Anda di halaman 1dari 5

Hasil

Setelah dilakukan pengamatan selama 8 minggu (56 hari) pada masing-masing subjek penelitian yang
terdiri dari 16 orang di kelompok M dan 16 orang di kelompok V diketahui bahwa kedua kelompok
didominasi oleh jenis kelamin perempuan tanpa riwayat atopi dan selisih usia antar kelompok tidak
terpaut jauh, yaitu sebesar 2,88 tahun. Dari segi pekerjaan, subjek sebagian besar merupakan pegawai
non pemerintah yaitu 56,3% pada kelompok M dan 62,5% pada kelompok V. Karakteristik dari
subjek penelitian ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakterisktik Subjek Penelitian


Kelompok M Kelompok V
Freku Pers Fre Per
Karakteristik Subjek ensi enta kue sent
(n) se nsi ase
(%) (n) (%)
Jenis Kelamin
Laki – laki 1 6.2 3 18.8
Perempuan 15 93.8 13 81.7
Riwayat Atopi
Positif 6 37.5 6 37.5
Negatif 10 62.5 10 62.5
Riwayat Atopi
Keluarga
Positif 6 37.5 6 37.5
Negatif 10 62.5 10 62.5
Pekerjaan
Pegawai 1 6.3 3 18.8
Pemerintah
Pegawai Non – 9 56.3 10 62.5
Pemerintah
Tidak Bekerja 6 37.5 3 18.8
Rerata Usia (tahun)  32.81  13.27 35.69  12.62
SD

Analisa data menggunakan parameter klinis ( SCORAD, ADSI, EASI ) dan parameter hidrasi kulit
( TEWL dan Scap ) sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok M dan kelompok P disajikan
pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Analisa Data Parameter Klinis dan Hidrasi Kulit pada Kelompok M dan Kelompok V
Paramete Kelompok M Kelompok V
r Ho H56 Nilai p Ho H56 Nilai p
SCORAD 30.81 ± 8.61 22.07 ± 6.68 < 0.001 27.7 (17.6 - 51.6) 24.05 (16.3 - 47.6) 0.017
ADSI 5 (3 - 7) 3 (2 - 5) < 0.001 4.5 (3 - 7) 4 (3 - 6) 0.004
EASI 2.4 (1 - 7.2) 1.81 (0.8 - 4.8) < 0.001 2.4 (1 - 8.6) 1.35 (1.2 - 8) 0.02
TEWL 28.6 ± 13.3 19.6 ± 9.81 < 0.001 23.09 ± 9.07 22.54 ± 8.52 0.650
Scap 23.9 ± 14.09 37.53 ± 17.65 < 0.001 27.03 ± 11.49 32.12 ± 12.4 0.025

Pada kelompok M, berdasarkan hasil uji paired t test nilai rerata SCORAD sebelum (H-0) dan setelah
(H-56) perlakuan didapatkan adanya perbedaan yang signifikan (p < 0.05). Pada hari ke – 56, nilai
median skor ADSI lebih rendah dibandingkan sebelum perlakuan, maka didapatkan bahwa terdapat
perbedaan yang bermakna antara skor ADSI sebelum dan sesudah perlakuan (p < 0.001). Untuk
parameter klinis EASI, nilai median skor EASI pada hari ke – 56 lebih rendah dibandingkan sebelum
penelitian maka disimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna skor EASI sebelum dan sesudah
perlakuan dengan signifikansi sebesar p = < 0.001. Pada parameter hidrasi kulit yaitu TEWL secara
statistik didapatkan perbedaan yang bermakna pada kadar TEWL sebelum dan setelah perlakuan
dengan signifikasi < 0.001. Pada parameter Scap didapatkan bahwa nilai Scap pada H-56 lebih tinggi
dibandingkan H-0 dengan signifikansi sebesar < 0.001.

