D.) Tidak ada tegangan awal (stress-free material). Hal ini berarti dalam
material yang digunakan sebagai elemen struktur bebas dari segala
tegangan sisa (residual stress) yang mungkin timbul pada proses
fabrikasi.
2
1.3. Klasifikasi Elemen Struktur Bangunan Sipil menurut Arah Beban
i.) Plat merupakan elemen struktur berupa luasan yang pada umumnya
diletakkan pada posisi horisontal dengan beban transversal
diatasnya.
ii.) Panel merupakan sejenis plat dengan posisi vertikal.
iii.) Cangkang merupakan elemen struktur sejenis plat yang berbentuk
kurvatur.
a.) i.
a.) ii
a.) iii
b.) i b.) ii
3
c.) i
c.) ii
c.) iii
1.4. Tumpuan
Jenis-jenis tumpuan yang sering digunakan dalam bidang teknik sipil dapat
dibedakan menurut arah reaksi dan kekangan yang diberikan. Jenis-jenis tumpuan
tersebut meliputi :
A.) Rol merupakan tumpuan yang hanya memberikan reaksi dalam arah
vertikal, sehingga terjadi pergerakan dalam arah horisontal dan rotasi.
B.) Sendi merupakan tumpuan yang memberikan reaksi dalam arah vertikal
dan horisontal, sehingga hanya terjadi perpindahan dalam bentuk rotasi.
C.) Jepit merupakan jenis tumpuan yang mampu memberikan reaksi dalam
bentuk gaya arah vertikal, horisontal dan momen sehingga tidak ada lagi
pergerakan yang dapat terjadi.
a. b. .
4
1.5. Formulasi Umum Sifat Penampang Datar
m
Mx =
∫ y mdA 1.1.a.)
A
n
My =
∫ xn dA 1.1.b.)
A
m n m n
Mx y =∫y x dA 1.1.c.)
n n 2 2 n/2
M r = ∫ r dA = ∫( x + y ) dA 1.1.d.)
A A
m
di mana Mx merupakan momen ke-m dari tampang datar terhadap sumbu X,
n n
My momen ke-n terhadap sumbu Y dan Mr adalah momen ke-n dari tampang datar
m n
Luas tampang (A) merupakan luas bidang datar yang dihitung menurut
fungsi sumbu X dan Y, mewakili luas tampang melintang elemen struktur yang
menanggung beban di atasnya. Rumus untuk menghitung luas tampang
merupakan kasus paling khusus dari Persamaan (1.1.) di mana m = n = 0,
sehingga diperoleh Persamaan
A = ∫dA (1.2.)
A
dA
dx
x dy
y
X
1
S x = M x = ∫ y dA 1.3.a.)
A
1
S y = M y = ∫ x dA 1.3.b.)
A
6
1.8. Pusat Berat Penampang
Titik berat suatu penampang dapat dipandang sebagai sebuah titik, yang jika
seluruh permukaan dipusatkan (lumped) di sana, akan memberikan momen statis
yang nilainya sama terhadap kedua sumbu atau terhadap sumbu manapun juga,
dengan kata lain momen statis suatu penampang terhadap semua garis yang
melalui pusat berat penampang selalu bernilai nol.
Koordinat pusat berat tampang dapat dihitung menggunakan Persamaan di
bawah ini;
x.dA
y
0 1.4.a.)
dA
y.dA
x 1.4.b.)
dA
A
d dA
x
x (X0, Y0)
dy
Sy y
X
Sx
Momen Inersia (Ix dan Iy) merupakan momen kedua dari luasan
tampang
(A) yang dihitung menurut kwadrat jarak antara pusat berat luasan (A) dengan
sumbu yang ditinjau (X dan Y), sedangkan momen inersia (J) yang dihitung
terhadap sumbu yang tegak lurus luasan tampang (sumbu Z) disebut sebagai
momen inersia polar. Nilai ketiga jenis momen inersia tersebut (Ix, Iy dan J)
selalu berharga positif. Momen sentrifugal (Ixy) yang dihitung berdasarkan jarak
luasan tampang terhadap sumbu X dan Y dapat mengambil semua nilai real
(positif, negatif maupun nol). Rumus yang digunakan untuk menghitung momen
statis ini didapatkan dengan menggunakan Persamaan 1.1.a dan 1.1.b dengan nilai
m = 2 dan n = 2, nilai m = n = 1 pada Persamaan 1.1.c dan nilai n = 2 pada
Persamaan 1.1.d, sehingga diperoleh Persamaan berikut :
2
Ix =Mx =
∫ y 2dA 1.5.a.)
A
2
Iy =My =
∫ x2dA 1.5.b.)
1 1
I xy = M x y = ∫ yx dA 1.5.c.)
2 2 2 2
J = M r = ∫ r dA = ∫( x + y )dA = I y + I x 1.5.d.)
A A
r x
dA
y
X
Gambar. 1.3. Momen Inersia Tampang datar
Tabel 1.1. Momen Inersia Tampang yang Sering Digunakan
Momen Inersia
Bentuk Tampang _ _ Tampang
Y
X
0 0
Empat b/ h/
Persegi 2 2 Ix = b.h3/12
Panjang h Iy = h.b3/12
Jo = (b.h3 + h.b3)/12
Ixy = 0
b/ h/
Segitiga 3 3 Ix = b.h3/36
Siku-
Siku h Iy = h.b3/36
Jo = (b.h3 + h.b3)/36
Ixy = -b2.h2/72
Lingkar D= D D
an 2.R /2 /2 Ix = π.D4/64 = π.R4/4
Iy = π.D4/64 = π.R4/4
Jo = π.D4/32 = π.R4/2
Ixy = 0
Ellipse h b Ix = π.b.h3/4
2
.h Iy = π.h.b3/4
Jo = π.b.h(h2 + b2)/4
2
.b Ixy = 0
Setenga D 4.
h /2 R/3.π
Lingkar
an Iy = π.R4.(1/8
Ix /8 – 8/9π2)
R
Jo = π.R4.(1/4 – 8/9π2)
D
Ixy = 0
Semi- 4.
ellippse b h/3.π Ix = π.b.h3.(1/8 – 8/9π2)
h Iy = π.h.b3/8
Jo = π.b.h(h2/8 – 8h2/9π2
b + b2/8)
Ixy = 0
1.10. Radius Girasi
rx .A = I x (1.
6.a.)
(1.
2 6.b.)
rz .A = J
(1.
Selanjutnya radius girasi rx, ry dan rz dinyatakan dalam 6.c.)
rumus :
(1.
=
7.a.)
(1.
1
2 7.b.)
z
(1.
7.c.)
dius girasi memberikan indikasi tendensi penyebaran permukaan
B tampang relatif terhadap pusat berat. Untuk luas tampang (A) yang
e sama dengan nilai radius girasi yang lebih besar maka semakin jauh
s pula titik-titik permukaan menyebar dari pusat permukaan tampang,
a dan semakin kecil jari-jari girasi maka semakin dekat sebaran titik-
r titik permukaan dari pusat berat. Radius (jari-jari) girasi terhadap
a sumbu X dan Y (rx dan ry) selalu bernilai positif.
n
r
a
I
st
A
I = ∫s.t.dA = (x.cosα + y.sinα ).(− x.sinα + y.cosα ).dA
st 0
A A A A
I 2 2 2 2
= − ∫ x .dA.cosα .sinα + ∫ y .dA.sinα .cosα − ∫ x.y.dA.sin α + ∫ x. y.dA.cos α
st 0 0 0 0
2 2
I = − I y .cosα .sinα + I x .sinα .cosα − I xy .sin α + I xy .cos α
st
I
st
sin 1− 1+
sin 2α 2α cos 2α cos 2α
=
−Iy. Ix. I xy . I xy
2 2 2 2
I
.sin 2α + I xy .cos 2α (1.14.)
