Konsultasi
Konsultasi
2. Model Cunsulcube (model kubus). Pelopor dari model ini adalah Blake dan Mouton,
memberikan ciri konsultan sebagai campur tangan yang bertujuan untuk mengubah
siklus tingkah laku alamiah manusia.
Model ini memberikan kerangka dasar intervensi yang dilakukan konsultan
sebagai berikut:
a. Penerimaan, yaitu untuk memberikan perasaan aman kepada diri konseli agar mampu
mengekpresikan masalahnya tanpa ada rasa takut.
b. Catalytic, yaitu membantu konseli mengumpulkan data untuk diinterpretasikan
kembali kepada suatu masalah.
c. Konfrontasi, yaitu dirancang untuk membantu konseli agar menguji nilai yang ada
dalam anggapannya.
d. Preskripsi, yaitu konsultan meyampaikan pada konseli apa yang harus dikerjakannya.
e. Teori-teori dua prinsip, yaitu konsultan memberikan teori kepada konseli agar mereka
meninjau situasi yang menjadi sebab-akibat hubungan dan mengadakan diagnosis
serta perencanaan situasi yang ideal.
BAB III
GANGGUAN KEPRIBADIAN ( ABNORMAL )
a. Gangguan Kecemasam
Seringkali orang yang mengatakan bahwa mereka cemas adalah sebuah rasa
ketakutan, dan sebaliknya orang yang ketakutan menganggap bahwa mereka cemas.
Dalam artian kecemasan adalah ketakutan yang tidak nyata, suatu perasaan terancam
sebagai tanggapan terhadap sesuatu yang sebernanya tidak mengancam. Sedangkan
ketakutan adalah sesuatu yang memang nyata akan sesuatu yang benar- bnar
menakutkan.
b. Gangguan Fobia
James Drever ( 1988 ) mengartikan fobia sebagai ketakutan pada suatu objek atau
keadaan yang tidak dapat dikendalikan, yang biasanya disertai dengan rasa sakit yang
perlu diobati.
Contoh- contoh dari fobia:
1. Akrofobia, takut berada ketinggian.
2. Agoraphobia, takut berada di tempat yang terbuka.
3. Klaustrofobia, takut berada di tempat yang tertutup.
4. Hematofobia, takut melihat darah.
5. Monophobia, takut berada sendirian di tempat yang terbuka.
6. Niktofobia, takut pada kegelapan.
7. Pirofobia, takut melihat api.
8. Zoophobia, takut melihat binatang tertentu.
c. Gangguan Kompulsif- Obsesif
Suatu gangguan yang membuat penderita berulang- ulang memikirkan pemikiran
yang mengganggu atau merasa terpaksa berulang- ulang melakukan beberapa
tindakan yang tidak penting, dorongan kompulsif, atau keduanya.
2. Gangguan Psikosis
Gangguan ini merupakan suatau gejala terjadinya denial of major aspects of reality
denagn gejala dan pola- pola sebagai berikut ( Soedjono, 1983: 97 ):
a. Reaksi Schizophernic, yang menyangkut proses emosional dan intelektual. Gejalanya
adalah sama sekali tidak mengacuhkan apa yang terjadi di sekitarnya atau peran
pribadi yang berbelah dua.
b. Reaksi Paranoid, seseorang yang selalu dibayang- bayangi oleh sesuatu hal yang
dianggap mengancam hidupnya.
c. Reaksi Afektif dan Involutional, seseorang yang merasakan depresi yang sangat kuat.
3. Bunuh Diri
Kelompok yang berisiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri adalah
mahasiswa, penderita depresi, para lansia, pecandu alcohol, orang- orang yang berpisah
atau bercerai dengan pasangan hidupnya, orang- orang yang hidup sebatang kara, kaum
pendatang, para penghuni daerah kumuh dan miskin, kelompok professional tertentu,
seperti dokter, pengacara, dan psikolog.
Pada umumnya, kasus bunuh diri dilakukan karena stress yang ditimbulkan oleh berbagai
sebab, antara lain :
a. Depresi. Ada indikasi bahwa sebagian besar yang berhasil melakukan bunuh diri
karena dilanda depresi pada saat tindakan tersebut dilakukan.
b. Krisis dalam Hubungan Interpersonal. Konflik dan pemutusan hubungan, seperti
konflik dalam perkawinan, perpisahan, perceraian, kehilangan orang- orang terkasih
akibat kematian dapat menimbulkan sters berat yang mendorong dilakukannya
tindakan bunuh diri.
c. Kegagalan dan Devaluasi Diri. Merasa kalau ia telah gagal dalam melakukan sesuatu
hal yang penting, biasanya menyangkut pekerjaan dan bisa menyebabkan devaluasi
diri untuk melakukan tindakan bunuh diri.
d. Konflik Batin. Stres ini bersumber dari konflik batin atau pertentangan di dalam
pikiran orang yang bersangkutan.
e. Kehilangan Makna dan Harapan Hidup. Perasaaan yang semacam ini timbul pada
orang- orang yang mengalami penyakit kronik atau penyakit terminal.
