PENDAHULUAN
Obat merupakan sebuah substansi yang di berikan kepada manusia atau binatang
sebagai perawatan dan pengobatan , bahkan sebagai pencegahan terhadap gangguan
kesehatan. Pemberian obat pada pasien dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya
Oral, intrakutan, subkutan, intravena langsung, bolus, melalui selang intravena,
intramuscular,melalui rectum, melalui vagina, mata, kulit, telinga dan hidung. Dengan
menggunakan prinsip 6 benar yaitu:
1. Benar pasien
2. Benar obat
6. Benar dokumentasi
Vagina merupakan Alat kelamin yang memiliki peranan penting pada diri seorang
Wanita. Yaitu berfungsi sebagai alat untuk mengeluarkan urine. Pada sebagian wanita
memiliki gangguan pada sistem perkemihan dan harus diobati melalui Alat kelaminnya
yaitu vagina. Hal ini berhubungan erat dengan Pemberian Obat pada Vagina.
Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit,
membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Untuk itu, obat sangat
diperlukan.
Pemberian Obat pada Vagina merupakan cara memberikan obat dengan memasukkan
obat melalui vagina, yang bertujuan untuk mendapatkan efek terapi obat dan mengobati
saluran vagina atau serviks. Oleh karena itu, khususnya untuk para wanita perlu
mengetahui hal ini dalam menjaga organ reproduksinya.
Rectum Merupakan cara memberikan obat dengan memasukkan obat melalui anus
atau rektum, dengan tujuan memberikan efek lokal dan sistemik. Tindakan pengobatan ini
disebut pemberian obat suppositoria yang bertujuan untuk mendapatkan efek terapi obat,
menjadikan lunak pada daerah feses dan merangsang buang air besar. Contoh pemberian
obat yang memiliki efek lokal seperti obat dulcolac supositoria yang berfungsi secara
lokal untuk meningkatkan defekasi dan contoh efek sistemik pada obat aminofilin
1
suppositoria dengan berfungsi mendilatasi bronkus. Pemberian obat supositoria ini
diberikan tepat pada dnding rektal yang melewati sfingter ani interna. Kontra indikasi
pada pasien yang mengalami pembedahan rektal.
1.3 Tujuan
Tujuan Umum :
1. Mengetahui Pemberian Obat Pervagina dan Rektum
2. Mendapatkan efek terapi obat (mengurangi rasa nyeri, terbakar, ketidaknyamanan)
dan mengobati saluran vagina atau serviks (infeksi, peradangan).
Tujuan Khusus :
1. Mengetahui pengertian pemberian Obat Pervagina dan Rektum
2. Mengetahui indikasi dan kontra indikasi pemberian Obat Pervagina dan Rektum
3. Mengetahui tujuan pemberian Obat Pervagina dan Rektum
4. Mengetahui macam-macam Obat Pervagina dan Rektum
5. Mengetahui keuntungan dan kerugian pemberian Obat Pervagina dan Rektum
6. Mampu melakukan tindakan pemberian Obat Pervagina dan Rektum
2
BAB II
PEMBAHASAN
4
Menutup Jendela, Korden, dan memasang sampiran atau sketsel apabila diperlukan.
Menganjurkan Orang yang tidak berkepentingan untuk keluar ruangan.
Prosedur Kerjanya
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Gunakan sarung tangan.
4. Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa.
5. Bersihkan sekitar alat kelamin dengan kapas sublimat.
6. Anjurkan pasien tidur dalam posisi dorsal recumbert.
7. Apabila jenis obat suppositoria maka buka pembungkus dan berikan pelumas pada obat.
8. Regangkan labia minora dengan tangan kiri dan masukkan obat sepanjang dinding kanal
vaginal posterior sampai 7,5-10 cm.
9. Setelah obat masuk, bersihkan daerah sekitar orifisium dan labia dengan tisu.
10. Anjurkan untuk tetap dalam posisi kurang lebih 10 menit agar obat bereaksi.
11. Cuci tangan.
12. Catat jumlah, dosis, waktu, dan cara pemberian.
Catatan: apabila menggunakan obat jenis krim, isi aplikator krim atau ikuti petunjuk
krim yang tertera pada kemasan, renggangkan lipatan labia dan masukkan aplikator kurang
lebih 7,5 cm dan dorong penarik aplikator untuk mengeluarkan obat dan lanjutkan sesuai
langkah nomor 8, 9, 10, 11.
