
Pelayanan kesehatan dapat menjalankan dimensi mutu
keselamatan (safe) melalui meminimalkan terjadinya kerugian
(harm), termasuk cedera dan kesalahan medis yang dapat
dicegah, pada pasien dan/atau masyarakat yang menerima
layanan. Untuk mewujudkan hal tersebut, Puskesmas dan Klinik
perlu menyelenggarakan keselamatan pasien (patient safety).

6
Indikator Hasil belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta mampu


menjelaskan konsep keselamatan pasien.

Sub Materi Pokok:

1. Konsep Keselamatan Pasien.


2. Tim Keselamatan Pasien.
3. Pembinaan dan Pengawasan Keselamatan Pasien.

Uraian Sub Materi Pokok 1

Puskesmas dan Klinik sebagai suatu fasilitas pelayanan


kesehatan yang menyelenggarakan asuhan pasien harus
memperhatikan dan melaksanakan keselamatan pasien.
Keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan
pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil. Keselamatan pasien
diselenggarakan melalui pembentukan sistem pelayanan yang
menerapkan:
7
a. Standar keselamatan pasien;
b. Sasaran keselamatan pasien; dan
c. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien.

Standar keselamatan pasien mencakup standar tentang (1)


hak pasien, (2) mendidik pasien dan keluarga, (3) keselamatan
pasien dalam kesinambungan pelayanan, (4) penggunaan metode
peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien, (5) peran kepemimpinan dalam
meningkatkan keselamatan pasien, (6) mendidik staf tentang
keselamatan pasien, dan (7) komunikasi sebagai kunci bagi staf
untuk mencapai keselamatan pasien. Standar keselamatan pasien
merupakan acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan dalam
melaksanakan berbagai kegiatan dalam rangka keselamatan
pasien. Standar keselamatan pasien ini wajib diterapkan oleh
setiap fasilitas pelayanan kesehatan.

Sasaran keselamatan pasien mencakup (1) mengidentifikasi


pasien dengan benar, (2) meningkatkan komunikasi yang efektif,
(3) meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai,
(4) memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang
benar, pembedahan pada pasien yang benar, (5) mengurai risiko
infeksi akibat perawatan kesehatan, dan (6) mengurangi risiko
cedera pasien akibat terjatuh. Pemberlakuan keenam sasaran
keselamatan pasien tersebut secara nasional bertujuan untuk
menggiatkan perbaikan-perbaikan tertentu dalam hal keselamatan
pasien di suatu fasilitas pelayanan kesehatan. Dua dari enam
sasaran keselamatan pasien menjadi bagian dari indikator mutu
8
yang bersifat mandatory yang disebut sebagai indikator nasional
mutu (INM), yaitu kepatuhan identifikasi pasien dan kepatuhan
kebersihan tangan.

Sedangkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien terdiri


atas (1) membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, (2)
memimpin dan mendukung staf, (3) mengintegrasikan aktivitas
pengelolaan risiko, (4) mengembangkan sistem pelaporan, (5)
melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien, (6) belajar dan
berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, dan (7)
mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan
pasien. Dengan tujuh langkah menuju keselamatan pasien, suatu
fasilitas pelayanan kesehatan dapat memperbaiki keselamatan
pasien melalui perencanaan kegiatan dan pengukuran kinerjanya
serta membantu memastikan bahwa asuhan pasien yang diberikan
seaman mungkin.

Uraian Sub Materi Pokok 2

Dalam menyelenggarakan keselamatan pasien, kepala


Puskesmas dan pimpinan Klinik menetapkan suatu tim
keselamatan pasien. Tim keselamatan pasien di Puskesmas dan
Klinik mempunyai tugas sebagai berikut.
a. Menyusun Sistem Pelaporan dan Pembelajaran
Keselamatan Pasien (SP2KP) Puskesmas/Klinik serta
kebijakan dan pengaturan di bidang keselamatan pasien

