Anda di halaman 1dari 21

F.

Tata Laksana Penatagunaan Tanah, Land Reform dan Konsolidasi Tanah


Tata Laksana Penatagunaan Tanah, Land Reform dan Konsolidasi Tanah dilaksanakan
oleh Seksi Penataan Pertanahan berdasarkan Pasal 45 Permen ATR/ Ka. BPN No. 38
Tahun 2016. Seksi Penataan Pertanahan di Kantor Pertanahan mempunyai tugas
melakukan pengoordinasian dan pelaksanaan penatagunaan tanah dan kawasan tertentu,
landreform dan konsolidasi tanah.
Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana penjelasan di atas, Seksi Penataan
Pertanahan mempunyai fungsi (Pasal 46 Permen ATR/ Ka. BPN No. 38 Tahun 2016):
1. Pelaksanaan penyusunan persediaan tanah, penetapan penggunaan dan pemanfaatan
tanah, neraca penatagunaan tanah, bimbingan dan penerbitan pertimbangan teknis
pertanahan dan penatagunaan tanah, pemantauan dan evaluasi perubahan penggunaan
tanah, pengelolaan basis data dan sistem informasi geografi.
2. Pelaksanaan inventarisasi dan pengelolaan basis data potensi dan data lahan pertanian
pangan berkelanjutan.
3. Pelaksanaan inventarisasi dan pengelolaan basis data tanah obyek landreform,
pengusulan penetapan/penegasan tanah obyek landreform, pengeluaran tanah dari
obyek landreform, pendayagunaan tanah obyek landreform dan ganti kerugian tanah
obyek landreform.
4. Pelaksanaan redistribusi tanah dan pemanfaatan bersama atas tanah.
5. Pelaksanaan penyusunan potensi obyek konsolidasi tanah, pelaksanaan sosialisasi,
perencanaan, pengembangan desain, promosi, koordinasi dan kerja sama konsolidasi
tanah serta bimbingan partisipasi masyarakat.
6. Pelaksanaan pemantauan dan pengelolaan data, evaluasi, penanganan permasalahan
dan pelaporan potensi obyek konsolidasi tanah dan konsolidasi tanah.
7. Pelaksanaan penataan pemanfaatan kawasan, melaksanakan inventarisasi,
penyesuaian, penataan, pengendalian, zonasi, kerjasama dengan lembaga pemerintah
dan nonpemerintah, penyusunan pertimbangan teknis pertanahan, pemantauan dan
evaluasi, serta pengelolaan basis data pemanfaatan kawasan di wilayah pesisir, pulau
kecil, perbatasan dan kawasan tertentu.
8. Pelaksanaan bimbingan teknis, koordinasi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan di
seksi penataan pertanahan.
Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pada Seksi Penataan Pertanahan ditunjang dengan
adanya sarana dan prasarana yang terbilang memadai, diantaranya:
1. Adanya peta-peta penunjang kegiatan pelayanan pertimbangan teknis pertanahan
seperti peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), peta penguasaan, pemilikan
penggunaan dan pemanfaatan tanah Kabupaten Ketapang;
2. Ketersediaan jumlah Sumber daya manusia, baik dari segi kuantitas maupun
kualitasnya;
3. Adanya perangkat teknologi, seperti komputer, jaringan internet, dan lain- lain yang
menunjang kelancaran pelaksanaan tupoksi.
Seksi Penataan Pertanahan terdiri dari:
1. Subseksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu,
2. Subseksi Landreform dan Konsolidasi Tanah, dan
3. Kelompok Jabatan Fungsional

1. Jenis Pekerjaan/ Pelayanan/ Kegiatan


Pelayanan pertanahan pada Seksi Penataan Pertanahan menurut Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan
Pengaturan Pertanahan meliputi kegiatan Konsolidasi Tanah Swadaya dan
Pertimbangan Teknis (Pertimbangan Teknis Pertanahan dan Pertimbangan Teknis
Penatagunaan Tanah). Kegiatan pelayanan tersebut akan dilaksanakan oleh masing-
masing subseksi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
a. Subseksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu
Berdasarkan Pasal 48 ayat 1 Permen ATR/ Ka. BPN No. 38 Tahun 2016,
Subseksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan bimbingan teknis, koordinasi, pemantauan, penyusunan persediaan
tanah, penetapan penggunaan dan pemanfaatan tanah, neraca penatagunaan tanah,
bimbingan dan penerbitan pertimbangan teknis pertanahan dan penatagunaan tanah,
pemantauan dan evaluasi perubahan penggunaan tanah, mengelola basis data dan
sistem informasi geografi, dan pelaksanaan inventarisasi dan pengelolaan basis data
potensi dan data lahan pertanian pangan berkelanjutan, melaksanakan penataan
pemanfaatan kawasan, melaksanakan inventarisasi, penyesuaian, penataan,
pengendalian, zonasi, kerjasama dengan lembaga pemerintah dan nonpemerintah,
penyusunan pertimbangan teknis pertanahan, pemantauan dan evaluasi, serta
pengelolaan basis data pemanfaatan kawasan di wilayah pesisir, pulau kecil,
perbatasan dan kawasan tertentu, serta evaluasi dan pelaporan.
Kegiatan pelayanan pertanahan yang biasanya dilakukan oleh subseksi
Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu adalah kegiatan dalam rangka
memberikan pertimbangan teknis pertanahan, yaitu seperti dalam kegiatan
persetujuan/penolakan Izin Lokasi, pemberian/perpanjangan atau pembaharuan hak
atas tanah, penegasan status dan rekomendasi penguasaan tanah timbul atau perubahan
penggunaan dan pemanfaatan dan Pertimbangan Teknis Penatagunaan Tanah.
