Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH SERIKAT PEKERJA/SERIKAT

BURUH DAN ORGANISASI PENGUSAHA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Dewasa ini, peran serikat pekerja terhadap perusahaan sangat penting. Karena saat ini,
kita menyaksikan semakin kurangnya peran utama negara dalam tanggung jawabnya untuk
mensejahterakan kehidupan rakyat.
Secara umum pekerja/buruh adalah warga negara yang mempunyai persamaan
kedudukan dalam hukum, hal untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak
mengeluarkan pendapat, berkumpul dalam suatu organisasi serta mendirikan dan menjadi
anggota Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Era Reformasi memberikan harapan besar bagi terjadinya perubahan menuju
penyelenggaraan Negara yang lebih demokratis, transparan dan memiliki akuntabilitas tinggi
serta terwujudnya good governance.
Perubahan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 E ayat (3), UU NO 21
tahun 2000, KEP/16/MEN/2001, merupakan dasar hukum dalam melakanakan Organisasi
Serikat Pekerja (SP). Dalam konteks Ketenagakerjaan kita menerapkan sistem Hubungan
Industrial Pancasila, yang harus di pahami secara mendalam substansi dan implikasinya oleh
Pekerja dan Pengusaha.
Perjuangan buruh di Indonesia selama ini menginginkan agar buruh memiliki kekuatan
tawar (Bargainning) yang sejajar dengan pengusaha dan pemerintah dalam melaksanakan
hubungan industrial.
Pekerja/buruh merupakan mitra kerja pengusaha yang sangat penting dalam proses
produksi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya, menjamin
kelangsungan perusahaan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada
umumnya.
Sehubungan dengan hal itu Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang merupakan sarana untuk
memperjuangkan kepentingan pekerja haruslah memiliki rasa tanggung-jawab atas kelangsungan
perusahaan dan begitu pula sebaliknya, pengusaha harus memperlakukan pekerja sebagai mitra
sesuai harkat dan martabat kemanusiaan. Serikat pekerja/serikat buruh didirikan secara bebas,
terbuka, mandiri, demokratis, dan juga bertanggung jawab oleh pekerja/buruh untuk
memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh dan keluarganya.
Keberadaan Serikat Buruh mutlak dibutuhkan oleh pekerja. Berkumpul untuk bersatunya
buruh dalam Serikat Buruh secara filosofi diibaratkan Muchtar Pakpahan, seperti sapu lidi,
kendaraan umum, burung gelatik, main catur, memancing ikan, solidaritas atau berani mati.
Melalui Serikat Buruh, diharapkan akan terwujud hak berserikat buruh dengan maksimal.
Buruh dapat memperjuangkan kepentingannya. Sayangnya hak berserikat yang merupakan
bagian dari hak asasi manusia yang sudah bersifat universal belum dipahami oleh pengusaha dan
pemerintah.
Pengusaha seringkali menganggap keberadaan Serikat Buruh sebagai pengganggu untuk
melaksanakan hak prerogratifnya dalam mengatur jalannya usaha. Pemerintah seringkali
menganggap aktivitas Serikat Buruh dalam mengembangkan organisasinya merupakan ancaman
stabilitas dan keamanan nasional.
Menjadi anggota serikat pekerja adalah kekuatan pekerja untuk menghilangkan
permasalahan yang dihadapi seperti gaji yang rendah, buruknya kondisi pelayanan kesehatan dan
perlindungan kerja, PHK sepihak dan sebagainya. Karena sebagai individu mereka tidak akan
mampu melawan kombinasi yang hebat antara pemodal dan manajemen. Melalui serikat pekerja
mereka terlindungi kepentingannya, dapat menyuarakan aspirasinya kepada pengusaha,
peningkatan kondisi-kondisi kerja melalui perjanjian kerja bersama.
Hak menjadi anggota Serikat Pekerja/Serikat Buruh merupakan hak asasi pekerja yang
telah dijamin didalam Pasal 28 Undang Undang Dasar 1945 dan untuk mewujudkan hak tersebut,
kepada setiap pekerja/buruh diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mendirikan dan
menjadi anggota serikat pekerja, dimana Serikat Pekerja/Serikat Buruh berfungsi sebagai sarana
untuk memperjuangkan, melindungi dan membela kepentingan dan juga meningkatkan
kesejahteraan pekerja dan keluarganya, dimana dalam menggunakan haknya tersebut
pekerja/buruh dituntut bertanggung jawab untuk menjamin kepentingan yang lebih luas yaitu
kepentingan Bangsa dan Negara oleh karena itu penggunaan hak tersebut dilaksanakan dalam
kerangka hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.
Hak berserikat bagi pekerja/buruh sebagaimana diatur dalam Konvensi International
Labour Organization (ILO) Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak
Untuk Berorganisasi dan Konvensi ILO Nomor 98 Tentang Hak Untuk Berorganisasi dan
Berunding Bersama. Konvensi tentang hak berserikat bagi pekerja/buruh ini telah diratifikasi
oleh Indonesia menjadi bagian dari peraturan perundang-undangan nasional.
Berlakunya dasar-dasar daripada hak untuk berorganisasi dan untuk berunding bersama
sudah diratifikasi oleh Indonesia menjadi bagian dari Peraturan PerUndang-Undangan Nasional
yakni Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja dimana Pekerja
merupakan mitra kerja Pengusaha yang sangat penting dalam proses produksi dalam
meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya serta menjamin kelangsungan perusahaan
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Undang-undang No.21 Tahun 2000 menggunakan istilah serikat pekerja/serikat buruh
bukan serikat pekerja atau serikat buruh saja. Kedua istilah itu sebenarnya sama saja dan tidak
ada perbedaan. Judul semula yang diajukan oleh Presiden ke DPR melalui suratnya
No.R.01/PU/I/2000 adalah RUU tentang serikat pekerja. Dalam proses pembahasan di DPR
penggunaan istilah serikat pekerja disetujui menjadi serikat pekerja/serikat buruh. Penggunaan
kedua istilah tersebut dilakukan untuk mengadopsi keinginan dari berbagai organisasi
pekerja/buruh yang menggunakan kedus istilah alternatif tersebut untuk menyebut nama
organisasinya masing-masing.

1.2    RumusanMasalah
1.      Apa itu serikat pekerja dan organisasi pengusaha?    
2.      Bagaimana kerjasama pengusaha serikat pekerja dan pemerintah?
3.      Apa itu kesepakatan kerja bersama?
4.      Bagaimana pengaturan hak dan kewajiban  secara makro?
5.      Bagaimana pengaturan hak dan kewajiban secara mikro?

SERIKAT KERJA
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Organisasi Pengusaha
2.1.1 Serikat Pekerja/Serikat Buruh
A. Pengertian Pekerja/Serikat Buruh
Pekerja/buruh merupakan mitra kerja pengusaha yang sangat penting dalam proses
produksi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya, menjamin
kelangsungan perusahaan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada
umumnya.

Pengertian Serikat Pekerja/Serikat Buruh menurut Pasal 1 ayat 1 Undang- Undang No. 21


Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk
pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka,
mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi
hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya.

Didalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat, Buruh


terbagi menjadi dua yaitu Serikat Pekerja/Serikat Buruh di perusahaan dan Serikat
Pekerja/Serikat Buruh di luar perusahaan. Pada Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.21 tahun
2000, Serikat Pekerja/Serikat Buruh di perusahaan ialah serikat pekerja/serikat buruh yang
didirikan oleh para pekerja/buruh di satu perusahaan atau di beberapa perusahaan. Pada Pasal 1
angka 3 Undang-Undang No.21 tahun 2000, Serikat Pekerja/Serikat Buruh di luar perusahaan
ialah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh yang tidak bekerja di
perusahaan.

Serikat Pekerja/Buruh dapat membentuk Federasi Serikat Pekerja/Buruh maupun


Konferensi Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Pada Pasal 1 angka 4 Undang- Undang No.21 tahun
2000, Federasi serikat pekerja/serikat buruh ialah gabungan serikat pekerja/serikat buruh.
Adapun pada Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No.21 tahun 2000, Konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh ialah gabungan federasi serikat pekerja/serikat buruh.

Federasi serikat pekerja adalah bentukan dari sekurang-kurangnya 5 serikat pekerja. Dan
Konfederasi serikat pekerja merupakan gabungan dari sekurang-kurangnya 3 federasi serikat
pekerja.

