Anda di halaman 1dari 30

Nama : Ilma Nurma Latipah

NIM : 1184010081
Prodi : Bimbingan dan Konseling Islam
Kelas : III – B
Mata Kuliah : Sejarah Dakwah

SEJARAH PERKEMBANGAN DAKWAH


(Studi Deskriptif Di Dusun Cimuncang Rt 02 Rw 01 Desa Sawahdadap
Kecamatan Cimanggung Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat Indonesia)

A. Sejarah Kabupaten Sumedang

Sumedang berasal dari kata Insun medal yang berarti “aku lahir” dan insun
madangan yaitu “Aku Menerangi”. Diikrarkan oleh Prabu Tajimalela ketika melihat
malela (selendang) menyerupai taji di angkasa. Tonggak sejarah bagi kerajaan
Sumedang Larang, sebagai kerajaan sunda terbesar, setelah kerajaan Padjadjaran
runtuh akibat serangan gabungan banten dan Cirebon, maka kerajaan Sumedang
Larang mencakup wilayah bekas kerajaan Padjadjaran.  Tonggak sejarah itulah
menjadi dasar : Hari Jadi Sumedang.1

Pada waktu itu di Kerajaan Sumedang Larang akan diadakan pengangkatan


seorang raja, yang bernama Raden Wijaya, di Padjadjaran sedang ditempa kekacauan
karena mendapat serangan yang mendadak dari Kerajaan Banten. Serangan tersebut
bertujuan untuk menghancurkan kekuasaan agama hindu dan digantikan oleh Dinul
Islam. Pada penyerangan dari Banten dipimpin oleh Syeh Maulana Yusuf.

Ketika mendapat serangan dari Banten yang mendadak itu Padjadjaran tibak bisa
berbuat banyak, kecuali menerima kekalahan. Kerajaan Padjadjaran porak-poranda
masyarakat banyak mengungsi sehingga rajanya pun (Prabu Siliwangi) berangkat

1
https://jabar.tribunnews.com / dikutip tanggal 27-10-19, jam 10.37
meninggalkan kerajaan. Hanya sebelum berangkat beliau memanggil dulu empat
patih kepercayaan Kerajaan (Kandaga Lante).

