F.tata Laksana Penatagunaan Tanah
F.tata Laksana Penatagunaan Tanah
Tabel 19. Penyelesaian Pekerjaan Subseksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu bulan Januari
2020 s.d. Juli 2020
Jenis Permohonan Jumlah Selesai Dalam %
Permohonan Proses
Ijin Lokasi 8 8 0 100
Pertimbangan Teknis 32 27 5 84
Jumlah 40 35 0 92
Sumber : Laporan Bulanan Subseksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu bulan Januari 2020 s.d.
Juli 2020
3. Permasalahan
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara di seksi ini, taruna STPN dalam
KKNP-PTLP mendapatkan permasalahan yang ada yaitu:
a. Belum tersedianya peta RDTR.
b. Terdapat kesulitan dalam pelaksanaan kegiatan redistribusi tanah untuh tanah-tanah
eks HGU.
A. Tata Laksana Penataan Pertanahan
1. Analisis Masalah
a. Terkait Belum tersedianya peta RDTR
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang. Penataan ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang ,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Rencana tata ruang
adalah hasil perencanaan tata Ruang yang dilakukan untuk menghasilkan rencana
umum tata ruang (Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota) dan rencana rinci
tata ruang (Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota yang merupakan rencana
rinci untuk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota). Rencana rinci tata ruang
disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang. Rencana detail tata
ruang sebagaimana dimaksud dapat dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan
Zonasi.
Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 15 Tahun 2018 Tentang
Pertimbangan Teknis Pertanahan, dalam hal pemberian pertimbangan teknis
pertanahan harus pakai RDTR. Dalam hal peta RDTR belum tersedia maka dapat
menggunakan peta RTRW. Penggunaan peta RTRW dikhawatirkan akan adanya
bias karena menggunakan skala lebih kecil, olehnya itu digunakan RDTR dengan
skala yang lebih besar sehingga untuk memberikan analisisnya dapat lebih detail.
Pada forum Pembekalan Penguatan Penyelenggaraan Penataan Ruang di Hotel
Mercure Bali Legian, Bali pada tanggal 15 maret 2019 lalu, membahas Rencana
penguatan tata ruang sebagai payung hukum pembangunan. Ini sangat penting agar
percepatan pembangunan ekonomi dan infrastruktur nasional negara dapat dilakukan
untuk mengejar kebutuhan dan bisa menjadi negara yang unggul dan punya prospek
atau potensi yang besar. Saat ini, juga sangat dibutuhkan kerja sama antara
pemerintah daerah (Pemda) melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
dan Kementerian ATR/BPN melalui Kantor Pertanahan yang ada di seluruh
Kabupaten/Kota untuk penyetaraan tingkat pemahaman penyusunan rencana tata
ruang dan RDTR. Karena baru 52 Peraturan Daerah (Perda) RDTR dari kebutuhan
minimal 2.000 RDTR yang ada di Indonesia. Oleh karena itu Kementerian
ATR/BPN menargetkan tahun ini harus ada 100 RDTR baru. Persoalan utama dalam
penyelesaian RDTR itu adalah masalah data sharing antara Pemda yang tanggung
jawab dalam penyusunan RDTR dengan Kantor Pertanahan (Kantah) di daerah yang
punya informasi tentang data spasial yang cukup detail. Jadi untuk mempercepat
penyusunan RDTR dengan mempermudah data sharing dan memberikan
pemahaman terhadap tata ruang antara satu daerah yang saat ini masih berbeda.
Pada forum lain yang dilaksanakan pada 2 juli 2019 lalu, membahas mengenai
Penyusunan NSPK Survei dan Pemetaan Tematik Penggunaan Tanah dalam Rangka
Menunjang Kegiatan Persiapan RDTR Kabupaten/Kota. Terkait draft NSPK Survei
dan Pemetaan Tematik Penggunaan Tanah dalam Rangka Menunjang Kegiatan
Persiapan RDTR Kabupaten/Kota yang telah dibuat oleh Direktorat Survei dan
Pemetaan Tematik. Draft yang telah dibuat diupayakan sinkron dengan tahapan
penyusunan RDTR dan PZ Kabupaten/Kota sesuai dengan Peraturan Menteri
ATR/Kepala BPN Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota. Ketersediaan Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi (PZ) dituntut segera diselesaikan
untuk mempercepat pelaksanaan kemudahan berusaha (ease of doing
bussines/EODB). Diatur dalam Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1
Tahun 2018 bahwa RDTR PZ ini mencakup seluruh kabupaten/kota di Indonesia.