BAB IV
KONSULTASI ATAU KONSELING DAN TERAPI PENYEMBUHAN
TERHADAP KLIEN GANGGUAN KEPRIBADIAN
Klien yang akan dihadapi seorang konsultan, psikiater, psikolog, atau perawat sekalipun
pasti memiliki segudang persoalan yang menyangkut diri mereka. Baik masalah itu mengganggu
mereka secara fisik, kognitif, maupun sikap ataupun mental. Pada bab ini kami sebagai
kelompok penyaji akan berusaha membahas bagaimana bentuk konsultasi ataupun konseling
pada klien yang mengalami gangguan kepribadian abnormal. Dalam melakukan konsultasi atau
konseling, seorang ahli yang professional melakukan serangkaian metode- metode assesment
dalam psikologis klinis untuk memberikan data atau informasi yang lengkap apa yang menjadi
masalah klien dan sangat menganggu kehidupan baik secara fisik ataupun mental.
Ada beberapa macam terapi – terapi yang digunakan dalam menangani klien- klien
yang mengalami gangguan kepribadian. Terapi – terapi tersebut diantaranya:
A. Terapi Psikodinamika
Sigmund Freud merupakan perumus teori pertama yang mengembangkan model
psikologis dari perilaku abnormal. Beliau juga pertama kali mengembangkan model
psikoterapi yang disebutnya psikoanalisis, untuk membantu oang-orang yang menderita
akibat gangguan psikolois. Psikoanalisis merupakan teori psikodinamika yang pertama.
Terapi psikodinamika membantu idividu untuk memperoleh insight mengenai
masalahnya, dan mengatasi konflik bawah sadar yang dipercaya merupakan akar dari
perilaku abnormal. Freud merangkum tujuan dari psikoanalisis dengan mengatakan
dimana ada id, seharusnya disitu juga ada ego.
Tujuannya lebih pada menggantikan perilaku defensive dengan perilaku adaptif.
Dengan demikian, klien dapat menemukan kepuasan tanpa memperoleh hukuman sosial
atau menghukum diri sendiri.
Metode utama yang digunakan Freud untuk mencapai tujuan ini adalah analisis
bebas, analisis mimpi, dan analisis hubungan transference.
1. Analisis Bebas
Selama tidur, pertahanan ego melemah dan impuls yang tidak dapat diterima
menemukan ekspresinya dalam mimpi. Karena pertahanan tidak seluruhnya
dihapuskan, impuls mengambil bentuk yang disamarkan atau disimbolisasikan.
Meskipun mimpi memiliki arti psikologis, seperti yang diyakini oleh Freud, masih
belum ada acara independen untuk menentukan arti dari mimpi.
3. Transference
Terapi humanistik berfokus pada pengalaman klien yang subjektif dan disadari.
Seperti terapi perilaku, terapi humanistik juga lebih berfokus pada apa yang dialami klien
pada saat ini, disini dan sekarang, daripada masa lalu. Tapi ada juga persamaan antara
terapi psikodinamika dan terapi humanistik, keduanya mengasumsikan bahwa masa lalu
mempengaruhi perilaku dan perasaan pada masa kini dan keduanya mencoba untuk
memperluas self-insight klien. Bentuk utama dari terapi humanistik adalah terapi
terpusat pada individu yang dikembangkan oleh psikolog Carl Rogers.
Terapi Terpusat Individu
Terapi terpusat individu bersifat tidak mengarahkan. Klien yang memimpin dan
mengarahkan jalannya terapi. Terapi menggunakan refleksi, pengulangan atau perumusan
kembali dari perasaan-perasaan yang diekspresikan klien tanpa memberi penilaian. Cara
ini mendorong klien untuk mengeksplorasi lebih jauh perasaannya dan berhubungan
dengan perasaan yang lebih dalam dan bagian dari diri yang tidak diakui karena kritikal
sosial.