Penyebaran agama Islam di Sumedang dimulai dari keraton setelah pangeran


ulama asal Cirebon menikahi ratu Pucuk Umum yang menjadi raja Sumedanglarang
pertengahan abad ke-16. Menikahnya ulama asal Cirebon yang bergelar Pangeran
Santri ini ajaran Islam mulai menyebar di tatar Sumedanglarang “Pangeran
Kusumahdinata ini lebih dikenal sebagai Pangeran Santri karena ia seorang santri dari
pesantren. Ulama yang alim,” kata Idad Istidad, penggiat Sejarah Islam Sumedang
yang juga pengasuh Pesantren Al Falahiyah di Desa Cikoneng, Kecamatan Ganeas,
Sumedang, Minggu (18/6). Menurutnya, sebagai seorang ulama yang menikahi Ratu
Sumedanglarang sangat mudah untuk melakukan penyebaran agama Islam. “Islam
mulai di dalam keraton. Islam menyebar ke kerabat sampai ke rakyat
Sumedanglarang,” kata anak Mama Falah pendiri pesantren Cikoneng ini .
Apalagi, terang dia, penduduk dulu bahkan sampai sekarang di Sumedang itu
sangat tunduk pada pimpinan. “Raja dan ratunya sudah Islam tentu rakyat juga ikut.
Rakyatnya juga masuk Islam tapi jangan salah juga sebagai agama baru tentu ada
juga yang menentang. Sampai awal tahun 1900-an, masih dianggap agama impor dari
Arab,” katanya. Ia menyebutkan sebagai keluaran pesantren, Pangeran Santri yang
juga dikenal dengan Ki Gedeng Sumedang ini menyebarkan Islam dengan
pendekatan budaya. Metode budaya dengan seni pendidikan, misalnya lingga tepat
didepan masjid agung sumedang, makam-makam keramat di gunung kunci, makam
dayeuh luhur yaitu makam leluhur sumedang yang ikut andil beredarnya agama islam
di daerah sumedang. Ia menyebutkan sebagai keluaran pesantren, Pangeran Santri
yang juga dikenal dengan Ki Gedeng Sumedang ini menyebarkan Islam dengan
pendekatan budaya. Jika membicarakan Sumedang, mungkin merupakan daerah yang
paling lengkap dalam hl kebudayaan, pariwisata dan tempat bersejarah.
Berdasarkan ahli sejarah, runtuhnya kerajaan Padjadjaran pada abad ke 16 erat
kaitannya dengan perkembangan kerajaan  Sumedang Larang , Kekuasan Padjadjaran
berakhir setelah adanya serangan laskar gabungan dari kerajaan Banten , Pakungwati,
Demak dan Angke. Pada waktu itu Sumedang Larang tidak ikut runtuh karena
sebagian besar rakyatnya sudah memeluk Agama Islam yang datang dari arah timur,
oleh karena itu pula pemegang pemerintahan kerajaan Sumedang Larang waktu itu
adalah Pangeran Kusumahdinata yang berkuasa dari tahun 1530-1578, yang lebih
dikenal dengan sebutan Pangeran Santri. Sumedang Larang berarti tanah luas yang
jarang bandingnya” (Su= bagus, Medang = luas dan Larang = jarang bandingannya).
Melihat runtutan sejarah yang ada di Sumedang, tentunya banyak meningglkan
tempat-tempat bersejarah dan kebudayaan. Di Sumedang terdapat tempat yang
menjadi patilasan Prabu Siliwangi penguasa Padjadjaran, tempat tersebut adalah
Gunung Tampomas. Selain itu, Sumedang menjadi saksi dalam perjuangan melawan
penjajah Belanda. Jalan Cadas Pangeran yang terbentang sejauh 4km adalah bukti
kekejaman Belanda yang mempekerjakan rakyat secara rodi pada masa itu.
Untunglah muncul sosok pahlawan Sumedang yang melawan itu semua, pahlawan
tersebut adalah Pangeran Kornel.
Mayoritas penduduk Sumedang memeluk agama Islam. Terdapat mesid Agung
Sumedang yang merupakan tempat peribadatan terbesar bagi umat Islam di
kabupaten Sumedang. Mesjid tersebut sudah lama dibangun, terdapat di depan alun-
alun Sumedang dekat dengan komplek pemerintahan. Bentuk dan arsitekturnya masih
dipertahankan seperti dahulu ketika pertama kali dibangun. Terdapat banyak makam
di Sumedang yang sering dikunjungi oleh peziarah. Diantaranya Makam Dayeuh
Luhur,  terletak di kecamatan Sumedang utara sekitar 17 Km dari pusatkota
Sumedang. Daya tatik yang ada di tempay ini adalah makam prabu Geusan Ulun
beserta istrinya yang bernama Harisbaya serta makam kyai Damang Cipaku. Kedua
adalah Makam Pasarean Gede yang merupkan makam Kangjen pangeran Santri.
Ketiga adalah makam pahlawan Indonesia asal Aceh yang selalu memperjuangkan
perempuan, yaitu Cut Nyak Dien. Makam ini berada di atas bukit kecil dekat kantor
pemerintahan sumedang yang berlokasi di gunung puyuk kecamatan sumedang
selatan.
Doceritakan bahwa cut nyak dien diasingkan dari Aceh oleh pemerintah kolonial
Belanda ke Sumedang hingga beliau meninggal dunia. Sumedang merupakan surge
bagi para wisatawan. Banyak tempat-tempat yang bisa dikunjungi, diantaranya
Wisata Alam Cipanas Sekarwangi, terletak 19 Km arah utara kota Sumedang, di kaki
gunung Tampomas, desa Sekar wangi, kabupaten Buah dua dan bisa ditembuh
dengan semua jenis transportasi baik pribadi maupun umum. Kedua adalah Wisata
Alam Cipanas Cileungsing, terletak tidak terlalu jauh dari Cipanas Sekarwangi.
Terletak di desa Cilangkap, kecamatan Buah dua, sekitar 15 Km dari pusat kota
Sumedang. Sumber mata air panasnya mengandung belerag yang cukup tinggi,
sehingga serig digunakan sebagai media pengobatan. Masih banyak objek wisata lain
yang bisa dikunjungi, seperti Wisata Alam Curug Sindulang, Lapangan Golf Giri
Gahana, Wisata Alam Gunung Kunci, Bumi Perkemahan Kiara Payung dan Kawasan
Wisata Kampung Toga Tidak hanya tempat bersejarah dan daerah wisata, Sumedang
juga mempunyai bnyak kesenian. Semua kesenian tersebut merupanan asli terlahir
dari Sumedang. Terdapat kesenian Bangreng, Kuda Renggong, Karinding, Tari
Sampiung, Tarawangsa, Tari Topeng, Singa Reog, Bangreng dan Tardug. Jadi hal
mustahil jika anda bosan di Sumedang. Alam, kebudayaan dan kesenian Sumedang
akan selalu menemani. Begitu juga dengan sejarah penyebaran agama Islam di Jawa
Barat.
Masjid merupakan tempat ibadah dan menjadi sebuah simbol bagi umat Islam.
Tidak hanya itu, sebuah masjid pun dapat menjadi saksi sejarah yang terjadi pada
zamannya. Hal tersebut dapat terlihat dari arsitektur yang digunakan dan cerita yang
berkembang di masyarakat. Salah satu masjid yang terkenal di Sumedang adalah
Masjid Agung yang berada tepat di pusat pemerintahan. Masjid Agung Sumedang
memiliki arsitektur yang unik yaitu perpaduan antara Tionghoa dan Islam. Masjid
tersebut menjadi masjid kebanggaan bagi masyarakat Sumedang. Tidak jauh dari
pusat kota, jaraknya sekitar satu kilometer di bagian Sumedang Utara. Tepatnya di
Jalan Sebelas April, Kelurahan Talun, Kecamatan Sumedang Utara. Masjid ter se but
bernama Masjid Besar Tegalkalong. Bangunan permanen itu bercat putih dengan
pagar berwarna hijau. Atap masjid tersebut menyerupai atap pada Masjid Agung
Sumedang. Yaitu memiliki atap tumpang berjumlah tiga tingkat dan di bagian
puncaknya terda pat mustaka seperti bunga yang mekar. Bangunannya tidak begitu
tinggi, jarak dari pintu ke langit-langit hanya sekitar 30 centimeter. Luas
bangunannya sekitar 378 meter persegi. Masjid ini dapat menampung sekitar 600
jamaah.
Konon katanya Masjid Besar Tegalkalong menjadi masjid pusaka di Sumedang.
Namun secara selintas masjid tersebut tampak biasa saja. Tidak ada yang menarik
bahkan kondisinya sangat berbeda dengan Masjid Agung Sumedang yang terlihat
megah dan mewah. Selain itu banyak yang mengira bangunan tersebut hanya
bangunan pemerintahan biasa. Karena tidak adanya kubah atau menara se bagai
penanda masjid. Terlebih lokasinya berada di depan kan tor Kecamatan Sume dang
Utara. Menurut Dewan Keluarga Masjid (DKM) Tegalkalong Bachren Syamsul
Bachri, masjid tersebut telah mengalami beberapa kali renovasi. Namun salah satu
ciri khas yaitu atap bertumpang dan mustaka tetap di biarkan seperti semula. Menurut
Bachren, salah satu alasan renovasi karena kapasitas masjid sudah tidak memenuhi
jamaah yang melaksanakan ibadah. Pada mulanya masjid tersebut bernama Masjid
Agung Tegalkalong.
Namun pada 1985 masjid tersebut berganti nama menjadi Masjid Besar Al-Falah
Tegalkalong. Berbagai kegiatan dilakukan di masjid itu seperti pengajian ibu-ibu
yang dilakukan setiap Senin dan Sabtu pukul 16.00 WIB. Selain itu setiap malam
Jumat selalu diadakan pengajian bapak-bapak. Tidak hanya itu, Masjid Tegalkalong
selalu diramaikan dengan pengajian setiap Sabtu subuh. Setiap akhir bulan juga
diselenggarakan pengajian yang dihadiri ma sya rakat Kecamatan Sumedang. Bahkan
terkadang masjid tersebut di gunakan sebagai tempat manasik haji. Dikatakan
Bachren, sebagai masjid kecamatan Masjid Besar Tegalkalong menjadi pusat transit
berbagai tujuan. Bachren menuturkan untuk menya tukan berbagai perbedaan
pihaknya selalu menjalankan silaturahmi. Sehingga masjid tersebut tidak pernah sepi
dari kegiatan.2
Adapun bupati Sumedang yang menjadi salahsatu penyebar islam di Sumedang
yaitu Mohamad Chafil memerintah Sumedangg selama tujuh tahun, mulai 1960
hingga 1966. Saat memimpin Sumedang, ia pernah menjual sedan miliknya tanpa
ragu sedikitpun, semata-mata agar kegiatan pemerintahannya bisa berjalan tanpa
kekurangan dana. Mohamad Chafil berasal dari Kandang Haur, Cirebon. Ia adalah
tokoh dakwah dari NU dan seorangg aktivis PNI. Hampir sama dengan bupati-bupati
sebeelumnya, Chafil ditunjuk pemerintahan provinsi untuk menjadi bupati di
Sumedang. Chafil addalah seorang birokrat. “Karena bupati itu merupakan drop dari
pusat maka mereka menjadi bupati, sebelumnya pasti pernah menjabat di tingkat
provinsi atau pemerintahan kota dan kabupaaten lain”. Gunawan yang mulai masuk
bekerja sebagai PNS di masa kepemimpinan Chafil ini menuturkan bahwa intruksi
yyang dilakukan bupati tidak mesti ada yang diulang. Sekali perintah langsung jalan.
Termasuk penanaman pohon dan memelihara sungaii serta selokan sehingga
Sumedang diganjar sebagai kota Buludru.
Meski bibit pohonnya diberikan oleh pemerintahan kabupaten, tidak ada dana
tambahan atau seremonial untuk menanam pohon di seluruh desa. Massyarakat
menanam dengan penuh kesadarann dan sukacita. Perintah seperti ini juga dirasakan
para pegawainya jika harus mengikuti rapat di luar daerah. Sekali intruksi langsung
jalan, meski tidak ada uang bensin dan uang makan. Chafil juga selalu meeminta agar
anak buahnya kreatif dan memiliki inisiatif saat bekerja agar roda pemerintahan bisa
berjalan meski tidak ada daana. Itu sebabnya, tak jarangg ketika rapat ddiluar daerah,
para pejabat yang akan pergi termasuk sopir disuruh membawa bekal. 3
1) Para Tokoh Penyebar Islam Di Sumedang
 Ratu Pucuk Umun dan Pangeran Santri

2
https://jabar.tribunnews.com / dikutip tanggal 27-10-19, jam 10.37
3
Dedi Rustandi, Jejak Pemimpin Sumedang, Sumedang: Belmas. 2016, hlm. 73
Pada pertengahan abad ke-16, mulailah corak agama Islam mewarnai
perkembangan Sumedang Larang. Ratu Pucuk Umun, seorang wanita keturunan raja-
raja Sumedang kuno yang merupakan seorang Sunda muslimah; menikahi Pangeran
Santri (1505-1579 M) yang bergelar Ki Gedeng Sumedang dan memerintah
Sumedang Larang bersama-sama serta menyebarkan ajaran Islam di wilayah tersebut.
Pangeran Santri adalah cucu dari Syekh Maulana Abdurahman (Sunan Panjunan) dan
cicit dari Syekh Datuk Kahfi, seorang ulama keturunan Arab Hadramaut yang berasal
dari Mekkah dan menyebarkan agama Islam di berbagai penjuru daerah di kerajaan
Sunda. Pernikahan Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun ini melahirkan Prabu
Geusan Ulun atau dikenal dengan Prabu Angkawijaya. Pada masa Ratu Pucuk Umun,
ibukota Kerajaan Sumedang Larang dipindahkan dari Ciguling ke Kutamaya. Dari
pernikahan Ratu Pucuk Umun dengan Pangeran Santri memiliki enam orang anak,
yaitu :

· Pangeran Angkawijaya (yang tekenal dengan gelar Prabu Geusan Ulun)

· Kiyai Rangga Haji, yang mengalahkan Aria Kuda Panjalu ti Narimbang, supaya
memeluk agama Islam.

· Kiyai Demang Watang di Walakung.

· Santowaan Wirakusumah, yang keturunannya berada di Pagaden dan Pamanukan,


Subang.

· Santowaan Cikeruh.

· Santowaan Awiluar.

· Ratu Pucuk Umun dimakamkan di Gunung Ciung Pasarean Gede di Kota


Sumedang.