9
untuk ditetapkan oleh kepala Puskesmas dan pimpinan
Klinik,
b. Mengembangkan program keselamatan pasien di
Puskesmas dan Klinik,
c. Melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan dan
penilaian tentang penerapan program keselamatan pasien
di Puskesmas dan Klinik,
d. Melakukan pelatihan keselamatan pasien bagi Puskesmas
dan Klinik,
e. Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisis insiden
termasuk melakukan Root Cause Analysis, dan
mengembangkan solusi untuk meningkatkan keselamatan
pasien, serta pembelajaran untuk diberikan umpan balik,
f. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka pengambilan
kebijakan keselamatan pasien,
g. Membuat laporan kegiatan kepada pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan, dan
h. Mengirim laporan insiden secara kontinyu melalui e-
reporting ke Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP)
sesuai dengan pedoman pelaporan insiden.
Bila sumber daya manusia yang tersedia di Puskesmas dan Klinik
terbatas jumlahnya, maka kepala Puskesmas dan pimpinan Klinik
dapat menetapkan seorang petugas yang bertanggung jawab
terhadap keselamatan pasien.

Di Puskesmas, petugas atau tim keselamatan pasien


merupakan bagian dari tim mutu Puskesmas bersama dengan tim
10
lainnya, termasuk tim pencegahan dan pengendalian infeksi, tim
manajemen risiko, tim kesehatan dan keselamatan kerja, tim audit
internal, dan tim lainnya. Tim mutu Puskesmas dikoordinasikan
oleh penanggung jawab mutu.

Uraian Sub Materi Pokok 3

Terhadap penyelenggaraan keselamatan pasien di fasilitas


pelayanan kesehatan perlu dilakukan pembinaan dan
pengawasan. Pembinaan dan pengawasan tersebut dilakukan
secara berjenjang oleh Menteri Kesehatan, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
sesuai tugas dan fungsi masing-masing. Pembinaan keselamatan
pasien di tingkat kabupaten/kota dilakukan secara terpadu oleh
Tim Pembina Cluster Binaan (TPCB).

11
SEKARANG SAYA TAHU

Setiap Puskesmas dan Kinik harus menyelenggarakan


keselamatan pasien melalui pembentukan sistem pelayanan yang
menerapkan tujuh standar keselamatan pasien, enam sasaran
keselamatan pasien, dan tujuh langkah menuju keselamatan
pasien. Penyelenggaraan keselamatan pasien dilakukan oleh tim
keselamatan pasien yang ditetapkan oleh kepala Puskesmas atau
pimpinan Klinik. Pembinaan dan pengawasan keselamatan pasien
di fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan secara berjenjang, baik
di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota sesuai tugas dan
fungsi masing-masing.

12
Materi Pokok 2:
Sistem Pelaporan dan Pembelajaran
Keselamatan Pasien di Puskesmas dan
Klinik

Pendahuluan

Pada Puskesmas dan Klinik yang tidak atau belum


menyelenggarakan keselamatan pasien (patient safety) dengan
optimal dapat terjadi insiden keselamatan pasien berulang, baik
berupa kejadian yang tidak disengaja dan/atau kondisi yang
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera. Apabila
terjadi insiden keselamatan pasien, fasilitas pelayanan kesehatan
harus melakukan penanganan segera untuk meminimalkan
dampak merugikan yang mungkin terjadi. Insiden keselamatan
pasien di suatu fasilitas pelayanan kesehatan harus dilaporkan.
Agar tumbuh kesadaran untuk melaporkan insiden keselamatan
pasien, maka perlu diciptakan budaya tidak menyalahkan (non
blaming culture) di fasilitas pelayanan kesehatan. Untuk itu,
Puskesmas dan Klinik harus mengembangkan Sistem Pelaporan
dan Pembelajaran Keselamatan Pasien (SP2KP)
Puskesmas/Klinik.

Indikator Hasil belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta mampu


menjelaskan sistem pelaporan dan pembelajaran keselamatan
13
pasien di Puskesmas dan Klinik.

Sub Materi Pokok:

1. Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien.


2. Investigasi dan Analisis Insiden Keselamatan Pasien.
3. Pembelajaran Keselamatan Pasien.

Uraian Sub Materi Pokok 1

Insiden keselamatan pasien (IKP) diartikan sebagai setiap


kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan
atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada
pasien. Insiden keselamatan pasien dapat berupa:
1) Kondisi Potensial Cedera Signifikan (KPCS), yang merupakan
kondisi yang tidak berhubungan dengan proses penyakit pasien
yang dapat berpotensi menyebabkan terjadinya kejadian
sentinel atau cedera yang signifikan;
2) Kejadian Nyaris Cedera (KNC), yang merupakan kejadian
insiden yang belum sampai terpapar kepada pasien;
3) Kejadian Tidak Cedera (KTC), yang merupakan kejadian
insiden yang sudah terpapar kepada pasien, tetapi tidak timbul
cedera;
4) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), yang merupakan kejadian
insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien; dan

14
5) Kejadian Sentinel, yang merupakan suatu kejadian yang
mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau cedera berat
yang temporer/reversibel dan membutuhkan intervensi untuk
mempertahankan kehidupan, baik fisik maupun psikis, yang
tidak terkait dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien.

