Anda di halaman 1dari 25

BAB II

KONSULTASI DAN KONSELING

2.1. Pengertian Konsultasi dan Konseling


Secara umum konsultasi adalah pertukaran pikiran untuk mendapatkan solusi atau
kesimpulan yang berupa nasehat atau saran yang sebaik- baiknya. Konsultasi dalam artian
medis adalah perundingan antara pemberi dan penerima layanan kesehatan yang bertujuan
mencari penyebab terjadinya atau timbulnya penyakit dan menentukan cara pengobatannya.
Salah satu definisi konsultasi seperti yang dikemukakan oleh Zins (1993), bahwa
konsultasi ialah suatu proses yang biasanya didasarkan pada karakteristik hubungan yang
sama yang ditandai dengan saling mempercayai dan komunikasi yang terbuka, bekerja sama
dalam mengidentifikasikan masalah, menyatukan sumber-sumber pribadi untuk mengenal
dan memilih strategi yang mempunyai kemungkinan dapat memecahkan masalah yang telah
diidentifikasi, dan pembagian tanggung jawab dalam pelaksanaan dan evaluasi program atau
strategi yang telah direncanakan.
Contoh konsultasi dapat dimisalkan dalam bimbingan di sekolah- sekolah¸ yang
mengandung maksud memberikan bantuan teknis kepada guru-guru, orang tua, dan pihak-
pihak lain dalam rangka membantu mengidentifikasi masalah yang menghambat
perkembangan siswa dalam mencapai tujuan pendidikan. Mengkaitkan pemberian bantuan
bagi anak-anak bermasalah dan konteks sosial-budaya di mana perilaku bermasalah itu
timbul, khususnya masalah hubungan interpersonal orang tua-anak, diduga penyelesaian
lebih akurat apabila melibatkan peran orang tua (Watson 1996).
Konseling adalah bantuan kepada orang lain dalam bentuk wawancara oleh seorang
ahli yang profesional kepada kliennya yang menuntut adanya komunikasi, interaksi yang
mendalam dan usaha bersama antara konselor dengan konseli( klien ) untuk mencapai
tujuan konseling yang dapat berupa pemecahan masalah, pemenuhan kebutuhan ataupun
perubahan tingkah laku atau sikap agar individu tersebut berkembang potensinya secara
optimal dan mampu mengatasi masalahnnya.
Layanan konsultasi berbeda dengan layanan konseling, meskipun kedua layanan ini
mempunyai unsur kesamaan seperti sama-sama memerlukan kondisi yang kondusif. Model
hubungan pada layanan konsultasi lebih bersifat segitiga yaitu konselor, orang ketiga dan
konseli (triadic model). Sedangkan model konseling adalah hubungan yang bersifat
komunikasi dua arah yaitu konselor dengan konseli (dyadic model).
KONSULTASI VS KONSELING
KONSULTASI KONSELING
Konsultasi lebih banyak berhubungan dengan Konseling adalah suatu bantuan yang
usaha pemberian informasi dan kegiatan dilakukan oleh konselor dalam pertemuan tatap
pengumpulan data tentang siswa dan lebih muka dengan seorang klien.
menekankan pada fungsi pencegahan.
Dari segi tenaga bimbingan dapat dilakukan Konseling hanya dapat dilakukan oleh tenaga-
oleh semua orang dewasa (orang tua, guru, tenaga yang telah terlatih dan terdidik karena
wali kelas, kepala sekolah) kepada individu sifat dan kegiatannya sangat khas sehingga
(siswa) yang memerlukannya. tidak sembarang orang bisa melakukannya.
Dari segi tujuan konsultasi merupakan suatu Konseling merupakan usaha pemberian
pelayanan khusus yang terorganisir untuk bantuan baik secara perorangan maupun
menunjang perkembangan klien secara kelompok.
optimal.

2.2. Model Layanan Konsultasi


Shetzer (1985) mengemukakan bahwa pelaksanaan teknik konsultasi, dapat
menggunakan model-model konsultasi, antara lain:
1. Model Caplanian. Pelopor teori ini adalah Gerald A.Caplan. Dalam model ini,
konsultan mengassesmen, mendiskusukan, dan memberikan saran tentang kasus
tertentu. Model ini identik dengan tugas seorang dokter dan menunjukkan adanya
aktivitas pemberdayaan bagi konsultee. Proses dari model ini meliputi tahap-tahap
sebagai berikut:
a. Konsultan membuat Diagnosis.
b. Konsultan membuat rekomendasi dari hasil diagnosis.
c. Konsultan menyampaikan hasil rekomendasi kepada konsultee.
d. Konsultee melaksanakan rekomendasi.
e. Konsultan sekali-kali bertemu dengan klien dengan tujuan untuk croos check/
memeriksa apakah konsultee telah menjelankan rekomendasi yang telah
diberikan.

2. Model Cunsulcube (model kubus). Pelopor dari model ini adalah Blake dan Mouton,
memberikan ciri konsultan sebagai campur tangan yang bertujuan untuk mengubah
siklus tingkah laku alamiah manusia.
Model ini memberikan kerangka dasar intervensi yang dilakukan konsultan
sebagai berikut:
a. Penerimaan, yaitu untuk memberikan perasaan aman kepada diri konseli agar mampu
mengekpresikan masalahnya tanpa ada rasa takut.
b. Catalytic, yaitu membantu konseli mengumpulkan data untuk diinterpretasikan
kembali kepada suatu masalah.
c. Konfrontasi, yaitu dirancang untuk membantu konseli agar menguji nilai yang ada
dalam anggapannya.
d. Preskripsi, yaitu konsultan meyampaikan pada konseli apa yang harus dikerjakannya.
e. Teori-teori dua prinsip, yaitu konsultan memberikan teori kepada konseli agar mereka
meninjau situasi yang menjadi sebab-akibat hubungan dan mengadakan diagnosis
serta perencanaan situasi yang ideal.

2.3. Proses Layanan Konsultasi


Menurut Kurpius (dalam Shetzer,1985), ada sembilan tahap pelaksanaan proses
konsultasi. Tahap-tahap tersebut diuraikan sebagi berikut :
1. Pre Entry (sebelum masuk). Konsultan menjelaskan nilai-nilai, kebutuhan,
anggapan, dan tujuan tentang individu, kelompok, organisasi serta menilai
kemampuan dan keterampilan konsultan sendiri.
2. Entry (masuk). Pernyataan masalah diungkapkan, dihubungkan, dirumuskan dan
menetapkan langkah-langkah yang perlu diikuti.
3. Gathering Information (pengumpulan informasi). Untuk menjelaskan masalah
dengan cara mendengarkan, mengamati, memberi pernyataan, pencatatan yang
baku, interview dan pertemuan kelompok.
4. Defining Problem (merumuskan masalah). Penilaian informasi digunakan dalam
menentukan tujuan untuk perubahan. Laporan masalah diterjemahkan kedalam
suatu laporan dan disetujui oleh konsultan dan konsulti.
5. Determining Problem Solution (menentukan solusi masalah). Informasi di analisis
dan di sintesis untuk menemukan pemecahaan masalah yang paling efektif
terhadap masalah yang dihadapi konsulti. Karakteristik dari tahap ini adalah
pencurahan pikiran, memilih, dan menentukan prioritas.
6. Tahap Stating Objectives (menetapkan sasaran). Hasil yang dicapai diukur dalam
suatu periode waktu, kondisi tertentu, dan mendeskripsikan pemecahan masalah
dan didukung oleh faktor-faktor lain untuk tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan.
7. Implementing The Plan (mengimplementasikan rencana). Intervensi
diimplementasikan dengan mengikuti garis pedoman / langkah, dengan cara
memberitahukan semua bagian yang harus dilakukan, kapan, bagaimana, siapa
yang bertanggung jawab dan hasil-hasil yang diharapkan.
8. Evalution (evaluasi). Aktivitas-aktivitas yang sedang berjalan dimonitor, proses,
penaksiran hasil yang diperlukan untuk mengevaluasi aktivitas konsultan.
9. Termination (pemberhentian). Kontak langsung dengan konsultan berhenti, tetapi
pengaruh proses diharapkan berlanjut. Putusan dibuat untuk menunda perbuatan,
perancangan kembali, dan melaksanakan kembali, serta mengakhirinya dengan
sempurna.

