Anda di halaman 1dari 3

Prinsip-Prinsip Hubungan Industrial

Mengingat sedemikian banyak kepentingan dari berbagai pihak terhadap perusahaan,


maka sangat penting untuk menjamin keberlangsungan usaha yang didukung oleh adanya
hubungan industrial yang baik, terutama antara pengusaha dengan pekerja.

Menurut Payaman J. Simanjuntak (2009) menjelaskan beberapa prinsip dari


Hubungan industrial, yaitu :

1. Kepentingan Bersama: Pengusaha, pekerja/buruh, masyarakat, dan pemerintah.


2. Kemitraan yang saling menguntungan: Pekerja/buruh dan pengusaha sebagai mitra
yang saling tergantung dan membutuhkan.
3. Hubungan fungsional dan pembagian tugas.
4. Kekeluargaan.
5. Penciptaan ketenangan berusaha dan ketentraman bekerja.
6. Peningkatan produktivitas.
7. Peningkatan kesejahteraan bersama.

Prinsip hubungan industrial didasarkan pada persamaan kepentingan semua unsur atas
keberhasilan dan kelangsungan perusahaan. Dengan demikian, hubungan industrial
mengandung prinsip-prinsip berikut ini:

Pertama, pengusaha dan pekerja, demikian pula pemerintah dan masyarakat pada
umumnya, sama-sama memiliki kepentingan atas keberhasilan dan keberlangsungan
perusahaan. Oleh sebab itu pengusaha dan pekerja harus mampu untuk melakukan tanggung
jawabnya secara maksimal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sehari-hari. Pekerja atau
serikat pekerja harus dapat membuang jauh-jauh kesan bahwa perusahaan hanya untuk
kepentingan pengusaha. Demikian pula pengusaha harus menempatkan pekerja sebagai
partner dan harus membuang jauh-jauh kesan memberlakukan pekerja hanya sebagai faktor
produksi.

Kedua, perusahaan merupakan sumber penghasilan bagi banyak orang. Semakin


banyak perusahaan yang membuka usaha baru, maka semakin banyak pula kesempatan
lapangan kerja yang akan memberikan penghasilan bagi banyak pekerja. Semakin banyak
perusahaan yang berhasil meningkatkan produktifitasnya, maka semakin banyak pula pekerja
yang meningkat penghasilannya. Dengan demikian pendapatan nasional akan meningkat dan
kesejahteraan masyarakat akan meningkat pula.
Ketiga, pengusaha dan pekerja mempunyai hubungan fungsional yang masing-masing
mempunyai fungsi serta tugas yang berbeda dengan pembagian kerja dan tugas. Pengusaha
memiliki tugas dan fungsi sebagai penggerak, membina dan mengawasi. Sedangkan pekerja
memiliki tugas dan fungsi melakukan pekerjaan operasional. Pengusaha tidak melakukan
eksploitasi atas pekerja dan sebaliknya pekerja juga bekerja sesuai dengan waktu tertentu
dengan cukup waktu istirahat dan sesuai dengan beban kerja yang wajar bagi kemanusiaan.
Dalam hal ini pekerja tidak mengabdi kapada pengusaha akan tetapi pada pelaksanaan tugas
dan tanggung jawab.

Keempat, pengusaha dan pekerja merupakan anggota keluarga perusahaan.


Sebagaimana pola hubungan sebuah keluarga, maka hubungan antara pengusaha dengan
pekerja harus dilandasi sikap saling mengasihi, saling membantu dan saling mengerti.
Pengusaha harus berusaha sejauh mungkin mengetahui kesulitan-kesulitan dan keadaan yang
dihadapi oleh pekerja, serta berusaha semaksimal mungkin untuk dapat membantu dan
menjadi solusi bagi kesulitannya. Bukan hanya menuntut pekerja memberikan yang terbaik
bagi perusahaan tanpa mau tahu segala keadaan dan kondisi yang dihadapi oleh pekerja.
Sebaliknya, pekerja harus juga memahami keterbatasan pengusaha. Apabila muncul
permasalahan atau perselisihan antara pengusaha dengan pekerja atau serikat pekerja
hendaknya diselesaikan secara kekeluargaan dan semaksimal mungkin harus dihindari
penyelesaian secara bermusuhan.

Kelima, perlu dipahami pula bahwa tujuan dari pembinaan hubungan industrial adalah
menciptakan ketenangan berusaha dan ketentraman dalam bekerja supaya dengan demikian
dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. Untuk itu masing-masing pihak, perusahaan
dan pekerja harus mampu menjadi mitra sosial yang harmonis, masing-masing harus mampu
menjaga diri agar tidak terjadi masalah dan perselisihan. Seandainya pun terjadi perbedaan
pendapat, perbedaan persepsi dan perbedaan kepentingan, haruslah diselesaikan secara
musyawarah mufakat, secara kekeluargaan tanpa mengganggu proses produksi. Karena setiap
gangguan pada proses produksi akhirnya akan merugikan bukan hanya bagi pengusaha,
namun juga bagi pekerjaan itu sendiri maupun masyarakat pada umumnya.

Keenam, peningkatan produktivitas perusahaan haruslah mampu meningkatkan


kesejahteraan bersama, yakni kesejahteraan pengusaha maupun kesejahteraan pekerja. Biasa
kita temui pekerja yang bermalas-malasan, ketika ditanya kenapa? Maka jawabannya,
“karena gajinya hanya untuk pekerjaan yang seperti ini, tidak lebih”. Padahal semestinya
pekerja yang berkeinginan untuk mendapatkan upah lebih tinggi, maka ia harus bekerja keras
untuk mampu meningkakan produktivitas perusahaan sehingga perusahaan akhirnya mampu
memberikan upah yang sepadan dengan usahanya itu. Jangan berharap perusahaan akan
memberikan lebih dari kontribusi yang telah diberikan pekerja terhadap perusahaannya.

Payaman J. Simanjuntak, 2009, Manajemen Hubungan Industrial, Penerbit Jala Permata


Aksara, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai