Anda di halaman 1dari 16

HUBUNGAN INTENSITAS STRESS TERHADAP PERILAKU

MEROKOK PADA REMAJA

OLEH:
FENI AULIA
188110021

PROGRAM STUDI ILMU PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2020
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Menjalani kehidupan sehari-hari, mustahil seseorang akan selalu
terhindar dari beban-beban berat yang menekannya. Beban-beban berat
tersebut bisa saja menimbulkan stres jika kita beranggapan bahwa kita kurang
mampu dalam mengatasi beban tersebut. Hal itu, bisa membuat seseorang
semakin tertekan, sehingga timbullah stres. Stres bisa dialami oleh siapa saja,
baik anak kecil, remaja, orang dewasa, maupun orang tua.
Masa remaja dimulai pada saat seorang anak telah mencapai usia
matang, yaitu pada usia 13 tahun sampai 17 tahun dan berakhir pada usia 16
tahun sampai 18 tahun. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana remaja
kerap dibenturkan pada masalah awal kehidupan. Remaja juga akan
mengalami siklus emosional yang meledak-ledak. Hal ini terjadi karena emosi
remaja masih stabil, sering menggebu-gebu, sangat bersemangat, namun
mudah putus asa. Hal ini biasanya memicu kenakalan pada remaja, dimana
salah satu kenakalan remaja yang paling sering ditemui yaitu merokok.
Perilaku merokok pada remaja umumnya ssemakin lama akan semakin
meningkat sesiai dengan tahap pekembangannya yang ditandai degan
meningkatnya frekuensi dan intensitas merokok sehingga mereka akan
semakin ketergantungan dengan nikotin. Dampak merokok tidak hanya pada
kesehatan fisik tetapi juga terhadap perkembangan individu. Hasil penelitian
menunjukkan perilaku merokok dapat meningkatkan kecenderungan untuk
mencoba zat adiktif lain dan narkoba.
Salah satu faktor merokok di kalangan remaja disebabkan oleh faktor
psikologis yaitu stres. Stres yang terjadi pada remaja biasanya disebabkan
oleh beberapa faktor seperti faktor biologis, faktor keluarga, faktor sekolah,
faktor teman sebaya, dan faktor lingkungan sosial. Merokok merupakan salah
satu contoh dari strategi manajemen yang tidak efektif namun banyak disukai,
meskipun semua orang mengetahui akibat negatif dari merokok, tetapi jumlah
perokok semakin meningkat dan usia perokok semakin bertambah muda.
Stres merupakan bagian yang tidak dapat dihindari dari kehidupan.
Stress sendiri dapat memperngaruhi setiap orang, bahkan anak-anak.
Kebanyakan stress diusia remaja ini berkaitan dengan masa pertumbuhan,
dimana para remaja akan mencoba mencari jati dirinya.
Remaja laki-laki biasanya yang paling sering mengalami konflik
dengan orang tua dan guru dimana mereka biasanya sering menentang aturan
aturan yang ada, baik itu peraturan disekolah maupun peraturan dirumah.
Remaja laki-laki biasanya akan malas mengerjakan tugas disekolah, sering
tidak masuk sekolah, dan melakukan kenakalan kenakalan lainnya seperti
merokok dan berkelahi dengan teman.
Stress pada remaja laki laki dan perempuan pada umumnya sama,
hanya saja pada remaja perumpuan biasanya akan sering merasa cemas ketika
sedang menghadapi masalah, sedangkan pada remaja laki laki akan cenderung
lebih berperilaku agresif. Remaja lak-laki yang mengalami stress biasanya
akan melakukan perbuatan negative seperti merokok dan mengkonsumsi
alcohol.
Perilaku merokok ini juga biasanya bermula dari lingkungan dan
individu, dimana perilaku merokok selain disebabkan oleh factor dalam diri
juga disebabkan oleh factor lingkungan. Dimana biasasnya usia bagi perokok
awal seperti remaja ini perkiraan pada usia 11-13 tahun dimana mereka
terkadang sering melihat orang orang dewasa disekitarnya merokok sehingga
mereka tertarik dan mencobanya. Padahal hal tersebut bukanlah hal yang patut
dicontoh.
Merokok dapat membuat orang tidak stres lagi. Perasaan ini tidak
akan lama begitu selesai merokok mereka akan kembali merokok
untuk tidak kembali stres. Keinginan ini kembali timbul karena ada
hubungan antara perasaan negatif dengan rokok yang berarti perokok
akan kembali merokok untuk mengurangi stres tapi kenyataanya berhenti
merokok dapat mengurangi stres.
Merokok dapat bermakna untuk meningkatkan konsentrasi, menghalau
rasa kantuk, mengakrabkan suasana, sehingga timbul rasa persaudaraan. Bisa
terjadi karena Kebiasaaan, Reaksi emosi yang positif, Reaksi untuk penurunan
emosi, Alasan social, Kecanduan atau ketagihan, depresi dan stress. Faktor
tersebut muncul ketika usia remaja. dari beberapa faktor tersebut stress terjadi.
Dimana usia remaja belum bisa mengenal apa yang dia lakukan benar atau
tidak. Remaja yang mengalami stres ini sangat mungkin mengembangkan
perilaku merokok sebagai suatu cara untuk mengatasi stres yang mereka
hadapi karena kurangnya perkembangan ketrampilan menghadapi masalah
secara kompeten dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.
Terkadang masalah yang dihadapi oleh remaja akan membuatnya
rumit padahal belum tentu serumit itu namun remaja dapat merasa tenang
setelah mengkomsumsi rokok. Remaja yang memiliki tanggu jawab dan tak
mampu menyelesaikan mereka akan mengalami stress. Remaja akan
mengkomsumsi rokok pada saat stress itu muncul. Baginya setelah
mengkomsumsi akan tenang dan merasa masalahnya tidak berat.
II. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang, dapat diidentifikasi masalah yang akan terjadi adalah:
1. Mengidentifikasi masalah pada remaja
2. Mengidentifikasi tingkat stress pada remaja
3. Mengidentifikasi perilaku merokok pada remaja
4. Menganalisis hubungan merokok terhadap intensitas stres pada remaja