Setiap insiden keselamatan pasien harus dilaporkan, baik


secara internal maupun secara eksternal.

Uraian Sub Materi Pokok 2

Setiap insiden keselamatan pasien yang terjadi harus


dilakukan penanganan segera, agar dampak merugikan yang
mungkin terjadi dapat diminimalkan. Setelah dilaporkan, suatu
insiden keselamatan pasien perlu ditentukan derajat (grading)
risikonya.

Gambar 1. Tingkatan variabel dampak.


15
Untuk menentukan derajat risiko perlu mempertimbangkan dua
variabel, yaitu dampak dan probabilitas. Tingkatan variabel
dampak dan probabilitas dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar
2.

Gambar 2. Tingkatan variabel probabilitas.

Untuk menentukan derajat risikonya, tingkatan masing-masing


variabel tersebut dimasukkan ke dalam matrik grading risiko seperti
terlihat dalam Gambar 3.

Gambar 3. Matrik grading risiko.

16
Derajat risiko akan menentukan prioritas dan tindakan yang
harus dilakukan. Derajat risiko sangat tinggi (merah) dan tinggi
(kuning) ditindaklanjuti dengan melakukan investigasi Root Cause
Analysis (RCA) komprehensif. Sementara itu, derajat risiko sedang
(hijau) dan rendah (biru) ditindaklanjuti dengan melakukan
investigasi RCA sederhana (simple RCA). Masing-masing
investigasi memiliki durasi waktu maksimalnya sesuai derajat
risikonya.
Insiden yang termasuk dalam kejadian sentinel dilakukan
investigasi RCA komprehensif tanpa melihat pada derajat risiko.

Gambar 4. Tindakan sesuai hasil grading risiko.

Setiap investigasi insiden keselamatan pasien akan menghasilkan


rekomendasi dan rencana tindakan.

17
Uraian Sub Materi Pokok 3

Salah satu bagian dari sistem yang membuat asuhan pasien


lebih aman adalah pelaporan dan pembelajaran keselamatan
pasien. Mengembangkan sistem pelaporan dan pembelajaran
keselamatan pasien merupakan langkah dari tujuh langkah menuju
keselamatan pasien yang juga harus dikerjakan oleh Puskesmas
dan Klinik, jika ingin mewujudkan keselamatan pasien.
Pengembangan sistem pelaporan dan pembelajaran keselamatan
pasien tersebut bermaksud agar staf Puskesmas dan Klinik mudah
melaporkan insiden, baik secara internal maupun eksternal serta
melakukan pembelajaran keselamatan pasien.

Setiap insiden yang terjadi di Puskesmas dan Klinik


dilaporkan kepada kepala Puskesmas dan pimpinan Klinik secara
internal dalam 2x24 jam mengacu pada regulasi, pedoman, dan
mekanisme yang ditetapkan. Setelah insiden keselamatan pasien
tersebut diinvestigasi, dalam hal insidennya adalah KTD dan
kejadian sentinel juga dilaporkan secara eksternal melalui e-
reporting kepada KNKP. Data-data yang dilaporkan harus dijamin
keamanannya, bersifat rahasia, anonim (tanpa identitas), dan tidak
mudah diakses oleh orang yang tidak berhak.

Untuk mempermudah dan mempercepat pelaporan


eksternal dari Puskesmas ke KNKP, Direktorat Mutu dan Akreditasi
Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan bersama KNKP
telah mengembangkan suatu aplikasi pada tahun 2021. Aplikasi ini
18
dapat diakses melalui mutufasyankes.kemkes.go.id. Selain untuk
tingkatan pengguna Puskesmas, aplikasi ini juga memberikan
akses untuk tingkatan pengguna dinas kesehatan kabupaten/kota
dan dinas kesehatan provinsi. Akses ini memungkinkan dinas
kesehatan kabupaten/kota dan dinas kesehatan provinsi
memperoleh data dan informasi seputar insiden keselamatan
pasien yang dilaporkan oleh Puskesmas di wilayah kerjanya. Data
dan informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan untuk
monitoring dan evaluasi serta dasar untuk pembinaan dan
pengawasan.

Sejak tanggal 1 Januari 2022 aplikasi tersebut telah


digunakan secara resmi untuk melaporkan insiden keselamatan
pasien di Puskesmas. Bila tidak terjadi insiden keselamatan pasien
pada bulan berjalan atau investigasi insiden keselamatan pasien
belum selesai dilakukan pada bulan berjalan, maka Puskesmas
menyampaikan laporan IKP Nihil pada setiap akhir bulan berjalan
dan melaporkan insiden tersebut pada bulan berikutnya. Pada
dasarnya semua laporan ke eksternal (KNKP) harus diawali
dengan laporan internal terlebih dahulu, kemudian diinvestigasi
RCA, lalu untuk kejadian sentinel dan KTD dilaporkan ke KNKP.
Jadi, laporan eksternal dilakukan setelah selesai investigasi RCA.
Pada saat ditulisnya modul ini, aplikasi pelaporan insiden
keselamatan pasien di Klinik sedang dalam tahap pengembangan.

19
Gambar 5. Jumlah laporan IKP di Puskesmas menurut provinsi
tahun 2022 (sumber: aplikasi laporan IKP di Puskesmas per
tanggal 2 Oktober 2022 pukul 20.00 WIB).

Dari pelaporan eksternal kepada KNKP akan dapat ditarik


pembelajaran secara nasional, sehingga insiden sejenis dapat
dicegah agar tidak terjadi atau berulang di Puskesmas dan Klinik

20
SEKARANG SAYA TAHU

Pembelajaran yang diperoleh dari pelaporan insiden


keselamatan pasien yang dilakukan, baik internal dan eksternal,
dan kemudian rekomendasi dan rencana tindakannya
dilaksanakan serta umpan balik dari KNKP ditindaklanjuti, akan
memungkinkan Puskesmas dan Klinik melakukan upaya
pencegahan, sehingga insiden serupa tidak akan terjadi kembali.

Penyelenggaraan asuhan pasien yang memperhatikan


patient safety akan meningkatkan kualitas layanan suatu
Puskesmas dan Klinik. Puskesmas dan Klinik yang berdimensi
mutu keselamatan (safe) akan memberikan kepuasan bagi pasien,
keluarga, dan masyarakat.

21
Materi Pokok 3:
Konsep Manajemen Risiko

Pendahuluan

Di Puskesmas dan Klinik dapat terjadi berbagai macam


risiko. Risiko-risiko tersebut perlu dikelola melalui manajemen
risiko. Manajemen risiko adalah proses yang proaktif dan kontinu
meliputi identifikasi, analisis, evaluasi, pengendalian, informasi
komunikasi, pemantauan, dan pelaporan risiko, termasuk berbagai
strategi yang dijalankan untuk mengelola risiko dan potensinya.

Indikator Hasil belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta mampu


menjelaskan konsep manajemen risiko.

Sub Materi Pokok:

1. Lingkup Manajemen Risiko Terintegrasi di Puskesmas dan


Klinik.
2. Proses Manajemen Risiko.
3. Analisis Risiko Secara Proaktif di Puskesmas dan Klinik.

22
Uraian Sub Materi Pokok 1

Lingkup manajemen risiko dalam pelayanan kesehatan


meliputi risiko klinis (merupakan risiko operasional yang terkait
pelayanan pada pasien / keselamatan pasien) dan risiko non klinis
(risiko selain keselamatan pasien) yaitu:
 risiko operasional non klinis, misalnya risiko PPI dan MFK,
 risiko keuangan,
 risiko strategi,
 risiko kepatuhan, dan
 risiko reputasional.
Semua risiko dikelompokkan dalam kategori sebagai berikut:

1. Risiko keuangan yaitu risiko yang disebabkan oleh segala


sesuatu yang menimbulkan tekanan terhadap pendapatan dan
belanja fasilitas pelayanan kesehatan, misalnya Puskesmas
merugi karena pasien tidak membayar atau karena klaim tidak
dibayar, dan lain-lain.
2. Risiko strategis yaitu risiko yang terjadi akibat penetapan dan
penerapan strategi yang kurang tepat, ketidaktepatan dalam
pengambilan suatu keputusan strategis dan kegagalan dalam
menghadapi perubahan-perubahan di lingkungan bisnis/
eksternal, termasuk pengembangan bisnis baru. Risiko
strategis di Puskesmas atau Klinik bisa terkait dengan rencana
strategis, termasuk tujuan strategis Puskesmas/Klinik.