Pangeran Kusumahdinata atau terkenal dengan sebutan pangeran santri atau


dikenal juga dengan nama Ki Gedeng Sumedang, merupakan penguasa (raja)
Sumedang larang yang pertama kali menganut agama islam. Pada agama islam
dijadikan agama resmi kerajaan, dan dia dianggap yang berjasa dalam islamisasi
kerajaan Sumedang Larang. Pangeran Santri nama aslinya Raden Shohih dan bergelar
pangeran Kusuumahdinata, tetapi dikemudian hari lebih dikenal dengan nama
Pangeran Santri, karena latar belakang keagamaannya. Ia merupakan cucu darri
Syekh Datuk Kahfi, dan merupakan putra dari pangeran Maulana Muhammad.
Maulana Muhamah terkenal dengan nama pangeran Pelakaran menikah dengan putri
darii Sindangkasih (Majalengka) yang bernama Nyi Amrillah. Dari pernikahan ini
lahirlah Ki Gedeng Sumedang atau terkenal juga dengan nama pangeran Santri. Ia
lahir pada tahun 1505 M. syekh Datuk Kahfi adalah seorang ulama keturunan Arab
Hadramaut yang berasal dari Mekah, dan merupakan salah seorang yang berjasa
yang menyebarkann agama islam di tanah sunda era awal. Pangeran Santri lahir pada
tanggal 6 bagian gelap bulan Jestap tahun 1427 M (29 Mei 1505 M) dan dilantik
menjadi raja Sumedang pada tanggal 13 bagian gelap bulann Asuji tahun 1452 Saka
(21 Oktober 1530 M). dengan Gelar Pangeran Kusumah Dinata bersama istriya.
Karena Ia masih punya kekerabatan dengan Kesultanan Cirebon, setelah mengawini
Ratu Pucuk Umum, maka Sumedang larang otomatis dalam lingkungan kekuasaan
kesultanan Cirebon. Tetapi indenpendesinya tetap terjaga.

 Prabu Geusan Ulun

Prabu Geusan Ulun (1580-1608 M) dinobatkan untuk menggantikan kekuasaan


ayahnya, Pangeran Santri. Beliau menetapkan Kutamaya sebagai ibukota kerajaan
Sumedang Larang, yang letaknya di bagian Barat kota. Wilayah kekuasaannya
meliputi Kuningan, Bandung, Garut, Tasik, Sukabumi (Priangan) kecuali Galuh
(Ciamis). Kerajaan Sumedang pada masa Prabu Geusan Ulun mengalami kemajuan
yang pesat di bidang sosial, budaya, agama, militer dan politik pemerintahan. Setelah
wafat pada tahun 1608, putera angkatnya, Pangeran Rangga Gempol Kusumadinata
atau Rangga Gempol I, yang dikenal dengan nama Raden Aria Suradiwangsa
menggantikan kepemimpinannya. Pada masa awal pemerintahan Prabu Geusan Ulun,
Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan sedang dalam masa kehancurannya karena diserang
oleh Kerajaan Banten yang dipimpin Sultan Maulana Yusuf dalam rangka
menyebarkan Agama Islam. Oleh karena penyerangan itu Kerajaan Pajajaran hancur.
Pada saat-saat kekalahan Kerajaan Pajajaran, Prabu Siliwangi sebelum meninggalkan
Keraton beliau mengutus empat prajurit pilihan tangan kanan Prabu Siliwangi untuk
pergi ke Kerajaan Sumedang dengan rakyat Pajajaran untuk mencari perlindungan
yang disebut Kandaga Lante.

Kandaga Lante tersebut menyerahkan mahkota emas simbol kekuasaan Raja


Pajajaran, kalung bersusun dua dan tiga, serta perhiasan lainnya seperti benten, siger,
tampekan, dan kilat bahu (pusaka tersebut masih tersimpan di Museum Prabu Geusan
Ulun si Sumedang). Kandaga Lante yang menyerahkan tersebut empat orang yaitu
Sanghyang Hawu atau Embah Jayaperkosa, Batara Dipati Wiradijaya atau Embah
Nangganan, Sanghyang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana atau Embah Terong
Peot. Walaupun pada waktu itu tempat penobatan raja direbut oleh pasukan Banten
(wadyabala Banten) tetapi mahkota kerajaan terselamatkan. Dengan diberikannya
mahkota tersebut kepada Prabu Geusan Ulun, maka dapat dianggap bahwa Kerajaan
Pajajaran Galuh Pakuan menjadi bagian Kerajaan Sumedang Larang, sehingga
wilayah Kerajaan Sumedang Larang menjadi luas. Batas wilayah baratnya Sungai
Cisadane, batas wilayah timurnya Sungai Cipamali (kecuali Cirebon dan Jayakarta),
batas sebelah utaranya Laut Jawa, dan batas sebelah selatannya Samudera Hindia.
Secara politik Kerajaan Sumedang Larang didesak oleh tiga musuh: yaitu Kerajaan
Banten yang merasa terhina dan tidak menerima dengan pengangkatan Prabu Geusan
Ulun sebagai pengganti Prabu Siliwangi; pasukan VOC di Jayakarta yang selalu
mengganggu rakyat; dan Kesultanan Cirebon yang ditakutkan bergabung dengan
Kesultanan Banten.

Pada masa itu Kesultanan Mataram sedang pada masa kejayaannya, banyak
kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara yang menyatakan bergabung kepada Mataram.
Dengan tujuan politik pula akhirnya Prabu Geusan Ulun menyatakan bergabung
dengan Kesultanan Mataram dan beliau pergi ke Demak dengan tujuan untuk
mendalami agama Islam dengan diiringi empat prajurit setianya (Kandaga Lante).

Setelah dari pesantren di Demak, sebelum pulang ke Sumedang ia mampir


ke Cirebon untuk bertemu dengan Panembahan Ratu penguasa Cirebon, dan disambut
dengan gembira karena mereka berdua sama-sama keturunan Sunan Gunung Jati.
Dengan sikap dan perilakunya yang sangat baik serta wajahnya yang rupawan, Prabu
Geusan Ulun disenangi oleh penduduk di Cirebon. Permaisuri Panembahan Ratu
yang bernama Ratu Harisbaya jatuh cinta kepada Prabu Geusan Ulun. Ketika dalam
perjalanan pulang ternyata tanpa sepengetahuannya, Ratu Harisbaya ikut dalam
rombongan, dam karena Ratu Harisbaya mengancam akan bunuh diri akhirnya
dibawa pulang ke Sumedang.

Karena kejadian itu, Panembahan Ratu marah besar dan mengirim pasukan untuk
merebut kembali Ratu Harisbaya sehingga terjadi perang antaraCirebon dan
Sumedang. Akhirnya Sultan Agung dari Mataram meminta kepada Panembahan Ratu
untuk berdamai dan menceraikan Ratu Harisbaya yang aslinya dari Pajang-Demak
dan dinikahkan oleh Sultan Agung dengan Panembahan Ratu. Panembahan Ratu
bersedia dengan syarat Sumedang menyerahkan wilayah sebelah barat Sungai
Cilutung (sekarang Majalengka) untuk menjadi wilayah Cirebon. Karena peperangan
itu pula ibukota dipindahkan ke Gunung Rengganis, yang sekarang disebut Dayeuh
Luhur.

