Anda di halaman 1dari 13

Peran metotreksat dan prednisolon Dosis Rendah Pada Tingkat adiponektin dan

resistensi insulin pada pasien radang sendi naif terhadap obat antirematik pemodifikasi
penyakit

Abstrak

Tujuan: Resistensi Insulin (IR) berperan penting dalam pengembangan kejadian


kardiovaskular pada pasien radang sendi (RA). Adiponektin mempengaruhi sensitifitas
insulin namun dampaknya pada IR pada pasien RA tetap tidak jelas. Penelitian ini bertujuan
untuk menginvestigasi peran metotreksat (MTX) dan dosis rendah prednisolon (LDP) pada
IR dan tingkat adiponektin pada pasien RA naif (belum diobati) obat antirematik
pemodifikasi penyakit (DMARDs), dan menentukan hubungan antara aktivitas penyakit,
respon fase yang akut, IR dan tingkat adiponektin pada pasien RA.

Metode: Enam puluh pasien naif DMARDs dan prednisolon dilibatkan dalam penelitian ini.
Pengobatan untuk pasien RA distandarkan untuk MTX dan prednisolon. Indeks masa tubuh,
reaktan respon fase akut, Skor aktivitas penyakit 28-sendi-hitung, glukosa darah (puasa),
kadar kolesterol serum, kadar insulin dan kadar adiponektin diukur dari semua pasien RA
baik pada awal dan 3 bulan setelah dimulainya penelitian.

Hasil: tingkat adiponektin pada bulan ketiga terapi MTX dan LDP secara signifikan
meningkat pada pasien RA (P= 0,03). resistensi insulin cenderung berkurang pada bulan
ketiga pengobatan, yang yang tidak mencapai signifikansi statistik.

Kesimpulan: meningkatnya tingkat adiponektin MTX dan LDP bisa dihubungkan dengan
berkurangnya penilaian model homeostasis resistensi insulin (HOMA-IR) pada pasien RA.
Ini, pada gilirannya, dapat terbukti bermanfaat untuk kondisi kardiovaskular pada RA.

Kata Kunci: Reaktan respon fase akut, adiponektin, aktivitas penyakit, resistensi insulin,
radang sendi (RA).
LATAR BELAKANG

Radang sendi (RA) merupakan penyakit autoimun dengan manifestasi artikular dan
ekstraartikular. Pasien RA berada pada resiko yang meningkat untuk penyakit kardiovaskular,
yang nampaknya menjadi independen dari faktor risiko kardiovaskular tradisional. Sindrom
metabolik telah terbukti sangat lazim di antara pasien RA, angka ini menjadi empat kali lipat
dari yang dilaporkan pada populasi umum. Sindrom metabolik mencakup kombinasi
resistensi insulin (IR), obesitas sentral, peningkatan tekanan darah, kadar trigliserida tinggi
dan kadar densitas lipoprotein (HDL) yang rendah. IR nampaknya menjadi faktor resiko
krusial karena meningkatnya kejadian kardiovaskular yang dikaitkan dengan sindrom
metabolik pada populasi umum. IR memiliki peran penting dalam pengembangan dan
perkembangan aterosklerosis pada pasien RA. Telah dilaporkan bahwa ada hubungan negatif
antara penggunaan metotraksat (MTX) dan sindrom metabolik. Namun, tidak jelas apakah
efek manfaat ini disebabkan oleh efek anti-inflamasi MTX. Toms et al. melaporkan bahwa
efek perlindungan dari penggunaan MTX cenderung merupakan spesifik obat dan bukan
akibat efek antiinflamasi, karena tidak ada penelitian ilmiah yang melaporkan efek ini dalam
kaitannya dengan obat anti-rematik pemodifikasi penyakit lainnya (DMARDs) sampai saat
ini.