III. Batasa Masalah


Dari latar belakang dapat diputuskan masalah masalah yang akan di teliti
lebih dalam antara lain:
1. Untuk mengatahui masalah yang dihadapi pada remaja
2. Untuk mengetahui tingkat stress pada remaja
3. Untuk mengetahui perilaku merokok pada remaja
4. Untuk mengatahui hubungan merokok terhadap intensitas stress.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

I. Pengertian Stres
Stres merupakan reaksi yang normal, gangguan pada tubuh
dan pikiran yang di sebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan
yang dipengaruhi oleh lingkungan maupun penampilan individu di
dalam lingkungan. (Titik Lestari, 2014 ).
Stres tidak hanya dialami oleh orang dewasa, tetapi juga pada
remaja. Banyak tantangan yang harus dihadapi remaja yang tidak
kalah berat dengan orang dewasa. Selain itu juga remaja harus
menyesuaikan dengan pertumbuhan dan perubahan fisik, remaja harus
mengikuti berbagai tes dan ujian sekolah, konflik dengan orang tua,
dan juga tekanan oleh sebaya. Semua ini yang membuat remaja
kadang mengalami tekanan atau stress melebihi orang dewasa
(Saefullah,2010).
Stres pada umumnya merupakan dampak dari ketidak
seimbangan pikiran dan mekanisme pertahanan tubuh, sehingga
defense sistem yang dimiliki tubuh biasa bekerja dengan otomatis juga
mengalami masalah bahkan bisa tidak berjalan sekaligus. Hal itu
secara garis besar bisa dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal
manusia.
Faktor internal merupakan faktor penyebab terjadinya stres
dari dalam diri seseorang. Gangguan kesehatan mental fisik, serta
kekecewaan dan ketakutan yang berlebihan.Faktor eksternal lebih
dipengaruhi oleh lingkungan, lebih pada persoalan adaptasi yang
membutuhkan waktu yang lama.
Stres adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia
yang mengakibatkan terjadinya respon stres.Stres dapat berasal
dari berbagai sumber baikdari kondisi fisik,psikologis, maupun sosial
dan juga muncul dari dalam kehidupan sosial, dan lingkungan luar
lainnya. (Titik Lestari,2014).
Stres merupakan sebuah kondisi dinamis dimana seseorang
dihadapkan pada konfrontasi antara kesempatan, hambatan atau
permintaan akan apa yang dia inginkan dan hasilnya dipersepsikan
tidak pasti dan penting (Sunyoto, 2012:62). Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, stres adalah gangguanatau kekacauan mental dan
emosional yang disebabkan oleh factor luar. Handoko (dalam Prasetyo
dan Wurjaningrum, 2008) mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi
ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi
seseorang. Stres juga merupakan suatu kondisi yang dialami oleh
manusia ketika harapan yang diinginkan dan kenyataan yang dihadapi
berbeda.
Hawari (dalam Irawati, 2012:10) mendefinisikan stres sebagai
suatu kondisi disebabkan oleh transaksi antara individu dengan
lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan
yang berasal dari situasi dengan sumber-sumber daya sistem biologis,
psikologis dan sosial dari seseorang. Stres merupakan interaksi antara
individu dengan lingkungan, menimbulkan suatu tekanan dalam
diriindividu akibat adanya tuntutan yang melebihi batas kemampuan
individu untuk menghadapi dan memberikan respon fisik maupun
psikis terhadap terhadap tuntutan yang dipersepsi (Bishop, dalam
