Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cedera memiliki morbiditas tertinggi terutama akibat jatuh dan kecelakaan

sepeda motor. Sedangkan persentase untuk jenis cedera, dengan persentase terbanyak

adalah luka lecet (exsoriasi) sebesar 70,9%. Jenis cedera terbanyak ketiga adalah luka

robek ( punctum ) sebesar 23,2%, luka sendiri terbagi menjadi 4 yaitu vulnus

laseratum, vulnus punctum, vulnus scisum, vulnus exsoriasi. Sementara untuk Cedera

kepala merupakan penyebab utama kematian akibat trauma dengan angka kejadian

hampir 50% dari total seluruh kejadian kematian akibat trauma. Distribusi kasus

cedera kepala lebih banyak terjadi pada kelompok usia produktif, yaitu antara 15-44

tahun, dan lebih didominasi oleh jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan.1,2

Di Amerika serikat diperkirakan terdapat 500.000 kasus dan 10% diantaranya

meninggal sebelum sampai di rumah sakit, dimana 80% dari penderita yang masuk

kerumah sakit dikelompokan menjadi cedera kepala ringan, 10% cedera kepala

sedang dan 10% cedera kepala berat.Lebih dari 100.000 orang mengalami berbagai

tingkat kecacatan akibat cedera kepala setiap tahunnya di Amerika Serikat 1 Pada

tahun 2011 di rumah sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung tercatat kasus cedera

kepala mencapai 2.509 kasus dengan 74% (1.856) kasus dikelompokan menjadi

cedera kepala ringan, 17% (438) kasus cedera kepala sedang dan 9% (215) dalam

kasus cedera kepala berat.1 . Di Indonesia data epidemiologi tentang cedera kepala
hingga saat ini belum tersedia, namun salah satu data rumah sakit di Indonesia

menjelaskan bahwa kasus cedera kepala dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.

Data cedera kepala di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar pada tahun

2005 berjumlah 861 kasus, tahun 2006 berjumlah 817 kasus, dan tahun 2007

berjumlah 1.078 kasus.3

1.2 Batasan Masalah

Laporan kasus ini membahas dan menganalisis kasus cedera kepala ringan

dari defenisi, epidemiologi, klasifikasi, fisiologi,patofisiologis, perlukaan dan

perdarahan ekstrakranial dan intracranial, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan laporan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan

pengetahuan mengenai kasus cedera kepala. Hal ini disebabkan cedera kepala

memiliki morbiditas yang tinggi dalam kecelakaan.

1.4 Metode penulisan

Laporan kasus ini memiliki metode penulisan yang berdasarkan pada berbagai

tinjauan ustaka yang mengacu pada kasus cedera kepala.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kepala

2.1.1 Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit,

connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika,

loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.4 suplai darah

yang melimpah di kulit kepala, laserasi kulit kepala dapat menyebabkan kehilangan

banyak darah, syok hemoragik, dan bahkan kematian. 5

Gambar 2.1 Anatomi SCALP5

2.2 CEDERA KEPALA

2.2.1 DEFINISI
Cedera kepala merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan, dan juga

merupakan salah satu masalah kesehatan dan sosial di berbagai negara di dunia.

Cedera kepala didefinisikan sebagai penyakit non degeneratif dan non kongenital

yang disebabkan oleh massa mekanik dari luar tubuh, cedera ini akan mengakibatkan

gangguan fungsi kognitif dan psikososial, yang dapat terjadi sementara atau

permanen, yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran.3

2.2.2 EPIDEMIOLOGI

Di Amerika serikat diperkirakan terdapat 500.000 kasus dan 10% diantaranya

meninggal sebelum sampai di rumah sakit, dimana 80% dari penderita yang masuk

kerumah sakit dikelompokan menjadi cedera kepala ringan, 10% cedera kepala

sedang dan 10% cedera kepala berat.Lebih dari 100.000 orang mengalami berbagai

tingkat kecacatan akibat cedera kepala setiap tahunnya di Amerika Serikat. Sebuah

studi epidemiologi cedera kepala di Amerika Serikat menunjukkan bahwa orang pada

usia 15–24 tahun berada pada risiko tertinggi mengalami cedera kepala. Di Indonesia

data epidemiologi tentang cedera kepala hingga saat ini belum tersedia, namun salah

satu data rumah sakit di Indonesia menjelaskan bahwa kasus cedera kepala dari tahun

ke tahun mengalami peningkatan. Data cedera kepala di Rumah Sakit Dr. Wahidin

Sudirohusodo, Makassar pada tahun 2005 berjumlah 861 kasus, tahun 2006

berjumlah 817 kasus, dan tahun 2007 berjumlah 1.078 kasus.1,3

2.2.3 KLASIFIKASI5
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3

deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, beratnya cedera kepala, dan

morfologinya.