23
3. Risiko operasional yaitu risiko yang terjadi terkait kegiatan
operasional di Puskesmas/Klinik terdiri dari :
a. Risiko operasional klinis/keselamatan pasien yaitu risiko
yang terkait dengan pelayanan pasien atau kegiatan
pelayanan kesehatan, misalnya risiko pasien cedera
akibat salah pemberian obat, risiko salah sisi operasi,
risiko salah obat, dan lain-lain.
b. Risiko operasional non klinis yaitu risiko operasional
yang tidak terkait keselamatan pasien, misalnya risiko
dokter tertular infeksi dari pasien, risiko perawat tertusuk
jarum suntik, petugas laundry tertular infeksi dari linen
yang dicuci, petugas cleaning service tertusuk jarum,
lingkungan tercemar akibat limbah infeksius yang tidak
dikelola dengan baik, dan lain lain.
4. Risiko kepatuhan yaitu risiko yang disebabkan oleh organisasi
atau pihak eksternal yang tidak mematuhi dan/atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan
lain yang berlaku.
5. Risiko reputasional yaitu risiko yang disebabkan oleh
menurunnya kepercayaan publik/masyarakat yang bersumber
dari persepsi negatif tentang fasilitas pelayanan kesehatan.

Uraian Sub Materi Pokok 2

Proses manajemen risiko dimulai dengan komunikasi dan


konsultasi, menetapkan konteks, dilanjutkan dengan kajian risiko
24
(mengenal/mengidentifikasi risiko, menganalisis risiko, dan
mengevaluasi risiko), menentukan tindakan (penatalaksanaan)
terhadap risiko, monitoring dan review serta diakhiri dengan
pencatatan dan pelaporan manajemen risiko. Setiap tahapan
proses manajemen risiko harus dikomunikasikan dan
dikonsultasikan pada pihak-pihak yang berkepentingan. Setiap
tahapan manajemen risiko perlu dimonitor, diaudit, ditinjau, dan
memerlukan dukungan internal.

Puskesmas dan Klinik menyusun daftar risiko setiap tahun


berdasarkan identifikasi kategori-kategori risiko yang diprioritaskan
dalam profil risiko untuk dilakukan penanganan dan
pemantauannya. Untuk memprioritaskan risiko yang akan ditangani
perlu ditetapkan selera risiko (risk appetite) yaitu tingkat risiko yang
bersedia diambil Puskesmas/Klinik dalam upayanya mewujudkan
tujuan/sasarannya. Selera risiko merupakan kebijakan yang
menjadi acuan dalam menentukan apakah suatu risiko perlu
ditangani atau tidak. Selera risiko mencerminkan bagaimana
organisasi menyeimbangkan antara efisiensi, pertumbuhan,
outcome, dan risiko.

25
TETAPKAN KONTEKS

IDENTIFIKASI RISIKO
Stratejik,Operasional, Finansial, P
reputasional ,Kepatuhan, E R
KOMUNIKASI DAN KONSULTASI

N I

PEMANTAUAN DAN REVIEW


I S
ANALISIS RISIKO L I
A K
I O
EVALUASI RISIKO A
Bandingkan dg Kriteria, Tetapkan Risiko Prioritas, N

PENANGANAN RISIKO

PENGENDALIAN/KONTROL RISIKO PEMBIAYAAN RISIKO

HINDARI RISIKO REDUKSI RISIKO

RETENSI TRANSFER
CEGAH RISIKO SEGREGASI
RISIKO RISIKO

TRANSFER RISIKO NON ASSURANCE

PENCATATAN DAN PELAPORAN

Gambar 6. Proses manajemen risiko.