Pada dasarnya sebuah serikat pekerja harus terbuka untuk menerima anggota tanpa
membedakan aliran politik, agama, suku dan jenis kelamin. Jadi sebagai seorang karyawan di
suatu perusahaan, anda hanya tinggal menghubungi pengurus serikat pekerja di kantor anda,
biasanya akan diminta untuk mengisi formulir keanggotaan untuk data. Ada pula sebagian
serikat pekerja yang memungut iuran bulanan kepada anggotanya yang relatif sangat kecil
berkisar Rp. 1,000 - Rp. 5,000, gunanya untuk pelaksanaan-pelaksanaan program penyejahteraan
karyawan anggotanya. Tidak mahal kan? Tidak akan rugi ketika kita tahu apa saja keuntungan
yang didapat.

Dalam Pasal 14, UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Buruh/Serikat Pekerja tertera
bahwa seorang pekerja/buruh tidak boleh menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja/serikat
buruh di satu perusahaan. Apabila seorang pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan namanya
tercatat di lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, yang bersangkutan harus menyatakan
secara tertulis satu serikat pekerja/serikat buruh yang dipilihnya.

Setiap serikat pekerja/serikat buruh hanya dapat menjadi anggota dari satu federasi
serikat pekerja/serikat buruh (Pasal 16 UU No. 21 tahun 2000). Dan demikian pula sebuah
federasi hanya dapat menjadi anggota dari satu konfederasi. UU No. 21 tahun 2000.

Pekerja/buruh menurut UU No.21 tahun 2000 ialah setiap orang yang bekerja dengan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Dari definisi tersebut terdapat dua unsur yaitu
orang yang bekerja dan unsur menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Hal ini berbeda
dengan definisi tenaga kerja yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
masyarakat.

B. Sifat Serikat Pekerja/Serikat Buruh


Serikat pekerja/serikat buruh bebas dalam menentukan asas organisasinya tetapi tidak
boleh menggunakan asas yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
dikarenakan Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai
sifat antara lain :
1. Bebas ialah sebagai organisasi dalam melaksanakan hak dan kewajibannya, serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh tidak dibawah
pengaruh ataupun tekanan dari pihak manapun.
2. Terbuka ialah dalam menerima anggota ataupun dalam memperjuangkan kepentingan
pekerja/buruh tidak membedakan aliran politik, agama, suku bangsa, dan jenis kelamin.
3. Mandiri ialah dalam mendirikan, menjalankan dan juga mengembangkan organisasi
ditentukan oleh kekuatan sendiri tidak dikendalikan oleh pihak lain di luar organisasi.
4. Demokratis ialah dalam melakukan pembentukan organisasi, pemilihan pengurus,
memperjuangkan dan juga melaksanakan hak dan kewajiban organisasi dilakukan sesuai dengan
prinsip demokrasi.
5. Bertanggung jawab ialah untuk mencapai tujuan dan melaksanakan hak dan
kewajibannya, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh bertanggung jawab kepada anggota, masyarakat, dan negara.

C. Tujuan Serikat Pekerja/Serikat Buruh


Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-undang No.21 Tahun 2000, Serikat Pekerja
/Buruh, federasi dan konfederasi Serikat Pekerja/Buruh bertujuan untuk memberikan
perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak
bagi pekerja/buruh dan keluarganya.

Berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003


Tentang Ketenagakerjaan, serikat pekerja merupakan organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan
untuk pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka,
mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi
hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.

Sesuai dengan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang


Ketenagakerjaan, dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja dan serikat pekerja
mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi
kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan,
dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota
beserta keluarganya.

Secara luas tujuan dari keberadaan serikat buruh/pekerja adalah :


1. Mengisi cita – cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, demi terwujudnya
masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil secara materi dan spiritual, khususnya masyarakat
pekerja berdasarkan pancasila;
2. Melindungi dan membela hak dan kepentingan pekerja;
3. Terlaksananya hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan;
4. Terhimpun dan bersatunya kaum pekerja di segala kelompok industrial barang dan jasa
serta mewujudkan rasa kesetiakawanan dan menumbuhkembangkan solidaritas diantara sesama
kaum pekerja;
5. Terciptanya perluasan kesempatan kerja, meningkatkan produksi dan produktivitas;
6. Terciptanya kehidupan dan penghidupan pekerja Indonesia yang selaras, serasi dan
seimbang menuju terwujudnya tertib sosial, tertib hukum dan tertib demokrasi;
7. Meningkatkan kesejahteraan pekerja serta memperjuangkan perbaikan nasib, syarat –
syarat kerja dan kondisi serta penghidupan yang layak sesuai dengan kemanusiaan yang adil dan
beradab.
Sedangkan menurut UU No.21 tahun 2000 mengenai Serikat Buruh/Serikat Pekerja,
Fungsi serikat mencakup pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), penyelesaian perselisihan
industrial, mewakili pekerja di dewan atau lembaga yang terkait dengan urusan perburuhan, serta
membela hak dan kepentingan anggota serikat.

D. Perkembangan Serikat Buruh/Pekerja Di Indonesia


Tanggal 1 Mei 1886 adalah merupakan puncak demonstrasi di Kota Chicago Amerika
Serikat dan merupakan simbol kemenangan buruh sedunia diputuskan dalam Kongres
International Labour Organisation (ILO) pertama tahun 1889 di kota Paris Perancis. Maka setiap
tanggal 1 Mei diseluruh dunia diperingati sebagai Hari Buruh, tak terkecuali di Indonesia.
Kegiatan - kegiatan yang menyulut emosionalisasi kebersamaan dalam perjuangan pekerja santer
dikumandangkan, bahkan di Medan Sumatera Utara (Mei Day 2007) sebelum hari peringatan
sudah ada kegiatn serikat pekerja unjuk rasa damai menuntut perbaikan kesejahteraan pekerja.
Momentum Hari Buruh dimanfaatkan pekerja untuk merepleksikan diri terhadap perjuangan dan
cita – cita pekerja menuju kehidupan yang lebih baik.

Organisasi buruh sedunia International Labour organization (ILO) merupakan kanalisasi


serikat pekerja antar bangsa yang selalu menyuarakan peningkatan perlindungan dan
kesejahteraan buruh dijagat raya ini.

Menurut DR. Susetiawan Organisasi Buruh yang pertama berdiri di Indonesia berdiri


pada tahun 1897 didirikan oleh orang orang eropa dan secara eksklusif beranggotakan orang -
orang Eropa. Kemunculan organisasi ini lebih diinspirasikan oleh gerakan buruh di Nederland,
pada waktu itu disebabkan oleh kondisi - kondisi kerja yang kurang baik dikalangan pekerja
Eropa di Indonesia. Organisasi buruh pertama dengan nama N.I.O.G (Ned Ind Onderw
Genootschm) memiliki anggota para pegawai swasta Eropa.

Pribumi Indonesia yang memiliki pekerjaan - pekerjaan terendah dalam hirarki kolonial,
oleh karenanya tidak diizinkan untuk menjadi anggota. Pada tahun 1908 Organisasi pertama
buruh indonesia dengan keanggotaan campuran antara orang eropa dan indonesia didirikan
.Organisasi tersebut bernama V.S.T.P (Vereeneging van Spoor en Tramweg Personeel) di
Pimpin oleh seorang Jawa yaitu Semaun. Setelah 1965, seluruh serikat pekerja/buruh di
Indonesia dipaksa bergabung dengan sebuah organisasi yang dipayungi pemerintah dibawah
nama Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI).

Pada tanggal 20 februari 1973 lahirlah deklarasi buruh seluruh indonesia yang naskahnya
yang antara lain membentuk organisasi bernama FBSI (Federasi Serikat Pekerja Seluruh
Indonesia) sebagai induk organisasi yang ditopang oleh 21 serikat pekerja buruh lapangan.
Selanjutnya Istilah Federasi dan buruh menurut Menteri Tenaga Kerja pada waktu
itu Sudomo tidak sesuai dengan hubungan industrial di Indonesia sebab mereferensi situasi
demoksrasi-demokrasi liberal, maka pada Tahun 1985 organisasi tersebut akhirnya diberi nama
baru menjadi Serikat pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Pada era reformasi SPSI berkembang
menjadi Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K. SPSI).
Menurut Drs. Mardjono perkembangan Serikat Pekerja yang terdaftar di Depnakertrans hingga
Mei 2000 meliputi :
 Unit Kerja/Tingkat Perusahaan : 9.820 SP
 SP Tingkat Nasional BUMN : 44 SP
 Serikat Pekerja Tingkat Nasional Swasta : 46 SP
 Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia : 23 Federasi
Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No. 98 tahun 1984 dengan UU No. 18 tahun
1956, konvensi dimaksud mengandung dua pokok penting yaitu Hak Berorganisasi dan Hak
Berunding bahkan Pemerintah dan DPR RI telah mengesahkan UU No. 21 tahun 2000 tentang
Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Organisasi Serikat Pekerja terbesar di Indonesia adalah Konfederasi Serikat pekerja


Seluruh Indonesia (K. SPSI), secara historis telah berumur berumur 35 tahun tepatnya tanggal 20
Februari 2008 yang sering disebut Hari Pekerja Indonesia (HAPERI ke - 35).