Rogers menekankan pentingnya menciptakan hubungan terapeutik yang hangat
yang akan mendorong klien melakukan self-exploration dan self-expsression. Terapi yang
efektif seharusnya memiliki empat kualitas dasar, yaitu : penerimaan positif tanpa syarat,
empati, ketulusan, dan kongruen.
D. Terapi Kognitif
Proses konsultasi, intervensi pihak ketiga, dan pembentukan tim, merupakan bagian dari proses
pendekatan interpersonal dan kelompok. Proses konsultasi tidak hanya digunakan sebagai cara
membantu kelompok menjadi efektif, tetapi juga membantu mereka belajar untuk mendiagnosa dan
memecahkan masalahnya sendiri, dan melanjutkan pengembangan kompetensi dan
kedewasaannya. Aktivitas yang penting untuk proses ini adalah komunikasi, peran dari anggota
kelompok, kesulitan dalam pemecahan masalah dan norma pengambilan keputusan, kepemimpinan
dan kekuasaan. Perbedaan dasar antara proses konsultasi dan intervensi pihak ketiga adalah fokus
pada bagian akhir yang menargetkan pemecahan konflik langsung antara individu yang hubungan
sosial interpersonalnya tidak berfungsi dengan baik.
Pembentukan tim secara langsung memperbaiki efektivitas kelompok dan cara bagaimana tiap
anggota tim bekerja bersama-sama. Tim dapat bersifat permanen atau sementara, tradisional atau
virtual, tetapi tiap anggotanya memiliki tujuan organisasi dan aktivitas bekerja yang sama. Proses
umum dari pembentukan tim sama seperti proses konsultasi, yaitu mencoba untuk melengkapi
kelompok dalam menangani pemecahan masalah yang sedang terjadi.
PELATIHAN
Pelatihan merupakan pekerjaan yang melibatkan anggota organisasi, terutama bagi manajer dan
eksekutif, sebagai dasar bagi mereka untuk membantu memperjelas tujuan, mengatasi hambatan,
dan memperbaiki kinerjanya. Pelatihan merupakan keterampilan yang dapat dikembangkan oleh
manajer dengan menggunakan petunjuk pemeriksaan, mendengarkan aktif, penyusunan ulang
kerangka, dan teknik lain untuk membantu individu melihat kemungkinan baru atau yang lain, dan
mengarahkan usaha mereka menuju beragam hal yang penting bagi mereka.
Pelatihan biasanya bertujuan membantu eksekutif untuk lebih efektif melaksanakan beberapa
peralihan, seperti integrasi merjer atau pengerucutan; mengatasi permasalahan pelaksanaan; atau
membangun keterampilan perilaku baru sebagai bagian dari program pengembangan
kepemimpinan. Dalam beberapa hal, pelatihan disamakan dengan terapi, karena keduanya
berhubungan dengan pengembangan pribadi, tetapi pelatihan dilakukan kepada pribadi yang sehat
dan bukan bagi mereka yang terkena penyakit, selain itu pelatihan fokus kepada masa depan dan
tindakan, bukan berorientasi masa lalu yang biasa dilakukan dalam model terapi. Pelatihan
membantu individu memahami bagaimana perilaku mereka berkontribusi bagi situasi saat ini.
Pemahaman seperti ini biasanya sulit untuk dicapai dan sangat pribadi, oleh karena itu keterbatasan
keterampilan pelatih dan kemampuannya harus diakui. Banyaknya kegagalan pelatihan terjadi
akibat terlalu jauhnya aplikasi praktek dari prinsip perilakuatau terlalu dekat dengan penghalang
terapi, dan kegagalan dari pelatih untuk memahami perbedaan.
Apabila terlaksana dengan baik, pelatihan memperbaiki produktivitas pribadi dan membangun
kemampuan individu untuk lebih efektif. Sayangnya, selain membangun profesionalisme, proses ini
dapat menjadi teknik untuk mengendalikan terutama apabila formula, perangkat dan nasihat
menggantikan penilaian yang baik, fasilitasi, dan rasa iba.
1. Membangun prinsip dari hubungan. Tahap awal dari intervensi pelatihan adalah membangun
tujuan sebagai pengikat; parameter dari hubungan adalah jadwal, sumberdaya, dan kompensasi;
dan pertimbangan yang pantas.