Nilai ekstrim momen inersia serta arah tata sumbu yang bersangkutan (yang
ditentukan oleh sudut rotasi α relatif terhadap sumbu X) dapat diperoleh dengan
menyamakan turunan terhadap α dengan nol, sehingga diperoleh :
I I
I
=
s .cos 2α − I xy .sin 2α
Is I
I
.sin
= −2. I xy .cos 2α + 2α
I
=
st .sin 2α + I xy .cos 2α
I
I st y
I
0
=2. .cos 2α − I xy .sin 2α
2.I xy .sin 2α = (I x − I
y ).cos 2α
s I
in 2α x −Iy
+
2
c
os 2α .I xy
(
tan
Ix −Iy)
2α st = + (1.17.)
2.
I xy
Analisis sifat tampang datar akibat transformasi sumbu juga dapat dilakukan
dengan cara grafis yang dikenal dengan Metode Lingkaran Mohr. Keandalan
metode ini sangat tergantung pada kecermatan penggambaran, ketelitian
pengukuran skala dan sudut putar. Berikut ini disampaikan urutan langkah
penggambaran Lingkaran Mohr untuk analisis sifat tampang datar :
A.) Tentukan suatu tata sumbu Kartesius dengan besaran Ix dan Iy diukurkan
pada sumbu absis dan besaran Ixy pada ordinat dengan skala yang tepat.
B.) Tentukan titik O sebagai pusat lingkaran dengan nilai (I x + Iy)/2 pada arah
sumbu mendatar.
C.) Pada titik dengan absis Ix dan Iy, masisng-masing diukurkan Ixy sebagai
ordinat, sehingga diperoleh titik A(Ix, Ixy) dan titik B(Iy, -Ixy).
D.) Gambarkan lingkaran dengan pusat titik O((Ix + Iy)/2,0) melalui titik
A dan
I
titik B. Jari-jari lingkaran ini dapat dihitung
sebesar I xy
+
14
atau setengah sudut BOD. Arah sumbu ekstrim Ast diberikan sebagai
setengah sudut AOE atau setengah sudut BOF. Dalam hal ini perputaran
sumbu dianggap positif jika berlawanan dengan putaran jarum jam.
Ix +I
y
2
O
O
B
F
Ix −I
y
2
Keterang
an :
B(Iy, C(Is
A(Ix, Ixy) -Ixy) max, 0)
D(Is min,
E(0, F(0,
0) Ist max) Ist min)
15
Berdasarkan Gambar 1.5, ada beberapa hal penting yang dapat disampaikan
yaitu :
A.) Tata sumbu yang memberikan nilai Is dan It ekstrim membentuk sudut
o
sebesar π/4 atau 45 terhadap sumbu yang memberikan nilai Ist
ekstrim.
B.) Pada saat nilai ekstrim untuk Is dan It tercapai, maka nilai Ist selalu
berharga nol.
C.) Untuk kasus dengan Ixy = 0, maka nilai Ix dan Iy pada sumbu absis
juga merupakan nilai Is dan It ekstrim.
I I
2
max I xy (1.18.)
I
max ± I xy (1.19.)
t
Contoh 1.1. : Suatu balok yang memiliki bentuk tampang T, dengan ukuran yang
tercantum pada Gambar 1.6. Hitung nilai inersia ekstrim dari
tampang balok tersebut.
I 0 cm
y2
II y1 Y1
Y Y
0 2 5 cm
45 30 cm45
cm cm
Penyelesaian
Untuk mempermudah penyelesaian soal, dapat digunakan tabel perhitungan
dengan membagi tampang melintang balok menjadi dua bagian luasan.
B L S d I A.
0 2
agian uas A y x y x dy
( (c (c ( (c (c
2 3 4 4
cm ) m) m) cm) m) m)
8 96000 2 10000 73329
I 1200 0,00 ,00 4,72 ,00 4,08
3 84375 - 10546 71128
II 2250 7,50 ,00 17,78 87,50 8,90
18037 10646 14445
3450 - 5,00 - 87,50 82,98
=
= Sx 80375 55,28 cm
34
A 50
0 2
I + A.dy = 1064687,50 + 1444582,98 =
4
X =IX 2509270,48 cm
b. Perhitungan sifat tampang dengan acuan sumbu Y
Ba L S d I A.
0 2
gian uas A x y x y dx
( ( (c ( ( (c
2 3 4 4
cm ) cm) m) cm) cm ) m)
6 14
I 1200 0 72000 0 40000 0
I 6 13500 16
I 2250 0 0 0 8750 0
20700 16
3450 - 0 - 08750 0
X Σ 2 = c
= Sy =07000 60 m
Σ 3
A 450
0 2
I + A.dx = 1608750,00 + 0,00 =
4
Y =IY 1608750,00 cm
Bagi Lu d A.d
an as A x y dy x x.dy
(c (c (c (c ( (c
2 4
m) m) m) m) cm) m)
80 24,
I 1200 60 ,00 72 0 0
37 -
II 2250 60 ,50 17,78 0 0
3450 - - - 0 0
4
I XY = ΣA.dx.dy = 0 cm
I I
I
s
=
.cos 2α − I xy .sin 2α
I I
− I
s
I
=
cos 2.0
.
xy .sin 2.0
2509720,48 + 2509270,48 −
1608750,00 1608750,00 0 0
.cos 0 − 0.sin 0
2 2
2509720,48 + 2509270,48 −
1608750,00 1608750,00
s .1 − 0.0
2 2
Is = 2059010,24 + 450260,24 − 0
4
Is = 2509270,48 cm
I
st =
.sin 2α + I xy .cos 2α
I 0
.sin
st = 2.45 + I xy .cos 2.45
2509270,48 −
1608750,00
= 0
.sin 90 + 0.cos 90
0
t
2
2509270,48 −
1608750,00
st .1 + 0.0
2
Ist = 450260,24 + 0
4
I st = 450260,24 cm
f. Penentuan momen inersia ekstrim dengan lingkaran Mohr
B A
O
D C
F
Gambar 1.7. Lingkaran
Mohr
0
.As 0
0
s 0
Besarnya momen sentrifugal ekstrim pada titik E dapat
ii.) inersia diukur
menurut jari-jari lingkaran Mohr, atau sebesar
I
−I 2509270,48 −
st max R=
max min 1609750,00
2
=
4
450260,24 cm
Besarnya sudut putar untuk mendapatkan momen inersia sentrifugal
v.) ekstrim
pada titik E dapat diukur menurut sudut AOE
0
.Ast 90
Soal Latihan
1.1. Tentukan besaran sifat-sifat tampang berikut nilai momen inersia ekstrim
dari bentuk-bentuk penampang yang tergambar di bawah ini :
110 mm
a.)
10 mm
220 mm 1
0 mm
110
mm
.) 0 mm
10 2
mm 20 mm
200 mm
10 mm
c.)
2
8 mm 20 mm
110 mm
21
5
BAB II
DASAR TEORI
A
Dengan :
(B) = Tegangan (N/m 2 )
F = Gaya yang diberikan (N)
A = Luas penampang (m 2 )
Regangan () merupakan perubahan panjang per satuan panjang awal.
