Anda di halaman 1dari 10

Arahan Pemanfaatan Lahan Permukiman berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan...................................................................

(Saragih)

ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN PERMUKIMAN BERDASARKAN


KELAS KEMAMPUAN LAHAN DAN
KAWASAN RAWAN BENCANA DI KABUPATEN BOGOR
(The Direction of Landuse Settlement Based on The Ability of Land Class and
Disaster Prone Area in Bogor Regency)

Christine Vita Sari Saragih


Program Studi Diploma III Perencanaan Wilayah Dan Kota Departemen Sipil & Perencanaan Sekolah
Vokasi Universitas Diponegoro, Jalan Prof. Soedarto, SH No. 1, Kampus UNDIP Tembalang, Semarang 50275
E-mail: christinevitasarisaragih@gmail.com

ABSTRAK
Kabupaten Bogor memiliki kondisi fisik dan demografis dengan tingkat kerawanan tinggi terhadap
terjadinya bencana. Selain itu di Kabupaten Bogor juga terdapat penggunaan lahan permukiman yang tidak
terkontrol. Sehingga lokasi pembangunan permukiman sudah tidak lagi sesuai berdasarkan fungsi kawasan,
tidak memperhatikan kondisi kemampuan lahan, dan arahan zonasi yang aman dari bencana alam. Maka
tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis bagaimana kondisi lahan yang sesuai untuk pembangunan
permukiman. Faktor penentu yang digunakan dalam menentukan arahan pemanfaatan lahan permukiman
yang sesuai pada penelitian ini yaitu pembangunan permukiman yang berada pada fungsi kawasan
budidaya, memiliki kelas kemampuan lahan I dan II, dan tidak berada di kawasan rawan bencana. Metode
yang digunakan ditentukan berdasarkan parameter penentu yaitu kondisi kelerengan, curah hujan dan jenis
tanah. Kemudian dilakukan teknik scoring yang berpedoman pada SK Mentan No. 837/KPTS/UM/11/1980
dan No. 683/kpts/um/VIII/1981. Pada tingkat kemampuan lahan dilakukan dengan teknik scoring dan
overlay pada setiap variabel fisik lahan yang merugikan dan menguntungkan. Kemudian akan diberi total
skornya untuk mengetahui klasifikasi kemampuan lahan, yang berpedoman pada Lampiran Peraturan
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2009. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan,
Total luas wilayah kawasan budidaya di Kabupaten Bogor yaitu seluas 156.303,85 Ha. Kemudian dilakukan
analisis untuk menentukan hasil penyesuaian kelas yang didapat untuk mengetahui lokasi yang tidak berada
pada kawasan rawan bencana. Hasil dari seluruh analisis ini adalah persebaran lokasi permukiman dengan
kelas I dan II dan lokasi yang berada pada fungsi kawasan budidaya, sekaligus aman dari kawasan rawan
bencana.

Kata Kunci : permukiman, fungsi kawasan, kemampuan lahan, kawasan rawan bencana

ABSTRACT
Bogor Regency have a condition physical and demographic with the vulnerable high evaluation of
disaster also the uncontrolled land use changes. Besides in, Bogor Regency there are also land use
uncontrolled settlement. So that the site of the settlement are no longer appropriate area based on function,
not consider the condition of the land, and zoning unaffected by natural disasters. The purpose of this
research is to analyze how conditions land that is appropriate for residential development. The factors of this
research are residential development in the region cultivation, holds classes the ability of land I and II, and
not in the disaster prone area. The methodology that was used depends on the parameters are the
condition of the slope, rainfall, and soil types. Then scoring is used based on SK Mentan No.
837/KPTS/UM/11/1980 and No. 683/kpts/um/VIII/1981. The ability level of land is performed with scoring
and overlay on each variable land physical adverse and profitable. Then all score was totaled to know the
classification of the land, who guided by appendix the minister for the environment No 17 in 2009. According
to the analysis undertaken the total area of the cultivation in the area of bogor districts 156,303.85 Ha. Then
analysis was did to determine, the adjustment class obtained is not in the disaster prone. The result of all
this analysis is settlement distribution with the class I and II, and location in the area cultivation as well as
safe from the disaster prone.