Pada kelompok V didapatkan penurunan nilai SCORAD setelah 56 hari maka dapat disimpulkan
terdapat adanya perbedaan yang bemakna dengan nilai signifikansi sebesar p = 0.017. Hasil analisa
perubahan nilai parameter klinis ADSI sebelum dan sesudah perlakuan terlihat adanya perubahan
dengan signifikansi sebesar 0.004. Selain itu, terdapat perbedaan nilai parameter EASI sebelum dan
setelah perlakuan dengan nilai p = 0.02. Pada parameter hidrasi kulit yaitu TEWL menyimpulkan
bahwa tidak adanya perbedaan yang bermakna antara nilai TEWL sebelum dan setelah pemberian
vaseline dengan nilai p = 0.650. Pada parameter Scap terlihat adanya peningkatan nilai Scap sebelum
dan setelah perlakuan dengan tingkat kemaknaan sebesar p = 0.025.

Tabel 3. Analisis Number Needed To Treat (NNT)


Para Kelompo Kelom ARR NNT
meter kM pok V (EER (1/A
(EER) (CER) - RR)
CER)
SCO 16/16 14/16 2/16 8
RAD
ADSI 16/16 14/16 2/16 8
EASI 16/16 13/16 3/16 5.3
TEW 16/16 7/16 9/16 1.7
L
Scap 16/16 12/16 4/16 4
Keterangan : EER : Experimental Event Rate; CER : Control Event Rate; ARR : Absolute Risk
Reduction; NNT : Number Needed to Treat
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa nilai NNT dari parameter SCORAD, ADSI, EASI,
TEWL dan Scap cukup baik dengan nilai NNT tertinggi pada parameter SCORAD yaitu 8 dan
terendah pada parameter TEWL yaitu 1.7.

Pembahasan

Penelitian ini merupakan uji klinis tersamar ganda randomisasi (randomized double-blind clinical
trial), paralel pada 32 pasien DA yang setuju untuk menjalani tahapan penelitian berupa uji efektivitas
salep pelembab minyak Pliek U dan plasebo. Usia rata-rata subjek dalam penelitian ini adalah usia
30an. Prevalensi DA pada dewasa berkisar antara 3% sampai 7% di Amerika Serikat, Jerman dan
Jepang dan semakin meningkatnya usia maka prevalensi DA semakin menurun (Marchell RM and
MA. 2012). Subjek penelitian dominan berjenis kelamin perempuan (87,5%). Hal ini juga dikemukan
oleh Ronmark (2012) bahwa eksim lebih banyak diderita oleh perempuan dengan rasio 1,3 sampai 1.0
(Marchell RM and MA. 2012; Rönmark et al. 2012). Faktor penting lainnya dalam kejadian DA
adalah riwayat penyakit atopi seperti asma dan rhinitis alergi baik pada diri sendiri maupun pada
keluarga.

Pasien dengan DA memiliki sawar kulit yang tidak normal, ditandai dengan meningkatnya TEWL dan
menurunnya kadar air di kulit sehingga menyebabkan kulit menjadi kering (xerosis) berhubungan
terhadap munculnya mikrofisura dan retak di kulit. Mikrofisura ini menjadi pintu masuk bagi patogen
kulit, iritan, dan alergen. Mutasi gen FLG atau acquired filaggrin protein deficiencies yang
disebabkan oleh inflamasi juga dapat menurunkan natural moisturizing factor di epidermis (Marchell
RM and MA. 2012).
Pelembab yang digunakan harus mampu menghidrasi stratum korneum agar dapat memacu regenerasi
sel keratinosit dan membentuk sawar kulit yang baik sehingga mampu mencegah timbul dan
kambuhnya dermatitis. Penggunaan pelembab yang rutin dapat membantu memulihkan barrier
stratum korneum dan dapat mengurangi penggunaan glukokortikoid topikal dan NSAID. Beberapa
jenis pelembab dapat mengiritasi kulit karena zat pengawet, pelarut atau wewangian yang
ditambahkan (Marchell RM and MA. 2012), sehingga pelembab alami seperti minyak Pliek U bisa
menjadi pilihan terbaru yang aman dan efektif bagi tatalaksana DA. Penggunaan minyak Pliek U
sebagai pelembab dalam penelitian ini dinilai efektivitasnya melalu 5 parameter yaitu :