Ketentuan penggunaan dan pemanfaatan tanah untuk pemberian
pertimbangan teknik pertanahan, meliputi:
1) Tidak merugikan kepentingan umum
2) Tidak saling mengganggu penggunaan dan pemanfaatan tanah sekitarnya
3) Memenuhi azas keberlanjutan
4) Memperhatikan azas keadilan dan
5) Memenuhi ketentuan peraturan perundangan
Kegiatan pelayanan yang dilakukan pada seksi ini yaitu :
1) Dalam pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka
persetujuan/penolakan Izin Lokasi, pemberian/perpanjangan atau pembaharuan
hak atas tanah, penegasan status dan rekomendasi penguasaan tanah timbul atau
perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanah serta Pertimbangan Teknis
Penatagunaan Tanah.
Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam dalam rangka persetujuan/penolakan
Izin Lokasi adalah pertimbangan yang memuat ketentuan dan syarat penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan memperhatikan kesesuaian
tata ruang sebagai dasar persetujuan/penolakan Izin Lokasi yang diberikan kepada
pelaku usaha perseorangan (orang perorangan penduduk Indonesia yang cakap
untuk bertindak dan melakukan perbuatan hukum) atau non perseorangan
(perseroan terbatas, perusahaan umum, perusahaan umum daerah, badan hukum
lainnya yang dimiliki oleh negara, badan layanan umum, lembaga penyiaran,
badan usaha yang didirikan oleh yayasan, dan koperasi).
Dasar dari pelaksanaan ijin lokasi ini dapat dilihat dari Peraturan Menteri
Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 14 Tahun
2018 tentang Ijin Lokasi. Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka
pemberian/perpanjangan atau pembaharuan hak atas tanah diberikan kepada subjek
hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Pertimbangan teknis pertanahan ini dilakukan untuk:
a. pemberian Hak Milik atau pemberian/ perpanjangan/pembaharuan Hak Guna
Bangunan, Hak Pakai yang diajukan oleh:
1) Badan Hukum atau
2) Perorangan untuk tanah non pertanian dengan luas lebih dari 600 m2 (enam
ratus meter persegi)
b. pemberian Hak Milik/Hak Pakai tanah pertanian yang diajukan oleh perorangan
dengan luas
1) lebih dari 5000 m2 (lima ribu Meter Persegi) untuk wilayah Pulau Jawa dan
Bali atau
2) lebih dari 2 (dua) Hektar, untuk wilayah di luar Pulau Jawa dan Bali.
c. pemberian/perpanjangan/pembaharuan Hak Guna Usaha.
Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka penegasan status dan
rekomendasi penguasaan tanah timbul diberikan kepada perorangan atau badan
hukum. Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka perubahan penggunaan dan
pemanfaatan tanah diberikan kepada subjek hak atas tanah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Hal ini wajib dimiliki oleh orang pribadi atau badan
hukum yang akan merubah penggunaan tanah pertanian menjadi non pertanian sesuai
peruntukannya dengan ukuran luas kurang dari 10.000 m². Perubahan peruntukkan
penggunaan tanah ini harus disesuaikan dengan Peraturan Daerah Nomor 11 tahun
2016 tentang RTRW Kabupaten Ketapang.
Dalam pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka
persetujuan/penolakan Izin Lokasi, pemberian/perpanjangan atau pembaharuan hak
atas tanah, penegasan status dan rekomendasi penguasaan tanah timbul atau
perubahan penggunaan dan pemanfaatan serta Pertimbangan Teknis Penatagunaan
Tanah, memerlukan kelengkapan berkas permohonan meliputi :
(a) Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau
kuasanya di atas materai cukup.
(b)Surat Kuasa apabila dikuasakan,
(c) Fotocopy identitas (KTP, KK) pemohon dan kuasa apabila dikuasakan, yang
telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket.
(d)Fotocopy NPWP, Akta Pendirian dan Pengesahan Badan Hukum yang telah
dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket bagi Badan Hukum.
(e) Proposal rencana kegiatan teknis.
(f) Sket lokasi yang dimohon. (g)Fotocopy dasar penguasaan tanah.
(h)Foto copy SPPT PBB tahun berjalan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh
petugas loket.
(i) Surat pernyataan yang menyatakan bahwa tanah tersebut benar – benar
dipergunakan sesuai dengan permohonan yang diajukan; akan melaksanakan
pengelolaan lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku; memperhatikan kelestarian lingkungan hidup; serta sanggup
memelihara dan kualitas fasilitas umum dan sosial; serta tidak dalam sengketa.
(j) Proposal rencana kegiatan teknis.
Tahapan pemberian Pertimbangan Teknis Pertanahan terdiri atas:
a. permohonan;
b. peninjauan lokasi;
c. pengolahan dan analisis data;
d. rapat pembahasan;
e. penyusunan risalah dan peta; dan
f. penetapan.
Gambar 11. Bagan Alir Proses Pertimbangan Teknis Pertanahan
Permohonan Pertimbangan Teknis Pertanahan dan kelengkapan persyaratan
diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan melalui loket pelayanan Kantor
Pertanahan. Dalam hal Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka
persetujuan/penolakan Izin Lokasi, pengajuan permohonan dapat dilakukan melalui
Sistem OSS yang terintegrasi dengan KKP untuk didaftar (Persyaratan permohonan
dapat dibuat dalam bentuk Dokumen Elektronik), Setelah Pelaku Usaha mendaftarkan
permohonan, Pelaku Usaha menyampaikan kelengkapan persyaratan kepada Kantor
Pertanahan melalui loket pelayanan Kantor Pertanahan, Dalam hal Izin Lokasi
diberikan berdasarkan komitmen, penyampaian persyaratan dilakukan oleh Pelaku
Usaha paling lama 10 (sepuluh) hari sejak diterbitkannya Izin Lokasi guna pemenuhan
komitmen, Dalam hal jangka waktu berakhir dan Pelaku Usaha tidak menyampaikan
persyaratan kepada Kantor Pertanahan maka Izin Lokasi dinyatakan batal. Petugas
loket pelayanan memeriksa permohonan dan kelengkapan berkas persyaratan, Dalam
hal persyaratan permohonan telah lengkap, petugas loket menerbitkan Surat Perintah
Setor kepada pemohon untuk pembayaran biaya layanan.