Keywords: settlement, region function, land capability, disaster prone

389
Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan

PENDAHULUAN
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang menyatakan bahwa secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada
kawasan rawan bencana. Wilayah Indonesia memiliki kawasan aktivitas tektonik, dengan bencana
alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, banjir dan tsunami. Risiko bencana adalah
potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu
yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi,
kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat sesuai dengan Undang-
Undang Republik Indonesia No 24 tahun 2007. Mengacu peraturan yang sama pada pasal 32,
pemerintah daerah dalam menyelenggarakan penanggulangan bencana, dapat menetapkan
daerah rawan bencana menjadi daerah terlarang untuk pemukiman (Republik Indonesia, 2007).
Tetapi di era sekarang ini, kesalahan yang sangat banyak terjadi yaitu pembangunan permukiman
sebagai tempat tinggal masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana alam. Kondisi tersebut
kemudian dapat membahayakan makluk hidup yang bermukim di area tersebut. Hal ini juga tidak
terlepas dari terjadinya pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Berbanding lurus dengan
kebutuhan tempat bermukim penduduk, sehingga peningkatan kebutuhan lahan permukiman
menjadi semakin pesat. Kepedulian dan pengetahuan masyarakat yang rendah terhadap kawasan
bahaya geologi, ketersediaan, dan kemampuan lahan semakin menambah penyebab terjadinya
ketidak sesuaian. Dalam hal ini pembangunan permukiman yang tidak berdasarkan kelas
kesesuaian lahan dan kawasan rawan bencana.
Ketersediaan lahan yang sesuai untuk permukiman semakin berkurang. Hal ini mengakibatkan
terjadinya pembangunan permukiman yang tidak memperhatikan keamanan, baik pada waktu
sekarang dan masa yang akan datang. Salah satu contohnya yaitu pembangunan permukiman
pada kawasan lindung. Padahal jika dilihat pada berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007
Tentang Penataan Ruang Pada Pasal 5 Ayat (2), dikatakan bahwa yang termasuk dalam kawasan
lindung adalah kawasan rawan bencana alam (Republik Indonesia, 2007). Tentu saja hal ini
merupakan pembangunan permukiman yang tidak berlandasakan pada fungsi kawasan dan
kawasan rawan bencana alam.
Kabupaten Bogor memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis dengan
tingkat kerawanan tinggi terhadap terjadinya bencana. Terjadinya bencana di Kabupaten Bogor
juga disebabkan oleh beberapa faktor lain seperti infrastruktur yang lemah, kurangnya
pengetahuan pemerintah dan masyarakat, juga karena ulah manusia yang tidak dapat menjaga
lingkungan dengan baik. Ketidakpedulian dan pengetahuan terhadap kelestarian dan kondisi lahan
adalah hal yang menambah dan mempermudah terjadinya risiko bencana alam. Seperti halnya
pada perubahan penggunaan lahan yang tidak terkontrol, dimana kawasan lindung ataupun
pertanian berubah menjadi permukiman. Letak geografis Kabupaten Bogor sebagian besar berupa
dataran tinggi, perbukitan dan pegunungan serta memiliki curah hujan tinggi, dimana hampir
setiap hari turun hujan di wilayah bogor dalam setahun dan mencapai 70% sehingga Kabupaten
Bogor dijuluki “kota hujan”. Kemudian Kabupaten Bogor juga dialiri 6 Daerah Aliran Sungai (DAS),
sehingga mengindikasikan sebagai daerah rawan bencana alam.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor Pasal 35 tentang
Kawasan Rawan Bencana Alam, Kabupaten Bogor memiliki kawasan rawan bencana alam yang
terdiri dari kawasan rawan longsor, gerakan tanah, dan kawasan rawan banjir yang tersebar di
Kabupaten Bogor. Berdasarkan kondisi tersebut, maka diperlukan pengoptimalan pemanfaatan
lahan permukiman dengan mempertimbangkan kesesuaian lahan dan kawasan rawan bencana
alam di wilayah Kabupaten Bogor. Hal ini berguna untuk menganalisis wilayah-wilayah yang sesuai
dan tidak sesuai untuk dijadikan lahan permukiman. Kawasan permukiman yang sesuai tersebut,
yaitu kawasan yang aman dari bencana alam dan memiliki nilai kemampuan lahan yang tinggi.
Permukiman yang berada pada kawasan yang tidak sesuai, perlu adanya pemberian berupa
arahan/rekomendasi. Arahan/rekomendasi tersebut berupa hal-hal yang dapat dilakukan untuk
mengurangi dampak yang merugikan. Kemudian berdasarkan hasil analisis ini nantinya, dapat
diberikan ketentuan pembangunan permukiman berdasarkan kelas kemampuan lahan dan
kawasan rawan bencana. Hal ini berguna sebagai masukan dan sebagai acuan dalam pemberian