a. Mekanisme Cedera Kepala

Cedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul

biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan

benda tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.

b. Beratnya cedera

Cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale adalah

sebagai berikut :

1. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 13-15

2. Cedera kepala sedang memiliki nilai GCS 9-12

3. Cedera kepala berat dengan nilai GCS 3-8

Glasgow Coma Scale nilai ai

Respon membuka mata (E)


Buka mata spontan 4
Buka mata dengan perintah 3
Buka mata bila dirangsang nyeri 2
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun 1

Respon verbal (V) ______


Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5
Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang 4
Kata-kata tidak teratur 3
Suara tidak jelas 2
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun 1

Respon motorik (M)


Mengikuti perintah 6
Melokalisir nyeri 5
Fleksi untuk menghindari nyeri 4
Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
Ekstensi (deserebrasi) 2
Tidak ada reaksi 1
Klasifikasi patologis membagi pasien berdasarkan kelainan atau kerusakan

patologis yang terjadi, yaitu:5

1. Cedera kepala primer

Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terhadi pada masa akut, yaitu

segera setelah benturan terjadi. Cedera kepala primer dapat berbentuk laserasi

kulit kepala, perdarahan, fraktur dan kerusakan jaringan otak. Kerusakan

dapat bersifat fokal maupun difus, dan dapat mengenai jaringan kulit sampai

otak.

a. Kerusakan fokal : kerusakan jaringan yang bersifat fokal atau terbatas pada

suatu bagian dengan bagian lain relatif tidak terganggu.

Kerusakan yang terjadi dapat berupa perlukaan dan

persarafan ekstrakranial, fraktur tulang kepala,

perdarahan intrakranial, kontusio dan laserasi serebri.

b. Kerusakan difus : kerusakan yang bersifat menyeluruh dari otak.

c. Cedera aksonal difusa (diffuse axonal injury)

d. Diffuse vascular injury

2. Cedera kepala sekunder

Cedera kepala sekunder adalah kelainan atau kerusakan yang terjadi setelah

terjadinya trauma atau benturan dan merupakan akibat dari peristiwa yang terjadi
pada kerusakan primer. Kelainan dapat muncul segera atau beberapa hari kemudian,

dan dapat bersifat intracranial ataupun sistemik. Kelainan yang terjadi antara lain:5

a. Gangguan sistemik akibat hipoksia dan hipotensi.

b. edema serebral

c. Herniasi jaringan otak

d. Peningkatan tekanan intracranial

e. Infeksi

f. Hidrosefalus

g. Fistula cairan serebrospinal.

2.3 FISIOLOGI CEDERA KEPALA5

2.3.1 Tekanan intrakranial (TIK)


Peningkatan tekanan intrakranial yang selanjutnya dapat mengurangi perfusi

otak yang akhirnya berdampak buruk terhadap penderita mencetuskan terjadi

iskemia. TIK Normal kira-kira sebesar 10 mmHg, TIK lebih tinggi dari 20mmHg.

2.3.2 Hukum Monroe-Kellie

Doktrin monro-kellie merupakan suatu konsep sederhana untuk memahami

dinamika tekanan intracranial (TIK). Dalam doktrin monro-kellie, volume

intracranial harus selalu konstan karena rongga intracranial adalah rongga yang kaku

dan tidak mungkin mekar. Dalam keadaan normal, volume intracranial terdiri atas

volume vena, arteri , jaringan otak dan cairan serebrospinal. Bila terjadi cedera

kepala, dapat terbentuk massa intracranial baru seperti perdarahan yang menambah

tekanan intracranial. Darah didalam vena dan CSS dapat dikeluarkan untuk
mempertahankan tekanan intracranial tetap normal. Mekanisme kompensasi berupa

pengeluaran darah didalam vena dan pengurangan volume CSS, memiliki batas

kompensasi. Sekali volume perdarahan melewati batas kompensasi, maka tekanan

intracranial akan meningkat dengan cepat, menyebabkan pengurangan atau

penghentian aliran darah otak.