Dalam hal persyaratan permohonan belum lengkap, berkas permohonan
dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi atau untuk Pertimbangan Teknis
Pertanahan dalam rangka persetujuan/penolakan Izin Lokasi, petugas loket
memberitahukan kepada Lembaga OSS melalui sistem OSS bahwa permohonan belum
lengkap. Pemohon membayar biaya layanan sesuai dengan tarif dan biaya yang
tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 128 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif
atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Setelah membayar biaya layanan
pemohon menyampaikan bukti pembayaran dan permohonan dinyatakan diterima
setelah petugas loket pelayanan memberikan bukti penerimaan dokumen. Dalam hal
KKP belum terintegrasi dengan Sistem OSS atau Kantor Pertanahan belum
menggunakan KKP, pemberitahuan kelengkapan berkas persyaratan dan/atau
diterimanya permohonan dapat dilakukan secara langsung tanpa melalui sistem OSS.
Dokumen permohonan dan bukti pembayaran disampaikan kepada Tim
Pertimbangan Teknis Pertanahan ke Subseksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan
Tertentu untuk dilakukan proses selanjutnya. Berkas permohonan tersebut diregister
dan diperiksa kelengkapanya kembali oleh petugas pelaksana. Tahap berikutnya yaitu
pembuatan surat tugas peninjauan lokasi oleh petugas pelaksana sesuai petunjuk dari
Kepala Seksi Penataan Pertanahan dan Kepala Subseksi Penatagunaan Tanah dan
Kawasan Tertentu. Dan penyiapan peta kerja lapangan menggunakan skala sesuai
dengan peta dasar yang tersedia dan isinya disesuaikan dengan lokasi, berupa batas
izin lokasi atau batas yang dimohon,batas administrasi, toponimi,status tanah,
kemampuan tanah, penggunaan tanah, fasilitas/infrastruktur, batas kawasan hutan,
pasang surut air laut, kedalaman perairan pesisir, alur laut kepulauan indonesia
dan/atau pola arus laut dan gelombang laut. Peninjauan lokasi dilakukan untuk
memverifikasi data-data pada peta kerja mengetahui kondisi sosial ekonomi,
penguasaan tanah, kemampuan tanah sesuai dengan skala yang dibutuhkan, kerawanan
bencana, dan informasi lainnya yang terkait dengan kegiatan yang dimohon.
Hasil Peninjauan Lokasi dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh
Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan. Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan
melakukan pengolahan dan analisis data berdasarkan hasil peninjauan lokasi dengan
memasukan data hasil lapang secara digital, berupa batas administrasi, penggunaan
tanah, status penguasaan tanah, kemampuan tanah, seperti lereng dan/atau unsur-unsur
kemampuan tanah, Rencana Detail Tata Ruang atau Rencana Tata Ruang Wilayah, dan
kawasan hutan (dalam hal lokasi yang dimohon berkaitan dengan kawasan hutan).
Analisis data dilakukan terhadap subjek (dengan meneliti ketentuan dan syarat
penguasaan dan pemilikan tanah terhadap identitas pemohon), objek tanah (dengan
meneliti luas dan letak tanah, penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan
tanah, dan kesesuaian kondisi fisik/kemampuan tanah dengan penggunaan dan
pemanfaatan tanah yang dimohon), lingkungan (dilakukan untuk keberlanjutan
penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan memperhatikan tingkat kerawanan
bencana, atau perubahan penggunaan tanah, pola arus dan gelombang laut atau
sumberdaya pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan negara dan wilayah tertentu),
rencana tata ruang (dilakukan terhadap kesesuaian rencana penggunaan dan
pemanfaatan tanah dengan rencana tata ruang) dan ketersediaan tanah (dilakukan
untuk mengetahui luasan tanah yang dapat dipertimbangkan untuk memberikan
persetujuan atau penolakan seluruh atau sebagian terhadap tanah yang dimohon).
Analisis dilakukan dengan kriteria:
a. Disetujui seluruhnya, dalam hal:
1. Rencana penggunaan dan pemanfaatan tanah yang dimohon sesuai dengan
rencana peruntukan ruang/fungsi kawasan; dan
2. Tidak ada kendala dari aspek penguasaan, pemilikan, penggunaan,
pemanfaatan tanah, serta aspek fisik kemampuan tanah dengan tetap
memperhatikan ketentuan dan syarat penggunaan dan pemanfaatan tanah;
b. Disetujui sebagian, dalam hal sebagian lokasi dimohon ada kendala dari aspek
rencana peruntukan ruang/fungsi kawasan, aspek penguasaan, pemilikan,
penggunaan, pemanfaatan tanah serta aspek fisik kemampuan tanah dengan tetap
memperhatikan ketentuan dan syarat penggunaan dan pemanfaatan tanah; dan
c. Ditolak seluruhnya, dalam hal berdasarkan hasil analisis, lokasi yang dimohon
tidak sesuai rencana peruntukan ruang/fungsi kawasan, berada di daerah tutupan,
situs budaya, situs purbakala, mata air, situ, waduk, sungai, pantai, jalan, pipa
minyak/gas, infrastruktur kelistrikan dan fasilitas kepentingan umum lainnya.