390
Arahan Pemanfaatan Lahan Permukiman berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan...................................................................(Saragih)

izin membangun sebuah rumah. Hasil dari semua analisis yang telah dilakukan ini, dapat dijadikan
masukan bagi pemerintah daerah dalam menghadapi situasi lokasi permukiman yang berada pada
kelas kemampuan lahan dan rawan bencana.

METODE PENELITIAN

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini dibagi atas dua macam, yaitu penelitian
kuantitatif dan penelitian kualititatif. Penelitian kuantitatif yang digunakan yaitu perhitungan
ketersediaan lahan untuk mengetahui sisa daya tampung wilayah Kabupaten Bogor. Kemudian
pada penelitian kuantitaif terdapat pada perhitungan dan scoring variabel dalam
mengklasifikasikan kondisi fisik seperti kelerengan, kelas kemampuan lahan, dan kelas rawan
bencana. Tujuan penelitian kuantitatif ini yaitu untuk mengembangkan dan menggunakan model
pendekatan studi yang telah dipelajari ataupun hipotesis yang berkaitan dalam analisis kesesuaian
pemanfaatan lahan permukiman yang berdasarkan pada kelas kesesuaian lahan dan kelas rawan
bencana. Adapun pendekatan lainnya yang digunakan yaitu teknik pendekatan yang
menggunakan alat bantu Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menggunakan data berupa
Peta Rupabumi Indonesia Skala 1:25.000 yang bersumber dari Badan Informasi Geospasial.
Analisis spasial yang dilakukan adalah overlay peta dan scoring.

Penetuan Fungsi Kawasan

Pada penelitian ini, analisis fungsi kawasan ini didasarkan oleh tiga variabel yaitu curah
hujan, kelerengan dan jenis tanah dengan input skor masing-masing variabel yang terdiri dari lima
kelas. Pedoman dalam menentukan skor curah hujan, kelerengan dan jenis tanah ini, dilihat
berdasarkan SK Mentan No. 837/KPTS/UM/11/1980 dan No. 683/kpts/um/VIII/1981 (Surat
Keputusan Menteri Pertanian, 1980). Pada penelitian ini, data yang digunakan berupa data vektor
(shapefile) pada setiap peta kelerengan, jenis tanah dan curah hujan di Kabupaten Bogor.
Kemudian setelah menentukan skor pada masing-masing variabel tersebut, ketiga peta tersebut
perlu di overlay untuk diketahui persebaran fungsi kawasannya. Hasil dari overlay yang dilakukan
akan menghasilkan fungsi kawasan dengan ketentuan bahwa skor dengan nilai <125 termasuk
kawasan budidaya, skor diantara 125-175 masuk kedalam kawasan penyangga dan skor dengan
nilai >175 masuk kedalam kawasan lindung.