E. Organisasi Serikat Pekerja/Buruh


Kemajuan Industrialisasi berdampak pada menanjaknya kebutuhan Tenaga Kerja.
Dengan semakin banyaknya penggunaan tenaga kerja maka semakin banyak menimbulkan
pemasalahan dan gesekan-gesekan yang akhirnya dapat menimbulkan keresahan unjuk rasa dan
pemogokan. Keberadaan organisasi SP sangatlah penting karena dapat menjadi patner dengan
pengusaha dalam rangka memajukan usaha dan menciptakan iklim kondusif. 

Oleh karenya pemerintah mengeluarkan suatu peraturan perundang-undangan yang


memberikan arah dan tujuan keberadaan SP/SB dari hasil UU No. 18 tahunn 1956 yang telah
meratifikasi Konvensi ILO No. 98 tahun 1949 tentang Hak Berserikat dan berunding bersama.
Dan yang terakhir dikeluarkan UU No. 21 tahun 2000 tentang SP/SB. Menurut Soedarjadi,
SH yang dimaksud Organisasi Serikat Pekerja dalam Konvensi ini, antara lain :
 Pekerja harus mendapatkan perlindungan terhadap Peraturan Perundang – Undangan dan
tindakan yang membatasi hak berserikat seperti :
1.      Mempekerjakan seseorang dengan syarat dia tidak boleh menjadi anggota SP/SB atau harus
melepaskan keanggotaannya dari SP; dan
2.      Diberhentikan dari pekerjaan karena anggota atau mengikuti kegiatan SP.
 Pengusaha atau organisasi pengusah tidak boleh mengintervensi SP dan kegiatannya,
 Pengusaha dan SP didorong untuk secara sukarela berunding merumuskan kerjasama
yang memuat kondisi kerja yaitu hak dan kewajiban pekerja serta kewenangan dan kewajiban
pengusaha.
Sebagai wadah pekerja organisasi SP/SB yang telah terbentuk dengan mempunyai tujuan
untuk memberikan perlindungan, pembelaan dan meningkatkan kesejahteraan bagi anggotanya
serta mempunyai peranan dan fungsi yang sangat strategis didalam pelaksanaan Hubungan
Industrial.
Macam-macam Organisasi serikat pekerja :
1. Serikat Pekerja. Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat
pekerja dilingkungan perusahaan dengan anggota paling sedikit 10 (sepuluh )orang;
2. Federasi Serikat Pekerja. Sekurang - kurangnya 5 (lima) organisasi serikat pekerja
dapat membentuk federasi serikat pekerja.
3. Konfederasi Serikat Pekerja. Hal ini dapat dibentuk apabila ada 3 (tiga) atau lebih
Federasi Serikat Pekerja/Buruh bergabung untuk membentuknya.
Ketentuan dan syarat-syarat anggota sebagai berikut :
1. Serikat pekerja/buruh, Federasi, Konfederasi harus terbuka dalam menerima anggota
tanpa membedakan aliran politik, agama, suku dan jenis kelamin.
2. Dalam hal persyaratan keanggotaan diatur Angggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga.
3. Seorang pekerja/buruh tidk boleh menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja disuatu
perusahaan.
4. Apabila tercatat lebih dari satu, yang bersangkutan harus menyatakan secara tertulis satu
serikat pekerja yang dipilih.

F. Fungsi Serikat Buruh/Pekerja


Hak menjadi anggota Serikat Pekerja/Serikat Buruh merupakan hak asasi pekerja yang
telah dijamin didalam Pasal 28 Undang Undang Dasar 1945 dan untuk mewujudkan hak tersebut,
kepada setiap pekerja/buruh diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mendirikan dan
menjadi anggota serikat pekerja, dimana Serikat Pekerja/Serikat Buruh berfungsi sebagai sarana
untuk memperjuangkan, melindungi dan membela kepentingan dan juga meningkatkan
kesejahteraan pekerja dan keluarganya, dimana dalam menggunakan haknya tersebut
pekerja/buruh dituntut bertanggung jawab untuk menjamin kepentingan yang lebih luas yaitu
kepentingan Bangsa dan Negara oleh karena itu penggunaan hak tersebut dilaksanakan dalam
kerangka hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.

Hak berserikat bagi pekerja/buruh sebagaimana diatur dalam Konvensi International


Labour Organization ( ILO ) Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak
Untuk Berorganisasi dan Konvensi ILO Nomor 98 Tentang Hak Untuk Berorganisasi dan
Berunding Bersama. Konvensi tentang hak berserikat bagi pekerja/buruh ini telah diratifikasi
oleh Indonesia menjadi bagian dari peraturan perundang-undangan nasional.

Fungsi Serikat Pekerja/Serikat Buruh sering dikaitkan dengan keadaan hubungan


industrial. Hubungan industrial itu diartikan sebagai suatu sistem hubungan yang terbentuk
antara para pelaku didalam proses produksi barang atau jasa yang meliputi pengusaha,pekerja,
dan pemerintah.

Pengertian itu memuat semua aspek yang ada didalam suatu hubungan kerja yang terdiri dari :
1. Para pelaku : pekerja, pengusaha, pemerintah;
2. Kerja sama : manajemen-karyawan;
3. Perundingan bersama : perjanjian kerja, kesepakatan kerja bersama, peraturan
perusahaan;
4. Kesejahteraan : upah, jaminan sosial., pensiun, keselamatan dan kesehatan kerja,
koperasi, pelatihan kerja;
5. Perselisihan industrial : arbitrase, mediasi, mogok kerja, penutupan perusahaan,
pemutusan hubungan kerja.
Fungsi Serikat Pekerja/Serikat Buruh dituangkan di dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun
2000 Tentang Serikat Pekerja . Fungsi berasal dari kata function, yang artinya "something that
performs a function: or operation".

Fungsi dan peran yang dapat dilakukan sebagai lembaga organisasi serikat buruh/pekerja adalah
sebagai berikut :
1. Sebagai pihak dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama dan penyelesaian Perselisihan
Industrial;
2. Sebagai wakil pekerja buruh dalam lembaga kerja bersama dibidang Ketenagakerjaan
sasuai tingkatannya;
3. Sebagai sarana menciptakan Hubungan Industrial yang harmonis, dinamis dan
berkeadilan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
4. Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentiongan anggota;
dan
5. Sebagai perencana, pelaksanaan dan penanggung jawab, pemogokan pekerja/buruh sesuai
dengan Peraturan Perundangan-undangan yang berlaku. 
6. Sebagai wakil dari para pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham di
perusahaan.
Fungsi serikat buruh/pekerja secara khusus adalah :
1. Sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan pekerja.
2. Lembaga perunding mewakili pekerja.
3. Melindungi dan membela hak – hak dan kepentingan kerja.
4. Wadah pembinaan dan wahana peningkatan pengetahuan pekerja.
5. Wahana peningkatan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
6. Wakil pekerja dalam memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan.
7. Wakil pekerja dalam lembaga – lembaga ketenagakerjaan.
8. Wakil untuk dan atas nama anggota baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Fungsi dapat juga diartikan sebagai jabatan (pekerjaan) yang dilakukan; apabila ketua
tidak ada maka wakil ketua akan melakukan fungsi ketua; fungsi adalah kegunaan suatu hal;
berfungsi artinya berkedudukan, bertugas sebagai; menjalankan tugasnya.