Hasil pengolahan dan analisis data menjadi bahan pertimbangan dalam rapat Tim
Pertimbangan Teknis Pertanahan.Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan melaksanakan
rapat pembahasan penyusunan risalah Pertimbangan Teknis Pertanahan. Hasil rapat
pembahasan dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh ketua, sekretaris
dan anggota. Berdasarkan hasil rapat pembahasan, Tim menyusun Risalah
Pertimbangan Teknis Pertanahan dan melampirkan Peta Pertimbangan Teknis
Pertanahan kemudian diserahkan kepada kepala kantor pertanahan. Penetapan oleh
Kepala Kantor Pertanahan menindaklanjuti Risalah dan Peta Pertimbangan Teknis
Pertanahan dengan menetapkan Pertimbangan Teknis Pertanahan.
Jangka Waktu Pelaksanaan Pertimbangan Teknis Pertanahan dilakukan paling
lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima dan didaftar di Kantor
Pertanahan. Dalam hal terjadi keadaan darurat dan/atau terjadi peristiwa di luar kendali
manusia (force majeure) yang menyebabkan pertimbangan teknis pertanahan belum
terselesaikan dalam jangka 10 hari kerja, Kepala Kantor Pertanahan segera
menyampaikan keadaan force majeure kepada pemohon dengan tembusan kepada
Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi atau Lembaga OSS dalam hal
persetujuan/penolakan Izin Lokasi sebelum jangka waktu berakhir.
Penyerahan Hasil Pertimbangan Teknis Pertanahan diserahkan kepada pemohon
berupa dokumen penetapan dan Peta Pertimbangan Teknis Pertanahan dan dalam hal
Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka persetujuan/penolakan Izin Lokasi,
penyerahan hasil dapat dilakukan melalui sistem OSS.
Susunan Tim pertimbangan teknis pertanahan terdiri dari:
(a) Kepala Kantor Pertanahan sebagai penanggungjawab
(b)Kepala Seksi Penataan Pertanahan sebagai Ketua merangkap anggota
(c) Kepala Subseksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu sebagai Sekretaris
merangkap anggota
(d)Unsur teknis di lingkungan Kantor Pertanahan sebagai Anggota
Dalam pelaksanaan tugasnya, Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan dibantu oleh
petugas sekretariat dan petugas lapangan yang jumlah dan kualifikasinya disesuaikan
dengan luas dan jenis kegiatan yang dimohon. Dari kegiatan pertimbangan teknis
pertanahan ini, Kantor Pertanahan hanya menghasilkan produk risalah pertimbangan
teknis yang dilampiri 7 peta yang terdiri dari :
(a) Peta Petunjuk Letak Lokasi
(b)Peta Penggunaan Tanah
(c) Peta Gambaran Umum Penguasaan Tanah
(d)Peta Kemampuan Tanah
(e) Peta Kesesuaian Penggunaan Tanah
(f) Peta Ketersediaan Tanah
(g)Peta Pertimbangan Teknis Penatagunaan Tanah
Peta-peta tersebut dibuat berdasarkan hasil peninjauan lapang oleh petugas
pengumpulan data dan informasi di lapangan, Neraca Penatagunaan Tanah
Kabupaten/Kota/Provinsi/Nasional; dan Data dan informasi yang berasal dari berbagai
sumber lainnya yang diperlukan, kemudian di plotkan ke peta citra satelit yang
dioverlaykan dengan peta rencana tata ruang wilayah Kabupaten Ketapang berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Ketapang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Rencana Tata
Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Ketapang Tahun 2016-2036 dengan bantuan
software Arc GIS 10.1. Contoh Risalah Pertimbangan Teknis Pertanahan Dalam Rangka
Penerbitan Ijin Lokasi.(Terlampir)

b. Subseksi Landreform dan Konsolidasi Tanah


Berdasarkan pasal 48 ayat 2 Permen ATR/ Ka. BPN No. 38 Tahun 2016
menyebutkan bahwa Subseksi Landreform dan Konsolidasi Tanah mempunyai tugas
menyiapkan bahan bimbingan teknis, koordinasi,pemantauan, pelaksanaan inventarisasi
dan pengelolaanbasis data tanah obyek landreform, pengusulan penetapan/penegasan
tanah obyek landreform,pengeluaran tanah dari obyek landreform, pendayagunaan tanah
obyek landreform dan ganti kerugian tanah obyek landreform, serta redistribusi tanah
dan pemanfaatan bersama atas tanah, dan penyusunan potensi obyek konsolidasi tanah,
pelaksanaan sosialisasi,perencanaan, pengembangan desain, promosi, koordinasi dan
kerja sama konsolidasi tanah serta bimbingan partisipasi masyarakat, pelaksanaan
pemantauan dan pengelolaan data, evaluasi, penanganan permasalahan dan pelaporan
potensi obyek konsolidasi tanah dan konsolidasi tanah, serta evaluasi dan pelaporan.
Dengan tugas sebagaimana tersebut di atas, Sub Seksi Landreform dan Konsolidasi
Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Ketapang memiliki beberapa kegiatan pelayanan
yang dikerjakan, antara lain memberikan pelayanan dalam rangka Aspek Pengaturan dan
Penataaan Pertanahan serta redistribusi tanah. Landreform pada dasarnya merupakan
agrarian reform/reforma agraria yang merupakan konsep yang menyeluruh karena
meliputi perubahan-perubahan keadaan yang sangat luas dan sangat berpengaruh
terhadap sektor pertanian. Dalam arti sempit, Landreform menyangkut mengenai
perombakan/penataan pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan-hubungan
hukum yang bersangkutan dengan pengusahaan tanah. Program ini tidak menghapus hak
milik perorangan atas tanah bahkan secara kuantitatif menambah jumlah pemilik-
pemilik tanah dan bagi para pemilik tanah objek landreform diberikan suatu jaminan
ganti rugi atas tanahnya.