Regangan rata-rata dinyatakan oleh perubahan panjang dibagi dengan panjang
awal, atau secara matematis dapat dituliskan :
ΔL
ε L .
……...............................................................................(2.2)
4
5
D
engan :
Regangan
Perubahan panjang batang (m)
L L1L
mengalami yang disebut pertambahan panjang (∆L) dan pengecilan luas penampang
pada bagian yang memiliki kekuatan yang lebih besar.
7
F ...........................................................
........................
t (2.3)
A
D
engan :
= Tegangan
t tarik (N/m )
= Gaya yang diberikan (N)
= Luas penampang (m 2 )
B. Momen Lentur
A. Gaya Geser
Gaya geser cenderung untuk memutar bahan searah jarum jam dan bekerja
kebagian bawah. Gaya geser ada dua macam yaitu geser tunggal dan geser ganda,
sebagaimana ditunjukan pada gambar 2.4 ini adalah gaya geser tunggal :
................................................................................................
(2.4)
D
engan :
B. Momen Puntir
Puntir adalah suatu kondisi yang dialami oleh suatu benda, dimana terjadi
akibat adanya gaya yang bekerja berlawanan arah terhadap kedua ujungnya. Khoonah
(2014) mengatakan bila material mendapat beban puntiran, maka antara suatu
penampang lintang dengan penampang lintang yang lain akan mengalami pergeseran
sebagaimana ditunjukan pada gambar 2.5 yang menunjukkan terjadinya pergeseran
yang akan mengakibatkan rotasi pada penampang lintangnya.
I ASME / ANSI B31.4 digunakan pada pipe transport minyak dan zat cair
lainnya.
J ASME / ANSI B31.5 digunakan pada sistem perpipaan pendingin
K ASME / ANSI B31.8 digunakan pada pipa transport gas
Selain ASME B31, ada beberapa kode standar pipa yang lain, baik
dari
Amerika maupun dari negara lain, seperti :
I ASME Boiler and pressure Vessel, section III, subsection NB, NC, ND, untuk
sistem perpipaan di industri pembangkit listrik tenaga nuklir.
J API kode seri untuk industri di bidang migas.
K Stoomwezen dari Belanda.
L SNCT kode dari Prancis untuk petrokimia.
M Canadian Z662 dari Kanada.
N BS7195 dari Inggris.
O NORWEGIAN dan DNV dari Norwegia.
Kode standar desain pipa ini bukanlah buku petunjuk perancangan yang
memberi instruksi bagaimana cara merancang atau membuat sistem perpipaan. Kode
standar desain pipa ini hanya sebuah alat yang digunakan untuk mengkaji sebuah
rancangan sistem perpipaan dengan memberikan persamaan-persamaan yang telah
disederhanakan guna menentukan besarnya tegangan dan menjamin keamanan pada
sistem perpipaan.
Diagram
Perancangan Tata SistemSpesifik
Proses dan
Letak Pipa asi Pipa
Instrumentasi
Sedangkan tegangan batas yang diizinkan lebih banyak ditentukan oleh jenis
material dan metode produksinya.
Dalam membahas kode standar, pengertian tegangan pipa dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu :
a. Tegangan pipa aktual, yaitu tegangan hasil pengukuran dengan
perhitungan analisa secara manual ataupun dengan perangkat lunak
komputer.
b. Tegangan pipa kode, yaitu tegangan hasil perhitungan dengan
menggunakan persamaan tegangan yang tertera dalam kode standar
tertentu.
Menurut Santoso (2007) tegangan adalah besaran vektor yang selain memiliki
nilai juga memiliki arah. Nilai dari tegangan didefinisikan sebagai gaya (F) per satuan
luas (A). Untuk mendefinisikan arah pada tegangan pipa, sebuah sumbu prinsip pipa
dibuat saling tegak lurus sebagaimana ditunjukan pada gambar 2.7
Sumbu terletak di bidang tengah dinding pipa dan salah satu yang arahnya
sejajar dengan panjang pipa disebut sumbu axial atau longitudinal. Sumbu yang tegak
lurus terhadap dinding pipa dengan arahnya bergerak dari sudut pipa menuju luar
13
pipa disebut sumbu radial, sedangkan sumbu yang sejajar dengan dinding
pipa tapi tegak lurus dengan sumbu axial disebut sumbu tangensial.
Jenis-jenis tegangan yang terjadi menurut jenis sambungan pada pipa adalah :
J Tegangan Longitudinal atau Aksial
Tegangan longitudinal adalah tegangan yang arahnya sejajar dengan pipa.
Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya tegangan longitudinal seperti axial force
dan internal pressure.
J Tegangan Transversal
Tegangan transversal ini terjadi pada pipa dengan jenis sambungan
longitudinal atau aksial.
dan J Guest dari Inggris menguji penggunaan teori ini sekitar tahun 1900.
Oleh karena itu teori tegangan geser ini kemudian disebut dengan teori Tresca atau
teori Guest.
Guest J (1900) menyatakan bahwa konstruksi akan berada di daerah aman
apabila beban yang diberikan memberikan tegangan normal yang tidak lebih dari
tegangan luluhnya dan tegangan geser tidak lebih dari setengah tegangan luluhnya.
Secara umum kelelahan metal disebabkan oleh beban perpindahan, bukan oleh
beban gaya (force load). Santoso (2007) mengatakan jika beban perpindahan
menyebabkan tegangan lokal di material pipa yang melebihi titik plastis atau
tegangan luluh, maka akan terjadi beberapa hal yang penting. Bila beban perpindahan
ini diulang, maka tegangan residu harus dilawan dahulu, lalu kemudian tegangan
luluh yang baru dapat dilampaui. Fenomena ini menghasilkan tegangan absolute yang
lebih rendah daripada beban perpindahan yang sama besar sebagaimana ditunjukan
pada gambar 2.9. dimana maksimum range dari tegangan dibatasi sebesar dua kali
tegangan luluh (2Sy).
dari itu, meskipun sebuah sistem perpipaan sudah sukses beroperasi bertahun-
tahun, hal ini tidak menjamin perancangan perpipaan yang baik.
A. Beban angin
Santoso (2007) mengatakan jika udara mengalir membentur permukaan
dinding pipa maka akan menimbulkan “tekanan equivalen” pada pipa, yang
diakibatkan berkurangnya momentum yang dimiliki angin tersebut. Walaupun angin
memiliki sifat yang tidak bisa diperdiksi seperti arah dan kecepatan rata-rata, namun
perubahan arah dan kecepatan sering terjadi, misalnya karena hembusan angin kuat
yang datang secara tiba-tiba. Perubahan arah dan kecepatan angin ini besifat acak
20
. A. sθ ........………...…………………...(2.27)
q G C in
L
D
engan :
qz Gz Cd = tekanan
ekuivalen angin = Gust-
Factor
= koefisien bentuk
= 0,5-1,2 tergantung kekasaran dan
tinggi pipa = D.l
= sudut antara sumbu aksial pipa dan arah angin
Menurut Santoso (2007) tekanan equivalen angin (qz) adalah energi angin
yang besarnya berbanding lurus dengan berat jenis udara dan kecepatan angin dalam
kuadrat, sering ditulis dalam kode setelah nilai berat jenis dimasukkan dan
memperhatikan koefisien exposure (Kz) dan koefisien Impotance (I) dan juga
koefisien topografi (Kzt).
qz 0,613 . Kz . Kzt .V2 . I . (N/m2 ) ……………..…………..(2.28)
Dengan :
21
Kz = koefisien exposure
Kzt = koefisien topografi
V = kecepatan dasar angin (mph atau ./dtk)
= faktor importansi dari kehunian
B. Beban Gempa
Beban gempa disebut juga dengan beban seismic, disebabkan oleh
bergeraknya tanah secara random atau acak. Sebagaimana ditunjukan pada gambar
2.11
i M i M d .….….(2.30)
x
t
Tegangan Longitudinal pipa disebabkan oleh bobot berat dan tekanan.