Pervagina : Untuk obat ini bentuknya hampir sama atau menyerupai obat yang
diberikan secara rektal, hanya saja dimasukkan ke dalam vagina.
. Pemberian obat – obatan atau cairan tertentu melalui vagina dapat dilakukan
dengan cara :
a. Mengumbah (irigasi).
b. Mengoleskan.
c. Supposutorium.
5
Pemberian Obat ini Dilakukan pada :
a. Pasien dengan vagina yang kotor.
b. Persiapan tindakan pembedahan jalan lahir.
c. Pasien dengan radang vagina.
d. Post partum dengan lochea yang berbau.
Pemberian Obat Melalui Vagina Tidak Boleh dilakukan pada Saat Pasien:
a. Menstruasi
b. Khusus pada paisen spartus antara lain :
- Perdarahan
- Plasenta previa
- Ketuban pecah dini
- Persalinan paterm
6
Kerugian dan Masalah:
Dapat menimbulakan pengeluaran jaringan rusak, dan vagina berupa Bau dan rasa tidak
nyaman.
Kerusakan mobilitas fisik
Risiko terjadinya komplkasi terhadap terapi obat
Nyeri
Kurang pengetahuan klien terhadap medikasi
Disfungsi seksual
7
a. Umumnya, obat diberikan di dalam enema. Ikuti prosedur lembaga untuk
pemberian enema pada anak.
b. Anak, khususnya selama masih bayi, sangat rentan mengalami kelebihan cairan
dan ketidakseimbangan elektrolit karenanya, alat bantu serta jumlah larutan untuk
enema harus dievaluasi secara cermat.
Ada beberapa prinsip yang harus dipegang dalam memberikan obat dalam bentuk enema dan
sipositoria, antara lain:
a. Untuk mencegah peristaltik, lakukan enema retensi secara pelan dengan cairan sedikit
(tidak lebih dari 120ml) dan gunakan rektal tube kecil.
b. Selama enama berlangsung, anjurkan pasien berbaring miring ke kiri dan bernapas
melalui mulut untuk merilekskan spingter.
c. Retensi enema dilakukan setelah pasien buang air besar
d. Anjurkan pasien untuk berbaring telentang 30 menit setelah pemberian enema
e. Obat supositoria harus disimpan di lemari es karena obat akan meleleh pada suhu
kamar.
f. Gunakan pelindung jari atau sarung tangan. Gunakan jari telunjuk untuk pasien
dewasa dan jari ke empat pada pasien bayi.
g. Anjurkan pasien tetap miring ke kiri selama 20 menit setelah obat masuk.
h. Bila diperlukan, beritahu pasien cara mengerjakan sendiri enema atau memasukkan
supositoria.
INDIKASI
1. Konstipasi
Konstipasi berhubungan dengan jalur pembuangan yang kecil, kering, kotoran yang keras,
atau tidak lewatnya kotoran di usus untuk beberapa waktu. Ini terjadi karena pergerakan feses
melalui usus besar lambat dimana reabsorbsi cairan terjadi di usus besar. Konstipasi
berhubungan dengan pengosongan kotoran yang sulit dan meningkatnya usaha atau tegangan
dari otot-otot volunter pada proses defekasi.
8
terkondisi menjadi semakin melemah. Ketika kebiasaan diabaikan, keinginan untuk defekasi
hilang.
Anak pada masa bermain biasa mengabaikan refleks-refleks ini; orang dewasa
mengabaikannya karena tekanan waktu dan pekerjaan.
Klien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buang air besar karena malu menggunakan
bedpan atau karena proses defekasi yang sangat tidak nyaman. Perubahan rutinitas dan diet
juga dapat berperan dalam konstipasi. Jalan terbaik untuk menghindari konstipasi adalah
membiasakan b.a.b teratur dalam kehidupan.
2. Penggunaan laxative yang berlebihan
Laxative sering digunakan untuk menghilangkan ketidakteraturan buang air besar.