Irawati, 2012:11).
Stres merupakan respon tubuh yang sifatnya non spesifik
terhadap tuntutan beban atasnya, dalam perkembangan selanjutnya
ternyata dampak stres ini tidak hanya mengenai gangguan fungsional
hingga kelainan organ tubuh, tetapi juga berdampak pada bidang
kejiwaan(Hawari,2008).
II. Pengertian Perilaku Merokok
Perilaku manusia adalah semua tindakan atau aktivitas dari
manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas,
baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat
diamati.Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau
aktivitas organisme (mahkluk hidup yang bersangkutan).
Sedangkan dari sepi kepentingan kerangka analis, perilaku adalah
apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut baik dapat diamati
secaralangsung maupun tidak langsung (Notoatmodjo,2010).
Perilaku merokok pada remaja sebagian besar merupakan
hasil dari proses kognitif bahwa mereka memiliki antisipasi
terhadap konsekuensi terkait dengan perilaku-perilaku mereka.
Perilaku merokok mereka ditentukan oleh keyakinan mereka
terhadap perilaku tersebut di antaranya penghayatan sosial dan
resiko kesehatan atau keuntungan-keuntungan dari merokok yang
berasal dari teman.
Menurut Silvan Tomkins dalam Aula (2010) menyebutkan
perilaku merokok terbagi menjadi empat tipe perilaku merokok
berdasarkan Management of affect theory.Tiga tipe tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan
negatif, banyak orang yang merokok dan mengurangi
perasaan negatif, misalnya saat mereka marah,cemas,dan
gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat.
2. Perilaku merokok adiktif, hal ini dinamakan
psychologaladditation oleh Green. Orang yang
menunjukkan perilaku seperti itu akan menambah dosis
rokok yang digunakan setiap saat setelah efek rokok yang
dihisapnya berkurang.
3. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan,
seseorang merokok bukan demi mengendalikan
perasaannya, tetapi karena benar-benar menjadi suatu
perilaku yang bersifat otomatis, sehingga seringkali
dilakukan tanpa dipikirkan dan disadari.

Perilaku merokok merupakan perilaku yang merugikan, tidak


hanya bagi individu yang merokok tetapi juga bagi orang-orang
disekitar perokok yang ikut terhirup asap rokok. Kerugian yang
ditimbulkan bisa dari sisi kesehatan dan ekonomi. Dari sisi kesehatan,
pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin,
karbomonoksida, dan tar akan memacu kerja dari susunan sistem
saraf pusat dan sususan saraf simpatis sehingga mengakibatkan
tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat
(Kendal & Hammen, 1998 dari Komalasari & Helmi, 2000),
menstimulasi kanker dan berbagai penyakit yang lain seperti
penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, jantung, paru-
paru, dan bronchitis kronis (Kaplan dkk, 1993 dari Komalasari &
Helmi, 2000).

Perilaku merokok merupakan perilaku yang dilakukan


denganproses membakar tembakau, kemudian dihisap asapnya dengan
menggunakan rokok atau pipa (Sitepoe, 2000). Perilaku merokok
sudah sangat berkembang pada masyarakat Indonesia dari dewasa
hingga remaja banyak yang mempunyai kebiasaan merokok. Para
perokok sangat mudah ditemui, seperti di rumah, cafe, kantor hingga
di sekolah –sekolah (Cahyo et al, 2011).