Gambar 2.2 Doktrin Monro-Kellie

2.4 PERLUKAAN DAN PERDARAHAN EKSTRAKRANIAL6

2.4.1 LASERASI KULIT KEPALA

Perdarahan harus dikendalikan secepat mungkin yaitu dengan penekanan

secara langsung, bila tidak berhasil dapat dilakukan infiltrasi lidokain dan epinefrin

secara lokal yang diikuti dengan pemasangan klem dan ligasi pembuluh darah.

Bekuan darah dan debris harus dibersihkan dengan baik sebelum luka ditutup. Pada

luka perlu diperhatikan dasar luka, ada tidaknya fraktur serta ada tidaknya kebocoran
cairan serebrospinal. Jika dasar luka adalah tulang dan intak, luka cukup dibersihkan

dengan irigasi menggunakan cairan normo saline, dilakukan debridement dan luka

dijahit. Pada pasien diberikan antibiotik, analgetik dan anti tetanus.

2.5 PERDARAHAN INTRAKRANIAL7

Cedera otak fokal termasuk hematoma epidural, hematoma subdural,

kontusio dan hematoma intraserebral. Berikut penjelasannya

- EPIDURAL HEMATOMA

Gambar 2.2 EDH7

Akumulasi darah antara tulang kepala dan duramater yang terjadi akibat

separasi tulang dan duramater sehingga merobekan pada pembuluh darah yang

berjalan disekitar duramater dan tulang. Penyebabnya akibat robeknya arteri

meningika media. Gejala klinis adanya lucid interval ( penurunan kesadaran,

kembali sadar sementara dan penurunan kesadaran )

- INTRAKRANIAL HEMATOMA
Gambar 2.3 ICH7

Perdarahan pada parenkim otak dengan ukuran lebih dari 2 cm, sedangkan

ukuran < 2 cm disebut sebagai kontusio. Perdarahan intraserebral disebabkan

oleh rupture pembuluh darah pada saat terjadi trauma. Pada area perdarahan akan

tampak pad ct-scan warna hipodens


- SUBDURAL HEMATOMA

Gambar 2.4 SDH7

Pada ct-scan akan didiagnosis sebagai lesi ekstraparenkimal, hiperdense

gambaran akan membentuk bulan sabit.

a. Subdural hematoma akut :kurang 3 hari

b. Subdural hematoma sub akut : 4-21 hari

c. Subdural hematoma kronis : diatas 21 hari

2.7 Diagnosis8
Diagnosis ditegakkan melalui secondary survey, yang hanyak dilakukan jika

primary survey selesai dan kegawatdaruratan yang mengancam jiwa telah diatasi.

Diagnosis dilakukan :

a. Anamnesis

Dari anamnesis. Dapat menggunakan AMPLE untuk mengumpulkan informasi

tersebut:

A : Alergies -> Riwayat alergi

M: Medication -> Riwayat penggunaan obat (terutama antikoagulan,

antiplatelet,dll)

P : Past medical history -> riwayat penyakit dahulu

L : Last meal -> waktu terakhir makan

E : Events leading injury -> mekanisme kejadian

b. Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan Neurologi

Penilaian untuk cedera kepala umumnya mengacu pada Glasgow Coma

Scalei (GCS). Penilaian dengan GCS ini bermanfaat untuk menentukan

klasifikasi berat ringannya cedera yang terjadi, jenis tindakan dan prognosis.

2. Pemeriksaan fisik umum

Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi tanda vital dan sistim organ.

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan bersamaan dengan secondary survey bila

cedera tidak terlalu berat. Selain penilaian GCS, perlu dilakukan pemeriksaan

lebih dalam yaitu pemeriksaan fungsi batang otak, saraf kranial, fungsi

motorik, fungsi sensorik dan reflex-refleks. Gangguan pada fungsi batang


otak menunjukkan adanya cedera yang serius di daerah batang otak dan saraf

kranial.