Direktorat Survei dan Pemetaan Tematik Direktorat Jenderal Infrastruktur
Keagrariaan mendukung percepatan pembuatan rencana detail tata ruang (RDTR)
dengan menyediakan peta tematik penggunaan tanah yang memiliki standar dan
berkualitas sebagai data masukan untuk proses analisis rencana tata ruang.
b. Kesulitan mendapatkan obyek redistribusi tanah terutama tanah-tanah eks
HGU
Reforma Agraria adalah penataan kembali pemilikan, penguasaan dan
penggunaan tanah dengan tujuan mengatasi kemiskinan, mengembangkan
kesempatan kerja, secara sistematik megatasi sengketa dan konflik pertanahan,
menata kembali pemanfaatan, penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah dan
menata ketidakadilan seperti adanya sebagian kelompok masyarakat memiliki tanah
yang sangat luas namun tidak menguasai, tidak memanfaatkan dan tidak
menggunakannya sedangkan disisi lain ada masyarakat yang tidak mempunyai
tanah, membuka akses masyarakat terhadap sumber-sumber ekonomi dan
sumber-sumber politik, meningkatkan ketahanan ekonomi rumah tangga dan
me-ningkatkan kualitas lingkungan hidup (Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia:2007).
Sedangkan pengertian reforma agraria menurut Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Tata Cara
Penertiban Tanah Terlantar adalah kebijakan pertanahan yang mencakup
penataan sistem politik dan hukum pertanahan serta penataan aset masyarakat dan
penataan akses masyarakat.
Ketentuan mengenai HGU ditetapkan dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 34
UUPA. Menurut Pasal 28 dan 29 pengertian HGU pada intinya adalah hak untuk
mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu 25
sampai 35 tahun, yang dapat diperpanjang dengan jangka waktu paling lama 25
tahun guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan, dengan paling sedikit 5
hektar. Bila luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak
dan teknik pertanian yang baik sesuai dengan perkembangan zaman. Di dalam Pasal
34 ditegaskan bahwa HGU hapus karena tanahnya ditelantarkan. Ketentuan lebih
lanjut yang ditetapkan PP 40/96, mengatur luasan, jangka waktu kewajiban
pemegang HGU dan pencabutan HGU berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh
instansi teknis. Adapun pemegang HGU dilarang untuk menerlantarkan tanahnya,
Meskipun yang bersangkutan sudah mendapat hak atas tanah, apabila
menelantarkan tanahnya maka hubungan hukum yang bersangkutan dengan
tanahnya akan dihapuskan dan ditegaskan sebagai tanah yang dikuasai langsung
oleh Negara.
Obyek penertiban tanah terlantar adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh
Negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai,
dan Hak Penge-lolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan,
tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat
dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya. Tanah-tanah terlantar yang
sudah men-jadi tanah negara harus dimanfaatkan dengan dengan baik dan diambil
oleh Negara yang dialokasikan untuk kepentingan masyarakat dan negara yang salah
satunya melalui pro-gram reforma agraria. Jadi tanah-tanah yang terlantar tersebut
akan ditata kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya dan
diberi-kan kepada orang-orang yang memenuhi syarat sebagai penerima manfaat
reforma agraria yang didasarkan pada kependudukan, struktur sosial ekonomi dan
penguasaan tanah.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil pemantauan lapangan oleh
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota,
atau dari laporan dinas/instansi lainnya, laporan tertulis dari masyarakat, atau
pemegang hak maka tanah yang terindikasi terlantar dilakukan penertiban dengan
tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Inventarisasi tanah hak atau dasar penguasaan atas tanah yang terindikasi
terlantar;
Inventarisasi tanah terindikasi terlantar dilaksanakan melalui pengumpulan data
mengenai tanah yang terindikasi terlantar meliputi data tekstual dan
data spasial. Data tekstual merupakan data berupa nama dan alamat
pemegang hak, nomor, dan tanggal keputusan pemberian hak, nomor,
tanggal, dan berakhirnya sertipikat, letak tanah, luas tanah, penggunaan tanah,
luas tanah terindikasi terlantar sedangkan data spasial merupakan data grafis
berupa peta yang dilengkapi dengan koordinat posisi bidang tanah terindikasi
terlantar.