Penggunaan laxative yang berlebihan mempunyai efek yang sama dengan mengabaikan
keinginan b.a.b – refleks pada proses defekasi yang alami dihambat. Kebiasaan pengguna
laxative bahkan memerlukan dosis yang lebih besar dan kuat, sejak mereka mengalami efek
yang semakin berkurang dengan penggunaan yang terus-menerus (toleransi obat).
3. Peningkatan stres psikologis
Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak peristaltik
usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan
usus spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon ). Yang berhubungan dengan
konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal, meningkatnya jumlah mukus dan adanya
periode pertukaran antara diare dan konstipasi.
4. Ketidaksesuaian diet
Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses menghasilkan produks ampas
sisa yang tidak cukup untuk merangsang refleks pada proses defekasi. Makan rendah serat
seperti; beras, telur dan daging segar bergerak lebih lambat di saluran cerna. Meningkatnya
asupan cairan dengan makanan seperti itu meningkatkan pergerakan makanan tersebut.
5. Obat-obatan
Banyak obat-obatan dengan efek samping berupa konstipasi. Beberapa di antaranya seperti ;
morfiin, codein, sama halnya dengan obat-obatan adrenergik dan antikolinergik,
melambatkan pergerakan kolon melalui kerja mereka pada sistem syaraf pusat. Penyebab
lainnya seperti: zat besi, mempunyai efek menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada
mukosa usus menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat
menyebabkan diare pada sebagian orang.
6. Latihan yang tidak cukup
Pada klien dengan masa rawat inap yang lama, otot secara umum akan melemah, termasuk
otot abdomen, diafragma, dasar pelvik, yang digunakan pada proses defekasi. Kurangnya
latihan secara tidak langsung dihubungkan dengan berkurangnya nafsu makan dan
kemungkinan kurangnya jumlah serat yang penting untuk merangsang refleks pada proses
defekasi.
7. Umur
Pada manula, otot-otot dan tonus spinkter semakin melemah turut berperan sebagai penyebab
punurunan kemampuan defekasi.
8. Proses penyakit
Beberapa penyakit pada usus dapat menyebabkan konstipasi, beberapa di antaranya obstruksi
usus, nyeri ketika defekasi berhubungan dengan hemorhoid, yang membuat orang
9
menghindari defekasi; paralisis, yang menghambat kemampuan klien untuk buang air besar;
terjadinya peradangan pelvik yang menghasilkan paralisis atau atoni pada usus.
Konstipasi bisa jadi beresiko pada klien, regangan ketika b.a.b dapat menyebabkan stres pada
abdomen atau luka pada perineum (post operasi); Ruptur dapat terjadi jika tekanan saat
defekasi cukup besar. Ditambah lagi peregangan sering bersamaan dengan tertahannya napas.
Gerakan ini dapat menyebabkan masalah serius pada orang dengan sakit jantung, trauma
otak, atau penyakit pada pernapasan. Tertahannya napas meningkatkan tekanan intra torakal
dan intrakranial. Pada kondisi tertentu, tekanan ini dapat dikurangi jika seseorang
mengeluarkan napas melalui mulut ketika mengejan/regangan terjadi. Bagaimanapun,
menghindari regangan merupakan pencegahan yang terbaik.
Impaksi feses dapat didefenisikan sebagai suatu massa atau kumpulan yang mengeras, feses
seperti dempul pada lipatan rektum. Impaksi terjadi pada retensi yang lama dan akumulasi
dari bahan-bahan feses. Pada impaksi yang gawat feses terkumpul dan ada di dalam colon
sigmoid. Impaksi feses ditandai dengan adanya diare dan kotoran yang tidak normal. Cairan
merembes keluar feses sekeliling dari massa yang tertahan. Impaksi dapat juga dinilai dengan
pemeriksaan digital pada rektum, selama impaksi massa yang mengeras sering juga dapat
dipalpasi.
Diare yang bersama dengan konstipasi, termasuk gejala yang sering tetapi tidak ada
keinginan untuk defekasi dan nyeri pada rektum. Hadirnya tanda-tanda umum dari terjadinya
penyakit ; klien menjadi anoreksia, abdomen menjadi tegang dan bisa juga terjadi muntah.
Penyebab dari impaksi feses biasanya kebiasaan buang air besar yang jarang dan konstipasi.