Dengan :
Fax = gaya aksial karena beban tetap (lb)
Mi = momen lendutan dalam bidang (in plane) karena beban tetap
(in-lb) Mo = momen lendutan luar bidang (out plane) karena beban tetap
(in-lb) ii, io = faktor intensifikasi (SIF) in plane dan out plane
Sh = tegangan dasar yang diizinkan oleh material menurut Appendiks A dari
ASME/ANSI B31.3 code.
2. Menurut Santoso (2007) tegangan karena beban Ekspansi (Expansion
Load)
ii . Mi 2 io . Mo 2
SA f . 1,25 . SC 1,25 . Sh - Sl
4 . MT 2
E .......…(2.31)
Z
25
- Rasio
- Combin: W+P (Berat + tekanan)
- Aturan Aman : SL < Sh
2. Beban Expansion
Stre ……………………………...
ss S E= b 4St ……….(2.34)
Allo
wable SA= f[1,25(Sc Sh) Sl]
-
Rasio
S S
Stre x
lp ……………………………………..
ss 0 (2.35)
Allo : K .
wable Sh
Rasi
o : SLO / (1,33 . SH )
- Combin: W+P+T+(beban dinamis)
- Aturan Aman : SL < 1,33 . SH
4. Beban Operating : Beban operating merupakan beban yang didefinisikan oleh
pengguna Caesar dan tidak memiliki allowable stress karena tidak diatur oleh
kode, fungsinya untuk mengetahui besar tegangan apabila beberapa beban di
kombinasikan.
support span) yang sama, sebagaimana ditunjukan pada gambar 2.14. berikut,
maka teori dasar batang elastis dapat diterapkan.
Permasalahan yang masih ada dalam menerapkan teori batang elastis ini
adalah bagaimana memodelkan jenis tumpuan tadi dalam teori, yaitu apakah tumpuan
sederhana (pinned support / simply supported) sebagaimana ditunjukan pada gambar
2.15 di mana rotasi bebas sepenuhnya.
Untuk kasus dimana asumsi di atas tidak berlaku, maka engineer harus
memberi perhatian lebih jauh, misalnya jika ada perubahan arah horizontal
mengharuskan maksimum pipe span dikurangi sampai 75% dari nilai acuan dari tabel.
Jika hal ini tidak diperhatikan, maka tip sagging bisa menimbulkan masalah tegangan
yang besar. Posisi support yang terbaik adalah tepat pada belokan (bend), hanya saja
ini biasanya tidak dibolehkan oleh kode pipa karena menyebabkan masalah lain, yaitu
konsentrasi tegangan (SIF) yang tinggi.
Untuk kasus dimana ada beban terkonsentrasi, seperti : valve, maka
standard
MSS merekomendasikan supaya valve dipasang sedekat mungkin dengan
support.
Reduksi dari pipe span acuan juga bisa digunakan sampai di bawah 50%.
Perubahan arah vertikal bisa dianggap sebagai beban terkonsentrasi pada
bagian pipa mendatar dengan berat riser sebagai beban konsentrasinya. Pipe span di
bagian pipa vertikal (riser) tidak ditentukan dengan standard ini, karena beban berat
tidak menimbulkan tegangan dan defleksi seperti yang diuraikan di atas. Hal yang
perlu diperhatikan adalah bahaya buckling akibat tegangan kompresi di riser, oleh
karena itu direkomendasikan riser support yang menahan berat diletakkan di atas titik
berat riser.
2.17.1. Flange
1. Periksa tekanan keseluruhan pada flange :
Menurut Santoso (2007) metode perhitungan dengan tekanan
equivalen (peq) berdasarkan standard ASME Section III, Flange Check
(NC-3658) base oil adalah:
3
0
...............................................................................
D
engan : peq (2.43)
P PASME
Dengan :
P tekanan equivalen (bar)
eq
resultan momen puntir pada kondisi desain (DaN.m)
M
gaya aksial pada kondisi desain (DaN)
F
diameter gasket efektif (mm)
F o .............................................................
A ........... 2.45)
2
G
F i
Gambar 2.17. Local Axis. Wiki (2007)
31
Metode ini berlaku untuk semua Welding Neck Flanges in Carbon Steel or
0
Stainless Steel or Duplex stainless steel pada temperatur < 120 C dan terhubung pada
0
vessel or equipment. Untuk temperatur >120 C, tekanan equivalen-nya (peq), harus
dibagi lagi dengan faktor koreksi (β), faktor koreksi (β) ditetapkan oleh
perusahaan/intansi terkait untuk menghindari batasan suhu dan tekanan.
2. Menurut Santoso (2007) kesimpulan dari persamaan metode pembagian
faktor koreksi :
p
.............................................................................
eq P P
(2.46)
SME
β
Dengan :
Peq = tekanan equivalen (bar)
PASME = tekanan kerja pada temperature desain ASME B16.5,
B16.47 (bar)
P = tekanan operasi (bar)
β = koefisien beta pada static loads dan dynamic loads
32
Tabel 2.3. Koefisien beta pada static loads and dinamic loads. Santoso
(2007)
2.17.2. Gasket
Gasket adalah materi atau gabungan dari beberapa materi yang diapit
diantara dua sambungan mekanis yang dapat dipisah. Fungsi utama dari gasket
sendiri adalah untuk mencegah kebocoran selama jangka waktu tertentu.
BAB III ANALISIS STRUKTUR
BAB III
ANALISIS STRUKTUR
komponen Ax dan Ay dari reaksi di A, dan gaya T yang ditimbulkan oleh kabel di
D. Jika sistem itu diuraikan dan diagram benda bebas untuk masing-masing
komponen dibuat, maka akan terdapat gaya dalam yang mengikat sambungan-
sambungan batang kerangka sistem. (gambar 3.1(c))
Perlu diperhatikan bahwa gaya yang ditimbulkan di B oleh bagian BE
pada bagian AD sudah dinyatakan sebagai gaya yang sama besar dan berlawanan
arah dengan gaya yang timbul pada titik yang sama oleh bagian AD pada bagian
BE. Demikian juga gaya yang ditimbulkan di E oleh BE pada CF telah
diperlihatkan sama dan berlawanan arah dengan gaya yang ditimbulkan oleh CF
pada BE. Dan komponen gaya yang ditimbulkan di C oleh CF pada AD
ditunjukkan sama dan berlawanan arah dengan komponen gaya yang ditimbulkan
oleh AD pada CF.