3. Pemeriksaan radiologi yang paling sering dan mudah untuk dilakukan yaitu

rontgen kepala. Rontgen kepala kerap dijadikan pemeriksaan skrining adanya

fraktur tulang tengkorak. Foto rontgen kepala harus dilakukan dalam dua

posisi yaitu anteroposterior dan lateral.

Indikasi CT –scan kepala5

Ct-scan kepala dilakukan dengan pasien suspek cedera kepala ringan

(kehilangan kesadaran, amnesia, pasien yang disorientasi dengan score GCS

13-15 ) dan memenuhi beberapa factor.

- resiko tinggi : score GCS 15 setelah 2 jam kecelakaan, suspek faktur

terbuka atau depress fartur kepala, adanya tanda (raccoon eyes, otorrhea atau

rhinorrhea, bettle’s), muntah, usia lebih dari 65 tahun.

- resiko sedang : kehilangan kesadaran ( lebih dari 5 menit), amnesia ( lebih

dari 30 menit), makanisme yang berbahaya contohnya pejalan kaki yang

tertabrak motor, pekerja yang terlempar dari kendaraan bermotor, jatuh dari

ketinggian >3 kaki atau 5 buah anak tangga.

TATALAKSANA CEDERA KEPALA5

Prinsip penanganan awal cedera kepala sedang dan berat mencakup primary

survey, secondary survey, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Berikut ini ada beberapa algoritma cedera kepala berdasarkan GCS. Tujuan utama

dari protokol perawatan intensif adalah untuk mencegah kerusakan sekunder pada
otak yang sudah terluka. Prinsip dasar pengobatan TBI adalah, jika jaringan saraf

yang terluka diberikan kondisi optimal untuk pulih, jaringan saraf tersebut dapat

kembali berfungsi normal. Terapi medis untuk cedera otak termasuk cairan intravena,

koreksi antikoagulan, hiperventilasi sementara, manitol (Osmitrol), larutan garam

hipertonik, barbiturat, dan antikonvulsan5

Gambar 2.4 Algoritma penatalaksanaan cedera kepala ringan.5


Gambar 2.5 Algoritma penatalaksanaan cedera kepala sedang5
Gambar 2.6 Tatalaksana cedera kepala berat5

2.7 KOMPLIKASI CEDERA KEPALA9,10

Cedera kepala yang tidak mendapat tatalaksana yang tepat atau ditatalaksana

terlambat dapat menyebabkan berbagai komplikasi seperti:

1. Cedera otak sekunder akibat hipoksia dan hipotensi

2. Edema serebri

3. Peningkatan tekanan intracranial

4. Herniasi jaringan otak

5. Infeksi
7. Hidrosefalus

8. Fistula cairan serebrospinalis.

2.8 PROGNOSIS 8

Banyak yang mempengaruhi prognosis cedera kepala terutama usia, karna


semakin bertambahnya usia maka akan meningkatkan mortalitas. Nilai GCS
berhubungan dengan hasil akhir. Tanda-tanda disfungsi batang otak merupakan factor
prognosis yang buruk.

Gambar 2.7 prognosis cedera kepala5


BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. J

Umur : 52 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat :-

Pekerjaan :-

MRS : 24 Agustus 2020

II. Primary Survey

Airway and cervical control

a. Objective
- Penurunan kesadaran GCS 12 (E3V4M5)
- Gurgling (-), snoring (-)
b. Assesment
-
c. Action
- Pasang pulse oxymetri
- Cervical control
d. Evaluasi:
- Saturasi oksigen 98%

Breathing and ventilaton

a. Objective
- Inspeksi : jejas didada (-), gerakan dinding dada simetris, retraksi
interkostal (-), deviasi trakea (-)
- Palpasi : Krepitasi (-)
- Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
- Auskultasi : Vesicular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- RR : 22x/m
b. Assesment : Breathing clear
c. Action : Berikan Oksigen 5-6 L/m
d. Evaluasi :
- Saturasi oksigen 98%

Circulation and hemorrhagic control


a. Objective
- Nadi 79 x/m, regular
- Tekanan darah: 120/80 mmHg
- Akral hangat, CRT <2 detik
b. Assesment
- Sirkulasi baik
c. Action
- Pasang infus RL 30 tpm
d. Evaluasi:
- Produksi urin, frekuesi nadi, tekanan darah dan CRT
Disability and neurologic state
a. Objective