2. Melakukan penilaian. Proses ini dapat merupakan proses yang personal atau sistematis. Dalam
penilaian personal, klien dipandu melalui kerangka penilaian. Penilaian dapat berupa perangkat
tanya jawab yang menghasilkan peluang pengembangan atau dapat juga menggunakan perangkat
lain seperti Indikator Myers—Briggs, FIRO-B, pofil DISC atau MMPI yang memerlukan pendidikan
lebih lama dan bersertifikat. Praktisi pengembangan organisasi harus berhati-hati dalam mencatat
dan mengartikan hasil penilaian atas instrumen yang mereka pakai. Dalam penilaian sistematis, tim
klien, pasangan, dan pihak lain yang berhubungan saling terikat dalam proses. Bentuk yang paling
umum dari penilaian sistematis melibatkan proses timbal balik 3600.
3. Pembahasan hasil. Pelatih dan klien membahas data penilaian dan melakukan persetujuan
diagnosa yang dilakukan. Tujuan dari sesi timbal balik adalah menggerakan klien untuk bertindak.
Dengan kejelasan data penilaian yang diperoleh, tujuan intervensi dapat lebih jauh ditentukan dan
diperbaiki bila diperlukan.
4. Mengembangkan rencana tindakan. Aktivitas khusus dilakukan oleh pelatih dan klien dan
ditetapkan dalam sebuah ikatan. Kegiatan ini dapat berupa aktivitas baru yang akan membawa pada
pencapaian tujuan, kesempatan belajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan, atau
rancangan untuk menunjukan kemampuan. Pengembanga rencana tindakan merupakan bagian
yang paling sulit dari proses ini karena klien harus memiliki hasil dari penilaian dan mulai melihat
kemungkinan untuk tindakan yang baru. Rencana tindakan harus termasuk metode dan rincian
untuk memonitor kemajuan dan mengevaluasi efektivitas dari program pelatihan.
5. Melaksanakan rencana tindakan. Setelah menentukan rencana tindakan, proses selanjutnya dari
pelatihan adalah melaksanakan apa yang telah direncanakan. Pada tahap ini pelatih mendukung
dan mendorong klien untuk mencapai tujuannya. Keterampilan yang cukup besar diperlukan untuk
menghadapi, menantang, dan memudahkan pembelajaran.
6. Penilaian hasil. Pada waktu tertentu, hasil dari tindakan klien ditinjau dan dievaluasi. Berdasarkan
informasi ini, tujuan atau rencana tindakan dapat diperbaiki, atau proses yang ada dihentikan.
Pelatihan dinilai efektif dalam proses pengembangan organisasi. Keuntungan yang diperoleh dari
pelatihan beragam dan tergantung pada sifat tujuan klien. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa
pelatihan memperbaiki produktivitas, kualitas, hubungan kerja, dan kepuasan pekerjaan individu.
Tingkat pengembaliannya diperkirakan 5,7 kali dibandingkan investasi awal. Sementara penelitian
lain mencatat bahwa keuntungan dari pelatihan adalah perbaikan dalam produktivitas dan kepuasan
pekerja, dan secara khusus mengidentifikasi keuntungan finansial. Perkiraan tingkat
pengembaliannya atas investasi 529%, meskipun metode untuk pengukuran angka ini tidak
dijelaskan.
Intervensi pada pendidikan dan pengembangan merupakan strategi tertua untuk perubahan
organisasi. Kegiatan ini memberikan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan bagi anggota
baru maupun lama untuk melaksanakan pekerjaannya. Fokus dari intervensi pendidikan cukup luas,
dari metode kelas yang dibatasi jam tertentu, bervariasi dengan metode lain termasuk simulasi, aksi
pembelajaran, pendidikan on-line atau melalui komputer, dan studi kasus, ditujukan bagi semua
tingkat dan jenis anggota organisasi. Karena mempengaruhi pentingnya pengembangan organisasi,
perusahaan di Amerika setiap tahun meningkatkan anggarannya untuk pendidikan dan
pengembangan sektar 2% dari pembayaran gaji perusahaan.
Istilah pendidikan digunakan ketika tujuannya adalah mengembangkan kekuatan kerja, sementara
emiistilah pengambangan manajemen atau pengembangan kepemimpinan biasanya diterapkan
ketika tujuannya adalah mengembangkan manajemen organisasi dan kemampuan eksekutif. Tujuan
pendidikan yang merupakan intervensi pengembangan organisasi harus fokus pada perubahan
keterampilan dan pengetahuan dalam kelompok dari anggota organisasi untuk memperbaiki
efektivitas atau untuk membangun kemampuan dari sistem organisasi. Sebagai contoh, program
pelatihan bagi karyawan baru yang memberikan informasi tentang keuntungan dan kesehatan
perusahaan tidak dapat dikelompokan sebagai intervensi pengembangan organisasi.