Adiponektin merupakan .adipocytokine yang diturunkan dari adiposit dan memiliki efek
antiinflamasi yang menghasilkan perlindungan dari penyakit arteri koroner, obesitas dan IR.
Studi klinis telah menunjukkan hubungan terbalik antara tingkat adiponektin dan penanda
inflamasi. Hipoadiponektinemia mungkin merupakan bagian penting dari peningkatan
respons inflamasi pada infark miokard akut (MI) dan kadar adiponektin yang lebih tinggi
dikaitkan dengan risiko MI yang lebih rendah. Tidak diketahui pasti apakah adiponectin
memiliki bagian dalam resolusi IR pada pasien RA yang menggunakan MTX. Oleh karena
itu, masuk akal untuk menyelidiki hubungan antara penggunaan MTX dan IR dan tingkat
adiponektin pada pasien dengan RA yang belum mencoba DMARDs atau menjalani terapi
steroid sebelumnya. Di sini, kami menyelidiki peran MTX dan dosis rendah prednisolon
(LDP) pada tingkat IR dan adiponektin pada pasien naif (belum diobati) RA terhadap
DMARDs.
PASIEN DAN METODE

Pasien

Enampuluh lima pasien RA naif DMARD dan glukokortikoid diikutkan dalam penelitian ini.
Semua pasien memenuhi kriteria American College of Rheumatology untuk penyakit RA.
Pasien dengan dengan diabetes mellitus (DM), bersama dengan mereka yang menggunakan
obat anti-diabetes oral, insulin atau obat anti obesitas, tidak dilibatkan dalam penelitian.
Kadar adiponektin serum, reaktan respons fase akut (APRR), profil lipid, kadar glukosa
plasma dan insulin, skor aktivitas penyakit dari 28 sendi - laju endap darah (DAS-28-ESR)
dan indeks massa tubuh (BMI) pasien RA diukur. Pasien RA dievaluasi kembali pada bulan
ketiga terapi dengan MTX dan LDP. Modifikasi distandarisasi untuk semua pasien yang
mengubah dosis antara 10-15 mg/minggu untuk MTX dan 7,5-15.0 mg/hari untuk
prednisolon. Perjanjian tertulis didapatkan dari seluruh pasien RA. Komite eti lokal
menyetujui penelitian ini.

Laboratorium Pengukuran

Sampel darah untuk adiponektin, insulin, glukosam lipid, APRRs dan faktor
rheumatoid/rematik (RF) diperoleh dari semua pasien RA yang telah puasa minimal 12 jam.
Sampel diambil antara jam 9:00 dan 10:00 pagi. Sampel darah untuk adiponektin
disentrifugasi pada putaran 1800 g per menit selama 10 menit pada suhu 4 ° C dan disimpan
pada suhu 80 ° C sampai digunakan. Konsentrasi adiponektin diukur dengan uji imunosorben
terkait-enzim sesuai dengan protokol pabrik (Human Adiponectin Platinium ELISA,
eBioscience, San Diego, CA, USA). ESR ditentukan secara otomatis oleh perangkat
Vacuplus ESR-120 (LEN-MED MEDICAL, Ankara, Turki), protein C-reaktif (C-RP) oleh
Siemens (Erlangen, Jerman) perangkat BNII, insulin oleh perangkat Immulite 2000
(Tarrytown, NY, USA) dengan metode immunoassay chemiluminescence dan parameter
biokimia (glukosa dan lipid) oleh Roche DP moduler analyzer (San Diego, CA, USA).

IR dihitung menggunakan 'model penilaian homeostasis indeks resistensi insulin


(HOMA-IR)' dengan (insulin puasa [lIU / mL] 9 persamaan glukosa puasa [mg / dL] / 405).
Analisis Statistik

Semua data analisis ditunjukan dengan menggunakan IBM SPSS STATITSTICS 20.0
(ARMONK, NY, USA). Uji normalitas Shapiro Wilk digunakan untuk semua variabel.
Variabel yang terdistribusi normal dianalisis dengan pasangan sample t-test. Variabel yang
terdistribusi tidak normal dianalisis dengan uji peringkat bertanda Wilcoxon. Statistik
deskriptif dinyatakan sebagai rata-rata standar deviasi dan median (persentil ke-25). Uji
korelasi Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan antara dua variabel. Nilai P
<0,05 secara signifikan diterima statistik.
HASIL

Data Klinis dan Demografi

Pasien Ra, 49 wanita (74,4%), sedangkan 16 laki-laki (24.6%). rata-rata usia pasien yakni
52,1 tahun ± 14,1 tahun.

RF positif pada 42 pasien RA (64,6%) dan negatif pada 23 (32,4%) pasien. Tigapuluh
delapan (58,5%) pasien menglami pengikisan saat rongsen tangan.