Tanah Obyek Landreform (TOL) adalah tanah yang terkena ketentuan landreform
(tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, tanah swapraja dan bekas swapraja) dan
tanah negara lainnya yang dikuasai oleh negara yang telah ditetapkan oleh Pemerintah
sebagai obyek landreform. Tanah-tanah objek landreform tersebut selanjutnya akan
diredistribusi kepada penggarap yang memenuhi persyaratan sebagai penerima manfaat.
Tanah-tanah Negara sebagai Tanah Objek Landreform sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan pasal 1 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 adalah : “tanah-
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, yang akan ditegaskan oleh Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (sekarang Kepala Badan Pertanahan
Nasional)”. Tanah-tanah yang dimaksud adalah : Tanah hak erfpacht, HGU, Tanah
kehutanan yang dikeluarkan dari kawasan hutan, tanah bekas partikelir, tanah timbul,
tanah terlantar.
Pada pelaksanaan kegiatan pelayanan di Kantor Pertanahan Kabupaten Ketapang
khususnya terkait dengan landreform, terdapat satu jenis pekerjaan yang rutin
dilaksanakan yaitu aspek Pengaturan dan Penataan Pertanahan dalam rangka ijin
peralihan hak. Aspek ini menghasilkan risalah yang diperlukan jika akan mengalihkan
tanah pertanian. Indikator yang menjadi pertimbangan dalam aspek ini berkaitan dengan
tanah-tanah pertanian yang absentee, tanah kelebihan maksimum, kepemilikan tanah
perumahan lebih dari 5 (lima) bidang dan pemilik tanah perumahan yang luas
seluruhnya > 5.000 m2. Aspek ini digunakan dalam rangka pengendalian penguasaan
dan pemilikan tanah sehingga tidak muncul tuan tanah dan ketimpangan penguasaan
tanah.
Kelengkapan berkas permohonan Aspek Pengaturan dan Penataan Pertanahan
meliputi :
i. Surat permohonan Aspek Pengaturan dan Penataan Pertanahan;
ii. Surat pernyataan tidak melanggar ketentuan pemilikan/penguasaan tanah yang
ditandatangani oleh pemohon (ketentuan tanah Absente);
iii. Surat pernyataan tanah-tanah pertanian yang dikuasai oleh penjual/penghibah dan
pembeli yang ditanda tangani pihak penjual/penghibah dan pembeli serta diketahui
kepala desa/lurah setempat;
iv. Foto kopi identitas (KTP dan KK) para pihak (penjual/pembeli, penghibah/
penerima hibah);
v. Foto kopi bukti pembayaran PPh dan BPHTB;
vi. Foto kopi sertipikat hak atas tanah.
Berkas permohonan diteliti dan dinyatakan lengkap oleh petugas loket pelayanan,
maka berkas permohonan baru dapat diproses ke tahap selanjutnya yaitu pembayaran
pada loket pembayaran dan dikirim ke bagian seksi Penataan Pertanahan. Kepala Seksi
Penataan Pertanahan memerintahkan kepada Kepala Subseksi Landreform dan
Konsolidasi Tanah dan staf untuk dibuatkan surat tugas lapang. Surat tugas ini dibuat
sebagai dasar untuk melakukan survei dan penelitian lapang. Kegiatan survei dilakukan
apabila pemilik tanah berada diluar kecamatan dimana letak tanah yang dimohon berada
untuk mengetahui seberapa jarak yang harus ditempuh untuk sampai ke tanah tersebut.
Setelah data diperoleh dari survei lapang, data tersebut kemudian dituangkan dalam
suatu risalah pertimbangan aspek pengaturan dan penataan pertanahan dimana memuat
data pemilik tanah, letak tanah dan informasi mengenai tanah tersebut terkait dengan
tanah-tanah pertanian yang absentee, tanah kelebihan maksimum, kepemilikan tanah
perumahan lebih dari 5 (lima) bidang ataupun pemilik tanah perumahan yang luas
seluruhnya > 5.000 m2.
Hasil pelayanan aspek pengaturan dan penataan pertanahan berupa rekomendasi
yang menyatakan disetujui atau tidak mengenai peralihan yang akan dilakukan.
Rekomendasi tersebut ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan dan dilampirkan
dalam berkas permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanah untuk dijadikan bahan
pertimbangan. Contoh Risalah Pertimbangan Aspek Pengaturan Dan Penataan
Pertanahan Dalam Rangka Ijin Peralihan Hak. (Terlampir)

2. Volume Pekerjaan/ Target


Penyelesaian pekerjaan Seksi Penataan Pertanahan bulan Januari 2020 s.d. Juli 2020:

Tabel 19. Penyelesaian Pekerjaan Subseksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu bulan Januari
2020 s.d. Juli 2020
Jenis Permohonan Jumlah Selesai Dalam %
Permohonan Proses
Ijin Lokasi 8 8 0 100
Pertimbangan Teknis 32 27 5 84
Jumlah 40 35 0 92
Sumber : Laporan Bulanan Subseksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu bulan Januari 2020 s.d.
Juli 2020

3. Permasalahan
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara di seksi ini, taruna STPN dalam
KKNP-PTLP mendapatkan permasalahan yang ada yaitu:
a. Belum tersedianya peta RDTR.
b. Terdapat kesulitan dalam pelaksanaan kegiatan redistribusi tanah untuh tanah-tanah
eks HGU.