Merokok adalah menghisap rokok, sedangkan rokok adalah


silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm
dengan diameter sekitar 10mm yang berisi daun-daun tembakau
yang telah dicacah (Poerwadarminta,1983). Sedangkan menurut
Aritonang (dalam Perwitasari,2008) merokok adalah perilaku yang
komplek karena merupakan hasil interaksi dari aspek kognitif,
kondisi psikologis,dan keadaan fisiologis.

III. Pengertian Remaja


Remaja didefinisikan sebagai periode transisi perkembangan
dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang mencakup askep biologi,
kognitif,dan perubahan sosial yang berlansung antara usia 10-19 tahun
(Santrock, 1993).
Remaja adalah mereka yang mengalami masa transisi
(peralihan) dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, yaitu antara
usia 12-13 tahun hingga usia 20-an, perubahan yang terjadi termasuk
drastis pada semua aspek perkembangannya yaitu meliputi
perkembangan fisik, kognitif, kepribadian, dan sosial(Gunarsa, 2006:
196).
Menurut Pieget (dalam Hurlock) mengatakan secara psikologis
remaja adalah usia dimana individu berinteraksi dengan masyarakat
dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah ikatan orang-
orang yang lebih tua melainkan dalam tingkatan yang sama sekurang-
kurangnya dalam masalah hak (Hurlock, 2001 : 206).
Remaja disebut juga "pubertas" yang nama berasal dari bahasa
latin yang berarti "usia menjadi orang" suatu periode dimana anak
dipersiapkan untuk menjadi individu yang dapat melaksanakan tugas
biologis berupa melanjutkan keturunannya atau berkembang
biak(Gunarsa, 2007: 27).
Untuk menghindari timbulnya salah faham, kiranya perlu
dijelaskan mengenai istilah pubertas dan umur anak pada masa ini.
Masa pubertas atau puberteit berjalan dari umur 16 tahun sampai
dengan 18 tahun. Pada umur 15 tahun anak dikatakan berada dalam
masa prapubertas atau prapuberteit, sedangkan masa antara 12 tahun
dan 15 tahun dinamakan periode pueral. Pada umur 19 tahun anak
berada dalam masa pubertas adolesensi(Santrock, 2003 : 132).
Masa remaja dikatakan sebagai suatu masa yang berbahaya,
karena pada periode itu, seseorang meninggalkan tahap kehidupan
anak-anak, untuk menuju tahap selanjutnya yaitu tahap kedewasaan.
Masa ini dirasakan sebagai suatu masa krisis karena belum adanya
pegangan, sedangkan kepribadiannya sedang mengalami
pembentukan. Pada waktu itu dia memerlukan bimbingan, terutama
dari orang tuanya(Soerjono S, 1990: 372-373).
BAB III