Selain kelaziman intervensi pendidikan dan pengembangan dalam dunia kerja, kebanyakan
penelitian evaluasi mengenai hal ini hanya terdiri atas reaksi, ukuran terlemah dari efektivitas. Data
reaksi cenderung hanya berhubungan dengan kelemahan dibandingkan dengan ukuran pada
efektivitas pendidikan. Hasil penelitian menunjukan bahwa 40 perusahan dari beragam latar
belakang yang mengeluarkan biaya untuk pendidikan, juga memperoleh keuntungan yang besar
untuk setiap pekerjanya.
1. Melakukan penilaian kebutuhan. Aktivitas ini dilakukan untuk menentukan pendidikan jenis apa
yang akan dilaksanakan, yaitu dengan cara mengumpulkan data organisasi, pekerjaan, dan individu.
Penilaian organisasi fokus kepada sistem yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk
mengirimkan kembali pendidikan yang diperoleh kepada organisasi. Penilaian organisasi
menentukan apakah dukungan yang ada penting untuk membuat pendidikan dan pengembangan
berguna bagi organisasi. Penilaian pekerjaan melibatkan pemahaman mengenai tugas, aktivitas,
dan keputusan yang harus dilakukan oleh peserta dengan lebih baik setelah dilakukan pendidikan.
Penilaian individu bertujuan untuk memahami tingkat keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan
yang telah dimiliki oleh individu yang memenuhi syarat untuk mengikuti pendidikan.
2. Mengembangkan sasaran dan rancangan pendidikan. Langkah pertama adalah menetapkan
sasaran hasil untuk intervensi pendidikan dan pengembangan. Sasaran ini harus menggambarkan
kualitas dan kuantitas pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh peserta untuk menunjukan
kompetensinya. Sebagai contoh sasaran yang sesuai bagi program pendidikan pelayanan
pelanggan adalah mampu melayani permintaan pelanggan sebesar 95%. Rancangan pendidikan
dilakukan dengan dengan membuat pilihan dari beragam teknik, termasuk latihan pekerjaan,
metode audio visual, pendekatan melalui komputer atau internet, atau dengan cara-cara tradisional
seperti pengajaran di kelas, simulasi, studi kasus, atau percobaan latihan.
3. Penyampaian pendidikan. Tahap ini merupakan pelaksanaan pendidikan dan pengembangan.
Peserta diajak untuk mengikuti pendidikan , menyelesaikan aktivitas termasuk rancangan yang ada,
dan setelah itu kembali kepada pekerjaan rutin mereka.
4. Mengevaluasi pendidikan. Langkah akhir ini digunakan untuk menentukan apakah pendidikan
telah mencapai sasarannnya. Empat kriteria yang umum dipakai untuk menilai efektivitas pendidikan
adalah reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil. Reaksi merupakan kriteria evaluasi yang sering
digunakan dan secara sederhana mengarahkan peserta untuk memebuat penilaian awal mengenai
manfaat pendidikan. Hal ini biasa dilakukan dengan menggunakan pertanyaan yang diselesaikan
selama mengikuti aktivitas pendidikan. Kriteria pembelajaran mengacu pada apakah peserta
membutuhkan pengetahuan yang diberikan selama pendidikan; pengetahuan ini secara singkat
berhenti saat pelaksanaan penilaian atau perilaku dalam bekerja. Hal ini bisa dilakukan melalui
wawancara atau pertanyaan. Kriteria perilaku menilai apakah keterampilan dan kemampuan yang
baru diperoleh dalam pendidikan benar- benar diterapkan dalam pekerjaan. Data dapat diperoleh
melalui pengamatan atau wawancara dengan manajer peserta. Kriteria terakhir yaitu hasil,
menentukan apakah pendidikan dapat dinilai melalui perbaikan atau efektivitas sistem yang dimiliki
oleh peserta (pekerja).
PROSES KONSULTASI
Proses konsultasi (PK) merupakan kerangka kerja umum untuk membantu hubungan kerjasama.