Kelompok RA n = Kelompok bulan


65 ketigaRA n = 65 P

Usia, rerata SD, tahun 52.114.1

Jenis Kelamin (P/L) 49/16

Lama RA, median (25%–75%), bulan 12(4–48)

Positif RF, % 64.6

Yang menyebabkan pengikisan RA, % 58.5

BMI, rerata SD, kg/m² 28.825.67 27.80 5.23 < 0.001†

DAS-28-ESR, median (25%–75%) 5.2(4.7–5.9) 2.8(2.17–3.56) < 0.00

ESR, median (25%–75%), mm/h (rentang


referensi, 0–20) 43(29–59.5) 15(10–28) < 0.00

CRP, median (25%–75%), mg/dL (rentang


referensie, 0–0.8) 2.02(0.88–3.69) 0.62(0.33–1.26) < 0.00

Total kolesteroll, rata-rata SD, mg/dL 189.2539.1 205.139.95 0.00


HDL, median (25%–75%), mg/dL 43(39–53.05) 56(46.5–64) < 0.00

LDL, mean SD, mg/dL 121.0934 126.4935.64 0.05

(81.5–
Triglyceride, median (25%–75%), mg/dL 107 150.5) 120(87–156) 0.53

HOMA 1.14(0.58–2.7) 0.88(0.56–2.05) 0.68

Adiponektin, lg/mL 8263.185123.33 9417.525572.29 0.03

† t-test sampel yang dipasangkan; ‡ Wilcoxon bertandan tes ranking, indeks masa tubuh;
CRP, protein C reaktif; DAS-28; skor aktivitas penyakit 28; ESR, nilai sedimen eritrosit;
HDL, lipoprotein densitas tinggi; LDL, lipoprotein densitas rendah; HOMA, penilaian model
homestasis; RA, rADANG sENDI; rf, FAKTOR REMATIK; sd; deviasi standar.

Tabel 2. Rinkasan korelalsi analisis pada pasien RA pada baseline/awal dan bulan ketiga
Adiponectin
Tingkat
awal adiponektin

levels Tiga bulan

r P r P

0.24 0.44
Usia 0.146 6 0.094 6

0.51 0.66
Jenis kelamin 0.082 7 2.054 8

0.82 0.78
Durasi RA 0.027 9 0.035 1

0.75 0.59
Positifitas RF 0.39 5 0.067 7

pengeroposan 0.80 0.73


RA 0.032 3 0.043 2

0.38 0.24
BMI 0.110 5 0.145 9

0.37 0.01
HOMA 0.113 1 0.302 4

0.68 0.19
ESR 0.051 8 0.163 5

0.25 0.26
CRP 0.143 7 0.139 8

0.90 0.26
DAS-28 0.015 6 0.142 0

0.50 0.38
Total kolesterol 0.084 8 0.110 3

0.35 0.57
BMI, indeks masa tubuh; CRP, Protein C reaktif; DAS-28, nilai aktifitas penyakit 28 sendi;
ESR, tingkat sedimentasi eritrosit; HOMA, penilaian model homeostasis; HDL, lipoprotein
densitas tinggi; LDL, lipoprotein densitas rendah; RA, radang sensi; RF, faktor rematik; TG,
trigliserida.

Perbandingan data laboratorium di awal pengobatan/baseline dan tiga bulan terhadap


pasien RA

Tidak ada perubahan signifikan pada trigliserida, atau dalam kadar LDL dan HOMA pasien
RA. ESR, CRP dan DAS-28 mengalami penurunan dalam 3 bulan pengobatan dan
perbedaannya signifikan. Kolesterol total serum dan kadar HDL meningkat setelah
perawatan. Selain itu, kadar adiponektin meningkat pada akhir bulan ketiga pengobatan
(Tabel 1).

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pasien RF-positif dan RF-negatif (P = 0,5),
antara pasien erosif dan nonerosif (P = 0,8) dan antara pasien wanita dan pria (P = 0,5) dalam
hal adiponektin.

Perubahan resistesi isulin pada pasien RA yang diobati dengan MTX dan LDP

Tingkat awal HOMA-IR pada pasien RA diketahui 1,14 (0,58-2,7). Pada akhir bulan ketiga
pengobatan dengan MTX dan LDP, tingkat HOMA-IR menurun menjadi 0,88 (0,56-2,55),
yang tidak bermakna secara statistik. Namun tingkat adiponektin berkorelasi negatif dengan
HOMA (r = 0,302, P = 0,014) pada akhir periode pengobatan 3 bulan (Tabel 2).