Prabu Geusan Ulun memiliki tiga orang istri: yang pertama Nyi Mas Cukang
Gedeng Waru, putri Sunan Pada; yang kedua Ratu Harisbaya dari Cirebon, dan yang
ketiga Nyi Mas Pasarean. Dari ketiga istrinya tersebut ia memiliki lima belas orang
anak:

 PANGERAN ARIA SOERIA ATMADJA 1851-1919


Pangeran Aria Soeria Atmadja lahir di Sumedang pada tanggal 11 januari 1851
pada hari kamis dengan nama kecil Raden Sadeli. Ayahnya bernama Pangeran Aria
Soeria Kusumah Dinata atau Pangeran Sugih dan ibunya bernama Raden Ayu Ratna
Diningrat . Pangeran Aria Soeria Atmadja mempunyai karakrer terpuji , rajin  cerdas
dan penuh inisiatif. Beliau diangkat sebagai Kaliwon di Sumedang pada usia 18 tahun
pada tanggal 1 Agustus 1869. Pangeran Aria Soeria Atmadja menikah dengan
Rs.A.Radja Ningrum. Mempunyai putra bernama Rd.A.Djanjainten Djoebaedah.
Beliau diangkat sebagai bupati Sumedang pada tanggal 30 desember 1882. Masa
jabatan beliau sebagai bupati Sumedang dari tahun 1882-1919, beliau banyak
menerima gelar, diantaranya gelar Tumenggung. Selama masa jabatannyabeliau
memberikan perhatian pada bidang-bidang diantaranya: Bidang keagamaan, bidang
pendidikan, bidang pertanian, bidang peternakan, bidang pelestarian hidup, bidang
perekonomian dan bidang politik. Untuk menghargai jasa Pangeran Aria Soeria
Atmadja maka dibuatlah monument lingga di tengah alun-alun.4

 Berdirinya Kerajaan Tembong Agung

Kerajaan Tembong Agung didirikan oleh Prabu Guru Aji Putih 678 M di Citembong
Girang Kecamatan Ganeas Sumedang kemudian pindah ke kampung Muhara Desa
Leuwi Hideung Kecamatan Darmaraja. Prabu Guru Aji Putih merupakan putra Ratu
Komara keturunan dari Wretikandayun. Prabu Guru Aji Putih hasil pernikahan
dengan Dewi Nawang Wulan (Ratna Inten) memiliki empat orang putra; yang sulung
bernama Batara Kusuma atau Batara Tuntang Buana yang dikenal juga sebagai Prabu
Tajimalela, yang kedua Sakawayana alias Aji Saka, yang ketiga Haris Darma dan
yang terakhir Jagat Buana yang dikenal Langlang Buana

 Prabu Tajimalela menjadi Raja Kerajaan Sumedang Larang

4
https://jabar.tribunnews.com / dikutip tanggal 27-10-19, jam 10.37
Hari ke-21 Bratakusumah dipanggil oleh ayahnya, kemudian pada saat terang bulan
dinobatkan menjadi Pemangku Kerajaan Tembong Agung dengan gelar Prabu
Tadjimalela. Menikah dengan Kencana Wulung putri Adinata dari Permaisuri Sari
Ningrum, selanjutnya mengganti nama kerajaan menjadi Sumedang Larang. Di awal
kekuasaannya mengangkat pejabat-pejabat kerajaan dari lingkungan keluarga.
Kedudukan patih dijabat oleh pamannya sendiri yaitu Astajiwa dan sejumlah
menterinya terdiri dari saudara-saudaranya. Sokawayana menjadi penghulu daerah
sekitar Gunung Tampomas, Harisdarma menjadi penghulu daerah sekitar Gunung
Haruman(Garut). Sedangkan Langlangbuana menjadi penghulu di daerah Lemah
Putih kemudian menjadi pengabdi Kerajaan Galuh. Pembagian tugas memperlihatkan
sistem yang dibangun Prabu Tadjimalela adalah sistem monarkhi konstitusional.
Pemerintahan yang paling rendah adalah dukuh(desa) dijabat oleh petinggi,
kedudukannya sebagai pemimpin desa. Prabu Tajimalela mempunyai tiga orang putra
yaitu: yang pertama Jayabrata atau Batara Sakti alias Prabu Lembu Agung, yang
kedua Atmabrata atau Bagawan Batara Wirayuda yang dikenal sebagai Prabu Gajah
Agung, dan yang terakhir Mariana Jaya atau Batara Dikusuma dikenal sebagai Sunan
Ulun.

 Sumedang Larang Dirajai oleh Prabu Lembu Agung

Kerajaan Sumedang Larang didirikan oleh Prabu Tajimalela di bekas


Kerajaan Tembong Agung. Sebelum menjadi Kerajaan Sumedang Larang, dikenal
juga dengan sebutan Kerajaan Himbar Buana. Setelah bimbang memutuskan siapa
yang akan menjadi penerusnya, Prabu Tadjimalela melalui perundingan dengan
kedua putranya (Jayabrata/Lembu Agung dan Atmabrata/Gajah Agung) akhir
memutuskan bahwa Jayabrata harus menerima tahta kerajaan. Jayabratapun
menerima keputusan ayahnya dengan ucapan Darma Ngarajaan(sekedar raja).
Perkataan Jayabrata ini menjadi nama sebuah kota yang dikenal Darmaraja. Pada saat
gelap bulan, dinobatkanlah Jayabrata menjadi pemangku kerajaan Sumedang Larang
dengan gelar Prabu Lembu Agung. Beliau menikah dengan Banon Pujasari putri
Hidayat dari Sari Fatimah cucu Harisdarma. Untuk mengatasi pengaruh politik yang
timbul dari dalam maupun luar, beliau mengadakan penguatan integritas penduduk-
penduduk perkotaan dan penduduk dusun-dusun yang tersebar di wilayah-wilayah
Sumedang Larang. Golongan keturunan rada dan golongan resi merupakan bagian
yang sangat berpengaruh di tengah-tengah kehidupan rakyatnya. Resi mempunyai
kedudukan yang tinggi dalam keagamaan. Prabu Lembu Agung banyak membangun
sarana peribadatan dan mengembangkan kebudayaan.

 Agama Islam Mulai Menyebar

Agama Islam disebarkan oleh Maulana Muhammad alias Pangeran Palakaran


putera Maulana Abdurahman alias Pangeran Panjunan. Putri Ratu Sintawati yang
bernama Satyasih atau dikenal sebagai Ratu Inten Dewata setelah menjadi penguasa
Sumedang yang kedelapan bergelar Ratu Pucuk Umum.
Pada saat penobatannya Pangeran Angkawijaya berusia 22 tahun lebih 4 bulan.
Sebenarnya Pangeran Angkawijaya terlalu muda untuk menjadi raja sedangkan tradisi
yang berlaku bahwa untuk menjadi raja adalah 23 tahun tetapi Pangeran Angkawijaya
mendapat dukungan dari empat orang bersaudara bekas Senapati dan pembesar
Pajajaran, keempat bersaudara tersebut merupakan keturunan dari Prabu Bunisora
Suradipati. Dalam Pustaka Kertabhumi I/2 diceritakan keempat bersaudara itu “Sira
paniwi dening Prabu Ghesan Ulun. Rikung sira rumaksa wadyabala, sinangguhan niti
kaprabhun mwang salwirnya” (Mereka mengabdi kepada Prabu Geusan Ulun. Di
sana mereka membina bala tentara, ditugasi mengatur pemerintahan dan lain-
lainnya), sehingga mendapat restu dari 44 penguasa daerah Parahiyangan yang terdiri
dari 26 Kandaga Lante, Kandaga Lante adalah semacam Kepala yang satu tingkat
lebih tinggi dari pada Cutak (Camat) dan 18 Umbul dengan cacah sebanyak + 9000
umpi, untuk menjadi nalendra baru pengganti penguasa Pajajaran yang telah sirna.
Tidak semuanya bekas kerajaan bawahan Pajajaran mengakui Prabu Geusan Ulun
sebagai nalendra, sehingga terpaksa Prabu Geusan Ulun menaklukan kembali
kerajaan-kerajaan tersebut seperti Karawang, Ciasem, dan Pamanukan.
 Penobatan Prabu Geusan Ulun sebagai Penerus Kerajaan Sunda
Padjadjaran

Pada tahun 1578 tepatnya pada hari Jum’at legi tanggal 22 April 1578 atau bulan
syawal bertepatan dengan Idul Fitri di Keraton Kutamaya Sumedang Larang
Pangeran Santri menerima empat Kandaga Lante yang dipimpin oleh Sanghiang
Hawu atau Jaya Perkosa, Batara Dipati Wiradidjaya (Nganganan), Sangiang
Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana Terong Peot membawa pusaka Pajajaran dan
alas parabon untuk di serahkan kepada penguasa Sumedang Larang dan pada masa itu
pula Pangeran Angkawijaya / Pangeran Kusumadinata II dinobatkan sebagai raja
Sumedang Larang dengan gelar Prabu Geusan Ulun (1578 – 1610) sebagai nalendra
penerus kerajaan Sunda dan mewarisi daerah bekas wilayah Pajajaran, sebagaimana
dikemukakan dalam Pustaka Kertabhumi I/2 (hal. 69) yang berbunyi; “Ghesan Ulun
nyakrawartti mandala ning Pajajaran kangwus pralaya, ya ta sirnz, ing bhumi
Parahyangan. Ikang kedatwan ratu Sumedang haneng Kutamaya ri
Sumedangmandala” (Geusan Ulun memerintah wilayah Pajajaran yang telah runtuh,
yaitu sirna, di bumi Parahiyangan.