4
1
BAB III ANALISIS STRUKTUR
Dalam bab ini dan bab berikutnya, kita akan meninjau tiga bagian besar
struktur teknik, yaitu :
z Rangka batang (truss) yang dirancang untuk menumpu beban dan biasanya
berupa struktur yang dikekang penuh dan stasioner. Rangka batang terdiri dari
batang-batang lurus yang berhubungan pada titik-titik kumpul yang terletak di
ujung-ujung setiap batang.
aa Portal (frame) yang juga dirancang untuk menumpu beban dan biasanya juga
berupa struktur yang dikekang penuh dan stasioner. Namun, portal selalu
terdiri dari paling kurang satu batang dengan pelbagai gaya, yaitu batang yang
mengalami tiga atau lebih gaya yang umumnya tidak searah.
bb Mesin yang dirancang untuk menyalurkan dan mengubah gaya-gaya dan
merupakan struktur yang terdiri dari bagian-bagian yang bergerak. Mesin,
seperti portal, selalu terdiri dari paling sedikit satu batang dengan pelbagai
gaya.
42
BAB III ANALISIS STRUKTUR
Batang-batang penyusun truss dapat mengalami aksi gaya tarik atau gaya
tekan seperti ditunjukkan pada gambar 3.4.
43
BAB III ANALISIS STRUKTUR
44
BAB III ANALISIS STRUKTUR
Truss dapat dipandang sebagai kelompok pin dan bagian dua-gaya. Truss
dalam gambar 3.2, diagram benda bebasnya diperlihat pada gambar 3.6(a). Gaya-
gaya tersebut dapat diuraikan lagi menjadi bagian-bagian batang penyusun
trussnya seperti diperlihatkan pada gambar 3.6(b).
4
5
BAB III ANALISIS STRUKTUR
4
6
BAB III ANALISIS STRUKTUR
AC
FAC
Y A
F
X AD X
Y
AX
Sambungan D DC
DC
FDB
DA
F DB
D DB
DA
DC
FD
A
C
Sambungan C CB FCA CB
CA FCD
CB
F
CA
CD
F
CD
Sambungan B BC BD
BD
B FBC
Dari tabel 3.1 dapat digambarkan secara lengkap gaya-gaya yang timbul
pada tiap ujung batang penyusun truss seperti terlihat pada gambar 3.7.
47
BAB III ANALISIS STRUKTUR
FAC CD BC
FA FA
D D D FBD
F
AX BD
Y
Gambar 3.7. Hasil penguraian gaya dalam
Contoh 1.
Dengan menggunakan
metode sambungan, tentukan
2000 lb 1000 lb
gaya pada masing-masing
bagian batang dari rangka
batang (truss) yang terlihat
pada gambar
Penyelesaian :
Keseimbangan seluruh rangka
batang:
Fx = 0
Cx = 0
MC=0
(E x 6) – (1000 x 12) – (2000
x 24) = 0 6E = 60000
E = 10000 lb (ke atas)
Fy = 0
E + Cy – 2000 –
1000 = 0 10000 + Cy –
3000 = 0 Cy = - 7000
lb
= 7000 lb (ke bawah)
Sambungan A:
2
000 20 FA 200
00 D 0
1
8 0
FAB
F
AB 6
A
F
AB
FAD
F
AD
49
BAB III ANALISIS STRUKTUR
FAD:2000=1 FAB:2000=
0:8 6:8
8FAD = 8FAB
20000 = 12000
FAD = 2500 lb
(tekan) FAB = 1500 lb (tarik)
Sambungan
D:
DE F
DB
FAD DB
0 0 8 FAD
6
DE DB
D DE
D
FAD:FDE=10 FAD:FDB=1
:12 0:10
2500 : FDE = 2500 : FDB = 10
10 : 12 : 10
10FDE =
30000 FDB = 2500 lb (tarik)
FDE = 3000 lb (tekan)
Sambungan B:
Diasumsikan bahwa gaya FBC menjauhi titik B dan F BE menuju titik sambungan
B
1000
F FB
AB B C
1
0 1
8 8 0
FB
DB 6 E
50
BAB III ANALISIS STRUKTUR
Fx = 0
FBC – FAB – ) ) =
(FBE x – (FDB x 00
FBC – ) = 1500 +
(FBE x 0 (2500 x 0
)
FBC – )= (
(FBE x 0 3000 1)
Fy = 0
)–
1000=0
)
FBE x - (FDB x 0
0
) = 1000 +
FBE x (2500 x )
0 10
)
FBE x = 3000
0
FBE = 3750 lb (positif berarti asumsi arah gaya yang kita ambil benar)
= 3750 lb (tekan)
= 5250 lb (tarik)
Sambungan E:
Diasumsikan arah FEC menuju titik sambungan E
51
BAB III ANALISIS STRUKTUR
F
BE
6 6 EC
88
(K) 10
E
FDE
10000
Fx = 0
) + FDE – )
FBE x (FEC x =0
0 0
) = ) + 3000
FEC x (3750 x = 5250
0 0
FEC = 8750 lb (positif berarti arah gaya yang diasumsikan benar)
FEC = 8750 lb(tekan)
Contoh 2.
Dengan
menggunakan metode
sambungan, tentukan gayadalam
masing-masing bagian batang truss
yang terlihat pada gambar.Nyatakan
apakah masing-masing dalam keadaan
tarik atau desak.
5
2
BAB III ANALISIS STRUKTUR
Penyelesaian :
A MA=0
y
(C x 5,25) – (105
x 3) = 0 C = 60 kN
Ax
Fx = 0
Ax – C = 0
Ax = 60 kN
Fy = 0
Ay – 105 = 0
C Ay = 105 kN
Sambungan B :
FAB AB
FAB
1,25 B
B ,25
5,25 105
BC 5 105
4
1
05 FBC BC
Sambun
gan A:
Asumsi : arah FAC diambil menjauhi titik A
y Fy = 0
Ay – FAC – )
,25
(FAB x =0
,25
3 A ,25
x
1,25 )
105
3,25 – (65 x ,25 =FAC
FAC = 80 kN( positif berarti
FAB
FAC
asumsi
yang diambil benar)
FAC = 80 kN (tarik)
J Penentuan arah yang benar dari suatu gaya yang belum diketahui kadangkala
harus dilakukan dengan menggunakan cara inspeksi atau pengecekan. Untuk
kasus yang lebih kompleks, penentuan arah gaya dilakukan dengan
menggunakan asumsi. Kemudian setelah menerapkan persamaan
kesetimbangan, asumsi arah yang kita ambil akan diverifikasi dengan hasil
perhitungan. Jawaban positif menunjukkan asumsi arah yang kita ambil benar,
jawaban negatif menunjukkan asumsi arah yang kita ambil harus dibalik.
Prosedur berikut menyediakan sarana untuk menganalisis truss
menggunakan metode pembagian :
Diagram benda bebas :
J Buat keputusan tentang bagaimana harus memotong truss yang melalui batang
yang ingin dihitung besar gayanya.
K Sebelum mengisolasi bagian yang tepat, pertama kali mungkin diperlukan
untuk menentukan reaksi eksternal truss, sehingga tiga persamaan
kesetimbangan hanya digunakan untuk memecahkan gaya batang di bagian
yang dipotong.
L Gambarkan diagram benda bebas dari bagian dari truss yang dipotong yang
memiliki jumlah gaya paling sedikit.
M Gunakan salah satu dari dua konsep tentang metode sambungan yang telah
dijelaskan sebelumnya untuk menentukan jenis dari gaya yang tidak diketahui.
Persamaan kesetimbangan :
J Momen harus dijumlahkan terhadap titik yang terletak di persimpangan dari
garis-garis aksi dari dua gaya yang tidak diketahui, dengan cara ini, gaya
ketiga yang tidak diketahui ditentukan langsung dari persamaan.