Kepala Kantor Wilayah menganalisis hasil inventarisasi untuk menyusun
dan menetapkan target yang didasarkan pertimbangan lamanya tanah
tersebut diterlantarkan (terhitung mulai 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan
sertipikatnya; atau tanah yang telah memperoleh izin/keputusan/ surat dasar
penguasaan atas tanah dari pejabat yang berwenang terhitung sejak berakhirnya
dasar penguasaan tersebut) dan/atau luas tanah yang terindikasi terlantar yang
akan dilakukan identifikasi dan penelitian terhadap tanah terindikasi terlantar,
b. Identifikasi dan penelitian tanah terindikasi terlantar;
kemudian Mealukan tahap identifikasi data dan informasi tanah terindikasi
terlantar yang yang meliputi :
1. Verifikasi data fisik dan data yuridis meliputi jenis hak dan letak tanah.
2. Mengecek buku tanah dan/atau warkah dan dokumen lainnya untuk menge-
tahui keberadaan pembebanan, termasuk data, rencana, dan tahapan
penggunaan dan pemanfaatan tanah pada saat pengajuan hak.
3. Meminta keterangan dari pemegang hak dan pihak lain yang terkait, apabila
pemegang hak/kuasa/wakil tidak membe-rikan data dan informasi atau tidak
ditempat atau tidak dapat dihubungi, maka identifikasi dan penelitian tetap
dilaksanakan dengan cara lain untuk memperoleh data, artinya pencarian data
tetap dilakukan dengan melakukan permintaan keterangan kepada siapa saja
yang mengetahui terkait tanah yang terindikasi terlantar tidak tergantung
kepada pemegang hak/kuasanya/wakilnya yang tidak mau memberikan
informasi atau data yang diper-lukan atau tidak ada ditempat dan juga
tidak dapat dihubungi pada waktu pelaksanaan permintaan keterangan terkait
tanahnya yang terindikasi terlantar.
4. Melaksanakan pemeriksaan fisik berupa letak batas, penggunaan dan
pemanfaatan tanah dengan menggunakan teknologi yang ada;
5. Melaksanakan ploting letak penggunaan dan pemanfaatan tanah pada peta
pertanahan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik;
6. Membuat analisis penyebab terjadinya tanah terlantar antara lain menyang-
kut permasalahan-permasalahan penyebab terjadinya tanah terlantar,
kesesuaian dengan hak yang diberikan, dan kesesuaian dengan tata ruang;
7. Menyusun laporan hasil identifikasi dan penelitian.
8. melaksanakan pemeriksaan fisik dengan menggunakan teknologi yang ada;
9. melaksanakan ploting letak penggunaan dan pemanfaatan tanah pada
peta pertanahan;
10. membuat analisis penyebab terjadinya tanah terlantar;
11. menyusun laporan hasil identifikasi dan penelitian;
12. melaksanakan sidang panitia untuk membahas dan memberikan saran
pertimbangan kepada Kepala Kantor Wilayah dalam rangka tindakan
penertiban tanah terlantar; dan
13. membuat dan menandatangani Berita Acara Peringatan terhadap pemegang
hak;
Setelah data dan informasi mengenai tanah yang terindikasi terlantar, maka
dilakukan pemberitahuan secara tertulis yang disampaikan secara langsung
kepada pemegang hak sesuai dengan alamat atau domisili pemegang hak bahwa
tanah tersebut akan dilakukan identifikasi dan penelitian.
Apabila hasil identifikasi dan penelitian disimpulkan ternyata terdapat tanah
yang diterlantarkan, maka Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
memberitahukan kepada pemegang hak dan sekaligus memberikan peringatan
sebanyak 3 kali dengan interval waktu sesuai peraturan. Apabila peringatan ketiga
ternyata pemegang hak tidak mematuhi peringatan ketiga, degan Kriteria antara
lain :
a. tidak menggunakan tanahnya sesuai de-ngan sifat dan tujuan
pemberian haknya;
b. masih ada tanah yang belum diusahakan sesuai dengan Surat Keputusan
atau dasar penguasaan tanah;
c. masih ada tanah yang penggunaannya tidak sesuai dengan Surat
Keputusan atau dasar penguasaan tanah;
d. tidak ada tindak lanjut penyelesaian pembangunan;
e. penggunaantanah tidak sesuai dengan Surat Keputusan atau dasar
penguasaan tanah; atau
f. belum mengajukan permohonan hak untuk dasar penguasaan tanah.
Setelah proses pemberitahuan sebanyak tiga kali maka Kepala Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional mengusulkan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia untuk ditetapkan sebagai tanah terlantar.
Tanah yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai tanah terlantar kepada Kepala
Badan Pertanahan Nasional dinyatakan dalam keadaan status quo sejak tanggal
pengusulan sampai diterbitkan penetapan tanah terlantar, sehingga terhadap
tanah terlantar yang ber-status quo tidak dapat dilakukan perbuatan hukum atas tanah
dimaksud. Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia menetapkan
Keputusan Penetapan Tanah Terlantar atas usulan Kepala Kantor Wilayah.