Schein mendefinisikan PK sebagai “penciptaan hubungan yang mengizinkan klien untuk merasakan,
memahami, dan bertindak dalam proses yang terjadi di lingkungan internal maupun eksternalnya
yang bertujuan untuk memperbaiki situasi yang telah dirumuskan oleh klien.” Proses konsultasi tidak
memberikan bantuan dalam bentuk pemecahan masalah, seperti halnya dokter kepada pasiennya,
tetapi para konsultan bekerja untuk membantu manager, pekerja, dan penilaian kelompok, dan
memperbaiki proses manusia, seperti komunikasi, hubungan interpersnal, pengambilan keputusan,
dan pelaksanaan tugas. Schein berpendapat bahwa konsultan dan manajer yang efektif harus
menjadi pembantu yang baik, membantu pihak lain menyelesaikan tugasnya, dan mencapai tujuan
seperti yang telah direncanakan. PK merupakan pendekatan untuk membantu orang dan kelompok
membantu dirinya sendiri, filosofinya adalah mereka yang menerima bantuan memperoleh
keterampilan dan keahlian untuk mendiagnosa dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
Sebagai sebuah filosofi untuk membantu dalam hubungan, Schein mengajukan 10 prinsip sebagai
panduan tindakan proses konsultasi, yaitu:
1. Selalu mencoba untuk menolong
2. Selalu tetap berhubungan dengan realitas saat ini
3. Menyadari apa yang tidak diketahui
4. Setiap yang anda lakukan merupakan sebuah intervensi
5. Klien memiliki masalah dan pemecahannya
6. Mengikuti arus
7. Waktu merupakan hal yang penting
8. Menjadi opportunis yang membangun dengan menghadapi intervensi
9. Segala sesuatu merupakan informasi; kesalahan selalu akan terjadi dan merupakan sumber
pembelajaran
10. Berbagi apabila timbul keraguan.
Proses konsultasi terutama berhubungan dengan proses interpersonal dan kelompok yang
menggambarkan bagaimana anggota organisasi berinteraksi satu sama lain, baik secara langsung
maupun tidak. Terlaksananya tugas dengan sukses oleh kelompok akan meningkatkan interaksi
efektivitas dalam proses sosial. Yang termasuk dalam proses kelompok adalah:
• Komunikasi. Merupakan proses menyalurkan dan menerima pikiran, fakta, dan perasaan. Dalam
proses ini konsultan dapat menjadi pihak yang membantu memperjelas makna komunikasi yang
ingin disampaikan.
• Berfungsinya peranan tiap anggota kelompok. Proses yang harus diperhatikan dengan teliti oleh
konsultan adalah perbedaan peran anggota kelompok.
• Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan kelompok. Agar lebih efektif, kelompok harus
mampu mengidentifikasi masalah, menguji pilihan, dan membuat keputusan. Metode yang kedua
adalah memberikan kekuasan bagi individu untuk membuat keputusan, karena kadang-kadang
keputusan didapat dari peran minoritas. Peran konsultan dalam proses ini adalah membantu
kelompok memahami bagaimana cara membuat keputusan dan konsekuansi dari masing-masing
proses keputusan dengan mendiagnosa keputusan mana yang terbaik untuk situasi tertentu.
• Norma kelompok. Peran konsultan dalam proses ini adalah membantu kelompok memahami dan
mengartikan normanya sendiri dan menentukan apakahnorma tersebut bermanfaat atau tidak
berfungsi sama sekali. Dengan cara ini kelompok dapat berkembang dan realistis dengan
lingkungan sekitarnya, menggunakan sumberdaya yang dimiliki dengan optimum dan belajar dari
pengalamannya sendiri.
• Penggunaan kepemimpinan dan wewenang. Proses yang dilakukan oleh konsultan adalah
memahami proses kepemimpinan dan bagaimana perbedaan gaya kepemimpinan dapat membantu
atau menghalangi fungsi kelompok. Selain itu konsultan juga dapat membantu pemimpin
menyesuaikan gaya kepemimpinannya sesuai dengan kondisi yang ada.
Proses konsultasi dapat dilakukan dengan dua intervensi, yaitu intervensi individu dan intervensi
kelompok. Intervensi individu terutama dirancang untuk membantu individu lebih efektif dalam
berkomunikasi dengan pihak lain. Intervensi individu mendorong orang-orang menjadi lebih terbuka
dengan pihak lain dan membuka pandangan, opini, perhatian, dan emosi mereka. Proses yang perlu
dilakukan oleh konsultan sebelum memberikan umpan balik untuk intervensi ini adalah pengamatan
yang sesuai, mengajukan pertanyaan untuk lebih memahami isu, dan yakin bahwa umpan balik
yang diberikan kepada klien merupakan cara yang dapat dipakai.
Intervensi kelompok ditujukan bagi proses, isi, dan struktur kelompok. Intervensi proses berarti
membuat kelompok peka atas proses internal kelompok sehingga timbul ketertarikan untuk
melakukan analisa. Aktivitas yang dilakukan adalah memberikan komentar, pertanyaan, atau
melakukan observasi tentang hubungan antara anggota kelompok. Intervensi isi berarti membantu
kelompok menentukan apa yang bekerja. Aktivitas yang dilakukan adalah komentar, pertanyaan,
atau observasi tentang keanggotaaan kelompok; pengaturan agenda, ulasan, dan prosedur
pengujian; isu interpersonal; dan masukan konseptual pada topik yang berhubungan dengan tugas.