Dengan demikian fungsi Serikat Buruh/Serikat Pekerja dapat diartikan sebagai jabatan,
kegunaan, kedudukan dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
F. Peranan Serikat Buruh/Pekerja
Peranan dari serikat buruh/pekerja adalah : 
1. Serikat pekerja mempunyai fungsi Kanalisasi, yaitu fungsi menyalurkan aspirasi, saran,
pandangan, keluhan bahkan tuntutan masing – masing pekerja kepada pengusaha dan sebaliknya,
serikat pekerja berfungsi sebagai saluran informasi yang lebih efektif dari pengusaha kepada para
pekerja;
2. Dengan memanfaatkan jalur dan mekanisme serikat pekerja, pengusaha dapat menghemat
waktu yang cukup besar menangani masalah – masalah ketenagakerjaan, dalam
mengakomodasikan saran – saran mereka serta untuk membina para pekerja maupun dalam
memberikan perintah – perintah, daripada melakukannya secara individu terhadap setiap pekerja;
3. Penyampaian saran dari pekerja kepada pimpinan perusahaan dan perintah dari pimpinan
kepada para pekerja, akan lebih efektif melalui serikat pekerja, karena serikat pekerja sendiri
dapat menseleksi jenis tuntutan yang realistis dan logis serta menyampaikan tuntutan tersebut
dalam bahasa yang dapat dimengerti dan diterima oleh direksi dan perusahaan;
4. Dalam manajemen modern yang menekankan pendekatan hubungan antar manusia
( Human Approach ), diakui bahwa hubungan nonformal dan semiformal lebih efektif atau
sangat diperlukan untuk mendukung daripada hubungan formal. Dalam hal ini serikat pekerja
dapat dimanfaatkan oleh pengusaha sebagai jalur hubungan semi formal;
5. Serikat pekerja yang berfungsi dengan baik, akan menghindari masuknya anasir – anasir
luar yang dapat mengganggu kelancaran proses produksi dan ketenagakerjaan, jika di suatu
perusahaan tidak ada PUK SPSI atau bila PUK SPSI tidak berfungsi dengan baik, maka anasir
luar dengan dalih memperjuangkan kepentingan pekerja akan mudah masuk mencampuri
masalah intern perusahaan. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa campur tangan LSM,
LBH dan pihak luar lainnya ke perusahaan lebih banyak menambah rumitnya persoalan daripada
mempercepat penyelesaian masalah;
6. Mewakili pekerja pada Lembaga Tripartit dan Dewan Pengupahan pada Lembaga
Departemen Tenaga Kerja sesuai tingkatan; 

G. Hak Serikat Pekerja/Serikat Buruh


Berlakunya dasar-dasar daripada hak untuk berorganisasi dan untuk berunding bersama
sudah diratifikasi oleh Indonesia menjadi bagian dari Peraturan PerUndang-Undangan Nasional
yakni Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja dimana Pekerja
merupakan mitra kerja Pengusaha yang sangat penting dalam proses produksi dalam
meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya serta menjamin kelangsungan perusahaan
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Hak untuk menjadi anggota dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh merupakan hak asasi dari
pekerja/buruh yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 28. Hak dari Serikat
Buruh/Pekerja yang telah mempunyai Nomor Bukti Pencatatan yang syah antara lain :
1. Membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha;
2. Mewakili pekerja dalam menyelesaikan perselisihan industrial;
3. Mewakili pekerja dalam lembaga ketenagakerjaan;
4. Membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan
kesejahteraan pekerja; dan
5. Melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
H. Kewajiban Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan, serikat pekerja merupakan organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan
untuk pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka,
mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi
hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.

Sesuai dengan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja dan serikat pekerja mempunyai fungsi
menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan
produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan, dan
keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota
beserta keluarganya.

Sedangkan kewajiban dari Serikat Pekerja yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan ialah :
1. Melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan
kepentingannya;
2. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya;
3. Mempertanggung-jawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan
anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya.
Pekerja juga mempunyai kewajiban yang berkaitan dengan keuangan dan harta kekayaannya.
Keuangan dan harta kekayaan serikat pekerja haruslah terpisah dari keuangan dan harta
kekayaan pribadi pengurus dan anggotanya. Keuangan serikat pekerja bersumber dari :
1. Iuran anggota yang besarnya ditetapkan dalam anggaran dasar atau anggaran rumah
tangga;
2. Hasil usaha yang sah; dan
3. Bantuan anggota atau pihak lain yang tidak mengikat.
Apabila pengurus serikat pekerja menerima bantuan dari pihak luar negeri, maka mereka wajib
untuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung-jawab di bidang
ketenagakerjaan. Bila serikat pekerja tidak memberitahukan kepada instansi pemerintah yang
berwenang tersebut, maka dapat dikenakan sanksi administrasi pencabutan nomor bukti
pencatatan serikat pekerja dan hal ini berarti bahwa serikat pekerja tersebut kehilangan haknya
sebagai serikat pekerja (Pasal 24 UU No.21 Tahun 2000).

I. Perlindungan Terhadap Serikat Pekerja


Siapapun dilarang untuk menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk
membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi anggota dan/atau
menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja dengan cara :
1. Melakukan pemutusan hubungan kerja;
2. Memberhentikan sementara
3. Menurunkan jabatan atau melakukan mutasi;
4. Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja;
5. Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun; dan
6. Melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja (Pasal 28 UU No.21 Tahun
2000).
Sanksi hukum atas pelanggaranPasal 28 tersebut di atas yang merupakan tindak pidana
kejahatan, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000.- (seratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 500.000.000.- (lima ratus juta rupiah) (Pasal 43 UU No.21 Tahun 2000).

Pengusaha harus memberi kesempatan kepada pengurus dan/atau anggota serikat pekerja untuk
menjalankan kegiatan serikat pekerja dalam jam kerja yang telah disepakati oleh kedua belah
pihak dan/atau yang diatur dalam perjanjian kerja bersama.

Memberikan kesempatan adalah membebaskan pengurus dan anggota serikat pekerja


dalam beberapa waktu tertentu dari tugas pokoknya sebagai pekerja sehingga dapat
melaksanakan kegiatan serikat pekerja.

Dalam kesepakatan kedua belah pihak dan/atau perjanjian kerja bersama harus diatur mengenai :
1. Jenis kegiatan yang diberikan kesempatan.
2. Tata cara pemberian kesempatan.
3. Pemberian kesempatan yang mendapat upah dan yang tidak mendapat upah.
2.1.2 Organisasi Pengusaha
A. Pengertian Organisasi Pengusaha
Seiring dengan meningkatnya isu di bidang perburuhan, layaknya para pekerja yang
berkumpul dan membentuk serikat buruh/pekerja, para pengusaha juga membuat satu wadah
yaitu Organisasi Pengusaha. Organisasi/Asosiasi Pengusaha ini dibentuk untuk menjadi forum
komunikasi dan bertukar pikiran untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang muncul
dalam bidang hubungan industrial dan buruh.
Menurut UU Nomor 1 Tahun 1987,  Organisasi Pengusaha adalah wadah persatuan dan
kesatuan bagi pengusaha Indonesia yang didirikan secara sah atas dasar kesamaan tujuan,
aspirasi, strata kepengurusan, atau ciri-ciri alamiah tertentu. Selain itu Organisasi Perusahaan
juga diartikan sebagai wadah persatuan dan kesatuan bagi perusahaan Indonesia yang didirikan
secara sah atas dasar kesamaan jenis usaha, mata dagangan, atau jasa yang dihasilkan ataupun
yang diperdagangkan.
Di Indonesia, terdapat beberapa organisasi pengusaha yang dijadikan sebagai wadah
persatuan dan kesatuan bagi pengusaha Indonesia, salah satu yang terbesar adalah Asosiasi
Pengusaha Indonesia yang akrab kita dengar dengan APINDO. Asosiasi Pengusaha adalah
lembaga yang dibentuk untuk mengatur dan memajukan kepentingan kolektif dari pengusaha.
Mengingat bahwa jangkauan dan isi dari kepentingan kolektif tersebut bervariasi antara satu
negara dan negara lain, struktur keanggotaan dasar dan fungsi organisasi pengusaha pun menjadi
sangat berbeda antar negara.
B. Fungsi Asosiasi Pengusaha Indonesia
APINDO berusaha menjembatani perbedaan itu dengan memelopori terjadinya
kesepakatan bipartit antara pekerja dan pengusaha. Asosiasi Pengusaha memenuhi berbagai
fungsi diberbagai bidang dan sektor diantaranya :
1. Bidang Advokasi dan Kebijakan Publik
Menciptakan suasana hubungan industrial yang kondusif antara pengusaha, pemerintah
dan pekerja/ buruh dengan melakukan upaya-upaya pembinaan, pembelaan, dan pemberdayaan
terhadap pengusaha di bidang hubungan industrial baik di tingkat internasional, nasional,
regional dan di tingkat perusahaan serta di tingkat Pengadilan Hubungan Industrial.
2. Bidang Pengupahan dan Jaminan Sosial
Mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing pelaku usaha Indonesia
serta menciptakan seluas-luasnya lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia.
3. Bidang Hubungan Internasional
Menciptakan kerjasama internasional yang mendukung iklim usaha yang kondusif di
Indonesia dengan cara meningkatkan jejaring dan kerjasama internasional dan merepresentasikan
dunia usaha Indonesia di lembaga ketenagakerjaan internasional.
4. Bidang Informasi dan Pelayanan Anggota
Pusat pelayanan baik individual anggota maupun perusahaan secara umum dalam hal
ketenagakerjaan dan hubungan industrial. Di samping itu, visi bidang informasi dan pelayanan
Anggota APINDO merupakan sebuah bagian integral dan tak terpisahkan dari keseluruhan visi
organisasi APINDO. Membangun hubungan industrial yang lebih baik ditingkat perusahaan.
Menjadi sebuah pusat pengembangan hubungan industrial yang harmonis ditingkat nasional
perlu diterjemahkan lebih lanjut ke tingkatan yang paling rendah yaitu ditingkat perusahaan.
5.Bidang Organisasi & Pemberdayaan Daerah
Meningkatkan kinerja organisasi APINDO diseluruh tingkatan mulai dari nasional,
propinsi hingga kabupaten/kota dengan memelihara dan mempertahankan kesinambungan
peranan APINDO dalam rangka menciptakan Hubungan Industrial yang harmonis dan iklim
usaha yang kondusif.
6. Bidang UKM, Perempuan Pengusaha Pekerja, gender dan Sosial
Menciptakan iklim usaha yang baik dan inovatif bagi UKM dengan cara meningkatkan
kemampuan wirausaha UKM khususnya perempuan pengusaha sehingga dapat mengembangkan
dan menciptakan lapangan kerja, meningkatkan profesionalisme dan kemampuan bersaing.