1. Parameter SCORAD

Scoring of Atopic Dermatitis merupakan penilaian derajat keparahan yang dikembangkan oleh Stalder
et al. pada tahun 1993 dan merupakan skor klinis yang paling sering digunakan pada penelitian
(Stalder and Taieb 1993). Pada pemeriksaan H-0 ditemukan bahwa rerata skor SCORAD pada
kelompok M sebesar 30.81 ± 8.61 dan kelompok V sebesar 27.7 (17.9-51.6). Setelah perlakuan (H-
56), hasil skor SCORAD pada kedua kelompok menurun dan terdapat perbedaan yang signifikan baik
pada kelompok M dan kelompok V yaitu sebesar 22.07 ± 6.68 dan 24.05 (16.3-47.6) (M : p < 0.001;
V : p = 0.017) dimana rerata kelompok M lebih rendah dibandingkan kelompok V. Temuan ini mirip
dengan studi yang dilakukan Evangelista dkk tahun 2013, mengenai penggunaan VCO terhadap
pasien DA anak dapat menurunkan nilai SCORAD sebanyak 68.23% dibandingkan dengan minyak
mineral (38.13%). Minyak Pliek U merupakan emolien dan bahan yang bersifat oklusif sehingga
dapat meningkatkan efektivitas pelembab. Hal ini terbukti dari penelitian ini bahwa penggunaan
minyak Pliek U dibandingkan plasebo yang berbahan dasar Vaseline dapat menurunkan skor
SCORAD > 20%.

2. Parameter ADSI

Perbedaan Atopic Dermatitis Severity Index dengan penilaian SCORAD dan EASI adalah penilaian
ADSI dilakukan dengan menilai lesi target dan memiliki skor dengan rentang 0-15 yang terdiri dari
penjumlahan tingkat keparahan dari gejala pruritus, eritema, eksudatif, ekskoriasi dan likenifikasi
(Van Leent et al. 1998). Pada pemeriksaan H-0 ditemukan bahwa rerata skor ADSI pada kelompok M
sebesar 5 (3-7) dan kelompok V sebesar 4.5 (3-7). Setelah perlakuan (H-56), hasil skor ADSI pada
kedua kelompok menurun dan terdapat perbedaan yang signifikan baik pada kelompok M dan
kelompok V yaitu sebesar 3 (2-5) dan 4 (3-6) (M : p < 0.001; V : p = 0.004) dimana rerata kelompok
M lebih rendah dibandingkan kelompok V. Penggunaan minyak Pliek U dibandingkan plasebo yang
berbahan dasar Vaseline dapat menurunkan skor ADSI > 20%.

3. Parameter EASI

Eczema Area and Severity Indexdigunakan untuk menilai keparahan DA berdasarkan pada skor area
dan skor keparahan. EASI tidak menilai kekeringan kulit dan ada/tidaknya skuama (J M Hanifin et al.
2001). Pada pemeriksaan H-0 ditemukan bahwa rerata skor EASI pada kelompok M sebesar 2.4 (1-
7.2) dan kelompok V sebesar 2.4 (1-8.6). Setelah perlakuan (H-56), hasil skor EASI pada kedua
kelompok menurun dan terdapat perbedaan yang signifikan baik pada kelompok M dan kelompok V
yaitu sebesar 1.1 (0.8-4.8) dan 1.35 (1.2-8) (M : p < 0.001; V : p = 0.02) dimana rerata kelompok M
lebih rendah dibandingkan kelompok V. Penggunaan minyak Pliek U dibandingkan plasebo yang
berbahan dasar Vaseline dapat menurunkan skor EASI > 20%.