Penentuan Kelas Kemampuan Lahan

Penentuan kelas kemampuan lahan ini akan menghasilkan tingkatan kemampuan lahan pada
daerah studi yang didasari oleh kondisi fisik lahan. Adapun variabel fisik lahan ini dikelompokkan
ke dalam aspek fisik yang menguntungkan sebagai pendukung kemampuan lahan dan aspek fisik
yang merugikan. Kemudian menentukan kelas kemampuan lahan, dilakukan melaui pengharkatan
yang dibedakan berdasarkan faktor menguntungkan dan faktor merugikan. Berdasarkan Peraturan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/prt/m/2007 tentang Pedoman Teknik Fisik &
Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, aspek fisik
dasar ini juga diperlukan dalam pengembangan suatu kota (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum,
2007). Faktor menguntungkan merupakan aspek fisik lahan yang dapat mendukung pembangunan
permukiman, yang dilihat dari kriteria masing-masing klasifikasi aspek fisik tersebut. Adapun faktor
menguntungkan yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari dari tekstur tanah, kedalaman
efektif tanah, permeabilitas tanah dan kondisi drainase. Kemudian pada faktor yang merugikan,
merupakan aspek yang menjadi hambatan atau ancaman untuk pembangunan permukiman, faktor
merugikan tersebut terdiri dari kemiringan lereng, tingkat erosi, banjir (bencana alam), dan kadar
garam
Selanjutnya, akan diberikan pengharkatan pada setiap variabel faktor menguntungkan dan
merugikan. Selanjutnya dikelompokkan menjadi total dari skor faktor menguntungkan dan faktor
merugikan. Pada variabel menguntungkan harkatnya semua diberi tanda (+) atau juga dapat
tidak dengan tanda (+), dan variabel merugikan harkatnya diberi tanda (-). Kemudian pada
penentuan kelas kemampuan lahan, selanjutnya akan dijumlahkan dengan cara berikut ini :

391
Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan

Kemampuan Lahan Wilayah = (Kd = Tk + Dr + Pr) - (Lr + (-Er) + Ba + Sa))………....................(1)


dimana:
Kd = Kedalaman Efektif Tanah Lr = Lereng
Tk = Tekstur Tanah Ba = Banjir
Dr = Drainase Er = Erosi
Pr = Permeabilitas Tanah Sa = Salinitas

Berdasarkan klasifikasi variabel-variabel penentu kelas kemampuan lahan tersebut baik dari
faktor menguntungkan dan dan faktor yang merugikan, maka dapat disimpulkan klasifikasi
variabel yang sesuai untuk permukiman sesuai pada Tabel 1. Hal ini juga berhubungan dalam
penentuan kelas kemampuan lahan yang sesuai untuk penggunaan lahan permukiman.

Tabel 1. Klasifikasi variabel yang sesuai untuk permukiman


Variabel
Penentuan
Klasifikasi variabel yang sesuai Kriteria Kondisi Fisik untuk
Kelas Harkat Sumber
untuk permukiman Permukiman
Kemampuan
Lahan
Tekstur Halus sampai sedang Kandungan lempung 3 - 5 Noor, 2011
Tanah berpengaruh terhadap kembang
kerutnya tanah. Hal ini erat
kaitannya dengan pembuatan
pondasi,pembangunan jalan,
saluran air, dan sebagainya.
Kedalaman Rata-rata mempunyai Semakin jauh kedalaman efekif 1 - 2 Sitanala, 1989
Efektif kedalaman efektif tanah yang tanah, maka semakin dalam juga
Tanah cukup 30 – 90 cm kemampuan tanah yang dapat
ditembus oleh air. Sehingga akan
semakin besar kontribusinya
terhadap kemampuan lahan.
Permeabiltas 2,0 - 8,35 Permeabilitas tanah yang 3 Sitanala, 1989
Tanah (Permeabilitas Sedang) mempunyai kontribusi besar
terhadap kemampuan lahan
adalah yang mempunyai kelas
sedang. Hal ini dikarenakan
semakin cepat atau semakin
lambat permeabilitas tanah akan
semakin kecil kontribusinya
Kekuatan Tidak mudah pecah oleh Kekuatan batuan memilik 4 - 5 Jamulyo dan
Batuan pukulan palu geologi sangat pengaruh dengan pondasi Sunarto, 1996
kuat dan kekuatan batuan yang bangunan, sehingga batuan yang
Sukar pecah oleh pukulan palu kuat akan meperkokoh pondasi
geologi. bangunan tersebut agar lebih
awet dan tahan terhadap
ancaman.