2.4. Sikap Konselor Terhadap Klien


Kebanyakan referensi mengenai konseling akan memasukkan pandangan mengenai
manusia dengan satu sudut pandang yang positif. Oleh karena itu, mau tidak mau akan
tampak suatu penekanan untuk melihat klien sebagai pribadi yang memiliki kehormatan,
martabat, harga diri, dan keunikan. Ciri- ciri kepribadian mendasar dalam diri seseorang ini,
harus dikenali agar kita dapat masuk dalam relasi atau kerjasama dengannya( klien ) guna
memberikan pertolongan padanya. Dalam A Helping Hand, klien atau orang yang
mempunyai kebutuhan digambarkan sebagai pribadi yang memiliki kehormatan, keunikan,
pribadi yang unik, dan bertanggung jawab.

Pribadi yang Memiliki Kehormatan


Sebagai pribadi yang memiliki kehormatan, klien harus diperlakukan penuh hormat dan
layak sesuai dengan martabatnya. Bersikap sopan merupakan salah satu cara terbaik untuk
melihatkan penghargaan kita.
Pribadi yang Unik
Memandang seseorang dengan pribadi yang unik berarti sungguh- sungguh mengatakan
padanya, “ Saya melihat Anda sebagai pribadi yang berbeda dan saya akan berusaha
menolong Anda dengan cara yang istimewa”. Setiap orang harus diperlakukan sebagai
pribadi istimewa yang dengan caranya sendiri mengatasi masalah- masalah hidup. Untuk
alasan inilah Milton Erickson seringkali mengatakan bahwa setiap orang yang berbeda harus
ditangani dengan pendekatan yang berbeda pula.
Pribadi yang Dinamis
Memperlakukan seseorang sebagai pribadi yang dinamis berarti berkata kepadanya bahwa ia
menjadi seperti ini bukan karena ditentukan secara mutlak oleh masa lampaunya, peristiwa-
peristiwa hidup, pengalaman- pengalaman masa kecil, lingkungan sekitar, ataupun faktor-
faktor bawaan.
Pribadi yang Bertanggung Jawab
Melihat seseorang yang memiliki pribadi yang bertanggung jawab berarti memiliki 3
implikasi lain, yang salah satunya kita memperlakukan mereka sebagai pribadi- pribadi yang
mempunyai pengendalian atas hidup mereka, situasi, dan lingkungan sekitar mereka.
2.5. Sasaran Konselor
Dalam konteks ini, sasaran konseling seharusnya adalah membantu klien dalam
mewujudkan satu perubahan dalam cara pandangnya dan mendapatkan kemampuan untuk
menguasai situasi- situasi problemalitas dalam hidup. Ini tidak berarti bahwa masalah-
masalah akan terpecahkan dengan sendirinya, tetapi bahwa klien dapat membuat suatu
keputusan- keputusan tentang apa yang mereka ingin lakukan sendirinya.
Konselor akan lebih terbantu mendorong klien atau keluarga agar terus menjalani
konseling, untuk menemukan seberapa besar kekuatan klien dan dapat mengubah sebutan
kelemahan menjadi keberanian. Suatu keluarga yang menjalani konseling ataupun
konsultasi, wajar apabila merasa kehilangan muka dan akan merasa terbebani dengan cap
sebagai keluarga lemah atau keluarga yang bermasalah yang tidak dapat menyelesaikan
masalahnya. Yang dibutuhkan oleh keluarga itu adalah bahwa mereka dianggap sebagai
keluarga yang berani dan memiliki cukup kekuatan untuk menghadapi masalah mereka.

BAB III
GANGGUAN KEPRIBADIAN ( ABNORMAL )

3.1. Pengertian Abnormal


Menurut Kartini Kartono (2000: 25), psikologi abnormal adalah salah satu cabang
psikologi yang menyelidiki segala bentuk gangguan mental dan abnormalitas jiwa.
Singgih Dirgagunarsa (1999: 140) mendefinisikan psikologi abnormal atau
psikopatologi sebagai lapangan psikologi yang berhubungan dengan kelainan atau
hambatan kepribadian, yang menyangkut proses dan isi kejiwaan.
Berkenaan dengan definisi psikologi abnormal, pada Ensiklopedia Bebas Wikipedia
(2009), dinyatakan “Abnormal psychology is an academic and applied subfield of
psychology involving the scientific study of abnormal experience and behavior (as in
neuroses, psychoses and mental retardation) or with certain incompletely understood states
(as dreams and hypnosis) in order to understand and change abnormal patterns of
functioning”.
Definisi psikologi abnormal juga dapat dijumpai di Merriem-Webster OnLine
(2009). Pada kamus online tersebut dinyatakan : “Abnornal psychology: a branch of
psychology concerned with mental and emotional disorders (as neuroses, psychoses, and
mental retardation) and with certain incompletely understood normal phenomena (as dreams
and hypnosis)”.
3.2. Bentuk- Bentuk Kepribadian Abnormal
Berikut ini merupakan bentuk- bentuk dari kepribadian abnormal yang sering kita
jumpai pada kehidupan sosial.
1. Neurosis
J.P. Chaplin (1972), menjelaskan bahwa neurosis adalah: a benign mental disorder
characterized by a) incomplete in sight into the nature of the difficulty, b) conflict, c)
anxiety reactions, d) partial impairment of personality, e) offen, but not necessarily, the
presence of phobias, digestive disturbances, and obsessive- compulsive behavior…
Pola- pola gangguan neurosis anatara lain:

a. Gangguan Kecemasam
Seringkali orang yang mengatakan bahwa mereka cemas adalah sebuah rasa
ketakutan, dan sebaliknya orang yang ketakutan menganggap bahwa mereka cemas.
Dalam artian kecemasan adalah ketakutan yang tidak nyata, suatu perasaan terancam
sebagai tanggapan terhadap sesuatu yang sebernanya tidak mengancam. Sedangkan
ketakutan adalah sesuatu yang memang nyata akan sesuatu yang benar- bnar
menakutkan.
b. Gangguan Fobia
James Drever ( 1988 ) mengartikan fobia sebagai ketakutan pada suatu objek atau
keadaan yang tidak dapat dikendalikan, yang biasanya disertai dengan rasa sakit yang
perlu diobati.
Contoh- contoh dari fobia:
1. Akrofobia, takut berada ketinggian.
2. Agoraphobia, takut berada di tempat yang terbuka.
3. Klaustrofobia, takut berada di tempat yang tertutup.
4. Hematofobia, takut melihat darah.
5. Monophobia, takut berada sendirian di tempat yang terbuka.
6. Niktofobia, takut pada kegelapan.
7. Pirofobia, takut melihat api.
8. Zoophobia, takut melihat binatang tertentu.
c. Gangguan Kompulsif- Obsesif
Suatu gangguan yang membuat penderita berulang- ulang memikirkan pemikiran
yang mengganggu atau merasa terpaksa berulang- ulang melakukan beberapa
tindakan yang tidak penting, dorongan kompulsif, atau keduanya.

2. Gangguan Psikosis
Gangguan ini merupakan suatau gejala terjadinya denial of major aspects of reality
denagn gejala dan pola- pola sebagai berikut ( Soedjono, 1983: 97 ):
a. Reaksi Schizophernic, yang menyangkut proses emosional dan intelektual. Gejalanya
adalah sama sekali tidak mengacuhkan apa yang terjadi di sekitarnya atau peran
pribadi yang berbelah dua.
b. Reaksi Paranoid, seseorang yang selalu dibayang- bayangi oleh sesuatu hal yang
dianggap mengancam hidupnya.
c. Reaksi Afektif dan Involutional, seseorang yang merasakan depresi yang sangat kuat.

3. Bunuh Diri
Kelompok yang berisiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri adalah
mahasiswa, penderita depresi, para lansia, pecandu alcohol, orang- orang yang berpisah
atau bercerai dengan pasangan hidupnya, orang- orang yang hidup sebatang kara, kaum
pendatang, para penghuni daerah kumuh dan miskin, kelompok professional tertentu,
seperti dokter, pengacara, dan psikolog.
Pada umumnya, kasus bunuh diri dilakukan karena stress yang ditimbulkan oleh berbagai
sebab, antara lain :
a. Depresi. Ada indikasi bahwa sebagian besar yang berhasil melakukan bunuh diri
karena dilanda depresi pada saat tindakan tersebut dilakukan.
b. Krisis dalam Hubungan Interpersonal. Konflik dan pemutusan hubungan, seperti
konflik dalam perkawinan, perpisahan, perceraian, kehilangan orang- orang terkasih
akibat kematian dapat menimbulkan sters berat yang mendorong dilakukannya
tindakan bunuh diri.
c. Kegagalan dan Devaluasi Diri. Merasa kalau ia telah gagal dalam melakukan sesuatu
hal yang penting, biasanya menyangkut pekerjaan dan bisa menyebabkan devaluasi
diri untuk melakukan tindakan bunuh diri.
d. Konflik Batin. Stres ini bersumber dari konflik batin atau pertentangan di dalam
pikiran orang yang bersangkutan.
e. Kehilangan Makna dan Harapan Hidup. Perasaaan yang semacam ini timbul pada
orang- orang yang mengalami penyakit kronik atau penyakit terminal.