Uraian Sub Materi Pokok 3

Beberapa perangkat yang sering digunakan dalam


melaksanakan manajemen risiko adalah sebagai berikut:
a. Matriks grading risiko untuk risiko klinis dan kriteria risiko untuk
risiko non klinis. Matriks dan kriteria ini digunakan untuk
menentukan tingkat risiko dengan memperhatikan dua variabel

26
yaitu dampak risiko (severity) dan kemungkinan terjadinya risiko
(probability).
b. Root Cause Analysis (RCA) adalah suatu proses yang
dilakukan untuk mencari akar masalah yang melatarbelakangi
terjadinya variasi yang tidak diharapkan (unexpected variation),
termasuk dampak yang tidak diharapkan, misalnya kejadian
sentinel.
c. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah suatu metode
perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah
potensi kegagalan sebelum terjadi.
Kritera risiko digunakan untuk analisis risiko non klinis:
Probabilitas / kemungkinan
LEVEL KEMUNGKINAN KRITERIA KEMUNGKINAN
(PROBABILITAS) (PROBABILITAS)

Hampir Tidak Terjadi Peristiwa hanya akan timbul pada


(1) kondisi yang luar biasa
Persentase 0-10%
Jarang Terjadi Peristiwa diharapkan tidak terjadi
(2)
Persentase > 10-30%
Mungkin Terjadi Peristiwa kadang-kadang bisa
(3) terjadi
Persentase > 30-50%
Sering Terjadi Peristiwa sangat mungkin terjadi
(4) pada sebagian kondisi
Persentase > 50-90% dalam 1
periode
Hampir Pasti Terjadi Peristiwa selalu terjadi hampir
(5) pada setiap kondisi
Persentase > 90% dalam 1
periode
27
Dampak

LEVEL AREA DAMPAK


DAMPAK

Tidak berdampak pada pencapaian tujuan instansi/


kegiatan secara umum

Sangat Agak mengganggu pelayanan


Rendah
Dampaknya dapat ditangani pada tahap kegiatan
(1) rutin

Kerugian kurang material dan tidak mempengaruhi


stakeholders

Mengganggu pencapaian tujuan instansi/kegiatan,


meskipun tidak signifikan

Cukup mengganggu jalannya pelayanan


Rendah
Mengancam efisiensi dan efektivitas beberapa
(2)
aspek program

Kerugian kurang material dan sedikit mempengaruhi


stakeholders

Mengganggu pencapaian tujuan instansi/kegiatan


secara signifikan
Sedang
Mengganggu kegiatan pelayanan secara signifikan
(3)
Mengganggu administrasi program

Kerugian keuangan cukup besar

28
Sebagian tujuan instansi/kegiatan gagal
dilaksanakan

Terganggunya pelayanan lebih dari 2 hari, tetapi


Tinggi kurang dari 1 minggu

(4) Mengancam fungsi program yang efektif dan


organisasi

Kerugian besar bagi organisasi dari segi keuangan


maupun non keuangan

Sebagian besar tujuan instansi/kegiatan gagal


dilaksanakan

Sangat Terganggunya pelayanan >1 minggu


Tinggi
Mengancam program dan organisasi serta
(5) stakeholders

Kerugian sangat besar bagi organisasi dari segi


keuangan maupun non keuangan

Dampak

Skor Derajat Dampak Tuntutan Penundaan Dampak pada Reputasi Dampak


(Tingkat) Keuangan Ganti Rugi Pelayanan Kesehatan dan pada Pihak
Keselamatan Terkait

1 Sangat ≤ 3% ≤ Rp ≤ 1 hari kerja Luka kecil Diketahui Hanya


rendah anggaran 1.000.000 pada orang oleh seisi berdampak
atau beberapa kantor pada satu
orang pihak

29
2 Rendah > 3 - 5% > Rp > 1 - 2 hari Luka kecil Dimuat Berdampak
anggaran 1.000.000 kerja berarti pada oleh media pada 2 - 3
– Rp orang atau massa pihak
5.000.000 beberapa lokal, na-
orang mun cepat
dilupakan
masyara-
kat

3 Sedang >5 - 8% > Rp > 2 - 3 hari Luka berarti Dimuat Berdampak


anggaran 5.000.000 - kerja pada orang oleh media pada 3 - 4
Rp atau beberapa massa pihak
25.000.000 orang lokal &
media
sosial, na-
mun cepat
dilupakan
masyara-
kat

4 Tinggi > 8 - 12% > Rp > 3 - 5 hari Luka serius Dimuat di Berdampak
anggaran 25.000.000 kerja pada orang media pada 4-5
- Rp atau beberapa nasional pihak
50.000.000 orang dan media
online dan
diingat
sementara
oleh ma-
syarakat