Hubungan tingkat adiponektin dengan APRRs, lipid, aktivitas penyait, resistensi


insulin dan karakteristik klinis

Tidak ada hubungan yang ditemukan antara kadar adiponektin basal dan BMI basal, APRR,
DAS-28, kolesterol total, HDL, LDL atau HOMA, sedangkan ada hubungan terbalik antara
kadar adiponektin basal dan kadar trigliserida basal (r = 0,254, P = 0,041). Tingkat
adiponektin berkorelasi negatif dengan kadar trigliserida (r = 0,329, P = 0,008) dan HOMA (r
= 0,302, P = 0,014) pada akhir periode pengobatan 3 bulan tetapi tidak ada korelasi dengan
BMI, APRRs , DAS-28, kadar kolesterol total, HDL dan LDL (Tabel 2).

Korelasi perubahan tingkat adiponektin dengan APRRs, lipid, aktivitas penyakit,


resistensi insulin dan karakteristik klinis

Tidak ada korelasi yang ditemukan antara perubahan tingkat adiponektin dan parameter
lainnya seperti BMI (basal r = 0,036, P = 0,683, bulan ketiga r = 0,026, P = 0,838), APRRs
(ESH: basal r = 0,002, P = 0,986, bulan ketiga r = 0,148, P = 0,239 / C-RP: basal r = 0,108, P
= 0,299, bulan ketiga r = 0,037, P = 0,770), DAS-28 (basal r = 0,002, P = 0,986, bulan ketiga
r = 0,078, P = 0,535), total kolesterol (basal r = 0,048 , P = 0,644, bulan ketiga r = 0,027, P =
0,829), HDL (basal r = 0,187, P = 0,069, bulan ketiga r = 0,115, P = 0,363), LDL (basal r =
0,001, P = 0,991, ketiga bulan r = 0,007, P = 0,956) dan tri-gliserida (basal r = 0,052, P =
0,615, bulan ketiga r = 0,81, P = 0,524) selama kedua penilaian. Perubahan kadar adiponektin
hanya berkorelasi dengan kadar HOMA basal (r = 0,264, P = 0,010) tetapi tidak berkorelasi
dengan nilai bulan ketiga (r = 0,218, P = 0,081).Korelasi antara perubahan kadar adiponektin
dan perubahan BMI (r = 0,228, P = 0,068), kadar kolesterol total (r = 0,125, P = 0,321), HDL
(r = 0,055, P = 0,666), LDL (r = 0,035, P = 0,783), trigliserida (r = 0,145, P = 0,248), HOMA
(r = 0,193, P = 0,123), APRRs (ESH: r = 0,039, P = 0,758, / C-RP: basal r = 0,058 , P =
0,646), DAS-28 (r = 0,083, P = 0,509) juga dianalisis dan tidak ada korelasi antara variabel.

PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan jenis pertama yang melihat mendalam mengenai hubungan antara
tingkat adiponektin, IR dan aktivitas penyakit pada pasien RA yang steroid dan MTX naif.
Hasil kami menunjukkan bahwa tingkat adiponektin dan HDL-C telah meningkat secara
signifikan pada akhir periode pengobatan 3 bulan bila dibandingkan dengan tingkat basal.
Meskipun kadar HOMA-IR cenderung menurun pada akhir terapi, termasuk LDP dan MTX
pada pasien RA, perbedaannya tidak mencapai signifikansi statistik. Tingkat adiponektin
cenderung berkorelasi negatif dengan HOMA-IR pada akhir periode pengobatan 3 bulan.
Tetapi perubahan kadar adiponektin berkorelasi positif dengan kadar HOMA-IR basal.
Seperti yang diharapkan, aktivitas penyakit dan reaksi respons fase akut menurun secara
signifikan selama bulan ketiga saat tindak lanjut/follow-up.

Dalam penelitian cross-sectional, Otero et al menunjukan peningkatan tingkat


adiponektin pada pasien RA dibandingkan dengan kontrol sehat. Dalam penelitian ini, 28
(81%) pasien RA diobati dengan MTX, dan 23 (63%) LDP (<10 mg / hari). Berbeda dengan
penelitian kami, mereka tidak mengevaluasi kadar adiponektin sebelum dan sesudah
pengobatan dengan MTX dan LDP.