4. Parameter TEWL

Transepidermal Water Loss (TEWL) adalah pengukuran non-invasif yang sering digunakan untuk
memberikan data mengenai fungsi stratum korneum sebagai sawar dalam hidrasi kulit dan merupakan
metode yang bermanfaat untuk mencatat pergerakan perbaikan sawar kulit yang rusak. Angka TEWL
yang semakin rendah menunjukkan semakin normal kulit seseorang. Pada penderita DA, dermatitis
kontak, dan psoriasis memiliki TEWL yang tinggi, hal tersebut menunjukkan fungsi sawar yang
terganggu sehingga menyebabkan kekeringan kulit (Darlenski, Fluhr, dan Lademann 2014; Hon dan
Leung 2012; Moss, Gullick, dan Wilkinson 2015; Schroeter et al. 2015).

Pada pemeriksaan H-0 ditemukan bahwa rerata TEWL pada kelompok M sebesar 28.6 ± 13.3 dan
kelompok V sebesar 23.09 ± 9.07. Setelah perlakuan (H-56), hasil TEWL pada kedua kelompok
menurun, terdapat perbedaan yang bermakna sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok M
dengan signifikansi <0.001. Sedangkan, analisa data menggunakan paired t test menyimpulkan tidak
adanya perbedaan yang bermakna antara nilai TEWL sebelum dan setelah pemberian Vaseline dengan
selisih sebesar 0.55. Hal ini juga dikemukakan oleh Evangelista dkk tahun 2013 bahwa pemberian
VCO dapat menurunkan nilai TEWL sebesar 70.07% dari baseline pada pasien DA anak (p value <
0.001). Penggunaan minyak Pliek U dibandingkan plasebo yang berbahan dasar Vaseline dapat
menurunkan nilai TEWL > 20%. Minyak kelapa merupakan emolien yang dapat melunakkan lesi
hiperkeratotik dan dapat mengunci air sehingga dapat mengurangi TEWL.

5. Parameter Scap

Pemeriksaan Scap dalah pengukuran non-invasif untuk mengetahui keadaan hidrasi air pada stratum
korneum, kornemeter adalah salah satu alat yang dapat digunakan dan dilakukan secara in vivo.
(Darlenski, Fluhr, and Lademann 2014).

Pada pemeriksaan H-0 ditemukan bahwa rerata Scap pada kelompok M sebesar 23.9 ± 14.09 dan
kelompok V sebesar 27.03 ± 11.49. Setelah perlakuan (H-56), nilai Scap pada kedua kelompok
meningkat dan terdapat perbedaan yang signifikan baik pada kelompok M dan kelompok V yaitu
sebesar 37.53 ± 17.65 dan 32.12 ± 12.4 (M : p < 0.001; V : p = 0.025) dimana rerata kelompok M
lebih tinggi dibandingkan kelompok V. Penggunaan minyak Pliek U dibandingkan Vaseline dapat
meningkatkan nilai Scap > 20%. Hal ini juga dikemukakan oleh Evangelista dkk tahun 2013 bahwa
pemberian VCO dapat meningkatkan nilai Scap sebesar 42.30% dari baseline pada pasien DA anak (p
value 0.0309). Penggunaan minyak Pliek U dibandingkan plasebo yang berbahan dasar Vaseline
dapat meningkatkan nilai Scap > 20%.

6. Number Needed to Treat(NNT) dan Number Needed to Harm

Nilai p menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna secara statistik, namun nilai p saja tidak
banyak memberi informasi mengenai manfaat obat atau prosedur pengobatan. Yang lebih informatif
adalah dengan menghitung berapa besar perlakuan yang diujikan memberi perbaikan dibandingkan
dengan kontrol, yaitu dengan menghitung absolute risk reduction (ARR) yang merupakan selisih
proporsi kesembuhan atau kegagalan antara kelompok perlakuan dan kontrol. Perhitungan kemudian
dilanjutkan dengan NNT (number needed to treat). NNT menunjukkan jumlah pasien yang harus
diobati untuk memperoleh tambahan 1 hasil yang baik atau menghindarkan 1 kegagalan, sedangkan
NNH berarti jumlah pasien yang diobati untuk menambah 1 orang mendapat efek yang tidak
diinginkan (Trihono, 2002).