C. Sejarah Asosiasi Pengusaha Indonesia


Terlahir pada 31 Januari 1952, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) awalnya berdiri
dengan nama Badan Permusyawaratan Urusan Sosial Seluruh Indonesia. Pasca perjuangan
kemerdekaan usai, pembangunan di segala bidang mulai menjadi perhatian, salah satunya pada
bidang sosial ekonomi. Bidang ini pula yang merupakan hal baru di dunia usaha.
Seiring dengan meningkatnya isu di bidang perburuhan dan hubungan industrial, para
majikan mempertimbangkan pentingnya satu wadah yang mampu menjadi forum komunikasi
dan bertukar pikiran untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang muncul dalam bidang
hubungan industrial dan buruh. kepentingan pemerintah dan para majikan. Dalam lingkup yang
lebih luas, forum tersebut bisa menyuarakan aspirasi para majikan kepada pemerintah maupun
organisasi lain, baik di dalam dan luar negeri, yang terkait dalam dunia hubungan industrial dan
perburuhan.
Forum ini mengalami beberapa kali perubahan nama, hingga pada 31 Januari 1952,
tercetus Badan Permusyawaratan Sosial Ekonomi Pengusaha Seluruh Indonesia (PUSPI). Sesuai
dengan tuntutan perkembangan jaman, PUSPI kembali berubah nama menjadi Asosiasi
Pengusaha Indonesia (APINDO) melalui Musyawarah Nasional (Munas) APINDO II di
Surabaya, tahun 1985.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan liberalisasi perdagangan yang membawa
pengaruh signifikan bagi kehidupan masyarakat dunia, kompetisi efisiensi, produktivitas, dan
jejaring menjadi kata kunci keberhasilan negara-negara dalam menghadapi perubahan global
tersebut. Sebaliknya, perekonomian negara yang tidak dikelola secara efisien dan efektif tidak
akan mampu berkompetisi sehingga akan tertinggal dalam perubahan global.
Sementara itu, krisis multidimensi sangat mempengaruhi kondisi perekonomian nasional.
Tingginya angka korupsi, kolusi, dan nepotisme, birokrasi yang tidak efisien, peraturan yang
tidak konsisten dan rendahnya produktivitas serta maraknya tuntutan buruh, menyebabkan
ekonomi biaya tinggi yang pada akhirnya mendorong terjadinya pelarian modal secara besar-
besaran.
Konsekuensi dari kondisi seperti ini adalah meningkatnya pengangguran dan tingginya
angka kemiskinan. Salah satu upaya untuk penanganan tekanan berat terhadap perekonomian
nasional adalah membangun hubungan industrial yang sehat, aman, dan harmonis. Asosiasi
Pengusaha Indonesia (APINDO) merupakan sarana perjuangan dunia usaha untuk
merealisasikan hubungan industrial yang harmonis, dan berkesinambungan.

2.2 Kerjasama Pengusaha, Serikat Pekerja, Dan Pemerintah


1. Penanganan Perselisihan Hubungan Industrial menurut UU Penyelesaian Perselisihan 
Perburuhan Di luar Pengadilan
Dengan diberlakukannya Undang Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial, maka fungsi Panitia Perantara sebagai media Tripartit untuk
melakukan musyawarah dan P4D/P sebagai lembaga yang sah untuk memberikan penetapan
terhadap PHK dihapuskan. Dengan dihapuskannya lembaga tersebut di atas maka penyelesaian
Perselisihan akan dilakukan dengan langkah-langkah Penyelesaian di luar Pengadilan (Bipartit,
Mediasi, Konsiliasi, Lembaga Arbitrase) dan penyelesaian perselisihan melalui Pengadilan
(Pengadilan Hubungan Industrial/Lembaga PPHI).
Peran Pemerintah menjadi salah satu kunci penting di dalam banyak hal yang berhubungan
dengan Perselisihan Hubungan Industrial. Banyak cara untuk menyelesaikan perselisihan tetapi
secara teoritisada tiga kemungkinan untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, yaitu
melalui perundingan. Secara garis besar, tekhnis penanganan Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial telah diatur dalam UU Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, UU Nomor
12 Tahun 1964 Tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta dan Kepmenaker
Nomor Kep. 15A/MEN/1994 tentang Petunjuk Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
dan Pemutusan Hubungan Kerja di Tingkat Perusahaan dan Pemerantaraan. Menyerahkan
kepada juru/dewan pemisah, dan menyerahkan kepada pegawai perburuhan untuk diperantarai.  
Dalam Undang Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial bentuk-bentuk obyek perselisihan dibagi atas:
a.       Perselisihan hak, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak Akibat adanya
perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.
b.      Perselisihan Kepentingan, yaitu perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja Karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang
ditetapkan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
c.       Perselisihan pemutusan hubungan kerja, yaitu perselisihan yang timbul karena Tidak adanya
kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu
pihak.
d.      Perselisihan antar Serikat Pekerja yang dalam satu perusahaan.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 2 yahun 2004, maka prosedur penyelesaian
hubungan industrial ditempuh dalam empat tahap antara lain:
a.       Bipartit
Pengertian bipartit dalam hal ini sebagai mekanisme adalah tata cara atau proses perundingan
yang dilakukan antara dua pihak, ayitu pihak pengusaha dengan pihak pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh, antara lain, apabila terjadi perselisihan antara pengusaha dengan
pekera/buruh diperusahaan (surat edaran Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industrial
Nomor SE-01/D.PHI/XI/2004. Tujuan dilakukannya penyelesaian dengan cara Bipartit adalah
agar penyelesaian   perselisihan    terhadap Karyawan   yang   telah   melakukan pelanggaran
dapat di selesaikan secara Kekeluargaan dan dapat menghasilkan penyelesaian yang saling
menguntungkan.
b.      Mediasi
Lingkup penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi meliputi empat jenis
perselisihan yakni, perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan
perselisihan antara pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan (Pasal 1 angka 11 undang-
undang nomor 2 tahun 2004).Mediator disini adalah pengganti institusi pemerintah yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai Mediator
yang ditetapkan oleh menteri untuk bertugas melalui mediasi.
c.       Konsiliasi
Penyelesaian melalui konsiliasi, dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak yang berselisih
yang  dibuat secara tertulis untuk diselesaikan oleh Konsiliator dari daftar nama Konsiliator yang
dipanggil dan diumumkan pada kantor Instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
ketenaga kerjaan setempat. Lingkup penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui
konsiliasi meliputi tiga jenis perselisihan yakni perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan
perselisihan antara pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan (Pasal 1 angka 13 Undang-
undang Nomor 12 tahun 2004),
d.      Arbitrase
Arbitrase Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut Arbitrase adalah Lembaga Arbitrase
yang digunakan oleh Para Pihak untuk penyelesaian suatu perselisihan kepentingan di luar
Pengadilan Hubungan Industrial.Pemilihan mekanisme Arbitrasi dilakukan  melalui kesepakatan
tertulis pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada Lembaga
Arbitrase yang mana putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.Arbiter yang dimaksud
disini adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar Arbiter
yang ditetapkan oleh Menteri untuk memberikan keputusan mengenai perselisihan kepentingan.