K Jika dua gaya yang tidak diketahui sejajar, gaya-gaya itu dapat kita jumlahkan
secara tegak lurus terhadap arah gaya-gaya yang tidak diketahui ini untuk
menentukan gaya ketiga yang tidak diketahui.
Dalam gambar 8(a). garis nn telah dilewatkan melalui bagian BD, BE,
dan
CE. Bagian ABC (sebelah kiri) dipilih untuk menyelesaikan persoalan ini
(gambar 8(b)). Gaya yang beraksi pada bagian ABC adalah beban P1 dan P2 pada
titik A dan B dan tiga gaya yang tidak diketahui FBD, FBE, dan FCE. Karena belum
5
5
BAB III ANALISIS STRUKTUR
Contoh 3.
Tentukan gaya
pada bagian EF dan GI
pada rangka batang
(truss) seperti yang
diperlihatkan pada
gambar dengan metode
pembagian
Penyelesaian :
Sebuah diagram
benda bebas dari
seluruh truss
digambarkan;
gaya-gaya luar yang
beraksi pada benda
bebas ini terdiri dari
beban-beban terapan
dan reaksi-reaksi pada
B dan J.
J = 33 kips.
FX=0 FY=0
BX+16 BY+33–28–28=0
=0
BX = - BY = 23 kips
16 kips
= 16 kips (kiri)
Gaya pada bagian EF:
Garis nn
dilewatkan
melalui truss
sehingga memotong
bagian EF dan dua
tambahan bagian.
FY=0
23–28–
FEF=0 FEF = - 5
kips
FEF = 5 kips (tekan)
Contoh 4.
Tentukan gaya-gaya
pada bagian FH, GH, dan GI
dari rangka batang atap
seperti yang diperlihatkan
pada
gambar menggunakan
metode pembagian
Penyelesaian :
5
8
BAB III ANALISIS STRUKTUR
(1 x 5) + (1 x 10) – (7,5 x
15) - (FFH cos 28,07 x 8)= 0
FFH = - 13,9 kN
FFH = 13,9 kN (tekan)
MH=0
(FGI x 5,33) + (1 x 5) – (7,5 x 10)
=0
FGI = 13,13 kN (tarik)
59
BAB III ANALISIS STRUKTUR
Contoh 5.
Rangka batang pada contoh 1, Tentukan gaya-gaya pada bagian BC, BE,
dan DE dengan metode pembagian.
Penyelesaian :
Telah dihitung pada
contoh 1 : E = 10000 lb ( ke atas )
CX=0
CY = 7000 lb ( ke bawah )
Kita lewatkan garis nn
n memotong
bagian BC, BE, dan DE.
Gunakan
bagian kiri (segitiga ABD)
untuk
menghitung FBC, FBE, dan
FCE.
n
2 1000
000 lb lb
BC
A
BE
FDE
E
D
MB=0
-(FDE x 8) - (2000 x 12) = 0
FDE = -3000 lb
= 3000 lb (desak)
LATIHAN
K Determine the force in each member of the truss and state if the members are
in tension or compression. Given P1 = 7 kN and P2 = 7kN.
61
BAB III ANALISIS STRUKTUR
P The Howe Bridge truss is subjected to the loading shown. Determine the force
in members DE, EH, and HG, and state if the members are in tension
or compression. Given F1 = 30 kN, F2 = 20 kN, F3 = 20 kN, F4 =40 kN, a = 4
m, and b = 4 m.
6
2
BAB III ANALISIS STRUKTUR
= Determine the force in members BE, EF, and CB, and state if the members are
in tension or compression. Set F1 = 5 kN, F2 = 10 kN, F3 = 5 kN, F4 = 10 kN,
a = 4 m and b = 4 m.
K The Pratt Bridge truss is subjected to the loading shown. Determine the force
in members LD, LK, CD, and KD, and state if the members are in
tension or compression. Given F1 = 50 kN, F2 = 50 kN, F3 = 50 kN, a = 4 m
and b = 3m.
BA
B4
ANALISIS BATANG
TEKAN
M x = P.n
M y = P.m
My
(
x .y .x
− − 4.1.)
x IY
b
Y0
n
A
Y
X
0
Gambar 4.1. Pembebanan pada Kolom
90
atau
P .y .x
m
− 1 (4.3.)
r
Ax y
Persamaan 4.3 akan bernilai nol jika :
=
+ .y .x 0 (4.4.)
2 2
Persamaan 4.4 merupakan garis lurus ab yang disebut sebagai garis nol,
yaitu garis yang melalui serat-serat pada penampang kolom dengan tegangan sama
dengan nol. Semua serat pada penampang kolom yang terletak pada daerah arsiran
mengalami tegangan tarik sedangkan daerah yang tidak diarsir mengalami
tegangan tekan.
Batasan eksentrisitas pada penampang kolom yang hanya menimbulkan
tegangan tekan sangat penting bagi elemen struktur yang menggunakan bahan
seperti beton, yang memiliki kuat tarik sangat kecil dibandingkan dengan kuat
tekannya. Daerah pada penampang kolom yang merupakan batasan eksentrisitas
di mana jika di dalamnya dikerjakan gaya tekan maka tegangan yang terjadi pada
seluruh penampang kolom masih merupakan tegangan tekan murni disebut
sebagai inti tampang. Inti tampang pada penampang kolom dapat ditentukan
dengan menghitung batasan eksentrisitas pada setiap sisi kolom menggunakan
Persamaan di bawah ini :
(4.5.)
−
0
− (4.6.)
y0
91
4.2. Persamaan Tekuk Euler
92
2 =
y
.I. M
x
=
P.(− y)
2 =
y
.I. − P.y (
x 4.7.)
2
y
2
=
x .I y 0 (
P 4.8.)
dengan k = , maka Persamaan 4.7 dapat diubah menjadi :
.I
2
y + k
2
.y= 0
2
x
Penyelesaian dari Persamaan 4.8 adalah :
cc = A.cos kx + B.sin kx
di mana A dan B, merupakan konstanta integrasi.
Pada saat x = 0 maka y = 0, sehingga diperoleh A = 0
x = L maka y = 0,
0 = B.sin kL
Sin kL= 0
kL = 0, π, 2π, 3π, ...
Nilai B tidak boleh sama dengan nol, karena semua penyelesaian Persamaan akan
selalu bernilai nol dan merupakan trivial solution, sedangkan nilai 2π, 3π dan
seterusnya tidak memberikan nilai praktis yang signifikan,
maka :
k.L π
tau L π
E
.I
P .E.I
2
tau L2
2
(4
P .E.I min .9.)
2
cr L
93
Beban kritis tekuk Euler pada kolom ideal yang lain dapat dihitung dengan
cara analog seperti kasus kolom bertumpuan sendi-sendi. Formulasi beban kritis
untuk jenis kolom ideal yang lain adalah :
Kolom bertumpuan 2
.) sendi-jepit, .π .E.I min
r 2
L
Kolom bertumpuan 2
.) jepit-jepit, .π .E.I min
r 2
L
Kolom bertumpuan jepit 2
π .E.Imin
.) bebas,
r 2
4.L
Formulasi tekuk Euler secara umum dapat dinyatakan dalam
bentuk
Persamaan berikut :
π
2
.E.Imin 4.10.)