BAB IV
KONSULTASI ATAU KONSELING DAN TERAPI PENYEMBUHAN
TERHADAP KLIEN GANGGUAN KEPRIBADIAN
Klien yang akan dihadapi seorang konsultan, psikiater, psikolog, atau perawat sekalipun
pasti memiliki segudang persoalan yang menyangkut diri mereka. Baik masalah itu mengganggu
mereka secara fisik, kognitif, maupun sikap ataupun mental. Pada bab ini kami sebagai
kelompok penyaji akan berusaha membahas bagaimana bentuk konsultasi ataupun konseling
pada klien yang mengalami gangguan kepribadian abnormal. Dalam melakukan konsultasi atau
konseling, seorang ahli yang professional melakukan serangkaian metode- metode assesment
dalam psikologis klinis untuk memberikan data atau informasi yang lengkap apa yang menjadi
masalah klien dan sangat menganggu kehidupan baik secara fisik ataupun mental.

4.1. Assesment Dalam Psikologi Klinis


Assessment dalam psikologis adalah pengumpulan informasi untuk digunakan
sebagai dasar bagi keputusan yang akan disampaikan oleh penilai ( Bernstein & Nietzel,
1980, hlm. 99 ). Personality Assesment ialah seperangkat proses yang digunakan oleh
seseorang untuk membentuk citra, membuat keputusan, mengecek hipotesis tentang pola
karakteristik orang lain, yang menentukan perilakunya dalam interaksi dengan lingkungan
( Sundberg, dalam Phares, 1992 ).
Berikut ini adalah metode- metode assessment yang akan mempermudah dalam
melakukan konsultasi serta mengumpulkan data atau riwayat pasien.
4.1.1. Wawancara Klinis
Wawancara klinis adalah sarana atau suatu bentuk layanan yang paling banyak
digunakan. Wawancara ini biasanya merupakan kontak tatap muka pertama antara klien
dengan klinisi ( psikiater ). Awalnya klinisi selalu meminta kepada klien untuk
mengutarakan atau menyampaikan, serta menguraikan keluhan dengan kata- kata mereka
sendiri. Contoh pertanyaan, “ Dapakah Anda menceritakan kepada saya permasalahan yang
Anda hadapi belakangan ini ?” ( terapis atau psikiater, berusaha untuk tidak menanyakan, “
apa yang membawa Anda kesini?” untuk menghindari jawaban, “mobil”, “bus”, atau
“pekerja sosial saya”.) lalu pertanyaan mulai mendalam seputar, aspek- aspek keluhan
seperti abnormalitas perilaku dan perasaan tidak nyaman, peristiwa di sekitar munculnya
masalah, riwayat peristiwa lampau, dan bagaimana masalah tersebut mempengaruhi
kehidupan fungsional klien sehari- hari.
Apa gunanya seorang klien menguraikan masalahnya dengan kata- kata sendiri? Agar
klinisi tahu dan memahami masalah klien dari sudut pandang mereka sendiri bukan
teori.
Format proses wawancara lainnya meliputi topik sebagai berikut:
1. Data Identifikasi, informasi mengenai karakteristik sosio - demografi klien: alamat dan
nomor telefon, status perkawinan, umur, jenis kelamin, karakteristik ras/ etnik, agama,
pekerjaan, susunan keluarga dan seterusnya.
2. Deskripsi Permasalahan yang Ada, bagaimana klien mempresepsikan masalah? Perilaku,
perasaan, atau pikiran yang mengganggu? Bagaimana hal tersebut mempengaruhi klien?
Kapan hal itu dimulai?
3. Riwayat Psikososial, informasi tentang riwayat perkembangan klien: bidang pendidikan,
sosial, dan riwayat pekerjaan; hubungan keluarga pada masa kanak- kanak.
4. Riwayat Medis/ Psikiater Serta Hopitalisasi: apakah permasalahan saat ini adalah suatu
episod terulang dari masalah sebelumnya? Bagaimana ditangani pada masa lalu? Apakah
pengobatan berhasil? Mengapa ya, mengapa tidak?
5. Problem- Problem Medis atau Pengobatan, deskripsi tentang problem medis yang ada
sekarang, termasuk obat- obatnya. Klinisi waspada tentang kemungkinan pengaruh
masalah medis terhadap masalah psikologis sekarang. Contoh, obat untuk kondisi medis
tertentu dapat mempengaruhi mood dan level umum dari keterangsangan seseorang.

Bentuk- Bentuk Wawancara


Dalam melakukan konsultasi ataupun konseling kebanyakan menggunakan sistem
wawancara. Wawancara ini pula memiliki bentuk- bentuk yang berbeda pula. Adapun
bentuk- bentuk tersebut adalah sebagai berikut :
1. Wawancara Tidak Terstruktur ( Unstructured Interview ). Klinisi mengadopsi gaya
bertanya sendiri, tidak mengikuti bentuk standar.
2. Wawancara Semi- Terstruktur ( Semi- Structured Interview ). Mengikuti bentuk standar
yang menjadi garis besar untuk mengumpulkan data atau informasi, tetapi bebas untuk
bertanya dengan cara sendiri dan urutan pertanyaan apa saja dan pindah ke arah lain
dalam rangka mengikuti informasi secara klinis.
3. Wawancara Terstruktur ( Structured Interview ). Wawancara yang mengikuti serangkaian
prtanyaan yang di tetapkan lebih dulu dengan urutan tertentu.
4.1.2. Pemberian Tes dalam Pemeriksaan
Untuk pemeriksaan klinis sebaiknya klien diberikan tes khusus sesuai dengan
masalah klien. Tes ini digunakan sebagai alat bantu utama untuk dapat lebih mengerti
keadaan klien selain wawancara klinis yang dilakukan. Tes baru bisa terlaksana jika sudah
ada kontak atau sudah ada hubungan baik yang terjalin antara klien dan klinisi ( psikolog
atau psikiater ), lalu cukup adanya informasi yang terkumpul dari anamnesis, dan adanya
ketersediaan klien untuk dites.
Tes intelegensi adalah tes yang diberikan untuk mengetahui kecerdasan klien saat
sekarang untuk membandingkan dengan keadaan sebelum sakit. Misal tes Weschler
Bellevue ( WB ) dapat dihitung deterioration rate untuk melihat ada tidaknya kemunduran
intelegensi. Tapi ada juga tes memori yang perlu dilakukan pada klien yang sering
mempunyai keluhan lupa, sukar konsentrasi, sakit kepala, dan lain- lain, dengan tujuan
untuk melihat kestabilan perhatian, ketelitian, dan ketepatan kerja.
Tes proyeksi adalah tes yang penting sekali untuk dilakukan pemeriksaan klinis
dengan tujuan mengungkapkan hal- hal yang kurang atau tidak disadari. tes ini
menggunsksn sistem scoring yang berasal dari tes Rorschach sehingga dapat diperoleh
gambaran struktur kepribadian. Pada tes proyeksi ini dapat juga menggunakan tes
proyeksi Thematic Apperception Test yang dapat mengungkapkan gambaran hubungan
antara klien dengan orang- orang dalam lingkungan sosisal, konflik, fantasi, dan lain- lain.
Tes grafis merupakan tes yang sangat digemari oleh psikolog di Indonesia karena
tidak perlu menggunakn sistem skoringkuantitatif, lalu waktunya relatif singkat dan
kebanyakan menggunakan analisis kuantitatif. Kelemahan dari tes ini adalah psikolog
sering terkecoh dengan keindahan gambar atau keterampilan menggambar klien tanpa
memperhatikan segi – segi formal gambar seperti: ukuran gambar, jenis garis yang
digunakan, tekanan garis, penempatan gambar, dan sebagainya. Segi formal gambar
digunakan sebagai dasar interpretasi yang belum atau tidak banyak dipengaruhi
keterampilan menggambar. Sehingga data wawancara atau anamnesis sering kali dapat
membantu. Jika isi tes proyeksi agak unik, amaka interpretasi dilakukan atas dasar contant
analysis, yang biasanya dilakukan dengan pendekatan fenomenologis.
4.2. Terapi – Terapi Penanganan Klien Abnormal
Terapi atau psikoterapi dapat digunakan dalam menangani pasien yang mengalami
gangguan kepribadian abnormal. Karena psikoterapi adalah suatu interaksi sistematis antara
klien dengan terapis yang menyertakan prinsip-prinsip psikologis untuk melakukan
perubahan pada perilaku, pikiran, dan perasaan klien, dengan tujuan untuk membantu klien
mengatasi perilaku abnormal, memecahkan masalah dalam kehidupan, atau perkembangan
sebagai individu.
Ciri-ciri psikoterapi adalah sebagai berikut :
1. Interaksi yang sistematis.
2. Prinsip  psikologis.
3. Perilaku, pemikiran, dan perasaan.
4. Perilaku abnormal, pemecahan masalah, dan pertumbuhan pribadi.