- Pupil isokor (+/+) (3mm), reflex cahaya (+/+)

- GCS : 12 (E3 V54 M5)

- Kekuatan motorik : sulit dinilai


b. Assessment

- status neurologis tidak ada kelainan

Exposure and environment

selimuti pasien untuk mencegah hipotermia

III. Secondary Survey :

Keluhan Utama:

Penurunan kesadaran post kecelakaan lalu lintas 10 menit SMRS

Mekanisme trauma:

Pasien datang dibawa keluarga dengan penurunan kesadaran setelah

kecelakaan sejak 10 menit SMRS. Pasien mengendarai motor dengan kecepatan

tinggi Pasien terjatuh dari kursi motor saat terjadi kecelakaan antara mobil dan

motor. Kemudian terjatuh kearah sisi kiri motor dan kepala pasien mengenai aspal

jalan. Pasien lalu tidak sadarkan diri setelah terjadi kecelakaan. Muntah (-), keluar

darah dari hidung, mulut (-), Luka robek pada telinga kiri (+), Kejang (-)
Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat alergi disangkal.


- Hipertensi (-)
- DM (-)

AMPLE

Alergi : tidak terdapat riwayat alergi makanan dan obat-obatan pada pasien

Medication : pesien tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan

Past illnes : tidak ada

Last meal : tidak diketahui

Eveent : pasien mengalami penurunan kesadaran

IV. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


GCS : 15 (E4 V5 M6)
Pernafasan : 22 x/menit
Nadi : 79 x/menit
Tekanan Darah : 120/80
Suhu : 36,8ºC

Status generalis :

Kepala dan leher : Status lokalis

Thorax  : Dalam batas normal

Abdomen : Dalam batas normal


Ekstremitas : Dalam batas normal

Status lokalis : kepala dan leher

Inspeksi :

- Terdapat vulnus laseratum pada regio aurikula dan retroaurikula sinistra

- Hematome (-)

Palpasi :

- Terdapat vulnus laceratum dengan ukuran 3 cm x0,3 cm regio auricula sinistra

dan 4 cm x 0,5 di regio retroauricula sinistra

- Nyeri tekan (+)

DIAGNOSIS KERJA
- Cedera kepala ringan
- Vulnus laseratum auricular sinistra
USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan laboratorium: Darah rutin
- CT Scan Kepala

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium ( 24/8/2020)
Darah Rutin
• Hb : 13,0 g/dl
• Leukosit : 12.800 uL
• Ht : 39%
• Trombosit : 154.000 uL
• Eritrosit : 4,7 jt/mm2

Pemeriksaan Radiologi
CT Scan Kepala ( 25/8/2020)

Kesan : Normal
DIAGNOSIS AKHIR
Cedera kepala ringan + vulnus laseratum auricular sinistra

PENATALAKSANAAN
Non-farmakologi
• Bed rest – observasi GCS
• Oksigen 5-6 L/m
• IVFD 30tpm RL

Farmakologi
- Inj. Ceftriaxon 1 Amp / 12 jam
- inj. Ketorolac 1 amp /12 jam
- inj. Omeperazole 1 vicl/12 jam
- konsul spesialis bedah saraf
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien ini didiagnosis dengan cedera kepala ringan dengan vulnus laseratum

auricular sinistra, berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Pada pasien ini didapatkan dari anamnesis bahwa pasien mengalami

kecelakaan, pasien terjatuh dari motor akibat ditabrak mobil. Pasien jatuh kesisi kiri

motor dan kepala pasien mengenai aspal jalan. Pasien tidak sadar selama kurang lebih

10 menit dan tidak terdapat kelainan neurologis. pasien tidak sadarkan diri hal ini

disebabkan akibat batang otak mengalami akselerasi yaitu gerakan cepat dan

mendadak kemudian teregang dan terjadi blockade reversible. Dari blockade tersebut

otak mendapat input aferen sehingga menyebabkan hilangnya kesadaran. Pada juga

pasien tidak ditemukan mual maupun muntah ini menandakan pasien tidak terjadi

peningkatan intracranial.