Hasil penelitian ini menunjukkan NNT dari masing-masing parameter baik yaitu kurang dari 10. Nilai
8 pada parameter SCORAD menunjukan hanya perlu mengobati 8 orang pasien dengan menggunakan
salep MPU untuk memperolah 1 hasil yang diharapkan dilihat dari parameter SCORAD, begitu juga
dengan parameter lainnya.

Adverse event merupakan hal yang lazim terjadi pada uji klinis, pada penelitian ini adverse event yang
terjadi adalah reaksi gatal. Reaksi gatal dirasakan pada 2 SP (12.5%) kelompok M dan 1 SP (6,25%)
pada kelompok V. Penanganan adverse event dilakukan dengan menghentikan penggunaan salep
selama 2 hari, saat gatal tidak dirasakan lagi penggunaan salep diteruskan.
Gambar 1. Kondisi lesi DA sebelum pemberian salep minyak Pliek U (kiri); Kondisi lesi DA setelah
pemberian salep minyak Pliek U selama 56 hari (kanan)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa salep minyak Pliek U dan salep plasebo (vaseline-based)
memberikan efek yang bermanfaat dilihat dari parameter SCORAD, EASI, ADSI, TEWL dan Scap,
namun penggunaan salep minyak Pliek U memberikan efek yang lebih baik pada semua parameter.
Baik salep minyak Pliek U dan salep plasebo bersifat emollient-occlusive sehingga dapat melapisi
stratum korneum dan menghalangi terjadinya TEWL serta meningkatkan skin capacitance.

Minyak Pliek U memiliki kandungan asam lemak bebas yang tinggi dengan dominasi asam laurat
(30.13%), asam miristat (22.255%), asam palmitat (15.46%), asam oleat (13.476%), asam stereat
(9.337%) dan asam linoeat (3.367%)(Earlia, Suhendra, et al. 2019). Kandungan asam lemak yang
tinggi dapat memperbaiki sawar kulit dan memiliki efek anti inflamasi melalui penghancuran radikal
bebas sehingga sangat membantu dalam tatalaksana DA dengan gangguan pada sawar kulit dan
adanya inflamasi kronik.

Selain itu, asam oleat yang terkandung dalam minyak Pliek U terbukti memiliki afinitas pengikatan
paling rendah terhadap filaggrin. Hal ini membuat asam oleat berpotensi sebagai kandidat obat untuk
pengobatan DA dengan mutasi dan degradasi filaggrin. Pengikatan antara asam oleat dan filaggrin
terjadi melalui interaksi hidrofobik LEU D75(Earlia, Suhendra, et al. 2019).

Kompenen asam lemak terbanyak yang terdapat di minyak Pliek U adalah asam laurat. Monolaurin
yang merupakan turunan dari asam laurat memiliki efek anti bakterial dengan cara disintegrasi
membran lipid pada Propionibacteria acnes, Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus.
Minyak Pliek U juga terbukti memilik aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus yang
merupakan faktor predisposisi pada kasus DA dengan zona hambat sebesar 14.6 mm.

Kesimpulan

1. Pemberian salep minyak Pliek U selama 56 hari lebih efektif dalam menurunkan parameter
SCORAD pada pasien DA dibandingkan vaselin.
2. Pemberian salep minyak Pliek U selama 56 hari lebih efektif dalam menurunkan parameter ADSI
pada pasien DA dibandingkan vaselin.
3. Pemberian salep minyak Pliek U selama 56 hari lebih efektif dalam menurunkan parameter EASI
pada pasien DA dibandingkan vaselin.
4. Pemberian salep minyak Pliek U selama 56 hari lebih efektif dalam menurunkan parameter TEWL
pada pasien DA dibandingkan vaselin.
5. Pemberian salep minyak Pliek U selama 56 hari lebih efektif dalam menaikkan parameter Scap
pada pasien DA dibandingkan vaseline.

Anda mungkin juga menyukai