Ada beberapa macam terapi – terapi yang digunakan dalam menangani klien- klien
yang mengalami gangguan kepribadian. Terapi – terapi tersebut diantaranya:
A. Terapi Psikodinamika
Sigmund Freud merupakan perumus teori pertama yang mengembangkan model
psikologis dari perilaku abnormal. Beliau juga pertama kali mengembangkan model
psikoterapi yang disebutnya psikoanalisis,  untuk membantu oang-orang yang menderita
akibat gangguan psikolois. Psikoanalisis merupakan teori psikodinamika yang pertama.
Terapi psikodinamika membantu idividu untuk memperoleh insight mengenai
masalahnya, dan mengatasi konflik bawah sadar yang dipercaya merupakan akar dari
perilaku abnormal. Freud merangkum tujuan dari psikoanalisis dengan mengatakan
dimana ada id, seharusnya disitu juga ada ego.
Tujuannya lebih pada menggantikan perilaku defensive dengan perilaku adaptif.
Dengan demikian, klien dapat menemukan kepuasan tanpa memperoleh hukuman sosial
atau menghukum diri sendiri.

Metode utama yang digunakan Freud untuk mencapai tujuan ini adalah analisis
bebas, analisis mimpi, dan analisis hubungan transference.
1. Analisis Bebas

Analisis bebas merupakan proses pengungkapan tanpa sensor dari pikiran-pikiran


terlebih dahulu setelah pikiran masuk kebenak kita. Analisis bebas dipercaya secara
bertahap akan menghancurkan pertahanan yang menghambat kesadaran tentang
proses bawah sadar. Klien diminta untuk tidak menyaring atau menyensor pikiran,
tetapi membiarkan pikiran mereka mengembara secara bebas. Psikoanalisis tidak
meyakini bahwa proses analisis bebas benar-benar bebas. Meski analisis bebas
dimulai dengan pembicaraan ringan, kompuls untuk mengungkapkan akhirnya
mengarahkan klien untuk menyinkap materi yang lebih berarti.
2. Analisis Mimpi

Selama tidur, pertahanan ego melemah dan impuls yang tidak dapat diterima
menemukan ekspresinya dalam mimpi. Karena pertahanan tidak seluruhnya
dihapuskan, impuls mengambil bentuk yang disamarkan atau disimbolisasikan.
Meskipun mimpi memiliki arti psikologis, seperti yang diyakini oleh Freud, masih
belum ada acara independen untuk menentukan arti dari mimpi.
3. Transference

Proses analisis dan penanganan hubungan transference dianggap komponen penting


dalam psikoanaliss. Freud percaya bahwa hubungan transference memberikan alat
untuk menghidupkan kembali konflik - konflik dengan orang tua pada masa kanak-
kanak. Freud menyebut proses ini sebagai neurosis transference.  Neurosis ini harus
dianalisis dan ditangani dengan berhasil agar klien dapat berhasil dalam psikoanalisis.

Pendekatan Psikodinamika Modern


Meski psikoanalis terus mempraktikkan psikoanalsis tradisonal, bentuk yang lebih
singkat dan kurang intensif telah muncul. Pendekatan yang lebih baru ini sering
disebut “ Psikoterapi Psikoanalitik “, terapi yang berorientasi psikoanalitik atau
terapi psikodinamika, mereka dapat menjangkau klien-klien yang mencari bentuk
penanganan yang lebih singkat dan lebih murah.
Sejumlah terapi psikodinamika modern lebih berfokus pada peran ego dan bukan
pada peran id. Terapis yang mengadopsi pandangan ini percaya bahwa Freud terlalu
menekankan pada impuls seksual dan agresif dan kurang menekankan pentingnya
ego.
B. Terapi Perilaku
Terapi perilaku merupakan aplkasi sistematis dari prinsip-prinsip belajar untuk
menangani gangguan psikologis. Karena fokusnya pada perubahan perilaku, bukan
perubahan kepribadian atau menggali masa lalu secara mendalam, terapi perilaku relative
singkat, berlangsung umumnya dari beberapa minggu sampai bulan. Terapi perilaku
seperti terapi lainnya, mencoba mengembangkan hubungan terapeutik yang hangat
dengan klien, tetapi mereka percaya bahwa kemampuan khusus dari terapi perilaku
berasal dari teknik-teknik yang berbasis pembelajaran, bukan dari sifat hubungan
terapeutik.
Terapi perilaku juga menggunakan teknik - teknik yang didasarkan pada
penggunaan hadiah atau hukuman secara sistematis, untuk membentuk perilaku yang
diharapkan. Teknik lain dari terapi perilaku mencakup aversive conditioning, pelatihan
keterampilan sosial, dan teknik self-control.
C. Terapi Humanistik

Terapi humanistik berfokus pada pengalaman klien yang subjektif dan disadari.
Seperti terapi perilaku, terapi humanistik juga lebih berfokus pada apa yang dialami klien
pada saat ini, disini dan sekarang, daripada masa lalu. Tapi ada juga persamaan antara
terapi psikodinamika dan terapi humanistik, keduanya mengasumsikan bahwa masa lalu
mempengaruhi perilaku dan perasaan pada masa kini dan keduanya mencoba untuk
memperluas self-insight klien. Bentuk utama dari terapi humanistik adalah terapi
terpusat pada individu yang dikembangkan oleh psikolog Carl Rogers.
Terapi Terpusat Individu
  Terapi terpusat individu bersifat tidak mengarahkan. Klien yang memimpin dan
mengarahkan jalannya terapi. Terapi menggunakan refleksi, pengulangan atau perumusan
kembali dari perasaan-perasaan yang diekspresikan klien tanpa memberi penilaian. Cara
ini mendorong klien untuk mengeksplorasi lebih jauh perasaannya dan berhubungan
dengan perasaan yang lebih dalam dan bagian dari diri yang tidak diakui karena kritikal
sosial.
Rogers menekankan pentingnya menciptakan hubungan terapeutik yang hangat
yang akan mendorong klien melakukan self-exploration dan self-expsression. Terapi yang
efektif seharusnya memiliki empat kualitas dasar, yaitu : penerimaan positif tanpa syarat,
empati, ketulusan, dan kongruen.
D. Terapi Kognitif

Terapi kognitif berfokus untuk membantu klien mengidentifikasi dan


memperbaiki keyakinan maladaptif, jenis berpikir otomatis dan sikap self-defeating yang
menghasilkan atau menambah masalah emosional. Mereka percaya bahwa emosi-emosi
negatif seperti kecemasan dan depresi disebabkan oleh interpretasi kita terhadap hal-hal
yang mengganggu, bukan pada peristiwa itu sendiri.
Terapi Perilaku Rasional-Emotif
Albert Ellis percaya bahwa adapsi dari keyakinan irasional dan self-defeating akan
meningkatkan masalah psikologis dan perasaan negatif. Ellis mengenali bahwa keyakinan
irasional dapat terbentuk berdasarkan pengalaman masa kecil. Untuk mengubahnya perlu
ditemukan alternatif yang rasional untuk saat ini. Terapi perilaku rasional-emotif juga
membantu klien untuk mengganti perilaku menyerang diri sendiri atau maladaptif dengan
perilaku interpersonal yang lebih efektif. Ellis sering memberikan tugas-tugas atau
pekerjaan rumah bagi klien. Ia membantu mereka untuk berlatih atau mempraktikkan
perilaku adaptif.
Terapi Kognitif Beck
Terapi kognitif mendorong klien untuk mengenali dan mengubah kesalahan dalam
berpikir, yang mempengaruhi mood dan menyebabkan hendaya perilaku, seperti
kecenderungan untuk membesar-besarkan kejadian negatif dan mengecilkan pencapaian
pribadi.
Terapis kognitif meminta klien untuk merekam pikiran-pikiran yang muncul akibat
kejadian mengecewakan yang mereka alami dan memperhatikan hubungan antara pikiran
dengan respons emosional mereka. Hal itu kemudian akan membantu mereka membantah
pikiran yang terdistorsi dan menggantikannya dengan alternatif yang rasional.
E. Terapi Kognitif-Behavioral