L
r 2
k
1
. Sendi-Sendi L
2 L
. Sendi-Jepit
2
3
. Jepit-Jepit L/2
4
. Jepit-Bebas 2.L
94
Besarnya tegangan normal kritis pada kolom ideal juga dapat ditentukan dari
Persamaan Euler, yaitu :
2
.E.I
r in
k .A
tau
.E
2
cr (4.11.)
r
min
ma ” menunjukkan angka kelangsingan kolom “λ”,
Lk
i na “ sehingga
r
min
Persamaan 4.11 juga bisa dinyatakan dalam bentuk
2 .E
cr (4.12.)
2
2 ≤
.E
σy (4.14.)
2
tau
E
≥π. (4.15.)
(E) y
95
Persamaan Parabola
Johnson
σy
Persamaan
Euler
σcr A
Persamaan Tetmayer
tanpa adanya lenturan sehingga besarnya tegangan kritis (σcr) dapat ditentukan
sama dengan tegangan leleh material yang digunakan (σy). Kasus yang lain adalah
kolom sedang (intermediate column) dengan angka kelangsingan berkisar dari 30
sampai angka kelangsingan batas (30 ≤ λ < λg) tegangan yang terjadi akibat gaya
aksial dan momen lentur memiliki kontribusi yang sama-sama signifikan,
sehingga sampai saat ini tegangan kritis yang terjadi dihitung menurut formula
empiris yang merupakan hasil penelitian yang dilakukan para ahli, misalnya
penelitian oleh J.B. Johnson yang menghasilkan Persamaan Parabolik Johnson
dan digunakan dalam konsep perancangan menurut AISC 1969.
9
6
Tegangan kritis pada kasus kolom sedang dapat dihitung menurut
Persamaan berikut :
l 2
cr =σy −γ. (4.17.)
r
min
Persamaan di atas dapat digunakan untuk menghitung tegangan kritis
kolom sentris yang memiliki nilai kelangsingan lebih kecil dari angka
kelangsingan batas, di mana pada Gambar 4.3 berada di sebelah kiri. Nilai γ
ditentukan oleh sifat material dan ukuran geometris yang digunakan. Selanjutnya
beban maksimum yang boleh dikerjakan dapat dihitung dengan :
σ .A (4.18.)
r r
Persamaan garis lurus ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Tetmayer dan Bauschinger terhadap kolom baja struktural bertumpuan sendi-
sendi. Hasil penelitian tersebut menghasilkan formula empiris berdasarkan
tegangan tekan rata-rata yang terjadi pada kolom baja. Formula empiris yang
dihasilkan adalah :
l
cr =σy −β. (4.19)
r
min
Khusus untuk kolom baja struktural, tegangan kritis dapat dihitung dengan :
l
cr = 330 − 1,45 . MPa (4.20.)
r
min
Persamaan ini untuk kolom baja dengan angka kelangsingan
berlaku yang
berkisar 30 sampai 110 (30 ≤ λ < 110).
Jika suatu beban P dikerjakan pada kolom dengan eksentrisitas “e”, maka
pada suatu titik yang berjarak X akan terjadi momen lentur,
M = − P.y
97
2 =
y
.I. − P.y
2
x
2
y
2
x .I y 0
tau
2 +
y 2
k .y 0 (4.21.)
2
x
98
m
aka
= pada
y 0 saat x =
dx
L L
0 = −e.sin k. + B.cos k.
2 2
atau
k.L
= e. tan
2
sehingga diperoleh Persamaan
(L) = e.cos
kx + e.
k.L
tan
.sin kx 2
k
.L
y = e. cos kx + .
tan sin kx (4.23.)
2
Perlu diingat bahwa dalam Persamaan 4.23 terdapat nilai P
k=
E
.I
defleksi kolom terjadi pada semua nilai beban tidak seperti pada kasus
beban aksial sentris, di mana defleksi hanya terjadi pada saat P = Pcr.
Defleksi maksimum terjadi pada bagian tengah kolom
(kasus simetris).
Sehingga Persamaan 4.23, berubah menjadi :
k
.L .L .L
=
max e. cos tan sin
2 2
= .L
2 .L 2 .L
e.sec cos sin
=
e.sec .L (4.24.)
2
= ∞pada saat nilai .L
max sec =∞
2
atau pada saat
k .L = π
U 2
atau
P
.L =π
E.I
99
atau pada saat nilai
π 2.E.I
P= = P (Beban kritis tekuk Euler)
cr
L2
Apabila nilai ymax mencapai ∞ , hal ini merupakan kasus terburuk yang
dalam kenyatannya tidak akan pernah terjadi, maka harus dicatat bahwa pada
kolom eksentris biasanya beban yang dikerjakan harus lebih kecil dari beban kritis
tekuk Euler. Jika Z merupakan modulus tampang
P.yma
x (4.25.)
max
.e.sec .L
(4.26.)
Z
.e .L
1 sec (4.27.)
2
di , y merupakan jarak antara garis netral
mana Z = dengan penampang
c
c
2
kolom dengan serat terluar pada sisi tekan. Sedangkan I = A.r0 , di mana
.yc .yc
2
.r0
y
= c
2
r0
Berdasarkan Persamaan 4.27,
e k
P .y .L
= 1+ sec
ax
r
2
A 2
P e L
= 1+ sec 4.28.)
r
A 2 .I 2
e
P .y P
= 1+ sec 4.29)
r 2 E
A 2 .r .A
1
00
Untuk mendapatkan Persamaan yang dapat berlaku untuk semua kondisi
tumpuan kolom, maka digunakan besaran panjang efektif (Lk), sehingga diperoleh
Persamaan :
e
P .y L k
= 1+ sec (4.30.)
ax
r 2 E
2
A .r .A
0
Persamaan di atas berlaku untuk semua jenis kolom dengan berbagai nilai
angka
Lk
kelangsingan . Persamaan 4.30 dikenal dengan sebutan Persamaan Secant. r
tegangan maksimum (σ max ), jika semua data yang diperlukan telah diketahui.
Namun apabila ingin dihitung harga P dengan data tegangan maksimum, maka
perlu dilakukan penyelesaian dengan metode numeris. Cara lain yang dapat
dilakukan
k.L
dengan menggunakan cara Webb’s Approximation untuk nilai sec 2
π
+ 0,26
yang berlaku pada kisaran 0 < θ < , di mana :
e.
2
2 −
.θ
1
+ 0,26.
π 0,26.
r
ecθ 2.θ e.
2 P
r
−
π
Substitusi Persamaan 4.31 ke dalam Persamaan 4.24 =
mendapatkan : max P.ymax =
2
k.L
π
2
k
2
.L
1 P
(4.31.)
(4
.32.)
1
01
Selanjutnya Persamaan 4.25 dapat diubah menjadi :
(P + 0,26.P)
.e. cr
(
P −P)
r
max Z (4.33.)
Pers akan memberikan penyelesaian yang lebih mudah
amaan .33 jika
dibandingkan dengan Persamaan 4.26 dan 4.27.
Persamaan 4.31 juga dapat lebih disederhanakan lagi menjadi :
2
s 1 + 0,1.θ (4
ecθ = .34.)
2
1 − 0,4.θ
Sehingga Persamaan 4.26 dapat diubah menjadi :
+ 0,1.
σ .e
=
max
1 L
− 0,4. (4
.35.)
4
.e
+ 0,1.k L
= .