1. Penanganan Perselisihan Hubungan Industrial Pengadilan


Dalam hal tidak tercapai penyelesaian melalui Bipartit, Mediasi, konsiliasi atau Arbitrase,
maka salah satu pihak atau para pihak dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan hubungan
industrial. Pengadilan yang dimaksud adalah Pengadilan khusus yang dibentuk dilingkungan
Pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap
perselisihan Hubungan Industrial melalui Pengadilan   Hubungan  Industrial Penggugat   harus 
melampirkan  risalah penyelesaian melalui Mediasi atau Konsiliasi, oleh karena apabila gugatan
tidak dilampiri risalah tersebut, Hakim  wajib mengembalikan gugatan kepada Penggugat. Dari
ketentuan tersebut diatas dapat kita simpulkan bahwa penyelesaian perselisihan Hubungan
Industrial diluar pengadilan sifatnya adalah wajib.Yang perlu diingat bahwa penyelesaian
perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan ditempuh sebagai alternatif terakhir, dan
secara hukum ini bukan merupakan kewajiban bagi para pihak yang berselisih, tetapi merupakan
hak. Tidak jarang ditemui adanya aparat atau sebagian pihak yang salah presepsi terhadap hal ini.
Jadi, mengajukan atau tidak mengajukan gugatan ke pengadilan hubungan industrial hanya
merupakan hak para pihak, bukan kewajiban (periksa Pasal 5, 14 dan 24 Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial).

2.3 Kesepakatan Kerja Bersama


Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)merupakan pedoman kerja sama antara pekerja dan
perusahaan dimana KKB akan membantu kedua belah pihak menyelesaikan masalah/perselisihan
dalam kerja.
Di dalam segala aktifitas pekerjaan sebuah perusahaan, sering kali muncul perselisihan
yang terjadi antara karyawan dengan pimpinan perusahaan.  Sebagai contoh masalah-masalah
yang kerap menjadi isu adalah: Isu jam kerja (lembur, pengaturan shift), absensi, kenaikan
pangkat, upah kerja, pemberhentian kerja dan masih banyak isu lainnya.
Untuk menyelesaikan berbagai masalah yang muncul, dibuatlah sebuah pedoman khusus
yang mengatur secara jelas mengenai hak dan kewajiban karyawan dan perusahaan yang lebih
kita kenal dengan nama Kesepakatan Kerja Bersama (KKB).
Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) timbul setelah diundangkannya Undang-undang
No.21 Tahun 2000. Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) digunakan untuk menggantikan
istilah sebelumnya yaitu Kesepakatan Kerja Bersama (KKB), dikarenakan pembuat undang-
undang berpendapat bahwa pengertian dari Perjanjian Kerja Bersama (PKB) sama dengan
Kesepakatan Kerja Bersama (KKB).

2.3.1 Pengertian Perjanjian Kerja Bersama


Pengertian Perjanjian Kerja Bersama (PKB) berdasarkan Pasal 1 angka 21 UU No. 13
Tahun 2003, adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat
buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan
pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Bertolak dari pengertian tersebut, tersirat bahwa di dalam perjanjian kerja bersama
terkandung hal-hal yang sifatnya obligator (memuat hak-hak dan kewajiban-kewajiban pihak-
pihak yg mengadakan perjanjian), dan hal-hal yg bersifat normatif (mengenai peraturan
perundang-undangan).
Dengan demikian, dalam suatu perjanjian kerja bersama dimungkinkan untuk memuat
kaedah yang bersifat horizontal (pengaturan dari pihak-pihaknya sendiri), kaedah yang bersifat
vertikal (pengaturan yg berasal dari pihak yg lebih tinggi tingkatannya), dan kaedah yg bersifat
diagonal (ketentuan yang berasal dari pihak yg tidak langsung terlibat dalam hubungan kerja).
2.3.2 Syarat-syarat Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama
a.       Didalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama haruslah berdasarkan filosofi yang terkandung
dalam hubungan industrial yang berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila yaitu musyawarah untuk
mufakat. Perjanjian Kerja Bersama pada dasarnya merupakan suatu cara dalam rangka
mengembangkan partisipasi pekerja untuk ikut andil dalam menentukan pengaturan syarat kerja
dalam pelaksanaan hubungan kerja, sehingga dengan adanya partisipasi tersebut diharapkan
timbul suatu sikap ataupun rasa memiliki dan juga rasa tanggung jawab terhadap kelangsungan
hidup perusahaan.
b.      Perjanjian kerja bersama dirundingkan oleh serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa
pengusaha.
c.       Dalam satu (1) perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) perjanjian kerja bersama yang berlaku
bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Apabila perusahaan itu memiliki
cabang, maka dibuatlah perjanjian kerja bersama induk yang akan diberlakukan di semua cabang
perusahaan tersebut. Lalu dapat dibuat juga perjanjian kerja bersama turunan yang akan berlaku
di masing-masing cabang perusahaan.
d.      Perjanjian kerja bersama induk itu memuat ketentuan-ketentuan yang berlaku umum bagi
seluruh cabang perusahaan dan perjanjian kerja bersama turunan itu memuat pelaksanaan dari
perjanjian kerja bersama induk yang disesuaikan dengan kondisi cabang perusahaan masing-
masing. Apabila perjanjian kerja bersama induk telah berlaku namun perjanjian kerja bersama
turunan di cabang perusahaan belum disepakati maka perjanjian kerja bersama induk tetap akan
berlaku.
e.       Pihak perusahaan haruslah melayani permintaan secara tertulis untuk merundingkan perjanjian
kerja bersama dari serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat berdasarkan Undang-undang
No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan peraturan pelaksanaannya.
f.       Perjanjian Kerja Bersama harus dibuat dalam bentuk tertulis dengan huruf latin dan
menggunakan bahasa Indonesia. Dalam hal perjanjian kerja bersama dibuat tidak menggunakan
bahasa Indonesia, maka perjanjian kerja bersama tersebut harus diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia oleh penerjemah resmi yang telah disumpah dan hasil terjemahan tersebut dianggap
sebagai perjanjian kerja bersama yang telah memenuhi syarat perundang-undangan yang diatur
dalam Pasal 116 ayat 3 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
g.      Masa berlaku PKB paling lama 2 tahun dan PKB dapat diperpanjang masa berlakunya paling
lama 1 (satu) tahun berdasarkan kesepakatan tertulis.

2.3.3 Manfaat Dibentuknya Perjanjian Kerja Bersama


Perjanjian Kerja Bersama merupakan salah satu sarana dalam rangka pelaksanaan
hubungan industrial yang serasi, aman, mantap dan dinamis berdasarkan Pancasila, sehingga
mempunyai manfaat sebagai berikut :
a.       Adanya kepastian hak dan kewajiban yang membuat terciptanya suatu kepastian hukum tentang
hak dan kewajiban yang berhubungan dengan hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan.
b.      Perjanjian Kerja Bersama memberikan kepastian terlaksananya syarat syarat kerja di perusahaan.
c.       Perjanjian Kerja Bersama dapat menghindarkan berbagai kemungkinan kesewenang-wenangan
dan tindakan merugikan dari pihak yang satu terhadap pihak yang lain dalam hal pelaksanaan
hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha.
d.      Menciptakan suasana dan semangat kerja yang harmonis dinamis ,bagi para pihak dalam
hubungan kerja. Serta dapat membantu meningkatkan produktivitas kerja dan mengurangi
timbulnya perselisihan.
2.4       Pengaturan Hak Dan Kewajiban Secara Makro Dan Mikro
2.4.1    Pengaturan Hak Dan Kewajiban Secara Makro
Pengaturan hak dan kewajiban secara makro berarti pengaturan ini menyangkut materi
yang sifatnya umum saja. Dengan demikian pengaturan ini berlaku bagi semua perusahaan satu
dengan yang lain. Karena sifatnya umum, maka pengaturan ini sudah tertuang dalam undang-
undang.
Dalam situasi di mana penawaran tenaga kerja jauh lebih besar dibanding permintaannya,
kekuatan tawar-menawardari tenaga kerja menjadi rendah. Beberapa tenaga kerja bersedia
bekerja di bawah upah minimum propinsi (UMP) bekerja dengan melebihi jam kerja melebihi
standar tanpa adanya uang lembur, atau bekerja dengan risiko kecelakaan yang tinggi tanpa
perlindungan yang memadai.
Dari fenomena-fenomena ketenagakerjaan nasional seperti digambarkan diatas, maka
dari tahun ke tahun telah terjadi perkembangan perundang-undangan yang mempengaruhi
tanggung jawab manajer. Intervensi hukum/undang-undang saat ini mempengaruhi semua aspek
hubungan industrial.
1.            Penarikan Tenaga Kerja
Penarikan Tenaga Kerja adalah suatu proses atau tindakan yang dilakukan oleh perusahaan
untuk mendapatkan tambahan pegawai yang melalui tahapan yang mencakup identifikasi dan
evaluasi sumber-sumber penarikan pegawai, menentukan kebutuhan pegawai yang diperlukan
perusahaan, proses seleksi, penempatan, dan orientasi pegawai.
a.       Sumber-sumber Penarikan Tenaga Kerja
1)            Sumber dari dalam perusahaan
 Promosi  jabatan, yaitu pemindahan pegawai dari satu jabatan tingkat yang lebih tinggi
daripada jabatan sebelumnya.
 Transfer atau rotasi pekerjaan, yaitu pemindahan bidang pekerjaan pegawai kepada
bidang pekerjaan lainnya tanpa mengubah tingkat jabatannya.
 Demosi jabatan, yaitu penurunan jabatan pegawai dari satu jabatan tingkat jabatan yang
lebih rendah atas dasar kondite dan prestasi kerjanya, atau akibat terjadinya penyederhanaan
struktur organisasi.