Terapi ini berusaha untuk mengintegrasikan teknik-teknik terapeutik yang


berfokus untuk membantu individu melakukan perubahan, tidak hanya pada perilaku
nyata tetapi juga dalam pikiran, keyakinan, dan sikap yang mendasarinya. Tetapi kognitif
behavioral memiliki asumsi bahwa pola berpikir dan keyakinan mempengaruhi perilaku,
dan perubahan pada kognisi ini dapat menghasilkan perubahan perilaku yang diharapkan.
F. Terapi Eklektis

Eklektik teknik, pendekatan pragmatis yang mengambil teknik-teknik dari aliran


terapi berbeda tanpa merasa perlu menggunakan posisi teoretis yang diwakili aliran –
aliran ini, dan eklektif integratif, suatu pendekatan yang mencoba mempersatukan dan
mengintegrasikan pendekatan teoretis berbeda dalam suatu model terapi integratif.

Proses Pendekatan Individu, Interpersonal, dan Kelompok (TEORI


PENGEMBANGAN ORGANISASI)
Proses pendekatan individu, interpersonal, dan kelompok merupakan proses intervensi manusia
yang ditujukan pada individu, hubungan interpersonal, dan dinamika kelompok. Kegiatan ini
merupakan yang paling awal dilakukan dan yang paling populer dalam perkembangan organisasi.
Proses ini merupakan program perubahan yang membantu orang-orang untuk mendapatkan
keterampilan dan pengetahuan individu, kompetensi interpersonal, bekerja melalui konflik
interpersonal dan mengembangkan efektivitas kelompok. Intervensi pelatihan, pendidikan dan
pengembangan, terutama ditujukan bagi individu. Program ini dilakukan untuk memperbaiki
kompetensi pribadi, dan merupakan aspek penting pada program pengembangan kepemimpinan.

Proses konsultasi, intervensi pihak ketiga, dan pembentukan tim, merupakan bagian dari proses
pendekatan interpersonal dan kelompok. Proses konsultasi tidak hanya digunakan sebagai cara
membantu kelompok menjadi efektif, tetapi juga membantu mereka belajar untuk mendiagnosa dan
memecahkan masalahnya sendiri, dan melanjutkan pengembangan kompetensi dan
kedewasaannya. Aktivitas yang penting untuk proses ini adalah komunikasi, peran dari anggota
kelompok, kesulitan dalam pemecahan masalah dan norma pengambilan keputusan, kepemimpinan
dan kekuasaan. Perbedaan dasar antara proses konsultasi dan intervensi pihak ketiga adalah fokus
pada bagian akhir yang menargetkan pemecahan konflik langsung antara individu yang hubungan
sosial interpersonalnya tidak berfungsi dengan baik.

Pembentukan tim secara langsung memperbaiki efektivitas kelompok dan cara bagaimana tiap
anggota tim bekerja bersama-sama. Tim dapat bersifat permanen atau sementara, tradisional atau
virtual, tetapi tiap anggotanya memiliki tujuan organisasi dan aktivitas bekerja yang sama. Proses
umum dari pembentukan tim sama seperti proses konsultasi, yaitu mencoba untuk melengkapi
kelompok dalam menangani pemecahan masalah yang sedang terjadi. 

PELATIHAN

Pelatihan merupakan pekerjaan yang melibatkan anggota organisasi, terutama bagi manajer dan
eksekutif, sebagai dasar bagi mereka untuk membantu memperjelas tujuan, mengatasi hambatan,
dan memperbaiki kinerjanya. Pelatihan merupakan keterampilan yang dapat dikembangkan oleh
manajer dengan menggunakan petunjuk pemeriksaan, mendengarkan aktif, penyusunan ulang
kerangka, dan teknik lain untuk membantu individu melihat kemungkinan baru atau yang lain, dan
mengarahkan usaha mereka menuju beragam hal yang penting bagi mereka. 

Pelatihan biasanya bertujuan membantu eksekutif untuk lebih efektif melaksanakan beberapa
peralihan, seperti integrasi merjer atau pengerucutan; mengatasi permasalahan pelaksanaan; atau
membangun keterampilan perilaku baru sebagai bagian dari program pengembangan
kepemimpinan. Dalam beberapa hal, pelatihan disamakan dengan terapi, karena keduanya
berhubungan dengan pengembangan pribadi, tetapi pelatihan dilakukan kepada pribadi yang sehat
dan bukan bagi mereka yang terkena penyakit, selain itu pelatihan fokus kepada masa depan dan
tindakan, bukan berorientasi masa lalu yang biasa dilakukan dalam model terapi. Pelatihan
membantu individu memahami bagaimana perilaku mereka berkontribusi bagi situasi saat ini.
Pemahaman seperti ini biasanya sulit untuk dicapai dan sangat pribadi, oleh karena itu keterbatasan
keterampilan pelatih dan kemampuannya harus diakui. Banyaknya kegagalan pelatihan terjadi
akibat terlalu jauhnya aplikasi praktek dari prinsip perilakuatau terlalu dekat dengan penghalang
terapi, dan kegagalan dari pelatih untuk memahami perbedaan.

Apabila terlaksana dengan baik, pelatihan memperbaiki produktivitas pribadi dan membangun
kemampuan individu untuk lebih efektif. Sayangnya, selain membangun profesionalisme, proses ini
dapat menjadi teknik untuk mengendalikan terutama apabila formula, perangkat dan nasihat
menggantikan penilaian yang baik, fasilitasi, dan rasa iba.

Tahapan penerapan pelatihan adalah sebagai berikut:

1. Membangun prinsip dari hubungan. Tahap awal dari intervensi pelatihan adalah membangun
tujuan sebagai pengikat; parameter dari hubungan adalah jadwal, sumberdaya, dan kompensasi;
dan pertimbangan yang pantas.
2. Melakukan penilaian. Proses ini dapat merupakan proses yang personal atau sistematis. Dalam
penilaian personal, klien dipandu melalui kerangka penilaian. Penilaian dapat berupa perangkat
tanya jawab yang menghasilkan peluang pengembangan atau dapat juga menggunakan perangkat
lain seperti Indikator Myers—Briggs, FIRO-B, pofil DISC atau MMPI yang memerlukan pendidikan
lebih lama dan bersertifikat. Praktisi pengembangan organisasi harus berhati-hati dalam mencatat
dan mengartikan hasil penilaian atas instrumen yang mereka pakai. Dalam penilaian sistematis, tim
klien, pasangan, dan pihak lain yang berhubungan saling terikat dalam proses. Bentuk yang paling
umum dari penilaian sistematis melibatkan proses timbal balik 3600.
3. Pembahasan hasil. Pelatih dan klien membahas data penilaian dan melakukan persetujuan
diagnosa yang dilakukan. Tujuan dari sesi timbal balik adalah menggerakan klien untuk bertindak.
Dengan kejelasan data penilaian yang diperoleh, tujuan intervensi dapat lebih jauh ditentukan dan
diperbaiki bila diperlukan.
4. Mengembangkan rencana tindakan. Aktivitas khusus dilakukan oleh pelatih dan klien dan
ditetapkan dalam sebuah ikatan. Kegiatan ini dapat berupa aktivitas baru yang akan membawa pada
pencapaian tujuan, kesempatan belajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan, atau
rancangan untuk menunjukan kemampuan. Pengembanga rencana tindakan merupakan bagian
yang paling sulit dari proses ini karena klien harus memiliki hasil dari penilaian dan mulai melihat
kemungkinan untuk tindakan yang baru. Rencana tindakan harus termasuk metode dan rincian
untuk memonitor kemajuan dan mengevaluasi efektivitas dari program pelatihan.
5. Melaksanakan rencana tindakan. Setelah menentukan rencana tindakan, proses selanjutnya dari
pelatihan adalah melaksanakan apa yang telah direncanakan. Pada tahap ini pelatih mendukung
dan mendorong klien untuk mencapai tujuannya. Keterampilan yang cukup besar diperlukan untuk
menghadapi, menantang, dan memudahkan pembelajaran.
6. Penilaian hasil. Pada waktu tertentu, hasil dari tindakan klien ditinjau dan dievaluasi. Berdasarkan
informasi ini, tujuan atau rencana tindakan dapat diperbaiki, atau proses yang ada dihentikan.