Laurberg et al. menginvestigasi kadar adiponektin pada pasien RA dini yang aktif yang
menggunakan steroid dan MTX naif. Mereka menemukan peningkatan 13% kadar
adiponektin selama pengobatan dengan MTX. Mereka menunjukkan kecenderungan tingkat
adiponektin yang lebih tinggi pada pasien RA kronis yang diobati dengan glukokortikoid.12
Kami sebelumnya menunjukkan bahwa MTX dan LDP meningkatkan kadar adiponektin dan
HDL-C pada pasien dengan RA yang steroid dan MTX-naif Akibatnya, tingkat adiponectin
dapat dimodifikasi dengan pengobatan RA yang efektif dengan MTX dan LDP.

Berbeda dengan temuan ini, ada bukti yang menunjukkan efek proinflamasi adiponektin
dengan menginduksi prostaglandin E2 dan faktor pertumbuhan endotel vaskular dan produksi
matrix metalloproteinase dalam fibroblas sinovial. Adiponektin mungkin memiliki peran
dalam produksi interleukin (IL) - 8 dalam sel endotel yang mungkin memiliki peran penting
dalam migrasi/perpindahan neutrofil pada sendi artritis, yang merupakan karakteristik sel
endotel yang distimulasi oleh sitokin proinflamasi. Selain itu, adiponektin dan IL-1b dapat
bertindak secara sinergis pada produksi mediator proinflamasi pada sendi artritis inflamasi.
Namun, bertentangan dengan literatur baru ini, kami telah menemukan peningkatan kadar
adiponektin dengan 3 bulan pengobatan pada pasien RA.

Meskipun diketahui bahwa peningkatan kadar adiponektin dapat menyebabkan resolusi


IR, peran adiponektin pada IR pada pasien RA masih belum jelas. Dalam penelitian kami,
kami menentukan bahwa kadar adiponektin cenderung berkorelasi/berhubungan negatif
dengan HOMA-IR menjelang akhir pengobatan 3 bulan dengan MTX dan LDP.

Sudah ada perbincangan mengenai mekanisme yang mana yang akan dipertimbangkan
untuk resolusi induksi MTX IR pada pasien RA. Beberapa penulis berpendapat bahwa efek
antiinflamasi dapat menjadi penjelasan untuk manfaat seperti itu. Toms et al. berspekulasi
bahwa setiap efek perlindungan MTX cenderung penspesifik obat, bukan hasil dari efek
antiinflamasi generik. Namun, peningkatan dramatis IR ditentukan pada pasien RA yang
menerima faktor nekrosis terapi tumor (anti-TNF). Terapi antiinflamasi yang efektif dapat
menjadi salah satu faktor untuk meningkatkan sensitivitas insulin pada pasien RA. Sangat
mendukung untuk berspekulasi bahwa peningkatan kadar adiponektin plasma dapat menjadi
faktor tambahan untuk perbaikan IR, bersama dengan efek antiinflamasi. Adiponektin adalah
hormon sensitisasi insulin yang digunakan dalam jaringan adiposa. Interaksi yang dimediasi
oleh adipokine dijelaskan antara jaringan adi-pose putih, penyakit arteri koroner (CAD) dan
RA. Adiposit dan makrofag di sekitarnya memproduksikan adipokin yang mengatur
peradangan sistemik pada pasien RA. Mengurangi produksi adiponektin dianggap terkait
dengan IR dan aterosklerosis. Ada beberapa data klinis dan eksperimental pada kadar /nilai
adiponektin plasma tinggi yang terkait dengan penurunan risiko MI. Studi kami menunjukkan
bahwa kadar adiponektin dan HDL-C meningkat dengan penggunaan MTX dan LDP pada
pasien RA. HDL-C diketahui memiliki peran protektif dalam CAD. Terapi dini dan efektif
RA juga dapat meningkatkan profil lipid pada pasien RA, yang mengarah pada penurunan
kondisi kardiovaskular pada pasien RA. Selain itu, kami menemukan hubungan terbalik
antara tingkat adiponektin dan kadar trigiserid yang ditentukan baik pada awal maupun akhir.
pengobatan 3 bulan. Meskipun tidak jelas apa alasan peningkatan kadar adiponektin pada
pasien RA, bisa dikatakan bahwa TNF-alpha dan adiponektin saling menghambat produksi
satu sama lain. Dalam penelitian Gonzalez-Gay et al, konsentrasi adiponektin menunjukan
korelasi negatif dengan inflamasi tingkat tinggi pada pasien RA yang menjalankan terapi
infliximab. Oleh karena itu, penekanan TNF-alpha oleh MTX dan LDP dapat berkontribusi
pada peningkatan kadar adiponektin. Namun penjelasan lain bisa jadi perubahan yang diamati
dalam resistensi insulin berkat terapi anti-inflamasi. Peradangan tingkat tinggi diketahui
meningkatkan resistensi insulin dan juga dapat menurunkan HDL-C.
Sejauh ini penelitian yang dipublish dengan jelas menunjukan peningkatan yang nyata
dalam IR pada penekanan aktivitas penyakit melalui terapi steroid jangka pendek dan
DMARD pada pasien RA. Penelitian kami, dalam mendukung hasil sebelumnya,
menunjukkan kecenderungan penurunan IR dan korelasi negatif dengan kadar adiponektin
setelah 3 bulan terapi. Berbeda dengan hasil penelitian kami dan yang sudah disebutkan, Rho
et al. gagal menunjukkan hubungan antara adipokin termasuk adiponektin dan HOMA-IR
pada pasien RA, dengan pengecualian leptin. Namun, desain penelitian mereka berbeda dari
penelitian kami, dimana pasien mereka sudah menggunakan DMARDs atau agen biologis di
awal penelitian. Selain itu, tidak ada hubungan yang ditemukan antara adiponectin dan
HOMA-IR oleh Ozgen et al. Namun, mereka menyelidiki parameter ini dalam studi cross-
sectional pada pasien dengan RA yang menerima DMARDs dan prednisolone ketika evaluasi
dicapai.