Berdasarkan pemeriksaan fisik, untuk mendiagnosis pasien dengan dicurigai

terjadi cedera kepala diperlukan pemeriksaan yang baik, pemeriksaan mini neurologis

dan status lokalis dapat membantu untuk menegakkan diagnosis. Dalam mini

neurologis, pemeriksaan yang dilakuakan adalah GCS dimana dalam pemeriksaan

tersebut dapat dinilai tingkat cedera yang terjadi pada pasien, pada GCS dapat kita

nilai mengenai Eye, Verbal, dan Motorik dengan demikian, kita dapat menilai tingkat
cedera kepala yang terjadi, apakah dalam keadaan cedera kepala ringan, cedera

kepala sedang dan cedera kepala berat.

Pemeriksaan mini neurologis diruangan pada pasien ini didapatkan hasil, Eye

dengan skore 4 dimana pasien berbicara spontan, Verbal 5 dimana pasien dapat

berorientasi baik dan didapatkan motorik dengan nilai 6 dimana pasien dapat

melakukan gerakan ketika diperintah, dimana dengan skor 15 dapat diklasifikasikan

sebagai cedera kepala ringan. Pasien juga tidak ada mual dan muntah hal ini

menandakan pasien tidak ada peningkatan intracranial, sementara itu kelemahan

motrik juga tidak ditemukan.

Pada pasien dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium dan ct-scan.

Hasil laboratorium terdapat peningkatan leukosit 12.800 (nilai normal 5000-10000)

namum pada pemeriksaan temperature tubuh 36,8 derajat celcius, pasien tidak

ditemukan demam. Pemeriksaan penunjang lain adalah ct-scan kepala didapatkan

hasil normal.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Cedera kepala merupakan penyebab kematian dan kecacatan utama di

berbagai negara didunia. Cedera kepala diklasifikasikan sebagai cedera kepala ringan,

sedang dan berat. Penilai cedera kepala berdasarkan penilaian Glasgow Coma Scale

(GCS). Klasifikasi cedera kepala lainnya juga dapat dinilai berdasarkan morfologi

yaitu fraktur tulang tengkorak dan lesi intracranial.

Diagnosis cedera kepala dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan awal cedera kepala

merupakan hal yang terpenting yang menentukan prognosis pada pasien. Tatalaksana

dimulai dari tahap pra-rumah sakit dan tindakan di gawat darurat. Penatalaksanaan

yang cepat dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi yang fatal dan mencegah

kecacatan pada pasien dengan cedera kepala. Tatalaksana yang dilakukan pada pasien

cedera kepala ditentukan oleh berat ringannya cedera kepala.


FOLLOW UP

Tgl/jam Perjalanan penyakit terapiA

24/08/20 S: Nyeri pada auricula sinistra (+) - O2 5-6 L/m


11.35 O : TSS, Kesadaran : - IVFD 30tpm RL
Composmentis GCS 15. - Inj. Ceftriaxon 1 Amp / 12 jam
TD : 120/80 mmhg, Nadi 79 - inj. Ketorolac 1 amp /12 jam
x/mnt, Rr :24 x/mnt, Suhu : 36,8 - inj. Omeperazole 1 vicl/12 jam
- Status neurologis tidak ada -Rencana debridement retroauricula sinistra
kelainan - Rencana ct-scan kepala

Status lokalis
-Luka jahit pada auricula dan
retroauricula (+)
-Rubor (+)
-Kalor (+)
-Dolor (+)
-Fungsio laesa (-)
-Darah(-)
-Nanah (-)

A : CKR + vulnus laseratum


auricula sinistra
25/08/20 S : Nyeri post debridement - IVFD RL 28 gtt/I
(+) 1 hari - Ceftriaxone 2x1 gr
- Ranitidin 2x50 mg
-Tofedex 2x1 ampul
O : TSS, Kesadaran : -Piracetam 3x1 gr
Composmentis GCS 15.
TD : 120/80 mmhg, Nadi 79
x/mnt, Rr :24 x/mnt, Suhu : 36,8
Status neurologis tidak ada
kelainan

Status lokalis
-post debridement pada auricula
dan retroauricula (+)
-Rubor (+)
-Kalor (+)
-Dolor (+)
-Fungsio laesa (-)
-Darah(-)
-Nanah (-)

A : CKR + Post debriment vulnus


laseratum auricula sinistra

Anda mungkin juga menyukai