Pelatihan dinilai efektif dalam proses pengembangan organisasi. Keuntungan yang diperoleh dari
pelatihan beragam dan tergantung pada sifat tujuan klien. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa
pelatihan memperbaiki produktivitas, kualitas, hubungan kerja, dan kepuasan pekerjaan individu.
Tingkat pengembaliannya diperkirakan 5,7 kali dibandingkan investasi awal. Sementara penelitian
lain mencatat bahwa keuntungan dari pelatihan adalah perbaikan dalam produktivitas dan kepuasan
pekerja, dan secara khusus mengidentifikasi keuntungan finansial. Perkiraan tingkat
pengembaliannya atas investasi 529%, meskipun metode untuk pengukuran angka ini tidak
dijelaskan. 

PENDIDIKAN DAN PENGEMBANGAN

Intervensi pada pendidikan dan pengembangan merupakan strategi tertua untuk perubahan
organisasi. Kegiatan ini memberikan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan bagi anggota
baru maupun lama untuk melaksanakan pekerjaannya. Fokus dari intervensi pendidikan cukup luas,
dari metode kelas yang dibatasi jam tertentu, bervariasi dengan metode lain termasuk simulasi, aksi
pembelajaran, pendidikan on-line atau melalui komputer, dan studi kasus, ditujukan bagi semua
tingkat dan jenis anggota organisasi. Karena mempengaruhi pentingnya pengembangan organisasi,
perusahaan di Amerika setiap tahun meningkatkan anggarannya untuk pendidikan dan
pengembangan sektar 2% dari pembayaran gaji perusahaan.

Istilah pendidikan digunakan ketika tujuannya adalah mengembangkan kekuatan kerja, sementara
emiistilah pengambangan manajemen atau pengembangan kepemimpinan biasanya diterapkan
ketika tujuannya adalah mengembangkan manajemen organisasi dan kemampuan eksekutif. Tujuan
pendidikan yang merupakan intervensi pengembangan organisasi harus fokus pada perubahan
keterampilan dan pengetahuan dalam kelompok dari anggota organisasi untuk memperbaiki
efektivitas atau untuk membangun kemampuan dari sistem organisasi. Sebagai contoh, program
pelatihan bagi karyawan baru yang memberikan informasi tentang keuntungan dan kesehatan
perusahaan tidak dapat dikelompokan sebagai intervensi pengembangan organisasi.

Selain kelaziman intervensi pendidikan dan pengembangan dalam dunia kerja, kebanyakan
penelitian evaluasi mengenai hal ini hanya terdiri atas reaksi, ukuran terlemah dari efektivitas. Data
reaksi cenderung hanya berhubungan dengan kelemahan dibandingkan dengan ukuran pada
efektivitas pendidikan. Hasil penelitian menunjukan bahwa 40 perusahan dari beragam latar
belakang yang mengeluarkan biaya untuk pendidikan, juga memperoleh keuntungan yang besar
untuk setiap pekerjanya. 

Tingkatan Pelaksanaan pendidikan dan pengembangan adalah sebagai berikut:

1. Melakukan penilaian kebutuhan. Aktivitas ini dilakukan untuk menentukan pendidikan jenis apa
yang akan dilaksanakan, yaitu dengan cara mengumpulkan data organisasi, pekerjaan, dan individu.
Penilaian organisasi fokus kepada sistem yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk
mengirimkan kembali pendidikan yang diperoleh kepada organisasi. Penilaian organisasi
menentukan apakah dukungan yang ada penting untuk membuat pendidikan dan pengembangan
berguna bagi organisasi. Penilaian pekerjaan melibatkan pemahaman mengenai tugas, aktivitas,
dan keputusan yang harus dilakukan oleh peserta dengan lebih baik setelah dilakukan pendidikan.
Penilaian individu bertujuan untuk memahami tingkat keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan
yang telah dimiliki oleh individu yang memenuhi syarat untuk mengikuti pendidikan.
2. Mengembangkan sasaran dan rancangan pendidikan. Langkah pertama adalah menetapkan
sasaran hasil untuk intervensi pendidikan dan pengembangan. Sasaran ini harus menggambarkan
kualitas dan kuantitas pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh peserta untuk menunjukan
kompetensinya. Sebagai contoh sasaran yang sesuai bagi program pendidikan pelayanan
pelanggan adalah mampu melayani permintaan pelanggan sebesar 95%. Rancangan pendidikan
dilakukan dengan dengan membuat pilihan dari beragam teknik, termasuk latihan pekerjaan,
metode audio visual, pendekatan melalui komputer atau internet, atau dengan cara-cara tradisional
seperti pengajaran di kelas, simulasi, studi kasus, atau percobaan latihan. 
3. Penyampaian pendidikan. Tahap ini merupakan pelaksanaan pendidikan dan pengembangan.
Peserta diajak untuk mengikuti pendidikan , menyelesaikan aktivitas termasuk rancangan yang ada,
dan setelah itu kembali kepada pekerjaan rutin mereka.
4. Mengevaluasi pendidikan. Langkah akhir ini digunakan untuk menentukan apakah pendidikan
telah mencapai sasarannnya. Empat kriteria yang umum dipakai untuk menilai efektivitas pendidikan
adalah reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil. Reaksi merupakan kriteria evaluasi yang sering
digunakan dan secara sederhana mengarahkan peserta untuk memebuat penilaian awal mengenai
manfaat pendidikan. Hal ini biasa dilakukan dengan menggunakan pertanyaan yang diselesaikan
selama mengikuti aktivitas pendidikan. Kriteria pembelajaran mengacu pada apakah peserta
membutuhkan pengetahuan yang diberikan selama pendidikan; pengetahuan ini secara singkat
berhenti saat pelaksanaan penilaian atau perilaku dalam bekerja. Hal ini bisa dilakukan melalui
wawancara atau pertanyaan. Kriteria perilaku menilai apakah keterampilan dan kemampuan yang
baru diperoleh dalam pendidikan benar- benar diterapkan dalam pekerjaan. Data dapat diperoleh
melalui pengamatan atau wawancara dengan manajer peserta. Kriteria terakhir yaitu hasil,
menentukan apakah pendidikan dapat dinilai melalui perbaikan atau efektivitas sistem yang dimiliki
oleh peserta (pekerja).

PROSES KONSULTASI

Proses konsultasi (PK) merupakan kerangka kerja umum untuk membantu hubungan kerjasama.
Schein mendefinisikan PK sebagai “penciptaan hubungan yang mengizinkan klien untuk merasakan,
memahami, dan bertindak dalam proses yang terjadi di lingkungan internal maupun eksternalnya
yang bertujuan untuk memperbaiki situasi yang telah dirumuskan oleh klien.” Proses konsultasi tidak
memberikan bantuan dalam bentuk pemecahan masalah, seperti halnya dokter kepada pasiennya,
tetapi para konsultan bekerja untuk membantu manager, pekerja, dan penilaian kelompok, dan
memperbaiki proses manusia, seperti komunikasi, hubungan interpersnal, pengambilan keputusan,
dan pelaksanaan tugas. Schein berpendapat bahwa konsultan dan manajer yang efektif harus
menjadi pembantu yang baik, membantu pihak lain menyelesaikan tugasnya, dan mencapai tujuan
seperti yang telah direncanakan. PK merupakan pendekatan untuk membantu orang dan kelompok
membantu dirinya sendiri, filosofinya adalah mereka yang menerima bantuan memperoleh
keterampilan dan keahlian untuk mendiagnosa dan memecahkan masalah yang dihadapinya.