Ini diketahui bahwa kejadian CAD dan MI termasuk tinggi pada pasien RA.
Glukokortikoid diketahui berdampak buruk pada faktor risiko kardiovaskular tradisional dan
dikaitkan dengan penurunan sensitivitas insulin. Tetapi risiko ini lebih tinggi dalam
penggunaan glukokortikoid jangka panjang pada pasien dengan tingkat awal yang rendah
daripada faktor risiko kardiovaskular tradisional. Kemungkinan efek negatif ini tidak dapat
dikecualikan tetapi dapat diatasi dengan dampak positif pada penekanan peradangan sistemik.
Ada beberapa data klinis dan eksperimental tentang kadar adiponektin plasma yang tinggi
yang terkait dengan penurunan risiko MI. Studi kami menunjukkan bahwa ini mirip dengan
adiponektin, kadar HDL-C cenderung meningkat setelah terapi DMARD. HDL diketahui
memiliki peran protektif dalam CAD, sehingga adiponektin juga dapat menjadi faktor
pelindung terhadap CAD dengan peningkatan kadar HDL-C dan penurunan IR.

Penelitian kami memiliki beberapa batasan. Salah satunya yakni rendahnya jumlah
subyek kami yang diselidiki untuk adiponektin dan HOMA-IR. Keterbatasan lain adalah
bahwa kami belum mengukur subtipe adiponektin dan adiponektin dengan berat molekul
yang tinggi. Investigasi isoform adiponektin dapat membantu kami menjelaskan hasil
penelitian kami dengan lebih baik, tetapi kami gagal melakukannya. Tentu saja, akan lebih
baik jika kita dapat menentukan apakah kadar adiponektin masih bertahan atau tidak setelah 3
bulan berlalu sejak penelitian dimulai.
kesimpulanya, kadar adiponektin dapat dimodifikasi dengan pengobatan RA yang
efektif, termasuk MTX dan LDP. Peningkatan kadar adiponektin yang terkait dengan resolusi
IR dan peningkatan HDL-C dapat menghasilkan prognosis kardiovaskular yang
menguntungkan pada pasien RA.

KONFLIK KEPENTINGAN

Penulis menyatakan bahwa mereka tidak memiliki konflik kepentingan

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis ingin berterimakasih kepada Asosiasi Rheumatologi Turki karena telah menyediakan
biaya laboratorium.

KONTRIBUSI PENULIS

NSYB berpartisipasi di bidang desain, koordinasi penelitian dan menyusun naskah, NK


melakukan studi laboratorium, TK dipahami dari penelitian, dan berpartisipasi dalam desain
dan koordinasi, FS melakukan analisis statistik dan membantu menyusun naskah naskah, EG
berpartisipasi dalam desain dan koordinasi penelitian, CK berpartisipasi dalam desain,
koordinasi penelitian dan menyusun naskah. Semua penulis membaca dan menyetujui naskah
final.

Anda mungkin juga menyukai