Obat-obat tertentu juga berperan serta pada impaksi. Barium digunakan pada pemeriksaan
radiologi pada saluran gastrointestinal bagian atas dan bawah dapat menjadi faktor penyebab,
sehingga setelah pemeriksaan ini hasil pengukuran diperoleh untuk memastikan pergerakan
barium.
Pada orang yang lebih tua, faktor-faktor yang beragam dapat menyebabkan impaksi; asupan
cairan yang kurang, diet yang kurang serat, rendahnya aktivitas, melemahnya tonus otot.
Pemeriksaan digital harus dilakukan dengan lembut dan hati-hati karena rangsangan pada
nervus vagus di dinding rektum dapat memperlambat kerja jantung pasien.
Biasanya pada semua tindakan operasi sebelumnya di lakukan enema. Anastesia umum (GA)
dalam pembedahan bisa diberikan melalui enema dengan tujuan untuk mengurangi efek
muntah selama dan setelah operasi, juga mencegah terjadinya aspirasi.
10
Kontra Indikasi
Irigasi kolon tidak boleh diberikan pada pasien dengan diverticulitis, ulcerative colitis,
Crohn’s disease, post operasi, pasien dengan gangguan fungsi jantung atau gagal ginjal,
keadaan patologi klinis pada rektum dan kolon seperti hemoroid bagian dalam atau hemoroid
besar, tumor rektum dan kolon.
Peralatan
1. Disposible enema set
2. 1 set enema berisi
a. wadah untuk tempat larutan
b. pipa untuk menghubungkan wadah ke rectal tube
11
c. klem untuk menjepit pipa, untuk mengontrol aliran larutan ke pasien
d. rectal tube dengan ukuran yang tepat
e. pelumas yang digunakan untuk rectal tube sebelum dimasukkan
f. termometer untuk mengukur suhu larutan
g. sabun / garam.
h. sejumlah larutan yang dibutuhkan dengan suhu yang tepat. Larutan ditempatkan di wadahnya,
diperiksa suhunya, kemudian menambahkan sabun / garam.
3. selimut mandi untuk menutupi klien
4. perlak agar tempat tidur tidak basah
5. bedpan.
Intervensi
12
8. Buka klem lewatkan beberapa larutan melalui pipa penghubung dan rectal tube, kemudian
tutup klem.
Rasional: pipa diisi dengan larutan untuk mengeluarkan udara di dalamnya. Udara yang
masukke dalam rektum menyebabkan peregangan yang tidak perlu.
9. Masukkan rectal tube dengan lembut dan perlahan ke dalam rektum, tujukan ke unbilikus.
Masukkan tube dengan jarak yang tepat.
Rasional: pemasukan pipa k eumbilikus memandu opipa di sepanjang rektum. Rectal tube
dimasukkan melewati spinkter internal
10. Jika terjadi tahanan di spinkter internal, suruh klien untuk bernapas dalam dan lewatkan
sedikit larutan melalui pipa. Jika tahanan berlangsung lama, tarik pipa dan laporkan pada
perawat yang bertanggung jawab
Rasional: bernapas dalam dan memasukkan sedikit larutan bisa membuat spinkter rileks.
11. Jika tidak ada tahanan, buka klem dan angkat wadah larutan ke atas rektum pada ketinggian
yang tepat ; 30-45cm untuk dewasa dan 7,5 untuk bayi
Rasional: pada ketinggian ini, larutan tidak mendesak tekanan yang cukup untuk mengganti
kerusakan lapisan pada rektum
11. Masukkan cairan dengan perlahan. Jika klien mengeluh merasa gembung atau nyeri, gunakan
klem untuk menghentikan aliran selama 30 detik, kaji warna kulit, keringat, dyspnoe. Jika
tidak dijupai kelainan buka kembali alirannya dengan kecepatan yang rendah.
Rasional: memasukkan cairan dengan perlahan dan menghentikan aliran untuk sementara
menurunkan kemungkinan spasme intestinal dan pengeluaran yang dini pada larutan.
13. Setelah semua larutan dimasukkan atau ketika klien tidak bisa menerima lagi dan ingin b.a.b,
tutup klem dan keluarkan rectal tube dari anus
Rasional: keinginan untuk b.a.b biasanya mengindikasikan bahwa cairan yang masuk sudah
cukup
14. Gunakan tekanan yang tetap pada anus dengan tissu atau tekan bokong untuk membantu
menahan enema. Biarkan klien dalam posisi berbaring.