A. Tata Laksana Penataan Pertanahan
1. Analisis Masalah
a. Terkait Belum tersedianya peta RDTR
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang. Penataan ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang ,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Rencana tata ruang
adalah hasil perencanaan tata Ruang yang dilakukan untuk menghasilkan rencana
umum tata ruang (Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota) dan rencana rinci
tata ruang (Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota yang merupakan rencana
rinci untuk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota). Rencana rinci tata ruang
disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang. Rencana detail tata
ruang sebagaimana dimaksud dapat dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan
Zonasi.
Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 15 Tahun 2018 Tentang
Pertimbangan Teknis Pertanahan, dalam hal pemberian pertimbangan teknis
pertanahan harus pakai RDTR. Dalam hal peta RDTR belum tersedia maka dapat
menggunakan peta RTRW. Penggunaan peta RTRW dikhawatirkan akan adanya
bias karena menggunakan skala lebih kecil, olehnya itu digunakan RDTR dengan
skala yang lebih besar sehingga untuk memberikan analisisnya dapat lebih detail.
Pada forum Pembekalan Penguatan Penyelenggaraan Penataan Ruang di Hotel
Mercure Bali Legian, Bali pada tanggal 15 maret 2019 lalu, membahas Rencana
penguatan tata ruang sebagai payung hukum pembangunan. Ini sangat penting agar
percepatan pembangunan ekonomi dan infrastruktur nasional negara dapat dilakukan
untuk mengejar kebutuhan dan bisa menjadi negara yang unggul dan punya prospek
atau potensi yang besar. Saat ini, juga sangat dibutuhkan kerja sama antara
pemerintah daerah (Pemda) melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
dan Kementerian ATR/BPN melalui Kantor Pertanahan yang ada di seluruh
Kabupaten/Kota untuk penyetaraan tingkat pemahaman penyusunan rencana tata
ruang dan RDTR. Karena baru 52 Peraturan Daerah (Perda) RDTR dari kebutuhan
minimal 2.000 RDTR yang ada di Indonesia. Oleh karena itu Kementerian
ATR/BPN menargetkan tahun ini harus ada 100 RDTR baru. Persoalan utama dalam
penyelesaian RDTR itu adalah masalah data sharing antara Pemda yang tanggung
jawab dalam penyusunan RDTR dengan Kantor Pertanahan (Kantah) di daerah yang
punya informasi tentang data spasial yang cukup detail. Jadi untuk mempercepat
penyusunan RDTR dengan mempermudah data sharing dan memberikan
pemahaman terhadap tata ruang antara satu daerah yang saat ini masih berbeda.
Pada forum lain yang dilaksanakan pada 2 juli 2019 lalu, membahas mengenai
Penyusunan NSPK Survei dan Pemetaan Tematik Penggunaan Tanah dalam Rangka
Menunjang Kegiatan Persiapan RDTR Kabupaten/Kota. Terkait draft NSPK Survei
dan Pemetaan Tematik Penggunaan Tanah dalam Rangka Menunjang Kegiatan
Persiapan RDTR Kabupaten/Kota yang telah dibuat oleh Direktorat Survei dan
Pemetaan Tematik. Draft yang telah dibuat diupayakan sinkron dengan tahapan
penyusunan RDTR dan PZ Kabupaten/Kota sesuai dengan Peraturan Menteri
ATR/Kepala BPN Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota. Ketersediaan Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi (PZ) dituntut segera diselesaikan
untuk mempercepat pelaksanaan kemudahan berusaha (ease of doing
bussines/EODB). Diatur dalam Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1
Tahun 2018 bahwa RDTR PZ ini mencakup seluruh kabupaten/kota di Indonesia.
Direktorat Survei dan Pemetaan Tematik Direktorat Jenderal Infrastruktur
Keagrariaan mendukung percepatan pembuatan rencana detail tata ruang (RDTR)
dengan menyediakan peta tematik penggunaan tanah yang memiliki standar dan
berkualitas sebagai data masukan untuk proses analisis rencana tata ruang.
b. Kesulitan mendapatkan obyek redistribusi tanah terutama tanah-tanah eks
HGU
Reforma Agraria adalah penataan kembali pemilikan, penguasaan dan
penggunaan tanah dengan tujuan mengatasi kemiskinan, mengembangkan
kesempatan kerja, secara sistematik megatasi sengketa dan konflik pertanahan,
menata kembali pemanfaatan, penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah dan
menata ketidakadilan seperti adanya sebagian kelompok masyarakat memiliki tanah
yang sangat luas namun tidak menguasai, tidak memanfaatkan dan tidak
menggunakannya sedangkan disisi lain ada masyarakat yang tidak mempunyai
tanah, membuka akses masyarakat terhadap sumber-sumber ekonomi dan
sumber-sumber politik, meningkatkan ketahanan ekonomi rumah tangga dan
me-ningkatkan kualitas lingkungan hidup (Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia:2007).
Sedangkan pengertian reforma agraria menurut Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Tata Cara
Penertiban Tanah Terlantar adalah kebijakan pertanahan yang mencakup
penataan sistem politik dan hukum pertanahan serta penataan aset masyarakat dan
penataan akses masyarakat.
Ketentuan mengenai HGU ditetapkan dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 34
UUPA. Menurut Pasal 28 dan 29 pengertian HGU pada intinya adalah hak untuk
mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu 25
sampai 35 tahun, yang dapat diperpanjang dengan jangka waktu paling lama 25
tahun guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan, dengan paling sedikit 5
hektar. Bila luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak
dan teknik pertanian yang baik sesuai dengan perkembangan zaman. Di dalam Pasal
34 ditegaskan bahwa HGU hapus karena tanahnya ditelantarkan. Ketentuan lebih
lanjut yang ditetapkan PP 40/96, mengatur luasan, jangka waktu kewajiban
pemegang HGU dan pencabutan HGU berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh
instansi teknis. Adapun pemegang HGU dilarang untuk menerlantarkan tanahnya,
Meskipun yang bersangkutan sudah mendapat hak atas tanah, apabila
menelantarkan tanahnya maka hubungan hukum yang bersangkutan dengan
tanahnya akan dihapuskan dan ditegaskan sebagai tanah yang dikuasai langsung
oleh Negara.