Sebagai sebuah filosofi untuk membantu dalam hubungan, Schein mengajukan 10 prinsip sebagai
panduan tindakan proses konsultasi, yaitu:
1. Selalu mencoba untuk menolong
2. Selalu tetap berhubungan dengan realitas saat ini
3. Menyadari apa yang tidak diketahui
4. Setiap yang anda lakukan merupakan sebuah intervensi
5. Klien memiliki masalah dan pemecahannya
6. Mengikuti arus
7. Waktu merupakan hal yang penting
8. Menjadi opportunis yang membangun dengan menghadapi intervensi
9. Segala sesuatu merupakan informasi; kesalahan selalu akan terjadi dan merupakan sumber
pembelajaran
10. Berbagi apabila timbul keraguan.

Proses konsultasi terutama berhubungan dengan proses interpersonal dan kelompok yang
menggambarkan bagaimana anggota organisasi berinteraksi satu sama lain, baik secara langsung
maupun tidak. Terlaksananya tugas dengan sukses oleh kelompok akan meningkatkan interaksi
efektivitas dalam proses sosial. Yang termasuk dalam proses kelompok adalah:
• Komunikasi. Merupakan proses menyalurkan dan menerima pikiran, fakta, dan perasaan. Dalam
proses ini konsultan dapat menjadi pihak yang membantu memperjelas makna komunikasi yang
ingin disampaikan.
• Berfungsinya peranan tiap anggota kelompok. Proses yang harus diperhatikan dengan teliti oleh
konsultan adalah perbedaan peran anggota kelompok.
• Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan kelompok. Agar lebih efektif, kelompok harus
mampu mengidentifikasi masalah, menguji pilihan, dan membuat keputusan. Metode yang kedua
adalah memberikan kekuasan bagi individu untuk membuat keputusan, karena kadang-kadang
keputusan didapat dari peran minoritas. Peran konsultan dalam proses ini adalah membantu
kelompok memahami bagaimana cara membuat keputusan dan konsekuansi dari masing-masing
proses keputusan dengan mendiagnosa keputusan mana yang terbaik untuk situasi tertentu.
• Norma kelompok. Peran konsultan dalam proses ini adalah membantu kelompok memahami dan
mengartikan normanya sendiri dan menentukan apakahnorma tersebut bermanfaat atau tidak
berfungsi sama sekali. Dengan cara ini kelompok dapat berkembang dan realistis dengan
lingkungan sekitarnya, menggunakan sumberdaya yang dimiliki dengan optimum dan belajar dari
pengalamannya sendiri.
• Penggunaan kepemimpinan dan wewenang. Proses yang dilakukan oleh konsultan adalah
memahami proses kepemimpinan dan bagaimana perbedaan gaya kepemimpinan dapat membantu
atau menghalangi fungsi kelompok. Selain itu konsultan juga dapat membantu pemimpin
menyesuaikan gaya kepemimpinannya sesuai dengan kondisi yang ada.

Proses konsultasi dapat dilakukan dengan dua intervensi, yaitu intervensi individu dan intervensi
kelompok. Intervensi individu terutama dirancang untuk membantu individu lebih efektif dalam
berkomunikasi dengan pihak lain. Intervensi individu mendorong orang-orang menjadi lebih terbuka
dengan pihak lain dan membuka pandangan, opini, perhatian, dan emosi mereka. Proses yang perlu
dilakukan oleh konsultan sebelum memberikan umpan balik untuk intervensi ini adalah pengamatan
yang sesuai, mengajukan pertanyaan untuk lebih memahami isu, dan yakin bahwa umpan balik
yang diberikan kepada klien merupakan cara yang dapat dipakai. 

Intervensi kelompok ditujukan bagi proses, isi, dan struktur kelompok. Intervensi proses berarti
membuat kelompok peka atas proses internal kelompok sehingga timbul ketertarikan untuk
melakukan analisa. Aktivitas yang dilakukan adalah memberikan komentar, pertanyaan, atau
melakukan observasi tentang hubungan antara anggota kelompok. Intervensi isi berarti membantu
kelompok menentukan apa yang bekerja. Aktivitas yang dilakukan adalah komentar, pertanyaan,
atau observasi tentang keanggotaaan kelompok; pengaturan agenda, ulasan, dan prosedur
pengujian; isu interpersonal; dan masukan konseptual pada topik yang berhubungan dengan tugas.
Intervensi struktural membantu kelompok memeriksa kestabilan dan metode penyembuhan yang
digunakan untuk menyelesaikan tugas dan berhubungan dengan isu eksternal. Aktivitas yang
dilakukan adalah komentar, pertanyaan, atau pengamatan input, sumber daya, dan pelanggan;
metode untuk menentukan tujuan, mengembangkan strategi, menyelesaikan pekerjaan,
memberikan tanggung jawab, memonitor kemajuan, dan menunjukan masalah; dan hubungan
dengan kekuasaan, aturan formal, dan tingkat kedekatan.

Meskipun proses konsultasi merupakan bagian penting dalam pengembangan organisasi dan telah
banyak dipraktekan lebih dari 40 tahun yang lalu, hanya sedikit penelitian mengenai pengaruh
peningkatan kemampuan kelompok untuk menyelesaikan pekerjaan. Ada 3 hal yang menyebabkan
sulitnya mengukur perbaikan pelaksanaan tugas sebagai hasil proses konsultasi:
1. Proses konsutasi berhubungan dengan pelaksanaan tugas mental kelompok, misalnya
pengambilan keputusan; yang hasilnya sulit untuk dievaluasi
2. Biasanya proses konsultasi digabung dengan intervensi lain dalam pengembangan organisasi,
sementara meimsahkan pengaruh prose konsultasi dari intervensi lain sangat sulit.
3. Banyak penelitian yang dilakukan hanya menggunakan persepsi orang-orang, bukan
menggunakan pengukuran pelaksanaan sebagai index kesuksesan.
INTERVENSI PIHAK KETIGA

Intervensi pihak ketiga fokus pada konflik yang terjadi antara dua atau lebih orang-orang yang ada
dalam organisasi yang sama. Konflik tidak dapat dipisahkan dari kelompok dan organisasi, dan
dapat terjadi karena beragam sebab, termasuk perbedaan kepribadian, orientasi tugas,
ketergantungan tujuan, dan persepsi diantara para anggota, dan juga kompetisi akibat kelangkaan
sumber daya. Konsekuensinya adalah intervensi pihak ketiga terutama digunakan dalam situasi
dimana konflik secara signifikan mengganggu interaksi tugas yang penting dan hubungan pekerjaan
diantara para anggota. 

Intervensi pihak ketiga sangat tergantung pada jenis isu yang mendasari konflik, dapat berupa isu-
isu penting seperti metode kerja, tingkat gaji, dan kondisi pekerjaan, atau dapat muncul dari isu
interpersonal, seperti kepribadian dan persepsi yang salah. Konflik juga dapat terjadi pada batasan
organisasi misalnya antara suplier dan perusahaan, antara perusahaan dan agen kebijakan publik,
atau antara beragam organisasi atau kelompok. Bagaimanapun, ketika konflik melibatkan isu
interpersonal, perkembangan organisasi telah mengembangkan pendekatan yang dapat membantu
mengawasi dan mengatasi konflik ini. Intervensi pihak ketiga membantu kelompok berinteraksi
secara langsung satu sama lain, memudahkan diagnosa mereka mengenai konflik dan
pemecahannya. Kemampuan untuk memudahkan pemecahan konflik merupakan keterampilan
dasar dalam perkembangan organisasi dan diterapkan pada semua proses intervensi. Intervensi
pihak ketiga tidak dapat memecahkan semua konflik interpersonal yang terjadi dalam organisasi dan
bukan merupakan keharusan. Kadang-kadang konflik interpersonal yang terjadi tidak cukup kuat
atau merusak, sehingga tidak menuntut perhatian, bahkan bisa hilang begitu saja.  

Konsultan pihak ketiga dapat melakukan langkah-langkah untuk mencapai dialog yang produktif
diantara pihak yang bertikai sehingga mereka dapat mengetahui perbedaan dan merubah persepsi
dan perilakunya, Langkah-langkah tersebut antara lain: motivasi bersama untuk memecahkan
konflik; kekuatan yang seimbang diantara kelompok; menempatkan koordinasi sebagai cara
menghadapi konflik; tahapan yang relevant dari langkah-langkah untuk mengidentifikasi dan
mencari solusi yang luas; bentuk komunikasi yang terbuka dan jelas; dan tingkatan hasil dari
tegangan dan tekanan. Konsultan harus dapat memutuskan peran yang tepat untuk membuat
asumsi dalam memecahkan konflik dan harus mampu mengembangkan keterampilan yang besar
dalam hal diagnosa, intervensi, melanjutkan, dan sensitif terhadap apa yang dirasakan oleh orang
lain dan mereka sendiri. Konsultan harus memiliki keahlian profesional dalam intervensi pihak ketiga
dan harus dilihat kepada kelompok sebagai pihak yang netral atau tidak bias atas isu yang ada dan
hasil dari pemecahan konflik.