 Peristiwa Harisbaya

Peristiwa ini dimulai ketika Prabu Geusan Ulun pulang berguru dari Demak
dan Pajang, singgah di Keraton Panembahan Ratu penguasa Cirebon ketika Prabu
Geusan Ulun sedang bertamu di Cirebon, sang Prabu bertemu dengan Ratu Harisbaya
isteri kedua Panembahan Ratu yang masih muda dan cantik. Melihat mantan
kekasihnya datang rasa rindu dan cintanya Harisbaya ke Geusan Ulun makin
mengebu-gebu, setelah Panembahan Ratu tidur Harisbaya mengedap-edap
mendatangi tajug keraton dimana Prabu Geusan Ulun beristirahat dan Harisbaya
datang membujuk Geusan Ulun agar membawa dirinya ke Sumedang ketika itu
Geusan Ulun bingung karena Harisbaya adalah istri pamanya sendiri sedangkan
Harisbaya mengancam akan bunuh diri apabila tidak dibawa pergi ke Sumedang,
setelah meminta nasehat kepada empat pengiringnya akhirnya malam itu juga
Harisbawa dibawa pergi ke Sumedang.
Keesokan paginya keraton Cirebon gempar karena permaisuri hilang beserta
tamunya, melihat istrinya hilang Panembahan Ratu memerintahkan prajuritnya untuk
mengejar tetapi prajurit bayangkara Cirebon yang mengusul Geusan Ulun rombongan
dapat dipukul mundur oleh empat pengiring sang prabu. Akibat peristiwa Harisbaya
tersebut terjadilah perang antara Sumedang dan Cirebon. Sebelum berangkat perang
Jaya Perkosa berkata kepada Prabu Geusan Ulun, ia akan menanam pohon Hanjuang
di Ibukota Sumedang Larang (Kutamaya) sebagai tanda apabila ia kalah atau mati
pohon hanjuang pun akan mati dan apabila ia menang atau hidup pohon hanjuang pun
tetap hidup, sampai sekarang pohon hanjuang masih hidup.
Setelah berkata Jaya Perkosa berangkat bertempur karena pasukan Cirebon
sangat banyak maka perangpun berlangsung lama dalam perang tersebut
dimenangkan oleh Jaya Perkosa, dipihak lain Nangganan, Kondang Hapa dan Terong
Peot kembali ke Kutamaya sedangkan Jayaperkosa terus mengejar pasukan Cirebon
yang sudah cerai berai. Di Kutamaya Prabu Geusan Ulun menunggu Jaya Perkosa
dengan gelisah dan cemas, karena anjuran Nangganan yang mengira Senapati Jaya
Perkosa gugur dalam medan perang agar Prabu Geusan Ulun segera mengungsi ke
Dayeuh Luhur tanpa melihat dulu pohon hanjuang yang merupakan tanda hidup
matinya Jaya Perkosa. Maka sejak itu Ibukota Sumedang Larang pindah dari
Kutamaya ke Dayeuh Luhur
 Pemindahan Pusat Pemerintahan ke Dayeuh Luhur

Keputusan Geusan Ulun memindahkan pusat pemerintahan ke Dayeuh Luhur


sesungguhnya merupakan langkah logis dan mudah difahami. Pertama, dalam situasi
gawat menghadapi kemungkinan tibanya serangan Cirebon, kedua benteng Kutamaya
yang mengelilingi Ibukota belum selesai dibangun, ketiga, Dayeuh Luhur di puncak
bukit merupakan benteng alam yang baik dan terdapat kabuyutan kerajaan. Setelah
Ratu Harisbaya diceraikan oleh Panembahan Ratu, Prabu Geusan Ulun menikah
dengan Harisbaya dan berputra dua, Raden Suriadiwangsa dan Pangeran
Kusumahdinata, sedangkan dari istri pertamanya Nyi Gedeng Waru berputra Rangga
Gede
 Sumedang Berada di Bawah Kekuasaan Mataram

Pada masa kepemimpinan Pangeran Aria Soeriadiwangsa I, Mataram melakukan


perluasan wilayah ke berbagai penjuru nusantara termasuk ke Sumedang. Pada waktu
itu Sumedang Larang sudah tidak mempunyai kekuatan untuk melawan sehingga
akhirnya Pangeran Aria Soeriadiwangsa I pergi ke Mataram untuk menyatakan
penyerahan Sumedang Larang menjadi bagian wilayah Mataram pada tahun 1620.
Wilayah bekas Sumedang Larang diganti nama menjadi Priangan yang berasal dari
kata “Prayangan” yang berarti daerah yang berasal dari pemberian dan tugas yang
timbul dari hati yang ikhlas dan Pangeran Aria Soeriadiwangsa I diangkat menjadi
Bupati Wadana dan diberi gelar Rangga Gempol atau Pangeran Dipati Rangga
Gempol Kusumadinata.

Penyerahan Sumedang ke Mataram ini berkaitan dengan kondisi Sumedang yang


sudah lemah dari segi kemiliteran, menghindari serangan dari Mataram dan
menghindari pula serangan dari Cirebon. Sultan Agung kemudian membagi-bagi
wilayah Priangan menjadi beberapa Kabupaten yang masing-masing dikepalai
seorang Bupati, untuk mengkoordinasikan para bupati tersebut diangkat seorang
Bupati Wadana. Pangeran Rangga Gempol adalah Bupati Sumedang yang pertama
merangkap Bupati Wadana Prayangan (1620 – 1625)

B. Sejarah Kecamatan Cimanggung

Kecamatan Cimanggung merupakan salah satu Kecamatan dari 26 Kecamatan


yang berada di Wilayah Kabupaten Sumedang, dan Bahwa mengingat luas wilayah
dan bertambahnya jumlah penduduk yang berdiam di Kabupaten Daerah Tingkat II
Sumedang (istilah pada waktu itu) dandalam rangka memperlancar pelaksanaan
tugas-tugas pelayanan di bidang pemerintahan dan pembangunan maka bentuk
pemerintahan yang ada yaitu Kamantren (Tahun 1970-an) Kecamatan Cikeruh
dimekarkan menjadi 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Cimanggung dan
Kecamatan Cikeruh dengan berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun
1986 Tanggal 21 Agustus 1986, pada saat itu meliputi 10 desa, yaitu : Desa
Cimanggung, Tegalmanggung, Sindangpakuon, Sindanggalih, Sindulang,
Mangunarga, Sawahdadap, Sukadana, Cihanjuang dan Cikahuripan. Kemudian
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 15 Tahun 2007 Tentang
Pembentukan Desa-desa Baru Hasil Pemekaran Desa di Kabupaten Sumedang
diantaranya Kecamatan Cimanggung, Desa Sindangpakuon dimekarkan menjadi
Desa Sindangpakuon dan Desa Pasirnanjung. Sehingga Kecamatan mampunyai 11
(sebelas) desa sampai dengan sekarang. Diantaranya Desa Cimanggung,
Tegalmanggung, Sindangpakuon, Sindanggalih, Sindulang, Mangunarga,
Sawahdadap, Sukadana, Cihanjuang dan Cikahuripan dan Pasirnanjung. Dan setiap
Tanggal 21 Agustus diperingati sebagai hari jadi Kecamatan Cimanggung.

Secara praktis Kecamatan Cimanggung adalah suatu Lembaga Pemerintahan yang


dalam teknis operasionalnya berhadapan langsung dengan masyarakat dan
didalamnya terdapat beragam sumber daya alam maupun sumber daya manusia
dengan segala permasalahannya yang kompleks, terlebih dalam suatu bangsa dan
negara yang sedang dilanda Era Reformasi dengan paradigma barunya praktis hampir
tidak ada sesuatu yang tidak bermasalah. Hal ini dapat dipahami karena Orde
Reformasi sekarang ini masih dalam taraf mencari bentuk. Dengan dilakukannya
pemekaran ini diharapkan akan berdampak pada peningkatan kinerja Pemerintah
terutama menyangkut dengan kewajiban memberikan pelayanan yang berkualitas
terhadap masyarakat, peningkatan kesejahteraaan melalui pembangunan serta
meniciptakan suasana tentram dan aman bagi masyarakat.
Kecamatan Cimanggung mempunyai luas wilayah 4.265,612 Ha (data potensi
kecamatan 2014), dilihat dari geografisnya berada di wilayah bagian barat Kabupaten
Sumedang, dengan batas-batas administratif pemerintahan sebagai berikut: Sebelah
Utara Kecamatan Tanjungsari, Kecamatan Pamulihan dan Kecamatan Sumedang
Selatan, Sebelah Timur Kabupaten Garut, Sebelah Selatan Kabupaten Bandung,
Sebelah Barat Kecamatan Jatinangor. Kecamatan Cimanggung memiliki karakteristik
perekonomian yang lebih dinamis dibandingkan dengan wilayah lain yang ada di
Kabupaten Sumedang. Perekonomian penduduk di wilayah ini bukan hanya dari
sektor pertanian saja namun juga dari sektor industri pengolahan seperti tekstil, oat-
obatan dan garmen. Di sini banyak berdiri dan beroperasi perusahaan-perusahaan
industri pengolahan. Sementara sektor pertaniannya juga tidak ketinggalan. Area
pertanian yang ada di Kecamatan Cimanggung cukup luas.