2)            Sumber dari luar perusahaan

               Iklan media massa

               Lembaga Pendidikan

               Depnaker

               Lamaran Kerja yang sudah masuk di Perusahaan

b.      Seleksi Calon Pegawai


Andrew E. Sikula (1981:185)  mengumakakan bahwa penyeleksian adalah pemilihan.
Menyeleksi merupakan suatu pengumpulan dari suatu pilihan. Proses seleksi melibatkan pilihan
dari berbagai objek dengan mengutamakan beberapa objek saja yang dipilih. Dalam
kepegawaian, seleksi lebih secara khusus mengambil keputusan dengan membatasi jumlah
pegawai yang dapat dikontrak kerjakan dari pilihan sekelompok calon-calon pegawai yang
berpotensi.
1)            Teknik-Teknik Seleksi
a.       Tes pengetahuan akademik
Tes pengetahuan akademik bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan materi
pengetahuan akademik calon pegawai. Materi tes yang diberikan harus disesuaikan dengan
bidang pendidikan dan tingkat pendidikan calon pegawai. Disamping itu pula diberikan materi
tes yang berhubungan dengan bidang pekerjaaan yang ditawarkan kepadanya.
b.      Tes Psikologis
Tes psikologis ini diberikan oleh ahli psikologi (psikolog). Tes psikologis mengungkap
kemampuan potensial dan kemampuan nyata calon pegawai. Disamping itu pula dapat diungkap
minat, bakat, motivasi, emosi, kepribadian, dan kemampuan khusus lainnya yang ada pada calon
pegawai.
c.       Wawancara
Wawancara adalah pertemuan antara dua orang atau lebih secara berhadapan (face to
face) dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Wawancara seleksi merupakan salah satu
teknik seleksi pegawai yang dilakukan dengan cara tanya jawab langsung untuk mengetahui data
pribadi calon pegawai.

2.            Pengupahan
Menurut pasal 1 ayat (30) Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketetnagakerjaan,
upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan
dari pengusaha atau menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangan
yang berlaku, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atau suatu pekerjaan
dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
a.       Komponen Upah
Komponen upah terdiri dari :
a.              Upah pokok, yaitu imbalan dasar yang dibayar kepada pekerja/buruh menurut tingkat atau jenis
pekerja yang besarnya ditetapkan berdasakan kesepakatan.
b.              Tunjangan tetap, yaitu suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan yang
diberikan secara tetap untuk pekerja/buruh dan keluarganya serta dibayarkan dalam satuan waktu
yang sama dengan upah pokok seperti tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan jabatan dan
lain-lain.
c.              Tunjangan tidak tetap, yaitu suatu pembayaran yang secara langsung maupun tidak langsung
berkaitan dengan pekerja/buruh yang diberikan secara tidak tetap untuk pekerja dan keluarganya
serrta dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan waktu pembayaran upah pokok
seperti tunjangan transpor, tunjangan makan dan lain-lain.
d.             Fasilitas, yaitu kenikmatan dalam bentuk nyata yang diberikan perusahaan oleh karena hal-hal
khusus atau untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh seperti fasilitas kendaraan, sarana
ibadah, koperasi, kantin dan lain-lain.
e.              Bonus, yaitu pembayaran yang diterima pekerja dari hasil keuntungan perusahaan atau karena
pekerja menghasilkan hasil kerja lebih besar dari target produksi yang normal atau karena
peningkatan produktivitas.
f.               Tunjangan Hari Raya (THR), gratifikasi, dan pembagian keuntungan lainnya.

3.            Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Keselamatan kerja menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan,
kerusakan atau kerugian di tempat kerja, Risiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari
lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, katakutan aliran listrik, terpotong, luka
memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran. Sedangkan
kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau
rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Risiko kesehatan merupakan faktor-faktor
dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang
dapat membuat stres emosi atau gangguan fisik.
Hal-hal mengenai Keselamatan dan kesehatan kerja diatur dalam Undang-undang No.1
Tahun 1970 dan No. 23 Tahun 1992.
Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah sebagai berikut.
a.       Untuk agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik,
sosial, dan psikologis.
b.      Untuk agar setiap perlengkapan dan pralatan kerja digunakan sebaik-baiknya, seefektif mungkin.
c.       Untuk agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d.      Untuk agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
e.       Untuk agar meningkat kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f.       Untuk agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi
kerja.
g.      Untuk agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
h.      Untuk ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan nasional.

4.            Pemberhentian Pegawai (PHK)


Pemberhentian Pegawai adalah pemutusan hubungan kerja, baik untuk sementara
maupun untuk selamanya yang dilakukan oleh perusahaasn atas permintaan pegawai atau karena
kehendak pihak perusahaan.
            Adapun tujuan dari pemberhentian pegawai adalah untuk mempertahankan efektivitas
dan efisiensi perusahaan.
2.      Bentuk-bentuk Pemberhentian Pegawai
a.       Pensiun.
b.       Karena pelanggaran Disiplin.
c.       Karena ketidakmampuan pegawai yang bersangkutan.
d.      Pemberhentian Sementara.
e.       Karena pelanggaran, penyelewengan, dan tindak pidana.

2.4.2    Pengaturan Hak Dan Kewajiban Secara Mikro


Pengaturan yang bersifat mikro berlaku khusus bagi individu tertentu atau pada
perusahaan tertentu. Pengaturan hak dan kewajiban yang bersifat mikro dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu: perjanjian kerja, peraturan perusahaan, dan perjanjian perburuhan.
1.      Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi
kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Perjanjian kerja tidak
mensyaratkan bentuk tertentu, bisa dibuat secara tertulis yag ditandatangani kedua belah pihak
atau dilakukan secara lisan. Dalam hal perjanjian kerja dibuat tertulis, maka harus dibuat sesuai
peraturan perundangan yang berlaku. Misalnya perjanjian kerja waktu tertentu, anta kerja antar
daerah, antar kerja antar negara, dan perjanjian kerja di laut. Biaya yang diperlukan dalam
pembuatan perjanjian kerja menjadi tanggung jawab pengusaha.
2.      Peraturan Perusahaan
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Per02/Men/1978
yang dimaksud dengan peraturan perusahaan adalah suatu peaturan yang dibuat secara tertulis
yang memuat ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat kerja serta tata tertib perusahaan.
Perbedaannya dengan perjanjian kerja yaitu dalam peraturan perusahaan terdapat tata tertib
perusahaan, selain itu syarat-syarat kerjanya yang dibuat lebih lengkap.
a.       Penyusunan peraturan perusahaan
Peraturan perusahaan biasanya dibuat atau disusun oleh pihak pengusaha, kemudian
diberlakukan untuk karyawannya. Namun demikian akan lebih baik apabila dalam proses
penyusunan peraturan perusahaan tersebut  pengusaha atau manajer mengadakan konsultasi atau
partisipasi dengan pekerja dan pihak kantor Departemen Tenaga Kerja setempat. Hal ini diatur
dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan KoperasiPer-02/Men/1978 ayat 2.
Diadakan komsultasi dengan pihak pekerja dimaksudkan karena pihak pekerja yang akan
terkena langsung dengan peraturan perusahaan tersebut. Dengan adanya partisipasi atau
konsultasi dengan pihak pekerja, maka pihak pengusaha akan dapat mengetahui terlebih dahulu
bagaimana reaksi pekerja terhadap peraturan yang akan dikenakan kepadanya. Selain itu, dari
sisi pengusaha dapat menjelaskan latar belakang atau alasan mengapa peraturan tersebut
diadakan.
Sedangkan konsultasi dengan pihak kantor Departemen Tenaga Kerja setempat
dimaksudkan bahwa peraturan yang dibuat tidak melanggar atau bertentangan dengan
peraturan  dan perundang-undangan yang berlaku.
b.      Pengesahan peraturan perusahaan
Setelah penyusunan peraturan perusahaan selesai, sebelum berlaku harus dimintakan
pengesahan dari kantor departemen tenaga kerja setempat. Tujuan dari permohonan pengesahan
peraturan perusahaan yaitu:
1)            untuk mencegah agar di dalam peraturan perusahaan  tidak tercantum ketentuan yang
bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku;
2)            untuk mengusahakan perbaikan dan peningkatan syarat-syarat kerja yang dicantumkan dalam
peraturan perusahaan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang ada.
c.       Masa Berlakunya Peraturan Perusahaan
Peraturan perusahaan yang telah mendapat pengesahan dari departemen tenaga kerja
tersebut mempunyai masa efektif berlaku dan mempunyai masa berlaku. Masa berlaku peraturan
perusahaan paling lam dua tahun. Jika peraturan perusahaan sudah berakhir masa berlakunya,
maka peraturan perusahaan tersebut masih tetap berlaku sampai disahkannya peraturan
perusahaan yang baru atau sampai ditandatanganinya peraturan perburuhan. Dalam pengertian
ini peraturan perusahaan tidak dapat diperpanjang, hanya masih berlaku saja.
Apabila peraturan perusahaan yang lama akan diadakan perubahan-perubahan, maka
peraturan perusahaan yang baru tersebut harus sudah diajukan untuk dimintakan pengesahan
selambat-lambatnya tiga bulan sebelum berakhirnya peraturan perusahaan. Apabila dalam
perusahaan sudah dibuat perjanjian perburuhan, maka peraturan perusahaan sudah tidak berlaku
lagi, meskipun belum berakhir masa berlakunya.