Rasional: beberapa enema lebih efektif jika ditahan 5-10 menit. Waktunya tergantung pada
jenis enema. Klien lebih mudah menahannya pada posisi berbaring daripada ketika duduk
atau berdiri, karena gravitasi membantu pengaliran peristaltik.
15. Bantu klien untuk duduk pada bedpan atau toilet. Jika spesimen feses dibutuhkan anjurkan
klien menggunakan bedpan
Rasional: posisi duduk lebih dianjurkan karen amembantu proses defekasi
16. Suruh klien agar tidak menyiram toilet jika ia selesai menggunakannya.
Rasional: untuk mengevaluasi output/keberhasilan tindakan enema
17. Catat pemasukan dan pengeluaran enema; jumlah, warna, konsistensi, pengeluaran flatus dan
perenggangan abdomen.
13
Rasional: Pencatatan merupakan aspek legal sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat.
Pemberian enema pada pasien yang tidak bisa mengontrol diri
Kadang-kadang perawat perlu memberikan enema untuk klien yang tidak bisa mengontrol
otot spinkter externalnya dan lalu tidak bisa menahan larutan enema untuk beberapa menit.
Pada kasus ini klien dianjurkan pada posisi supine di atas bedpan. Bagian kepala dari bedpan
bisa sedikit disudut, misal 30 derajat jika perlu, dan kepala dan punggung klien ditahan
dengan guling. Perawat mengenakan sarung tangan untuk memegang rectal tube, untuk
mencegah kontak langsugn dengan larutan dan feses yagn dikeluarkan dengan tangan ke
dalam bedpan selama pemberian enema.
Prosedur Pemberian Suppositoria
14
Minta klien untuk menarik nafas dalam melalui mulut dan untuk merelaksasikan sfingterani.
Mendorong supositoria melalui spinter yang kontriksi menyebabkan timbulnya nyeri
Regangkan bokong klien dengan tangan dominan, dengan jari telunjuk yang tersarungi,
masukan supusitoria ke dalam anus melalui sfingterani dan mengenai dinding rektal 10 cm
pada orang dewasa dan 5 cm pada bayi dan anak-anak.
Anak supositoria harus di tetapkan pada mukosa rectum supaya pada kliennya di serap dan
memberikan efek terapeutik
Tarik jari anda dan bersihkan areal anal klien dcngan tisu.
Anjurkan klien untuk tetap berbaring terlentang atau miring selama 5 menit untuk mencegah
keluarnya suppositoria
Jika suppositoria mengandung laktosit atau pelunak fases, letakan tombol pemanggil dalam
jangkauan klien agar klien dapat mencari bantuan untuk mengambil pispot atau ke kamar
mandi
Buang sarung tangan pada tempatnya dengan benar
Cuci tangan
Kaji respon klien
Dokumentasikan seluruh tindakan.
Intervensi
No. LANGKAH RASIONAL
Pengkajian
1. Review order yang mencakup nama klien, nama Menjamin keamanan dan
obat, dosis, bentuk obat, rute, dan waktu ketepatan administrasi obat
pemberian peda klien
2. Review informasi yang brehubungan dengan Mengizinkan perawat untuk
pengibatan, meliputi efek saat diberikan kepada memberikan pengobatan dan
tubuh, tujuan, efek samping, dan implikasi memonitor
keperwatannya
3. Reviw medikal Record untuk tindakan oprasi pada Kondisi yang menjadi kontra
rektum indikasi supositoria
4. Reviw berbagai tanda dan gejala dari masalah perut Kondisi tersebut mungkin
(konstipasi atau diare) menjadi indikasi penggunaan
supositoria
5. Kaji kemampuan klien untuk melakukan posisi saat Keterbatasan gerak
pemberian supositoria dan memertahankan obat mengindikasikan
ketidakmampuan memberikan
obat sendiri
6. Review pengetahuan klien pada tujuan terapi Indikasi pemberian pendidikan
supositoria dan ketertarikannya untuk melakukan kesehatan. Level motivasi
administrasi sendiri berefek pada pendekantan
pembelajaran
Perencanaan
1. Hasil yang diinginkan:
15
Klien melaporkan tanda dan gejala hilang Obat efektif
setelah obat diberikan
Klien menjelaskan tujuan pengobatan Feedback proses belajar klien
Klien melakukan administrasi pupositoria Mendemonstrasikan
pembelajaran
2. Cek kelengkapan dan keakuratan MAR dengan Lembar order merupakan
catatan order obat, cek nama klien, nama obat, sumber terpercaya dan satu-
rute pemberian, dosis, dan waktu pemberian. satunya catatan legal obat.
Bandingkan MAR dengan label obat 3 klai selama Pastiak kebenaran medikasi
persiapan
3. Cek gelang identitas klien dan tanyakan namanya Memastikan benar pasien
4. Terangkan prosedur pada klien, lakuakn secara Memberikan kepahaman pada
spesifik jika klien mengininkan melakukannya klien dan meningkatkan keja
sendiri sama. Klien mungkin untuk
melakukan sendiri medikasi
supositoria
Implementasi
1. Tutup pintu atau batasi dengan pembatas Memberikan privasi dan
meminimalisasi rasa malu
2. Lakukan cuci tangan, rapika alat sesuai urutan, dan Mengirasi transfer
gunakan sarung tangan mikroorganisme. Membantu
perawat dalam tindakan yang
cekatan
3. Bantu klien mencapai posisi Sim’s dengan kaki Posisi tersebut mengekspose
bagian atas fleksi mengarah ke kepala anus dan memebnatu klien
merelaksasikan spingter
eksternal. Posisi miring kiri
meminimalisasi kemungkinan
supositoeia dan feses keluar
4. Pastikan hanya area anal yang terbuka Memberikan privasi dan rasa
relax
5. Periksa kondisi anus eksternal, dan palapasi dinding Meastikan tidak terjadi
rektum jika perlu. Buka sarung tangan dengan aman perdarahan pada rektum,
dan buang ke tenpat sampah infeksius palapasi memastikan rektum
tidak berisi feses yang mengkin
menggangu penempatan
supositoria. Mengirang
transmisi mikroorganisme
6. Gunakan sarung tangan baru Minimalisasi kontak dengan
material feses dan mengurangi
transmisi mikroorganisme
7. Keluarkan supositoria dari kemasan, berkan Lubrikan mengurang gesekan
lubrikan pada ujungnya. Lubrikasi juga jari tengah saat supositoria memasuki
dari tangan dominan, jika klien punya hemoragi, rektum
berikan lubrikan yang lebih banyak dan lakukan
secara lembut
8. Minta klien untuk tarik napas dala lewat mulut dan Mengurang nyeri dan
merilekskan spingter eksterna memuluskan pemasukan
9. Pisahkan bokong klien dengan tangan nondominan. Supositoria harus menempel di
Dengan jari tengah tangan nondominan masukan mukosa anus untuk absorbsi
supositoria secara halus ke dalam anus, melewati dan aksi obat yang lebih
spingter internal, menempel di dinding anus efektif
sedalam 10 cm (4 inchi)
16
10. Tarik jari, dan bersihkan area anal Meberikan rasa nyaman
11. Lepaskan sarung tangan dengan aman dan masukan Mengurangi transmisi
ke tempat sampah tertentu mikroorganisme
12. Minta klien untuk tidur terlentang atau tetap pada Menghindari keluarnya
satu sisi selama 5 menit supositoria
13. Bila supositoria mengandung laksatif atau detergen Kontrol eliminsi berlebih
fekal, sipakan bedpen yang mudah dijangkau klien
14. Bila supositoria dierikan untuk konstipasi, ingatkan Memberikan kesempatan
klien untuk tidak mengguyur toilt setelah defekasi kepada staff untuk
mengevaluasi hasil dari
supositoria
15. Lakukan cuci tangan, dan buang sarung tangan, Menurunkan resiko transmisi
bersihkan alat mikroorganisme
Evaluasi
1. Kembali 5 menit kemudian untuk memestikan Memastikan jika obat
supositoria tidak keluar terdistribusi dengan baik,
pemasukan kembali mengkin
perlu
2. Tanyakan apakah klien mengalami Memastikan apakah pemasukan
ketidaknyamanan selama pemasukan supositoria mengiritasi
3. Evaluasi apakah sanda dan gejala hilang pada Memastikan efektifitas obat
masalah eliminasi
4. Minta klien untuk menjelaskan kembali tujuan dari Mencerminkan kepahaman
medikasi klien tentang tujuan
pengibatan
5. Izinkan klien untuk melakukan redemonstrasi untuk Demonstrasi adalah alat ukur
pengobatan berikutnya pembelajaran
17
Jangan mempalpasi rektum jika klien barus menjalani oprasi rektum
Supositoria dapat dimasukan melalu jalan kolostomi, bukan ileostomi.