Intervensi struktural membantu kelompok memeriksa kestabilan dan metode penyembuhan yang
digunakan untuk menyelesaikan tugas dan berhubungan dengan isu eksternal. Aktivitas yang
dilakukan adalah komentar, pertanyaan, atau pengamatan input, sumber daya, dan pelanggan;
metode untuk menentukan tujuan, mengembangkan strategi, menyelesaikan pekerjaan,
memberikan tanggung jawab, memonitor kemajuan, dan menunjukan masalah; dan hubungan
dengan kekuasaan, aturan formal, dan tingkat kedekatan.
Meskipun proses konsultasi merupakan bagian penting dalam pengembangan organisasi dan telah
banyak dipraktekan lebih dari 40 tahun yang lalu, hanya sedikit penelitian mengenai pengaruh
peningkatan kemampuan kelompok untuk menyelesaikan pekerjaan. Ada 3 hal yang menyebabkan
sulitnya mengukur perbaikan pelaksanaan tugas sebagai hasil proses konsultasi:
1. Proses konsutasi berhubungan dengan pelaksanaan tugas mental kelompok, misalnya
pengambilan keputusan; yang hasilnya sulit untuk dievaluasi
2. Biasanya proses konsultasi digabung dengan intervensi lain dalam pengembangan organisasi,
sementara meimsahkan pengaruh prose konsultasi dari intervensi lain sangat sulit.
3. Banyak penelitian yang dilakukan hanya menggunakan persepsi orang-orang, bukan
menggunakan pengukuran pelaksanaan sebagai index kesuksesan.
INTERVENSI PIHAK KETIGA
Intervensi pihak ketiga fokus pada konflik yang terjadi antara dua atau lebih orang-orang yang ada
dalam organisasi yang sama. Konflik tidak dapat dipisahkan dari kelompok dan organisasi, dan
dapat terjadi karena beragam sebab, termasuk perbedaan kepribadian, orientasi tugas,
ketergantungan tujuan, dan persepsi diantara para anggota, dan juga kompetisi akibat kelangkaan
sumber daya. Konsekuensinya adalah intervensi pihak ketiga terutama digunakan dalam situasi
dimana konflik secara signifikan mengganggu interaksi tugas yang penting dan hubungan pekerjaan
diantara para anggota.
Intervensi pihak ketiga sangat tergantung pada jenis isu yang mendasari konflik, dapat berupa isu-
isu penting seperti metode kerja, tingkat gaji, dan kondisi pekerjaan, atau dapat muncul dari isu
interpersonal, seperti kepribadian dan persepsi yang salah. Konflik juga dapat terjadi pada batasan
organisasi misalnya antara suplier dan perusahaan, antara perusahaan dan agen kebijakan publik,
atau antara beragam organisasi atau kelompok. Bagaimanapun, ketika konflik melibatkan isu
interpersonal, perkembangan organisasi telah mengembangkan pendekatan yang dapat membantu
mengawasi dan mengatasi konflik ini. Intervensi pihak ketiga membantu kelompok berinteraksi
secara langsung satu sama lain, memudahkan diagnosa mereka mengenai konflik dan
pemecahannya. Kemampuan untuk memudahkan pemecahan konflik merupakan keterampilan
dasar dalam perkembangan organisasi dan diterapkan pada semua proses intervensi. Intervensi
pihak ketiga tidak dapat memecahkan semua konflik interpersonal yang terjadi dalam organisasi dan
bukan merupakan keharusan. Kadang-kadang konflik interpersonal yang terjadi tidak cukup kuat
atau merusak, sehingga tidak menuntut perhatian, bahkan bisa hilang begitu saja.