Area pesawahan dan tanaman palawijanya sendiri lebih luas dibandingkan dengan
luas pemukimannya. Hasil pertanian yang menjadi potensi Kecamatan Cimanggung
diantaranya adalah gula aren, keripik singkong, tape singkong, opak ketan, kelontong
dan lain-lain. Secara geografis, wilayah Kecamatan Cimanggung berada pada
ketinggian rata-rata 248,25 meter di atas permukaan laut. Luas wilayahnya sendiri
sekitar 11.197,01 Ha. Topografinya berupa lereng perbukitan dengan sedikit
hamparan. Di sebelah utaranya berbatasan dengan Kecamatan Tanjungsari,
Pamulihan dan Kecamatan Sumedang Selatan.

Di sebelah timurnya berbatasan dengan Kecamatan Sumedang Selatan dan


Kabupaten Garut. Sementara sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Jatinangor,
dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut.
Kecamatan Cimanggung terdiri atas 11 desa yaitu Desa Mangunraga, Sukadana,
Cikahuripan, Sindangpakuwon, Tegalmanggung, Pasirnanjung, Sawahdadap,
Cihanjuang, Sindanggalih, Cimanggng dan Desa Sindulang. Untuk mengakses desa-
desanya ada dua jalan yang berkategori optimal dan cukup baik yaitu dari arah
Rancaekek dan dari arah Kecamatan Pamulihan.5

C. Sejarah Desa Sawahdadap

Desa sawahdadap merupakan salah satu desa dalam wilayah Kecamatan


Cimanggung Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 217.029
hektar, ketinggian bervariasi antara 715 meter sampai dengan 1.900 meter di atas
permukaan laut. 6

Secara administratif desa Sawahdadap berbatasan dengan :

 Sebelah Utara : Desa Cikahuripan;

 Sebelah Selatan : Desa Mangunarga dan Desa Sukadana ;

 Sebelah Timur : Desa Cikahuripan dan Desa Sukadana;

 Sebelah Barat : Desa Mangunarga.

Wilayah desa ini meliputi tiga Dusun, Dusun I (Kampung Legok, Kampung
Cimuncang, Kampung Cuklik, Kampung Pasung dan Kampung Cibitung), Dusun II
(Kampung Babakankananga, Kampung Cijengkol, Kampung Cigulampok dan
Kampung Naringgul). Sedangkan Dusun III (Kampung Pamatang dan Kampung
Cisurupan). Dusun II kampung Cigulampok merupakan pusat pemerintahan desa
Sawahdadap.

Di belakang permukiman dusun I dan II sebelah utara terdapat areal perkebunan


yang ditanami jenis tanaman musiman seperti; jagung, ketela, pisang dan tanaman
5
Wawancara dengan Bapak Oleh (tokoh masyarakat) kamis, 31 oktober 2019 pukul 15.29-16.15 di
kampung Cimuncang desa Sawahdadap kecamatan Cimanggung kabupaten Sumedang provinsi
Jawa Barat.
6
Wawancara dengan Mamad Abdul Somad (tokoh Masyarakat) Senin, 28 Oktober 2019 pukul 16.08 –
17.00 di kantor desa Sawahdadap kecamatan Cimanggung kabupaten Sumedang provinsi Jawa Barat
keras lainnya. Di beelakang daerah perkebunan terdapat hutan dengan berbagai jenis
vegetasi hutan. Di bagian timur sedang dikembangkan Perumahan Rakyat di bawah
PT GRIYA SEMPURNA dan masih banyak investor lainnya yang melirik kawasan
Timur desa Sawahdadap.

Dibagian selatan pemukiman dusun I dan II terdapat areal kawasan industri PT


DWIPURA ABADI dengan banyak jenis industry seperti industry tekstil, makanan,
percetakan suku cadang kendaraan roda dua / roda empat dan masih banyak rencana
industri jenis lainnya yang akan berinvestasi dikawasan industry tersebut. Daerah ini
beriklim tropis. Musim kemarau biasanya jatuh pada bulan April sampai dengan
September, dan musimm hujan berlangsung dari bulan Oktober sampai bulan Mei.
Curah hujan berkisah antara 1.082, sampai dengan 2.409 milimeter pertahun dengan
jumlah haru hujan antara 113 sampai dengan 160 hari per tahun. Udara sejuk dan
menyegarkan dengan suhu sekitar 23 OC, bulan Februari dan Mei merupsksn bulan
terpanas yang mencapai suhu sekitar 26 OC, dan bulan September adalah bulan
dengan udara dingin dengan suhu yaitu 21 OC. Keadaan udara tidak terlalu lembab.7

a. Jumlah Penduduk
Berdasarkan data Desa Sawahdadap tahun 2015, jumlah penduduk Desa
Sawahdadap sebanyak 7.711 jiwa yang tersebar di 12 Rukun Warga, rincian
penyebaran penduduk setiap wilayah Rukun Warga daapat dilihat pada:
 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
a) 0-4 tahun 192 orang
b) 5-6 tahun 193 orang
c) 7-12 tahun 910 orang
d) 13-15 tahun 501 orang
e) 16-18 tahun 377 orang
f) 19-25 tahun 981 orang
7
Wawancara dengan Mamad Abdul Somad (tokoh Masyarakat) Senin, 28 Oktober 2019 pukul 16.08 –
17.00 di kantor desa Sawahdadap kecamatan Cimanggung kabupaten Sumedang provinsi Jawa Barat
g) 26-64 tahun 4.016 orang
h) 65 tahun keatas 542 orang
 Jumlah Penduduk Berdasarkan kelompok Pekerjaan/Pencaharian
a) Pensiunan 47 orang
b) TNI-Polri 40 orang
c) Petani 113 orang
d) Pegawai Swast 1.619 orang
e) Buruh 254
f) Wiraswasta 1.002 orang
g) Pelajar 1.161 orang
h) IRT 1.220 orang
i) Lainnya 168 orang
 Jumlah Penduduk Berdasarkann Kelompok Pendidikan
a) Belum Sekolah 1.340 orang
b) Belum Tamat SD 838 orang
c) Tamat SD 2.028
d) SLTP/Sederajat 1.913 orang
e) SLTA/Sederajat 1.441 orang
f) D1-D2 23 orang
g) D3 34 orang
h) D4/S1 82 orang
i) S2 3 orang
j) S3 0 orang
 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
a) Laki-laki 3.910 orang
b) Perempuan 3.802 orang
b. Kondisi Wilayah Desa Sawahdadap
Desa Sawahdadap merupakan salah satu Desa dalam wilayah Kecamatan
Cimanggung Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa barat Indonesia dengan luas
wilayah 217. 029 hektar, ketinggian bervariasi antara 715 meter sampai dengan 1.900
meter di atas permukaan laut. 8

Secara administratif desa Sawahdadap berbatasan dengan:

Sebelah Utara : Desa Cikahuripan;


Sebelah Selatan : Desa Mangunarga dan Desa Sukadana;
Sebelah Timur : Desa Cikahuripan dan Desa Sukadana;
Sebelah Barat : Desa Mangunarga

Wilayah desa ini meliputi tiga Dusun, Dusun I (Kampung Legok, Kampung
Cimuncang, Kampung Cuklik, Kampung Pasung dan Kampung Cibitung), Dusun II
(Kampung Babakankananga, Kampung Cijengkol, Kampung Cigulampok dan
Kampung Naringgul). Sedangkan Dusun III (Kampung Pamatang dan Kampung
Cisurupan). Dusun II kampung Cigulampok merupakan pusat pemerintahan desa
Sawahdadap.