METODEKOGI PENELITIAN

I. Jenis Penelitian
Kuantitatif adalah sebuah penilaian yang dilakukan berdasarkan
jumlah sesuatu, yang mana dalam hal ini kualitas bukanlah sebagai faktor
utama yang menjadi dasar penilaian. Di dalam kuantitatif semua aspek
mutu akan dikesampingkan terlebih dahulu dan faktor jumlah atau
kuantitaslah yang akan menjadi dasar penilaian utamanya.Penelitian
kuantitatif ialah jenis penelitian yang analisit, tertata, terorganisasi dari
awal sampai akhir penelitian dan condong penelitian tersebut memakai
pengkajian angka-angka perangkaan. Maka suatu kebiasaan apabila dalam
penelitian kuantitatif tata cara akumulasi data memakai masyarakat dan
sempel
.
II. Fokus Penelitian
Dalam penelitian atau variable adalah gejala utama berupa konsep
mengenai atribut atau sifat yang terdapat pada subjek penelitian yang
hendak diamati selanjutnya, fokus dalam penelitian ini meliputi dua hal,
yaitu:
1. Fokus pada masalah apa yang membuat para remaja berperilaku
merokok
2. Fokus pada apa penyebab remaja stress.
Hubungan antar fokus dalam penelitian ini belum dapat ditemukan
dalam rencana penelitian dan diharapkan dapat muncul setelah melalui
tahapan analisis hasil penelitian. Oleh karena itu, jika analisis penelitian
dapat menemukan hubungan antar fokus, maka hubungan tersebut akan
disajikan dalam bagian pembahasan hasil penelitian.
III. Sumber Data Penelitian
Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data yang diperoleh dari
observasi yang dilakukan. Dimana fokus penelitian ini adalah hubungan
perilaku merokok terhadap stress pada remaja. Jadi sumber data itu
menunjukkan asal informasi. Data itu harus diperoleh dari sumber data
yang tepat, jika sumber data tidak tepat, maka mengakibatkan data yang
terkumpul tidak relevan dengan masalah yang diteliti. Sehubungan dengan
wilayah sumber data yang dijadikan sebagai subjek penelitian ini ada dua
yaitu:
 Sumber Data Primer
Sumber data yang diperoleh secara langsung dari lapangan.
Sumber data primer juga merupakan sumber-sumber dasar yang
merupakan bukti atau saksi utama dari kejadian itu. Data primer juga
dapat diperoleh dari hasil observasi yang telah dilakukan. Jadi, data
primer ini diperoleh secara langsung melalui pengamatan dan
pencatatan dilapangan. Data primer dalam penelitian ini diperoleh
melalui obsrvasi secara langsung kepada remaja yang sedang merokok
yang ada di Bayas Jaya Kabupaten Kempas, Inhil.
Selain itu sumber data yang diperoleh bedasarkan hasil dari
dokumentasi yang dilakukan sebelumnya. Walaupun dengan
melakukan observasi disini peneliti juga mengambil sedikit
dokumentasi.
 Sumber Data Sekunder
Sumber data skunder merupakan sumber pendukung, baik
berupa buku, artikel, jurnal ilmiah dan lain sebagainya yang relevan
dengan permasalahan yang dibahas dalam pernelitian. Sebagai bahan
pendukung, peneliti menggunakan jurnal yang relevan dengan
penelitian. Selain itu, peneliti juga menggunakan beberapa artikel
sebagai pelengkap.

IV. Metode Pengumpulan Data


Berdasarkan dengan penelitian yang telah dilakukan, untuk
memperoleh data yang tepat dan baik, maka diperlukan adanya metode
pengumpulan data yang tepat dan sesuai menurut masalah dan objek yang
telah diteliti. Dengan ini berdasarkan hasil penelitian disini peneliti
menggunakan beberapa metode pengumpulan data, antara lain:
a. Observasi
Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan
pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis
terhadap obyek yang akan diteliti. Observasi dilakukan
oleh peneliti dengan cara pengamatan dan pencatatan
yang dilakukan secara langsung.
b. Dokumentasi
Jadi, yang dimaksud dengan metode dokumentasi adalah
cara mengumpulkan data dengan jalan mencatat data penelitian
yang terdapat dalam buku-buku catatan, arsip dan lain
sebagainya. Dalam penelitian ini ada banyak data yang
terhimpun baik berbentuk arsip atau dokumen.
c. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang
dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara
peneliti dan narasumber. Seiring perkembangan teknologi,
metode wawancara dapat pula dilakukan melalui media-media
tertentu, misalnya telepon, email, atau skype. Wawancara
terbagi atas dua kategori, yakni wawancara terstruktur dan
tidak terstruktur. Wawancara terstruktur dalam wawancara
terstruktur, peneliti telah mengetahui dengan pasti informasi
apa yang hendak digali dari narasumber. Pada kondisi ini,
peneliti biasanya sudah membuat daftar pertanyaan secara
sistematis. Peneliti juga bisa menggunakan berbagai instrumen
penelitian seperti alat bantu recorder, kamera untuk foto, serta
instrumen-instrumen lain. Wawancara tidak terstruktur adalah
wawancara bebas. Peneliti tidak menggunakan pedoman
wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan spesifik, namun
hanya memuat poin-poin penting dari masalah yang ingin
digali dari responden.
DAFTAR PUSTAKA

166-392-5-PB.pdf

226-554-1-PB.pdf

http://eprints.ums.ac.id/42219/30/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf

psi-des2005- (7).pdf

Anda mungkin juga menyukai