Konsultan pihak ketiga dapat melakukan langkah-langkah untuk mencapai dialog yang produktif
diantara pihak yang bertikai sehingga mereka dapat mengetahui perbedaan dan merubah persepsi
dan perilakunya, Langkah-langkah tersebut antara lain: motivasi bersama untuk memecahkan
konflik; kekuatan yang seimbang diantara kelompok; menempatkan koordinasi sebagai cara
menghadapi konflik; tahapan yang relevant dari langkah-langkah untuk mengidentifikasi dan
mencari solusi yang luas; bentuk komunikasi yang terbuka dan jelas; dan tingkatan hasil dari
tegangan dan tekanan. Konsultan harus dapat memutuskan peran yang tepat untuk membuat
asumsi dalam memecahkan konflik dan harus mampu mengembangkan keterampilan yang besar
dalam hal diagnosa, intervensi, melanjutkan, dan sensitif terhadap apa yang dirasakan oleh orang
lain dan mereka sendiri. Konsultan harus memiliki keahlian profesional dalam intervensi pihak ketiga
dan harus dilihat kepada kelompok sebagai pihak yang netral atau tidak bias atas isu yang ada dan
hasil dari pemecahan konflik.
PEMBENTUKAN TIM
Pembentukan tim merupakan wilayah yang cukup luas dari aktivitas perencanaan yang membantu
kelompok memperbaiki cara mereka menyelesaikan tugas dan membantu anggota meningkatkan
interpersonal mereka dan keterampilan memecahkan masalah. Pembentukan tim dapat membantu
memecahkan masalah kelompok dengan memaksimalkan penggunaan sumberdaya dan kontribusi
anggota, serta membantu anggota tingkatan tertinggi dari motivasi bagi pelaksanaan keputusan
kelompok. Pembentukan tim juga dapat membantu kelompok mengatasi masalah-masalah khusus,
seperti kelesuan dan kurangnya ketertarikan anggota; hilangnya produktivitas; meningkatnya
keluhan dalam kelompok; kebingungan atas tugas; partisipasi yang rendah saat rapat; rendahnya
inovasi dan inisiasi; meningkatnya keluhan dari pihak luar mengenai kualitas; ketepatan waktu dan
efektivitas pelayanan; dan permusuhan atau konflik diantara anggota.
Perbedaan antara pembentukan tim dan proses konsultasi tidak terlalu jelas. Kebingungan ini terjadi
karena kebanyakan pembentukan tim juga termasuk proses konsultasi—membantu kelompok
mendiagnosa dan memahami proses internalnya sendiri. Bagaimanapun, proses konsultasi
merupakan pendekatan yang umum untuk membantu hubungan dibandingkan pembentukan tim.
Pembentukan tim lebih jelas fokusnya dalam membantu pelaksanaan tugas kelompok dan
memcahkan masalah dengan efektif. Proses konsultasi terkait dengan membangun bantuan
hubungan yang lebih efektif dalam organisasi. Pembentukan tim dapat diaplikasikan dalam situasi
yang luas, dari memulai tim baru sampai mengatasi konflik diantara anggota, untuk memperbaiki
kepuasan tim. Apabila masalah yang dihadapi struktural atau teknis, isu di dalam kelompok,
kesalahan administratif, atau konflik diantara dua orang, pembentukan tim bukan merupakan cara
yang sesuai untuk merubah startegi.
Aktivitas pembentukan tim dapat fokus pada level sebagai berikut; (1) satu atau lebih individu; (2)
operasional dan perilaku kelompok; (3) hubungan kelompok dengan pihak lain di organisasi.
Aktivitas pada satu individu atau lebih dilakukan karena keberagaman kebutuhan orang-orang
dalam organisasi. Interview rinci dan perangkat survei dapat membantu anggota untuk memahami
motivasi, gaya, atau emosi meraka dalam kelompok. Hasilnya adalah anggota memperoleh
pemahaman yang lebih baik karena dengan aktivitas ini mereka memperoleh informasi yang lebih
jelas mengenai kebutuhan dan dukungan yang akan mereka peroleh. Operasional dan perilaku
kelompok akan berhubungan dengan pelaksanaan tugas dan proses kelompok. Dalam tim yang
efektif, tugas perilaku dan proses kelompok harus terintegrasi satu sama lain dengan kebutuhan dan
keinginan oramg-orang yang membuat kelompok. Dengan makin baiknya pemahaman tim
mengenai dirinya sendiri, dan makin baiknya kemampuan untuk mendiagnosa dan memecahkan
masalahnya, maka tim akan lebih fokus pada perannya dalam organisasi. Selain itu makin
kompaknya tim akan membawa pengaruh yang kuat bagi kelompok lain dalam organisasi. Hal ini
juga dapat menimbulkan konflik antar kelompok yang merupakan dampak negatif dari pembentukan
tim. Dalam proses ini konsultan harus membantu kelompok memahami perannya dalam organisasi
yang lebih luas, mengembangkan keterampilan diagnostiknya, dan meneliti alternatif rencana
tindakan sehingga tekanan dan konflik antar kelompok tidak meluas.