Di belakang permukiman dusun I dan II sebelah utara terdapat areal perkebunan


yang ditanami jenis tanaman musiman seperti; jagung, ketela, pisang dan tanaman
keras lainnya. Di beelakang daerah perkebunan terdapat hutan dengan berbagai jenis
vegetasi hutan. Di bagian timur sedang dikembangkan Perumahan Rakyat di bawah
PT GRIYA SEMPURNA dan masih banyak investor lainnya yang melirik kawasan
Timur desa Sawahdadap.

Dibagian selatan pemukiman dusun I dan II terdapat areal kawasan industri PT


DWIPURA ABADI dengan banyak jenis industry seperti industry tekstil, makanan,
percetakan suku cadang kendaraan roda dua / roda empat dan masih banyak rencana

8
Wawancara dengan Mamad Abdul Somad (tokoh Masyarakat) Senin, 28 Oktober 2019 pukul 16.08 –
17.00 di kantor desa Sawahdadap kecamatan Cimanggung kabupaten Sumedang provinsi Jawa Barat
industri jenis lainnya yang akan berinvestasi dikawasan industry tersebut. Daerah ini
beriklim tropis. Musim kemarau biasanya jatuh pada bulan April sampai dengan
September, dan musimm hujan berlangsung dari bulan Oktober sampai bulan Mei.
Curah hujan berkisah antara 1.082, sampai dengan 2.409 milimeter pertahun dengan
jumlah haru hujan antara 113 sampai dengan 160 hari per tahun. Udara sejuk dan
menyegarkan dengan suhu sekitar 23 OC, bulan Februari dan Mei merupsksn bulan
terpanas yang mencapai suhu sekitar 26 OC, dan bulan September adalah bulan
dengan udara dingin dengan suhu yaitu 21 OC. Keadaan udara tidak terlalu lembab.

D. Sejarah Kampung Cimuncang

Kondisi masyarakat Cimuncang pada saat ini, khususnya dalam hal moralitas,
maka akan ditemukan satu kenyataan yang rasanya tidak cukup meemuaskan. Saat
ini, umat islam di Kecamatan Cimanggung sudah terlalu terlena dengan ilmu-ilmu
pengetahuan yang semakin banyaknya dan pada akhirnya menjauhkan mereka dari
nilai-nilai keislaman yang sebenarnya. Di lain pihak, golongan umat yang lebih
sedikit mengenyam pendidikan justru menjadi fanatic terhadap islam dan kemudian
melakukan tindakan-tindakan yang menjurus pada radikalisme . dari kondisi ini dapat
terlihat bahwa umat islam di Kampung Cimuncang tepatnya Kecamatan Cimanggung
masih terjebak dalam suatu ketersesatan karena tidak sanggup menunjukkan nilai-
nilai keislaman meskipun sudah mengakui islam sebagai agamanya. Mulai dari kasus
AIDS, perbedaan paham mengakibatkan terjadinya bentrokan, dan lain-lain. Semua
ini bisa teerjadi karena masih kurangnya pemahaman akan moralitas yang benar
tentang agama islam oleh sebagian besar umat islam di Kecamatan Cimanggung.
Dengan kata ini penanaman benih-benih keislaman umat meelalui pendidikan
tidaklah cukup berhassil dalam prakteknya. 9

9
Wawancara dengan pak Toto Rahmat (tokoh agama) kamis, 24 oktober 2019 17.25-18.00 di
kampung Cimuncang desa Sawahdadap kecamatan Cimanggung kabupaten Sumedang
Tantangan terhadap pengembangan moralitas muncul dari individu dann
kelompok. Individu yang terlibat dalam penyimpangan moralitas munngkin kurang
mendapat sentuhan keagamaaan atau terkena dampak dari lingkungan sosial dan
budaya yang kurang memeentingkan nilai-niilai keagamaan. Berhubung jumlah
mereka sangaat banyak dan faktor penyebabnya sangat berragam maka upaya unttuk
mengidentifikasi dan mencari langkah antisipasinya menjadi tidak mudah pula.
Sementara itu, penyimpangan moral yang diilakukan oleh sekelompook orang atauu
individu yang mengidinsipasikan adanya tindakan yang terorganisir. Mereka sudah
memiliki target tertentu, metode kerja yang sudah tersusun rapih, personil handal, dan
professional tak dapat dielakkan. Kita memerlukan orang-orang yang memusatkan
perhatian pada pengembangan dakwah, termasuk pembinaan moral. Organisasi islam
yang beragam harus bekerjasama, berbagi tugas dan salingg menduukung.
Pengembangan moralitas harus dilakukan melalui berbagai jalur, sepertii pendidikan,
budaya, ekonomi, poolitik dan sebagainya. Hanya dengan cara kerja sepeerti inilah
pengembangan moralitas akan membuahkan hasil yang maksimal.10

a) Tantangan Dakwah yang dihadapi


 Tantangan Pada Masyarakat

Jika menilik agama mayoritas etnis Sunda hari ini, paparan Jakob Sumardjo
tersebut bisa jadi benar. Namun kenyataannya, beberapa daerah di Jawa Barat dengan
mayoritas etnis Sunda sampai sekarang masih ada sistem kepercayaan lain di luar
Islam atau agama-agama lain yang diakui pemerintah. Salah satunya, dan mungkin
yang paling terkenal, adalah Sunda Wiwitan. Edi S. Ekadjati dalam Kebudayaan
Sunda: Suatu Pendekatan Sejarah  (1995), dengan mengambil contoh masyarakat
Kanékés di Banten, mencoba menjelaskan tentang Sunda Wiwitan. “Wiwitan berarti
mula, pertama, asal, pokok, jati. Dengan kata lain, agama yang dianut oleh orang
10
Wawancara dengan ibu Komariah (tokoh masyarakat) sabtu, 26 oktober 2019 17.00-17.30 di
kampung Cimuncang desa Sawahdadap Kecamatan cimanggung kabupaten Sumedang Provinsi Jawa
Barat.
Kanékés ialah agama Sunda asli. Menurut Carita Parahiyangan adalah agama
Jatisunda," tulisnya seraya mengakui informasi yang ia dapatkan terhitung sedikit
karena orang Kanékés cenderung tertutup membicarakan kepercayaannya.  Ia
menambahkan, jika isi agama Sunda Wiwitan dideskripsikan, tampak keyakinan
kepada kekuasaan tertinggi pada Sang Hiyang Keresa (Yang Maha Kuasa) atau Nu
Ngersakeun (Yang Menghendaki). Disebut pula Batara Tunggal (Tuhan Yang Maha
Esa), Batara Jagat (Penguasa Alam), dan Batara Seda Niskala (Yang Gaib), yang
bersemayam di Buana Nyungcung. Semua dewa dalam konsep agama Hindu
(Brahma, Wisnu, Syiwa, Indra, Yama, dan lain-lain) tunduk kepada Batara Séda
Niskala. Dalam mitologi orang Kanékés, ada tiga macam alam:  (1) Buana
Nyungcung, tempat bersemayam Sang Hiyang Keresa, yang letaknya paling atas; (2)
Buana Panca Tengah, tempat manusia dan makhluk lain berdiam; dan (3) Buana
Larang, yaitu neraka yang letaknya paling bawah. Antara Buana Nyungcung dan
Buana Panca Tengah terdapat 18 lapisan alam, tersusun dari atas ke bawah. Lapisan
teratas bernama Bumi Suci Alam Padang atau menurut kropak 630 bernama Alam
Kahiyangan atau Mandala Hiyang. Lapisan alam ini tempat tinggal Nyi Pohaci
Sanghiyang Asri dan Sunan Ambu. Sang Hiyang Keresa menurunkan tujuh batara di
Sasaka Pusaka Buana. Salah satu dari 7 batara itu ialah Batara Cikal, yang dipercaya
paling tua, yang dianggap leluhur orang Kanékés. Keturunan batara yang lain
memerintah di daerah-daerah lain (Karang, Jampang, Sajira, Jasinga, Bongbang, dan
Banten). “Kata menurunkan (nurunkeun) pada hubungan Sang Hiyang Keresa dengan
7 batara, bukan berarti melahirkan seperti layaknya orangtua kepada anaknya,
melainkan mendatangkan (dari Buana Nyungcung ke Buana Tengah). Dari nama-
nama batara (Wisawara, Wisnu, Brahma), tampak masuknya pengaruh agama Hindu
ke dalam sistem kepercayaan orang Kanékés," 