Keputusan memuat hapusnya hak atas tanah, pemutusan hubungan hukumnya, dan
sekaligus menegaskan bahwa tanah dimaksud dikuasai langsung oleh negara.
Tanah yang telah ditetapkan sebagai tanah terlantar, dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) bulan sejak ditetapkannya keputusan penetapan tanah
terlantar, wajib dikosongkan oleh bekas Pemegang Hak atas benda-benda di
atasnya dengan beban biaya yang bersangkutan. Apabila bekas Pemegang Hak tidak
memenuhi kewajiban tersebut, maka benda-benda di atasnya tidak lagi menjadi
miliknya dan dikuasai langsung oleh Negara. Tanah negara bekas tanah terlantar
yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
dikuasai lang-sung oleh negara dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia, merupakan Tanah Cadangan Umum Negara yang
didayagunakan untuk kepentingan masyarakat dan negara salah satunya melalui
Reforma Agraria.
Tanah negara bekas tanah terlantar berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2011
tentang Tata Cara Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar adalah
tanah yang sudah ditetapkan sebagai tanah terlantar, dihapuskan haknya, diputus
hubungan hukumnya, dan ditegaskan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara merupakan Tanah Cadangan Umum Negara, selanjutnya disebut TCUN.
Pelaksanaan peruntukan TCUN untuk masyarakat melalui program reforma
agraria dimanfaatkan untuk pertanian dan non pertanian dengan memperhatikan hasil
pertimbangan teknis Tim Nasional. Pelaksanaan peruntukan TCUN untuk
masyarakat melalui program reforma agraria secara administrasi dilaksanakan
melalui pro-gram-program pertanahan dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah
setelah menerima keputusan Kepala tentang peruntukan TCU.
2. Solusi
a. Dengan mempermudah data sharing antara Pemda yang tanggung jawab dalam
penyusunan RDTR dengan Kantor Pertanahan (Kantah) yang punya informasi
tentang data spasial yang cukup detail. Kantor pertanahan perlu menyediakan peta
tematik penggunaan tanah yang memiliki standar dan berkualitas sesuai dengan
NSPK Survei dan Pemetaan Tematik Penggunaan Tanah dalam Rangka
Menunjang Kegiatan Persiapan RDTR Kabupaten/Kota yang telah dibuat oleh
Direktorat Survei dan Pemetaan Tematik sebagai data masukan untuk proses
analisis rencana tata ruang.
b. Terkait Kesulitan untuk mendapatkan obyek redistribusi tanah yang yang berasal
dari tanah-tanah tanah ex HGU maka kami menyarankan untuk melakukan
kegiatan inventarisasi tanah terlantar. Agar penertiban tanah yang dianggap
terindikasi terlantar atau sudah terlantar dapat berjalan dengan sesuai dengan
yang diharapkan, maka perlu adanya kepedulian atau keikutsertaan dari
masyarakat atau dinas atau instansi, atau pemegang hak untuk melaporkan
atau memberikan informasi kepada Badan Pertanahan agar dapat ditindak lanjuti
untuk dilakukan penertiban atas tanah yang terindikasi terlantar atau yang sudah
dianggap terlantar tersebut. Selain hal tersebut perlu kiranya semua pihak
berkomitmen untuk mengawal pelaksanaan penertiban tanah terlantar hingga
termasuk juga pelaksanaan reforma agraria di kantor pertanahan kabupaten
Ketapang hingga tinggak Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Sudah menjadi
rahasia umum kalau kegiatan penertiban tanah terlantar akan bersinggungan
dengan banyak kepentingan, disinilah komitmen dari semua pihak diperlukan
untuk mengawal kegiatan penertiban tanah terlantar terutama tanah-tanah Hak
Guna Usaha. Bawasanya kegiatan penertiban tanah terlantar acap kali sering
menemui kegagalan juga disebabkan semua prosedur dan tahapan dari penertiban
tanah terlantar tidak dilaksankan secara tertib dan konsisten, sehingga dapat
menjadi celah untuk melakukan gugatan di pengadilan dalam membatalkan status
sebagai tanah terlantar. Perlunya Berkoordinasi dengan dinas teknis terkait,
pemerintah daerah, kantor wilayah Bupati/ walikota agar dapat bersinergi dalam
mengawal reforma agraria di Kabupaten Ketapang.