5 Sangat > 12% > Rp > 5 hari kerja Luka berganda Dimuat Berdampak
Tinggi anggaran 50.000.000 atau kematian oleh media pada lebih
atau cacat nasional/ dari 5 pihak
permanen internasio-
nal dan
media
sosial/
media on-
line diingat
lama oleh
masyara-
kat

30
MATRIKS KRITERIA RISIKO

DAMPAK

MATRIKS
1 2 3 4 5
ANALISIS RISIKO
(5X5) Sangat Sangat
Rendah Sedang Tinggi
Rendah Tinggi

Hampir
5 Pasti 5 10 15 20 25
Terjadi

Sering
4 4 8 12 16 20
PROBABILITAS

Terjadi

Mungkin
3 3 6 9 12 15
Terjadi

Jarang
2 2 4 6 8 10
Terjadi

Hampir
1 Tidak 1 2 3 4 5
Terjadi

31
SEKARANG SAYA TAHU

Dalam menyelenggarakan pelayanannya, Puskesmas dan


Klinik menghadapi berbagai macam risiko, baik yang terkait
dengan pelayanan pasien, terkait petugas klinis, terkait petugas
non klinis, terkait sarana tempat pelayanan, terkait finansial, dan
lain-lain. Risiko-risiko tersebut perlu dikenali, dievaluasi,
dikendalikan, dan diminimalkan melalui manajemen risiko.
Sejumlah perangkat dalam manajemen risiko yang dapat
digunakan, yaitu matriks grading risiko dan kriteria risiko, Root
Cause Analysis (RCA), dan Failure Mode and Effect Analysis
(FMEA).

32
C PENUGASAN

1. Sebutkan tugas koordinator atau tim keselamatan pasien di


suatu fasilitas pelayanan kesehatan!
2. Berikan satu contoh untuk setiap jenis insiden (KPCS, KNC,
KTC, KTD dan kejadian sentinel) yang dapat terjadi di
Puskesmas atau Klinik!
3. Sebutkan lingkup manajemen risiko dalam pelayanan? Berikan
contoh untuk masing-masing lingkup tersebut!
4. Sebutkan dan urutkan proses manajemen risiko! Apa saja yang
perlu dilakukan dalam proses manajemen risiko tersebut?