3.    Perjanjian Perburuhan/Perjanjian Kerja Bersama


Pengertian perjanjian perburuhan menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 21
tahun 1954 perjanjian perburuhan merupakan perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat
pekerja yang telah didaftarkan pada Kementrian Perburuhan (sekarang Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi) dengan majikan, majikan-majikan, atau perkumpulan majikan yang
berbadan hukum, yang pada umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat kerja yang harus
diperhatikan di dalam perjanjian kerja.
Perjanjian perburuhan juga disebut dengan istilah Kesepakatan Kerja Bersama (KKB),
hal ini dapat dilihat dari pasal 1 huruf a Peraturan Menteri Tenaga Per-01/Men/1985 yang
menyatakan bahwa Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) adalah perjanjian perburuan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang nomor 21 tahun 1954. Dalam prakteknya
kesepakatan kerja bersama ini disebut dengan perjanjian kerja bersama (PKB).
Karena memuat syarat-syarat kerja yang harus diperhatikan dalam membuat perjanjian
kerja, maka perjanjian perburuhan merupakan induk dari perjanjian kerja. Karena sebagai induk
dari perjanjian kerja, apabila ada pertentangan antara perjanjian kerja dan perjanjian induk, maka
yang berlaku atau yang dianggap sah adalah perjanjian perburuhan. Hal-hal yang dianggap tidak
sah dapat diajukan oleh masing-masing pihak yang terlibat dalam perjanjian perburuhan, yakni
oleh serikat pekerja ataupun oleh pengusaha.
Apabila dalam perjanjian kerja tidak memuat aturan-aturan atau syarat-syarat kerja yang
ditetapkan di dalam perjanjian perburuhan, maka berlaku aturan atau syarat-syarat kerja dalam
perjanjian perburuhan itu. Namun sebaliknya, apabila dalam perjanjian kerja memuat aturan dan
syarat-syarat kerja tertentu, yang dalam perjanjian perburuhan tidak ada, maka aturan dan syarat
yang ada dalam perjanjian kerja itu batal atau tidak berlaku lagi.
a.       Isi perjanjian perburuhan
Kalau ditinjau dari fungsinya sebagai induk dari perjanjian kerja, maka perjanjian
perburuhan ini pada umumnya mempunyai cakupan atau isi yang lebih luas dibanding perjanjian
kerja. Secara umum isi perjanjian perburuhan akan menyangkut dua hal, yaitu syarat-syarat
materiil dan syarat-syarat formiil.
1)      Syarat materiil
Dalam perjanjian dikenal adanya asas kebebasan berkontrak, artinya bahwa para
pihakbebas menentukan isi dari perjanjian. Dalam perjanjian peburuhan adanya asas kebebasan
berkontrak dinyatakan dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 21 tahun 1954 yang
berbunyi: suatu perjanjian perburuhan tidak ada gunanya dan tidak pada tempatnya jika segala
sesuatu ditentukan dan ditetapkan oleh pemerintah saja.
Namun demikian asas kebebasan berkontrak dalam membuat perjanjian perburuhan dibatasi
dengan syarat-syarat materiil sebagai berikut:
a)        Hanya di dalam lingkungan yang oleh pemerintah dianggap layak. Berarti tidak semua tempat
kerja dapat membuat perjanjian perburuhan.
b)        Tidak boleh memuat suatu aturan yang mewajibkan seorang pengusaha hanya menerima atau
menolak pekerja atau mewajibkan pekerja hanya bekerja  atau tidak bekerja pada pengusaha dari
suatu golongan, baik berkenaan dengan agama, golongan warga negara atau bangsa, maupun
karena kenyakinan politik  atau anggota suatu perkumpulan. Hal ini untuk menghindari
timbulnya monopolistic baik oleh pekerja ataupun pengusaha.
c)        Tidak boleh memuat aturan-aturan yang bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.

2)      Syarat formil
Syarat-syarat formiil perjanjian perburuhan diatur dalam peraturan pemerintah nomor 49
tahun 1954 sebagai berikut:
a)        perjanjian perburuhan harus dibuat dalam bentuk tertulis, dapat berwujud akta resmi (disahkan
oleh pejabat resmi) atau akta di bawah tangan (hanya ditandatangani oleh pekerja dan pengusaha
saja).
b)        Perjanjian perburuhan harus memuat:
         Nama, tempat kedudukan, serta alamat serikat pekerja
         Nama, tempat kedudukan, serta alamat pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang berbadan
hukum
         Nomor dan tanggal pendaftaran serikat pekerja pada departemen tenaga kerja
c)        Perjanjian perburuhan harus dibubuhi tanggal dan ditandatangani oleh kedua belah pihak yang
berbentuk serikat atau perkumpulan, penandatanganan dilakukan oleh pengurus yang ada di
anggaran dasar yang diberi wewenang  untuk itu.
d)       Perjanjian perburuhan harus dibuat sekurang-kurangnya rangkap tiga, satu untuk bekerja yang
bersangkutan, satu untuk pengusaha, dan satu untuk departemen tenaga kerja, yang diserahkan
bersamaan dengan pendaftaran di departemen tersebut.

BAB III
PENUTUP
3.1         Kesimpulan
Serikat pekerja yaitu organisasi yang dibentuk dari,oleh,dan untuk pekerja atau buruh baik
di perusahaan maupun diluar perusahan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan
pekerja atau buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja atau buruh dan keluargannya.
Bukan hanya memperjuangkan serta melindungi hak para pekerja saja, serikat bekerja juga
berfungsi sebagai jembatan antara perusahaan dan pekerja, serta tugas serikat pekerja juga
menjaga hubungan yang baik antara serikat pekerja dengan perusahaan atau antara pekerja
dengan perusahaan. oleh sebab itu dengan adanya serikat pekerja, dapat membantu pekerja untuk
mendapatkan haknya sehingga kesejahteraan pekerja dan keluarganya pun terjamin. Bukan
hanya pekerja saja yang mendapatkan kesejahteraan, kesejahteraan dan kelangsungan
perusahaanpun akan diperoleh karena adanya semangat kerja, dan produktivitas tinggi dari
pekerja.

Daftar Pustaka

1. Maimun, Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta,


Cet. II, 2007.
2. Sentanoe Kertonegoro, Hubungan Industrial, Hubungan Antara Pengusaha dan Pekerja
(Bipartid) dan Pemerintah (Tripartid), 1999, Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta.
3. Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan 2003, Penerbit Ghalia Indonesia, 2004.Editus
Adisu, SH., MH & Libertus Jehani, Hak – Hak Pekerja Perempuan, Visi Media Cetakan II 2007.
4. Soedarjadi, SH., Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Pustaka Yustisia Cetakan I 2008.
5. Departemen P & K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989, Balai Pustaka, Jakarta.
6. Rachmat, Martoyo. 1991. Serikat pekerja, pengusaha, dan kesepakatan kerja bersama.
Jakarta: Fikahati Aneska. 125
7. http://artonang.blogspot.co.id/2016/01/pengertian-sifat-dan-tujuan-serikat.htm

Anda mungkin juga menyukai