Obyek penertiban tanah terlantar adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh
Negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai,
dan Hak Penge-lolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan,
tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat
dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya. Tanah-tanah terlantar yang
sudah men-jadi tanah negara harus dimanfaatkan dengan dengan baik dan diambil
oleh Negara yang dialokasikan untuk kepentingan masyarakat dan negara yang salah
satunya melalui pro-gram reforma agraria. Jadi tanah-tanah yang terlantar tersebut
akan ditata kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya dan
diberi-kan kepada orang-orang yang memenuhi syarat sebagai penerima manfaat
reforma agraria yang didasarkan pada kependudukan, struktur sosial ekonomi dan
penguasaan tanah.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil pemantauan lapangan oleh
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota,
atau dari laporan dinas/instansi lainnya, laporan tertulis dari masyarakat, atau
pemegang hak maka tanah yang terindikasi terlantar dilakukan penertiban dengan
tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Inventarisasi tanah hak atau dasar penguasaan atas tanah yang terindikasi
terlantar;
Inventarisasi tanah terindikasi terlantar dilaksanakan melalui pengumpulan data
mengenai tanah yang terindikasi terlantar meliputi data tekstual dan
data spasial. Data tekstual merupakan data berupa nama dan alamat
pemegang hak, nomor, dan tanggal keputusan pemberian hak, nomor,
tanggal, dan berakhirnya sertipikat, letak tanah, luas tanah, penggunaan tanah,
luas tanah terindikasi terlantar sedangkan data spasial merupakan data grafis
berupa peta yang dilengkapi dengan koordinat posisi bidang tanah terindikasi
terlantar.
Kepala Kantor Wilayah menganalisis hasil inventarisasi untuk menyusun
dan menetapkan target yang didasarkan pertimbangan lamanya tanah
tersebut diterlantarkan (terhitung mulai 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan
sertipikatnya; atau tanah yang telah memperoleh izin/keputusan/ surat dasar
penguasaan atas tanah dari pejabat yang berwenang terhitung sejak berakhirnya
dasar penguasaan tersebut) dan/atau luas tanah yang terindikasi terlantar yang
akan dilakukan identifikasi dan penelitian terhadap tanah terindikasi terlantar,
b. Identifikasi dan penelitian tanah terindikasi terlantar;
kemudian Mealukan tahap identifikasi data dan informasi tanah terindikasi
terlantar yang yang meliputi :
1. Verifikasi data fisik dan data yuridis meliputi jenis hak dan letak tanah.
2. Mengecek buku tanah dan/atau warkah dan dokumen lainnya untuk menge-
tahui keberadaan pembebanan, termasuk data, rencana, dan tahapan
penggunaan dan pemanfaatan tanah pada saat pengajuan hak.
3. Meminta keterangan dari pemegang hak dan pihak lain yang terkait, apabila
pemegang hak/kuasa/wakil tidak membe-rikan data dan informasi atau tidak
ditempat atau tidak dapat dihubungi, maka identifikasi dan penelitian tetap
dilaksanakan dengan cara lain untuk memperoleh data, artinya pencarian data
tetap dilakukan dengan melakukan permintaan keterangan kepada siapa saja
yang mengetahui terkait tanah yang terindikasi terlantar tidak tergantung
kepada pemegang hak/kuasanya/wakilnya yang tidak mau memberikan
informasi atau data yang diper-lukan atau tidak ada ditempat dan juga
tidak dapat dihubungi pada waktu pelaksanaan permintaan keterangan terkait
tanahnya yang terindikasi terlantar.
4. Melaksanakan pemeriksaan fisik berupa letak batas, penggunaan dan
pemanfaatan tanah dengan menggunakan teknologi yang ada;
5. Melaksanakan ploting letak penggunaan dan pemanfaatan tanah pada peta
pertanahan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik;
6. Membuat analisis penyebab terjadinya tanah terlantar antara lain menyang-
kut permasalahan-permasalahan penyebab terjadinya tanah terlantar,
kesesuaian dengan hak yang diberikan, dan kesesuaian dengan tata ruang;
7. Menyusun laporan hasil identifikasi dan penelitian.
8. melaksanakan pemeriksaan fisik dengan menggunakan teknologi yang ada;
9. melaksanakan ploting letak penggunaan dan pemanfaatan tanah pada
peta pertanahan;
10. membuat analisis penyebab terjadinya tanah terlantar;
11. menyusun laporan hasil identifikasi dan penelitian;
12. melaksanakan sidang panitia untuk membahas dan memberikan saran
pertimbangan kepada Kepala Kantor Wilayah dalam rangka tindakan
penertiban tanah terlantar; dan
13. membuat dan menandatangani Berita Acara Peringatan terhadap pemegang
hak;
Setelah data dan informasi mengenai tanah yang terindikasi terlantar, maka
dilakukan pemberitahuan secara tertulis yang disampaikan secara langsung
kepada pemegang hak sesuai dengan alamat atau domisili pemegang hak bahwa
tanah tersebut akan dilakukan identifikasi dan penelitian.