b) Tantangan Kepercayaan Warisan Leluhur dan Bentuk Musyrik di


Masyarakat
 Menanam sebatang pokok pisang di halaman atau rumah yang baru selesai
dibina dianggap dapat membawa sial pada penghuni rumah itu.
 jika bunga ditanam ditempat berdaun lebat dianggap dapat memiliki
banyak rezeki, jika sebatang pokok beringin yang ditanam di halaman
istana tumbang, hal ini pertanda akan terjadi penggulingan pimpinan
negara, jika bunga teratai berkembang, hal ini pertanda bahwa dewa-dewa
turun memberkatinya. Orang India mempersembahkan bunga teratai putih
untuk Dewa Syiwa, bunga teratai merah untuk Dewa Brahma, dan bunga
teratai biru untuk Wishnu.
 Orang-orang Budha beranggapan bahwa jika bunga teratai tengah
berkembang berarti roh-roh Budha tengah bersukaria.
Orang-orang China beranggapan bahwa dengan membuat bubur kacang
merah pada sembahyang Tang Ceh, roh-roh jahatpun akan pergi terusir.
  Cabai merah disajikan ketika terjadi hujan berhari-hari. Mengapa?
Karena mereka menganggap dengan itu hujan akan cepat berhenti.
 Jika terjadi musim penyakit, ditaruhlah bawang merah, lempuyang, dan
sejenis rumput agar roh-roh pembawa penyakit tidak mendekati rumah.
  Orang-orang China pada upacara Peh Cun menaruh rumput Ciang Pow
(Acerus Calamus) di atas pintu, agar roh orang suci yang membunuh diri
turun memberkati si empunya rumah.
  Jika sebatang pohon Natal dipasang ditengah rumah, dianggap roh Yesus
akan turun memberi pengampunan.
 Jika anak-anak kecil terserang penyakit perut digantungkanlah sepotong
aur kuning pada leher anak itu karena menganggap aur kuning dapat
menolak penyakit. 
 Mengambil daun pisang beserta pelepahnya pada petang hari dianggap
dapat menyebabkan kematian dalam perjalanan.
  Pohon anjuang yang di tanam di sawah dan ladang dianggap dapat
mengusir hantu pembawa hama tanaman. Pohon anjuang yang ditanam di
kuburan dianggap dapat menghindarkan gangguan hantu kubur pada roh-
roh mati dalam kuburan.
  Pohon leci yang tengah berbuah dianggap sebagai pertanda roh-roh nenek
moyang tengah berpesta pora.
 Merangkai bunga melati pada malam hari dianggap dapat menghadirkan
roh-roh gadis remaja.
  Burung hantu yang bersuara pada malam hari dianggap sebagai pertanda
akan ada perempuan melahirkan.
 Kupu-kupu yang masuk ke rumah dianggap sebagai pertanda akan datang
seorang tamu.
 Burung hamah yang bersuara dianggap sebagai pertanda akan terjadi
pembunuhan balas dendam
 Mempercayai bahwa berjabat tangan dengan orang yang pernah berjabat
tangan dengan orang yang secara berantai sampai kepada orang yang
pernah berjabat tangan dengan Rasulullah akan masuk surga.
 Mendapatkan barakah dengan mencucup tangan para ulama. Demikian itu
dikerjakan dengan kepercayaan bahwa berkah Allah kepada ulama itu
akan berlimpah kepadanya.
 Mempercayai beberapa ulama tertentu itu keramat serta menjadi kekasih
Allah sehingga terjaga dari berbuat dosa. Andakata pun berbuat dosa,
maka sekedar sengaja diperbuatnya untuk menyembunyikan kesucianya
tidak dengan niat maksiat.
 Memakai ayat-ayat al-Qur’an untuk azimat menolak bala’, pengasihan
dan sebagainya.
 Mengambil wasilah (perantara) orang yang telah mati untuk mendo’a
kepada Allah. Mereka berziarah ke kuburan para wali dan ulama besar
serta memohon kepada Allah agar do’a (permohonan) orang yang
berziarah kuburnya itu dikabulkan. Ada yang memohon dapat jodoh,
anak, rizki, pangkat, keselamatan dunia akhirat dan sebagainya. Mereka
percaya dengan syafa’at (pertolongan) arwah para wali dan ulama itu,
permohonan atau doa mesti dikabulkan Allah karena wali dan ulama itu
kekasih-nya11

E. Metode dan Media Dakwah yang Dilakukan di Kampung Cimuncang


1. Metode Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat Kampung Cimuncang mayoritas hanya
sampai tingkat Sekolah Dasar (SD). Namun hal tersebut bukan berarti mereka kurang
berminat terhadap pendidikan, mayoritas beralasan bahwa menempuh pendidikan
sampai tingkat SD sudah cukup karena pada akhirnya mereka hanya akan menjadi
petani mengingat potensi pertanian di Kampung Cimuncang cukup besar. Minat
mereka terhadap pendidikan terutama pendidikan agama Islam sangat besar sehingga
menjadikan metode pendidikan ini menjadi cukup potensial untuk mengajarkan
ajaran Islam. 12
Bentuk pendidikan keagamaan ini dapat ditemukan mulai dari pendidikan
formal seperti dibangunnya Madrasah Ibtidaiyah (MI), Raudhatul Athfal (RA), dan
Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) di Kampung Cimuncang. Selain itu media
pendidikan non formal di Kampung Cimuncang seperti pengajian rutin ibu-ibu
Kampung Cimuncang yang dilaksanakan setiap hari rabu dan sabtu, pengajian bapak-
bapak setiap malam jum’at, pengajian anak-anak setiap maghrib di mesjid atau di
kediaman tokoh-tokoh agama Kampung Cimuncang. Setiap pengajian rutin ataupun
pengajian anak-anak di kampung Cimuncang tidak pernah sepi jamaah, hal ini
membuktikan bahwa metode pendidikan ini sangat berhasil diterapkan di Kampung

11
Sumedangtandang.com/sumeedang/profil/sejarah.htm dikutip pada 03-11-19 Pukul 12.55
12
Wawancara dengan pak Toto Rahmat (tokoh agama) kamis, 24 oktober 2019 17.25-18.00 di
kampung Cimuncang desa Sawahdadap kecamatan Cimanggung kabupaten Sumedang
Cimuncang. Kesadaran masyarakat kampung Cimuncang sudah sangat tinggi
terhadap ajaran Islam, para orang tua sudah mulai sadar akan pentingnya
mengajarkan anak-anaknya mengenai pengetahuan agama sedari kecil. Para orangtua
pun sudah merasa dirinya butuh terhadap pengetahuan agama sehingga mereka sering
menghadiri majlis-majlis dakwah di tempat tinggal mereka.13
2. Metode Kesenian
Kampung Cimuncang adalah salah satu daerah yang sejak zaman dahulu
sangat erat mempercayai budaya dan kepercayaan leluhur. Kepercayaan tersebut
belum sepenuhnya murni benar menurut ajaran Islam, namun masih bercampur ajaran
Hindu yang di anut nenek moyang mereka sebelum ajaran Islam masuk ke daerah ini.
Sejak dulu budaya yang selalu di lestarikan oleh masyarakat Kampung Cimuncang
adalah kesenian-keseniannya. Hal ini membuat minat masyarakat Cimuncang sangat
besar pada bidang kesenian. Sebagaimana para Walisongo yang berhasil
menyebarkan ajaran Islam melalui kesenian, para penggiat agama di Kampung
Cimuncang pun menempuh cara ini untuk menyebarkan ajaran Islam di Kampung
Cimuncang.

Contoh kesenian yang menjadi metode dakwah di kampung Cimuncang


adalah dengan membuat lagu-lagu bertemakan keagamaan atau lebih dkenal oleh
masyarakat Kampung Cimuncang sebagai Nadhoman. Lagu-lagu ini sesekali akan
disampaikan pada momen-momen tertentu seperti saat pengajian karena bisa menarik
perhatian jemaah dan juga lebih mudah diingat oleh mereka. Contoh lainnya seperti
saat mengadakan hajatan pernikahan, masyarakat Kampung Cimuncang selalu
mengundang grup musik islami seperti marawis, nasyid, rebana, dan lain-lain untuk
mengisi acara pengajian sebelum acara akad pernikahan dilangsungkan. Syair-syair

13
Wawancara dengan ibu Komariah (tokoh masyarakat) sabtu, 26 oktober 2019 17.00-17.30 di
kampung Cimuncang desa Sawahdadap Kecamatan cimanggung kabupaten Sumedang Provinsi Jawa
Barat.
lagu yang dilantunkan berisi ajaran-ajaran Islam yang secara tidak langsung syair
tersebut menyampaikan dakwah Islam kepada para pendengarnya.

Anda mungkin juga menyukai