4
− 0,4.k L
Dalam lingkup pekerjaan teknik sipil sering dijumpai kasus di mana suatu
elemen struktur menerima beban yang berupa momen lentur M dan gaya aksial P
sebagaimana ditunjukkan Gambar 4.5, misalnya pada struktur balok beton
prategang atau elemen struktur yang berupa kolom. Kolom berfungsi untuk
menahan beban aksial P searah dengan sumbu batangnya, tetapi jika gaya aksial
tersebut bekerja dengan eksentrisitas m, maka akan terjadi momen lentur sebesar
P.m terhadap sumbu Y.
M M
P P
Gambar 4.5. Balok dengan Kombinasi Gaya Aksial dan Momen Lentur
102
Pada kasus di atas tegangan yang terjadi dalam material yang digunakan
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
X
m
a a a
1
03
σ
σl l
σl
σ
σ
σa + σl a + σl
a + σl
σl
σa – σl
0 – σa
(a
.) (b.) (c.)
a.) Besarnya tegangan total “σr” dipengaruhi oleh tegangan normal tekan akibat
beban aksial dan tegangan normal akibat momen lentur. Sisi yang mengalami
tegangan tekan akibat momen lentur mengakibatkan bertambahnya tegangan
normal tekan, sedangkan sisi yang mengalami tegangan tarik akibat momen
lentur mengakibatkan semakin kecilnya tegangan tekan yang diakibatkan
beban aksial, dan jika tegangan tarik yang diakibatkan momen lentur telah
melebihi tegangan tekan yang diakibatkan beban aksial akan terjadi
fenomena “pembalikan tegangan” seperti ditunjukkan pada Gambar 4.6.c.
b.) Adanya eksentrisitas menyebabkan sumbu normal tidak berimpit dengan
pusat berat, namun dalam perhitungan jarak “x” tetap dihitung dari pusat
berat.
Jika beban aksial P bekerja dengan eksentrisitas “m” dari sumbu Y dan “n”
dari sumbu X seperti terlihat pada Gambar 4.7, maka akan terjadi momen lentur
ke arah sumbu X maupun Y, sehingga tegangan total yang terjadi adalah :
1
04
P . m) . x P.m).y
r (4.22.)
y x
.x .y
2
± 2 (4.23.)
x
Dalam kasus ini tegangan maksimum akan terjadi pada kuadran di mana
beban aksial bekerja, sedangkan tegangan minimum terjadi pada kuadran yang
berseberangan.
X
15
mm
15
mm
300 mm
Bentuk dan ukuran profil pada Gambar 4.8 simetris dalam arah vertikal
maupun horisontal, sehingga garis berat berimpit dengan sumbu-sumbu
simetrinya.
2
mm
Luasan tampang
−
K = (2x300x15) + (15x270)
2 Gari x
= 13050 mm
s AB 0 =∞
Momen inersia tampang =
0 150 mm
x300 168750
1 3 4 5
X 2x x15 mm
y 230,604 0,
2
2x300x15x1 = 164025000 aka =− 0 −
2 4
35 mm
3 4
12 246037 v =
x15x270 50 mm i 2
− x =−
188797500 14467,241
4 =
mm
−96,45 mm
y
x15 67500000 150
1 3 4
0
Y 2x x300 mm
2
3 4
12 759378
x270 x15 mm
68259378
4
mm
188
x 797500
1
X 3050
= 14467,241
2
mm
68
Y 259378
Y
1
= 5230,604
3050
A B
b1
b3
b4
b2
D C
1
06
b
v) =
2 = (u; (0,00; − 96,45 mm)
karena
simetris
v) =
1 = ( u; (0,00; 96,45 mm)
G =
aris BC 0 150 mm
0 =∞
5 =
y − 230,604 −34,87 mm
m x 1
aka =− 0 50
14 =
=−
x
− 467,241 0,00 mm
y0 ∞
karena simetris
(0,00; 96,45)
(- (34,87;
34,87; 0,00) 0,00)
(0,00; -96,45)
107
Penyelesaian :
Angka kelangsingan
.7000
K =
l
k= 2
rmin 72,32
N = 68,44
Kelangsing
an batas
2
.E x210000
g π π
σ
2
y 40
=
g 131,42
karena λ<λg , maka kolom baja tersebut tergolong sebagai kolom sedang
dan
untuk analisisnya dapat digunakan Persamaan Parabolik Johnson :
(
k
cr . σy)
.r
in
2
.
7000
= x
1− (240)
131,4
= 207, 45 MPa
L 207,45 x 13050
M 2707,265 kN
108
Contoh 4.3. : Sebuah batang tekan dengan panjang 1 m, diameter luar 70 mm
dan diameter dalam 60 mm, kedua ujungnya bertumpuan sendi-
sendi menerima gaya tekan dengan eksentrisitas 5 mm. Hitung
beban maksimum yang dapat dikerjakan, jika batas tegangan yang
diijinkan 250 MPa dengan nilai elastisitas baja sebesar 200 GPa.
Penyelesaian :
= =
π
(
. 70 − 50
2 2
)4
2
1021 mm
Eksentrisitas (e),
e = 5 mm
Momen inersia tampang (I),
K =
π
(
. 70 − 50
4 4
)4
4
542415 mm
Modulus tampang (Z),
5
42415
3
c 5
= 15497
3
mm
Menggunakan
Persamaan 4.32,
L
.L
1 1
+ 0,1. + 0,1. x
k E
.L .I
ec 2 =
.L
− ,4. 1 − 0,4.
E
.I
6
0
1
+ 0,1.
200000x
= 542415
0
− ,4.
200000x
542415
1
09
1 P
+ 0,1.
6
0,434x10
=
P
1 − 0,4.
6
0,434x10
L 6
0,434x10 + 0,1.P
6
0,434x10 − 0,4.P
.e.sec .L
σ 2
max
0,
6 +
x5 434x10 0,1.P
250
15497
6
−
021 0,434x10 0,4.P
0
,434x10 ,1.P
0,775 x =
106 3,305.P + P.
0, 0
434x10 ,4.P
= 9,45 0,128 x
6 6
P x 10 N tau 10 N
Soal Latihan
4.1. Sebuah kolom bertumpuan jepit-sendi dengan bentuk tampang lingkaran
berlubang sepanjang 8 m yang digunakan untuk menahan gaya tekan 400
kN, jika ditentukan diameter luar yang digunakan adalah 200 mm dan nilai
elastisitas besi tuang sebesar 80 GPa, hitung tebal penampang yang
diperlukan dengan menggunakan Persamaan Euler !
110
4.2. Diketahui profil baja dengan bentuk tampang tergambar
10 mm
220 mm
8 mm
mm
250 mm
4.3. Sebuah tiang terbuat dari baja dengan tegangan maksimum yang diijinkan
sebesar 210 MPa, panjang tiang adalah 3 m dengan kondisi kedua ujungnya
bertumpuan sendi-sendi. Diameter luar tiang terukur sebesar 60 mm dengan
tebal 6 mm. Jika gaya tekan (P) pada tiang baja tersebut dikerjakan dengan
eksentrisitas 15 mm, hitung P maksimum yang diijinkan !
4.4. Suatu balok beton prategang berbentuk segi empat dengan lebar balok 35 cm
dan tinggi 60 cm diberi gaya tekan secara konsentris (di pusat berat) sebesar
2500 kN, jika kuat tekan karakteristik beton (fc’) sebesar 50 MPa, dan
tegangan tarik yang diijinkan pada beton sebesar 5 MPa, hitung beban
terbagi rata yang boleh dikerjakan di atas struktur balok !
10 m
111
6
3
2
2