33
D TES FORMATIF

1. Di antara enam Sasaran Keselamatan Pasien (SKP), yang juga


menjadi Indikator Nasional Mutu (INM) adalah:
A. SKP 1 dan SKP 5.
B. SKP 1 dan SKP 6.
C. SKP 2 dan SKP 3.
D. SKP 4 dan 5.
E. SKP 3 dan 4.
2. Pada tanggal 3 Oktober 2022 di Puskesmas Cenderawasih
terjadi pemberian obat kepada pasien yang salah. Kejadian
semacam ini hampir setiap bulan terjadi pada tahun ini.
Untungnya kejadian itu segera diketahui sebelum kedua pasien
pulang, dan kepada kedua pasien diberikan obat yang tepat.
Insiden semacam ini termasuk:
A. KPCS.
B. KNC.
C. KTC.
D. KTD.
E. Sentinel.
3. Insiden pada soal nomor 1 kemudian dilaporkan dan dilakukan
grading risiko oleh koordinator pelayanan kefarmasian
Puskesmas Cenderawasih. Dengan memperhatikan variabel
dampak dan variabel probabilitasnya, hasil grading risiko yang
benar adalah:
34
A. Hijau.
B. Biru.
C. Kuning.
D. Oranye.
E. Merah.
4. Koordinator pelayanan kefarmasian Puskesmas Kasuari
menerima laporan internal sebuah insiden keselamatan pasien,
setelah dilakukan grading risiko diketahui bahwa insiden
tersebut masuk dalam risiko rendah. Selanjutnya, koordinator
pelayanan kefarmasian harus melakukan:
A. Investigasi sederhana selama maksimal 2 minggu.
B. Investigasi menggunakan metode RCA komprehensif.
C. Investigasi menggunakan metode RCA komprehensif
selama maksimal 45 hari.
D. Investigasi sederhana selama maksimal 1 minggu.
E. Tidak melakukan apapun, karena termasuk risiko rendah.
5. Jenis insiden keselamatan pasien yang harus dilaporkan secara
internal di suatu fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu:
A. KPCS, KNC, KTC, KTD dan Kejadian Sentinel.
B. Kejadian Sentinel saja.
C. KTD dan Kejadian Sentinel.
D. Semua jenis insiden, kecuali Kejadian Sentinel.
E. KNC, KTC, KTD dan Kejadian Sentinel.
6. Manajemen risiko adalah :
A. Suatu proses mengenal dan mengevaluasi serta
mengendalikan risiko.
B. Suatu proses meminimalkan risiko dan mengenyampingkan
risiko.
35
C. Suatu proses yang proaktif dan kontinu meliputi identifikasi,
analisis, evaluasi, pengendalian, informasi komunikasi,
pemantauan, dan pelaporan risiko, termasuk berbagai
strategi yang dijalankan untuk mengelola risiko dan
potensinya.
D. Suatu proses mengenal, mengevaluasi, mengendalikan, dan
meminimalkan risiko dalam suatu organisasi secara
menyeluruh.
E. Suatu proses mengenal, mengendalikan, dan meminimalkan
risiko dalam organisasi secara sebagian.
7. Yang tidak termasuk risiko operasional non klinis adalah:
A. Pasien cedera akibat salah pemberian obat.
B. Risiko petugas laundry tertular infeksi dari linen.
C. Risiko dokter tertular infeksi dari pasien.
D. Risiko perawat tertusuk jarum.
E. Lingkungan tercemar akibat limbah infeksius yang tidak
dikelola dengan baik.
8. Yang merupakan proses manajemen risiko dengan urutan yang
benar adalah sebagai berikut:
A. Komunikasi konsultasi, menetapkan konteks, kajian risiko,
penatalaksanaan risiko, pemantauan dan review serta
pencatatan dan pelaporan.
B. Menetapkan lingkup manajemen risiko, menganalisis,
mengkaji, mengevaluasi, dan diakhiri dengan menentukan
tindakan terhadap risiko.
C. Menetapkan lingkup manajemen risiko, kajian risiko,
mengenal risiko, menganalisis risiko, mengevaluasi risiko,
dan menentukan tindakan terhadap risiko.
36
D. Menetapkan lingkup manajemen risiko, dikomunikasikan
dan dikonsultasikan serta dikaji sampai mendapatkan
tindakan terhadap risiko.
E. Menetapkan audit, tinjauan, dan dukungan internal.
9. Setiap proses manajemen risiko harus dikomunikasikan dan
dikonsultasikan pada pihak-pihak yang berkepentingan, tiap
proses manajemen risiko juga perlu:
A. Dimonitor, diaudit, ditinjau, dan memerlukan dukungan
internal.
B. Dimonitor, diaudit, dan memerlukan dukungan internal serta
eksternal.
C. Dimonitor, diaudit, dan ditinjau kembali.
D. Dimonitor, diaudit, ditinjau serta memerlukan dukungan
hanya dari pimpinan.
E. Dimonitor, diaudit, dan ditinjau saja.
10. Beberapa perangkat yang sering digunakan dalam
melaksanakan manajemen risiko adalah:
A. RCA, FMEA, dan matriks grading risiko.
B. Matriks grading risiko, RCA, FMEA, dan Probabilty.
C. Matriks grading risiko, FMEA, RCA, dan Variabel Dampak.
D. Matriks grading risiko, FMEA, RPN, dan RCA.
E. Variabel Probabilitas, Variabel Dampak, Root Cause
Analysis, dan Failure Mode and Effect Analysis.

37
REFERENSI

1. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 11 tahun 2017 tentang


Keselamatan Pasien.
2. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 25 tahun 2019 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Terintegrasi di Lingkungan
Kementerian Kesehatan.
3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan nomor
HK.02.02/I/4254/2021 tanggal 30 November 2021 tentang
Penggunaan Aplikasi Laporan Insiden Keselamatan Pasien
(IKP) Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium Kesehatan dan
Unit Transfusi Darah.
4. Pedoman Tata Kelola Mutu di Puskesmas, Kementerian
Kesehatan, 2021.
5. Pedoman Pembinaan Terpadu Puskesmas oleh Dinas
Kesehatan, Kementerian Kesehatan, 2021.
6. Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi Laporan Insiden
Keselamatan Pasien di Puskesmas, Kementerian Kesehatan,
2021.

38

Anda mungkin juga menyukai