Apabila hasil identifikasi dan penelitian disimpulkan ternyata terdapat tanah
yang diterlantarkan, maka Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
memberitahukan kepada pemegang hak dan sekaligus memberikan peringatan
sebanyak 3 kali dengan interval waktu sesuai peraturan. Apabila peringatan ketiga
ternyata pemegang hak tidak mematuhi peringatan ketiga, degan Kriteria antara
lain :
a. tidak menggunakan tanahnya sesuai de-ngan sifat dan tujuan
pemberian haknya;
b. masih ada tanah yang belum diusahakan sesuai dengan Surat Keputusan
atau dasar penguasaan tanah;
c. masih ada tanah yang penggunaannya tidak sesuai dengan Surat
Keputusan atau dasar penguasaan tanah;
d. tidak ada tindak lanjut penyelesaian pembangunan;
e. penggunaantanah tidak sesuai dengan Surat Keputusan atau dasar
penguasaan tanah; atau
f. belum mengajukan permohonan hak untuk dasar penguasaan tanah.

c. Penetapan tanah terlantar.

Setelah proses pemberitahuan sebanyak tiga kali maka Kepala Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional mengusulkan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia untuk ditetapkan sebagai tanah terlantar.
Tanah yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai tanah terlantar kepada Kepala
Badan Pertanahan Nasional dinyatakan dalam keadaan status quo sejak tanggal
pengusulan sampai diterbitkan penetapan tanah terlantar, sehingga terhadap
tanah terlantar yang ber-status quo tidak dapat dilakukan perbuatan hukum atas tanah
dimaksud. Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia menetapkan
Keputusan Penetapan Tanah Terlantar atas usulan Kepala Kantor Wilayah.
Keputusan memuat hapusnya hak atas tanah, pemutusan hubungan hukumnya, dan
sekaligus menegaskan bahwa tanah dimaksud dikuasai langsung oleh negara.
Tanah yang telah ditetapkan sebagai tanah terlantar, dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) bulan sejak ditetapkannya keputusan penetapan tanah
terlantar, wajib dikosongkan oleh bekas Pemegang Hak atas benda-benda di
atasnya dengan beban biaya yang bersangkutan. Apabila bekas Pemegang Hak tidak
memenuhi kewajiban tersebut, maka benda-benda di atasnya tidak lagi menjadi
miliknya dan dikuasai langsung oleh Negara. Tanah negara bekas tanah terlantar
yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
dikuasai lang-sung oleh negara dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia, merupakan Tanah Cadangan Umum Negara yang
didayagunakan untuk kepentingan masyarakat dan negara salah satunya melalui
Reforma Agraria.
Tanah negara bekas tanah terlantar berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2011
tentang Tata Cara Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar adalah
tanah yang sudah ditetapkan sebagai tanah terlantar, dihapuskan haknya, diputus
hubungan hukumnya, dan ditegaskan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara merupakan Tanah Cadangan Umum Negara, selanjutnya disebut TCUN.
Pelaksanaan peruntukan TCUN untuk masyarakat melalui program reforma
agraria dimanfaatkan untuk pertanian dan non pertanian dengan memperhatikan hasil
pertimbangan teknis Tim Nasional. Pelaksanaan peruntukan TCUN untuk
masyarakat melalui program reforma agraria secara administrasi dilaksanakan
melalui pro-gram-program pertanahan dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah
setelah menerima keputusan Kepala tentang peruntukan TCU.
2. Solusi
a. Dengan mempermudah data sharing antara Pemda yang tanggung jawab dalam
penyusunan RDTR dengan Kantor Pertanahan (Kantah) yang punya informasi
tentang data spasial yang cukup detail. Kantor pertanahan perlu menyediakan peta
tematik penggunaan tanah yang memiliki standar dan berkualitas sesuai dengan
NSPK Survei dan Pemetaan Tematik Penggunaan Tanah dalam Rangka
Menunjang Kegiatan Persiapan RDTR Kabupaten/Kota yang telah dibuat oleh
Direktorat Survei dan Pemetaan Tematik sebagai data masukan untuk proses
analisis rencana tata ruang.
b. Terkait Kesulitan untuk mendapatkan obyek redistribusi tanah yang yang berasal
dari tanah-tanah tanah ex HGU maka kami menyarankan untuk melakukan
kegiatan inventarisasi tanah terlantar. Agar penertiban tanah yang dianggap
terindikasi terlantar atau sudah terlantar dapat berjalan dengan sesuai dengan
yang diharapkan, maka perlu adanya kepedulian atau keikutsertaan dari
masyarakat atau dinas atau instansi, atau pemegang hak untuk melaporkan
atau memberikan informasi kepada Badan Pertanahan agar dapat ditindak lanjuti
untuk dilakukan penertiban atas tanah yang terindikasi terlantar atau yang sudah
dianggap terlantar tersebut. Selain hal tersebut perlu kiranya semua pihak
berkomitmen untuk mengawal pelaksanaan penertiban tanah terlantar hingga
termasuk juga pelaksanaan reforma agraria di kantor pertanahan kabupaten
Ketapang hingga tinggak Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Sudah menjadi
rahasia umum kalau kegiatan penertiban tanah terlantar akan bersinggungan
dengan banyak kepentingan, disinilah komitmen dari semua pihak diperlukan
untuk mengawal kegiatan penertiban tanah terlantar terutama tanah-tanah Hak
Guna Usaha. Bawasanya kegiatan penertiban tanah terlantar acap kali sering
menemui kegagalan juga disebabkan semua prosedur dan tahapan dari penertiban
tanah terlantar tidak dilaksankan secara tertib dan konsisten, sehingga dapat
menjadi celah untuk melakukan gugatan di pengadilan dalam membatalkan status
sebagai tanah terlantar. Perlunya Berkoordinasi dengan dinas teknis terkait,
pemerintah daerah, kantor wilayah Bupati/ walikota agar dapat bersinergi dalam
mengawal reforma agraria di Kabupaten Ketapang.

Anda mungkin juga menyukai