1. Simpan obat sipositoria di dalam lemari pendingin (kulkas) sehingga bentuk obat
tetap padat dan tidak lumer. Obat vagina supositoria dan rektal supositoria dapa
disimpan dalam kulkas yang sama. Perhatikan bentuk tiap obat tersebut untuk
membedakan.
2. Posisi klien yang dibatasi geraknya di bagian kaki atau pinggul muka obat dpat
diberikan dengan posisi berbaring dan kaki diabdusikan.
3. Jika klien mempunyai penyakit Hemoroid maka lumaskan pula obat supositoria
dengan jumlah yang cukup.
4. Masukkan obat supositoria dengan hati-hati agar terhindar iritasi vagina atau
ektum.
5. Setelah obat supositoria dimasukkan (ke dalam vagina atau rektal), panas tubuh
akan menyebabkan obat tersebut lumer dan larut sehingga dapat diabsorpsi tubuh.
6. Pada klien yang tidak sadar, mungkin diperlukan pemakaian perineal pas
(semacam pampers) setelah pemberian obat rektal supositoria untuk menampung
feses.
7. Ajarkan klien dan keluarga melakukan perineal hygiene.
8. Pada klien anak-anak, tahan obat dengan cara mengapit kedua belahan bokong
slama beberapa menit sampai obat diabsorpsi tubuh
9. Pada klien manula, biasanya klien tidak mampu mengontrol spinter anal untuk
menahan obat tidak keluar dari rektal.
Keuntungan dan Kerugian
a. Keuntungan
Bisa mengobati secara bertahap
Kalau missal obat einimbulkan kejang, atau panas reaksinya lebih cepat, dapat
memberikan efek local dan sistemik.
Contoh memberikan efek local dulcolax untuk meningkatkan defeksasi.
b. Kerugian
Sakit tidak nyaman daya fiksasi lebih lama dari pada IV.
Kalau pemasangan obat tidak benar, obat akan keluar lagi.
Tidak boleh diberikan pada pasien yang mengalami pembedahan rekrtal.
18
Evaluasi
Klien akan memperlihatkan efek / reaksi tubuh yang minimal terhadap
pengobatan.
Klien dapat memahami regimen / tata laksana pengobatan yang sedang
dijalani.
Terlibat menggunakan intervensi yang dapat mencegah masalah medikasi pada klien.
BAB III
PENUTUP
1.Kesimpulan
Pemberian obat pervaginam merupakan cara pemberian obat dengan memesukkan
obat melalui vagina, yang bertujuan untuk mendapatkan terapi obat dan mengobati saluran
19
vagina atau serviks. Tujuan pemberian obat pervaginam mengobati infeksi pada vagina dan
menghilangkan nyeri, rasa terbakar dan ketidaknyamanan pada vagina serta mengurangi
peradangan. Pemberian Obat via Anus/Rektum merupakan cara memberikan obat dengan
memasukkan obat melalui anus atau rektum, dengan tujuan memberikan efek lokal dan
sistemik. Tindakan pengobatan ini disebut pemberian obat suppositoria yang bertujuan untuk
mendapatkan efek terapi obat, menjadikan lunak pada daerah feses dan merangsang buang air
besar.
2.Saran
Adapun saran-saran dalam penulisan makalah ini adalah :
Dapat mengetahui dan dapat meningkatkan wawasan tentang Pemberian Obat Pervagina dan
Rektum
Dengan disusunnya makalah ini kami mengharapkan kepada para pembaca agar dapat
mengetahui dan memahami tentang Pemberian Obat Pervagina dan Rektum serta dapat
memberikan kritik dan saran agar makalah ini dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Demikian saran yang dapat penulis sampaikan semoga dapat membawa manfaat bagi semua
pembaca.
20