PEMBENTUKAN TIM

Pembentukan tim merupakan wilayah yang cukup luas dari aktivitas perencanaan yang membantu
kelompok memperbaiki cara mereka menyelesaikan tugas dan membantu anggota meningkatkan
interpersonal mereka dan keterampilan memecahkan masalah. Pembentukan tim dapat membantu
memecahkan masalah kelompok dengan memaksimalkan penggunaan sumberdaya dan kontribusi
anggota, serta membantu anggota tingkatan tertinggi dari motivasi bagi pelaksanaan keputusan
kelompok. Pembentukan tim juga dapat membantu kelompok mengatasi masalah-masalah khusus,
seperti kelesuan dan kurangnya ketertarikan anggota; hilangnya produktivitas; meningkatnya
keluhan dalam kelompok; kebingungan atas tugas; partisipasi yang rendah saat rapat; rendahnya
inovasi dan inisiasi; meningkatnya keluhan dari pihak luar mengenai kualitas; ketepatan waktu dan
efektivitas pelayanan; dan permusuhan atau konflik diantara anggota.
Perbedaan antara pembentukan tim dan proses konsultasi tidak terlalu jelas. Kebingungan ini terjadi
karena kebanyakan pembentukan tim juga termasuk proses konsultasi—membantu kelompok
mendiagnosa dan memahami proses internalnya sendiri. Bagaimanapun, proses konsultasi
merupakan pendekatan yang umum untuk membantu hubungan dibandingkan pembentukan tim.
Pembentukan tim lebih jelas fokusnya dalam membantu pelaksanaan tugas kelompok dan
memcahkan masalah dengan efektif. Proses konsultasi terkait dengan membangun bantuan
hubungan yang lebih efektif dalam organisasi. Pembentukan tim dapat diaplikasikan dalam situasi
yang luas, dari memulai tim baru sampai mengatasi konflik diantara anggota, untuk memperbaiki
kepuasan tim. Apabila masalah yang dihadapi struktural atau teknis, isu di dalam kelompok,
kesalahan administratif, atau konflik diantara dua orang, pembentukan tim bukan merupakan cara
yang sesuai untuk merubah startegi.

Aktivitas pembentukan tim dapat fokus pada level sebagai berikut; (1) satu atau lebih individu; (2)
operasional dan perilaku kelompok; (3) hubungan kelompok dengan pihak lain di organisasi.
Aktivitas pada satu individu atau lebih dilakukan karena keberagaman kebutuhan orang-orang
dalam organisasi. Interview rinci dan perangkat survei dapat membantu anggota untuk memahami
motivasi, gaya, atau emosi meraka dalam kelompok. Hasilnya adalah anggota memperoleh
pemahaman yang lebih baik karena dengan aktivitas ini mereka memperoleh informasi yang lebih
jelas mengenai kebutuhan dan dukungan yang akan mereka peroleh. Operasional dan perilaku
kelompok akan berhubungan dengan pelaksanaan tugas dan proses kelompok. Dalam tim yang
efektif, tugas perilaku dan proses kelompok harus terintegrasi satu sama lain dengan kebutuhan dan
keinginan oramg-orang yang membuat kelompok. Dengan makin baiknya pemahaman tim
mengenai dirinya sendiri, dan makin baiknya kemampuan untuk mendiagnosa dan memecahkan
masalahnya, maka tim akan lebih fokus pada perannya dalam organisasi. Selain itu makin
kompaknya tim akan membawa pengaruh yang kuat bagi kelompok lain dalam organisasi. Hal ini
juga dapat menimbulkan konflik antar kelompok yang merupakan dampak negatif dari pembentukan
tim. Dalam proses ini konsultan harus membantu kelompok memahami perannya dalam organisasi
yang lebih luas, mengembangkan keterampilan diagnostiknya, dan meneliti alternatif rencana
tindakan sehingga tekanan dan konflik antar kelompok tidak meluas.

( DARI BUKU ORGANIZATION DEVELOPMENT AND CHANGE BAB 12 ; tHOMAS G CUMMINGS,


CHRISTOPHER G. WORLEY)

Prinsip – prinsip utama dalam melakukan konsultasi gizi


Prinsip pelayanan terpusat klien
a. Hubungan antara konsultan dan klien digunakan untuk membantu klien mengatasi masalahnya
sesuai dengan harapan
b. Hubungan konsultan dengan klien tidak seperti hubungan atasan dengan bawahan (superior –
inferior) namun sejajar. Klien pun tidak perlu diinstruksikan dan diberi sanksi karena pada
dasarnya klien sudah memiliki kelebihan dan kebolehan, sehingga sebagai konsultan perlu untuk
memperkuat atau memperkukuhnya.
c. Hubungan antara konsultan dan klien didasarkan pada dua hal, yaitu saling menghargai
(respect) dan saling percaya (trust)
Prinsip memperoleh informasi
a. mempersiapkan instrumen (formulir, acuan, alat dan komputer)
b. melalui berbagai cara (membaca, bertanya, mendengar [hearing, attending, understanding,
remembering/recording, evaluating and monitoring], pengamatan klinis dan/ anamnesa, metode
penilaian dan pengukuran, menganalisis dan menghitung)
c. percaya pada informasi yang diberi klien
d. menjaga kerahasiaan informasi dari klien.
Prinsip memberi solusi dan motivasi
a. berbasis bukti ilmiah
b. dimulai dari alternatif
c. yang paling sesuai dengan kondisi klien
d. menghindari atau netral terhadap isu – isu kontroversial
e. menjelaskan sisi positif dan negatif dari solusi yang diberikan
f. memberikan tips atau kiat
g. membangun suasana dan kondisi agar klien termotivasi
h. memperkuat kelebihan klien (pujian)
Prinsip membina hubungan
a. menyediakan tempat dan suasana yang menyenangkan bagi klien
b. menyediakan media yang dapat memperkuat hubungan (kartu nama dan leaflet)
c. memberikan keunikan pelayanan bagi klien (via kemitraan)
d. apresiasi kedatangan
e. empati dan kehangatan konsultasi
f. mengajak ke konsultasi selanjutnya
g. mengajak ke acara – acara yang diadakan klinik (seminar atau demo)
h. menghargai dan percaya klien
Konsultasi gizi juga perlu memahami cultural competence. Sebagai profesional harus memahami
efek budaya terhadap kesehatan.
Cultural Competence memerlukan 3 hal : Attitude, Knowledge an Skill.
Attitude : Hal pertama yang kita pelajari dalam budaya kita dan mempengaruhi kebiasaan kita
Knowlegde : Be cautious of generalization
Skill : mempengaruhi kita dalam mengambil keputusan yang dibatasi oleh nilai budaya
Strategy for Cultural Competent Counseling :
1. Open-ended question
2. Client-centered framework of comunication
3. Openess and listening to experiences, valuing client expertise, and being sensitive to
difference.
4. Considering what strenght you have to bring to the counseling situation
5. Build on them
Jenis – Jenis Konsultasi Gizi
1. Konsultasi Gizi via tatap muka
2. Konsultasi Gizi via Telepon
3. Konsultasi Gizi via Media (Radio/TV, media cetak, internet)
Konsultasi Gizi Tatap Muka
Dilakukan secara tatap muka, bisa terjadwal atau pun tidak, dan biasanya dilakukan selama 15
sampai 30 menit sesuai dengan masalahnya. Tempat prakteknya pun disetting pribadi dengan
suasana yang nyaman dan menarik, namun tetap mudah diakses.
Ciri – ciri konsultasi gizi tatap muka :
1. Pendaftaran dilakukan lewat telepon atau secara langsung
2. Clinic record
3. Pengamatan klinis dan / anamnesa
4. Duduk bertatap muka dengan klien dengan dibatasi meja atau meja diletakkan disamping
5. Dialog mendalam
6. Menerapkan prinsip BIAR TUNTAS
7. Bisa dilanjutkan dengan konsultasi gizi via telepon.

Anda mungkin juga menyukai