Drainase Kleas drainase cepat sampai Tidak tergenang oleh air sampai 3 - 4 Peraturan
sedang lembab Menteri
Pekerjaan
Umum, 2008
Kelerengan 0 - 25% Topografi datar sampai 0- Peraturan
bergelombang (-3) Menteri
Pekerjaan
Umum, 2008
Tingkat Tanpa Banjir Tidak berada pada daerah rawan 0 Peraturan
Bahaya bencana (longsor, banjir, erosi, Menteri
Banjir abrasi) Pekerjaan
392
Arahan Pemanfaatan Lahan Permukiman berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan...................................................................(Saragih)

Variabel
Penentuan
Klasifikasi variabel yang sesuai Kriteria Kondisi Fisik untuk
Kelas Harkat Sumber
untuk permukiman Permukiman
Kemampuan
Lahan
Tingkat Tanpa Erosi Umum, 2008
Bahaya Erosi
Salinitas Tanpa Salinitas Salinitas merupakan salah satu 0 Jamulyo dan
cekaman abiotik utama yang Sunarto, 1996
berpengaruh buruk terhadap
produktivitas dan kualitas
tanaman sehingga akan
mengakibatkan peningkatan
dampak pada aspek sosial
ekonomi dan kesehatan,
terutama pada masyarakat
petani.
Sumber: Hasil Analisis, 2017

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis Fungsi Kawasan Budidaya sebagai Kawasan Peruntukan Permukiman

Total luas wilayah kawasan budidaya di Kabupaten Bogor yaitu seluas 156.303,85 Ha. Pada
kawasan penyangga berada diantara kawasan lindung dan kawasan budidaya. Sesuai kondisi
eksisting, di wilayah ini terdapat hutan produksi terbatas, perkebunan tanaman keras, perkebunan
campuran dan lain – lainnya yang sejenis. Total luas wilayah fungsi kawasan Penyangga di
Kabupaten Bogor sebesar 121.489,61 Ha. Total luas kawasan lindung sebesar 19.572,93 Ha,
dengan penggunaan lahan eksisting yaitu hutan lebat dan hutan jarang dengan kemiringan lereng
yang curam sekitar 25%-40%. Persebaran wilayah fungsi kawasan budidaya di Kabupaten Bogor,
selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 1 yaitu Peta Fungsi Kawasan Budidaya Kabupaten Bogor.

Gambar 1. Fungsi kawasan budidaya Kabupaten Bogor

Analisis Kelas Kemampuan Lahan Permukiman Berdasarkan Sifat Lahan

Berdasarkan hasil analisis kelas kemampuan lahan yaitu pada Kelas I smapai Kelas IV. Maka
selanjutnya akan dilakukan identifikasi kelas kemampuan lahan yang mendukung untuk
pembangunan permukiman. Sebelumnya pada analisis kelas kemampuan lahan telah dilakukan
identifikasi kondisi fisik lahan pada setiap kelas kemampuan lahan di Kabupaten Bogor. Sesuai
393
Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan

pada Lampiran Peraturan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2009, Kelas I
dan II tidak memiliki sampai mempunyai hambatan dan ancaman yang sedang (Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup, 2009). Oleh karena itu, aman untuk dijadikan kawasan permukiman,
dan tidak menyebabkan terganggunya aktivitas dan kerugian dari sifat lahan tersebut.
Berdasarkan kondisi eksisting Kabupaten Bogor Kelas Kemampuan Lahan I mempunyai sifat
daerah dataran dengan kemiringan 0 – 8 %, tanpa erosi sedang, tanpa adanya ancaman banjir,
tanpa kandungan salinitas, dimana sifat lahan ini bagian dari faktor yang merugikan. Kemudian
pada faktor yang menguntungkan yaitu dengan kondisi drainase baik, tekstur tanah sedang,
kedalaman efektif tanah >90 cm, dan permeabilitas tanah sedang. Sedangkan Kelas Kemampuan
Lahan II mempunyai sifat wilayah Kelas kemampuan II mempunyai kelerengan datar sampai
landai, yaitu dengan persentase kemiringan 0 – 8 % dan 8 - 15%. Adapun faktor yang
menghambat, dengan kondisi tanpa erosi, tanpa adanya ancaman banjir, tanpa kandungan
salinitas. Kemudian pada faktor yang menguntungkan yaitu dengan kondisi drainase yaitu cepat
lambatnya banjir mengering sedang, tekstur tanah halus sampai sedang, kedalaman efektif tanah
30 - 60cm, dan permeabilitas tanah agak lambat sampai sedang. Hasilnya adalah kelas I dengan
luas 128.657,88 Ha tergolong sesuai untuk permukiman dan kelas II dengan luas 13.203,57 Ha
sesuai untuk permukiman namun terbatas.

Analisis Kelas Kemampuan Lahan Permukiman Terhadap Fungsi Kawasan Budidaya

Setelah diketahui kelas kemampuan lahan berapa yang mendukung dalam pemanggunaan
lahan permukiman. Selanjutnya akan disesuaikan berdasarkan fungsi kawasan yang sesuai yaitu
kawasan budidaya. Pada langkah ini dilakukan teknik intersect untuk memastikan bahwa hasil
kelas kemampuan lahan dengan total jumlah harkat tertinggi berada pada fungsi kawasan
budidaya seperti terlihat pada Gambar 2. Hal ini juga didukung pada arti kelas kemampuan lahan
I dan II yang terdapat pada kawasan dengan karakteristik yang sesuai dengan fungsi kawasan
Budidaya.

Gambar 2. Kesesuaian kelas kemampuan lahan permukiman terhadap kawasan budidaya

Analisis Penggunaan Lahan Permukiman yang Sesuai Berdasarkan Kelas Kemampuan


Lahan Permukiman Terhadap Kawasan Rawan Bencana Kabupaten Bogor

Analisis ini dilakukan dengan proses analisis penyesuaian antar kawasan rawan bencana
yang telah ditetapkan pada RTRW Kabupaten Bogor, dengan hasil analisis kelas kemampuan lahan
yang sesuai untuk permukiman. Metode yang digunakan yaitu dengan teknik erase atau
menghilangkan kelas kemampuan lahan permukiman yang sesuai terhadap kawasan rawan
bencana. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa kelas kemampuan lahan yang sesuai untuk
permukiman sudah aman dari kawasan rawan bencana Kabupaten Bogor. Agar mengetahui
394
Arahan Pemanfaatan Lahan Permukiman berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan...................................................................(Saragih)

kondisi kelas kemampuan lahan terhadap kawasan rawan bencana, akan dilakukan overlay antara
Kawasan Rawan bencana dengan hasil analisis kelas kemampuan lahan permukiman yang sesuai
untuk Permukiman. Hasil dari proses ini, selanjutnya akan diuraikan berdasarkan Tabel 2 yaitu
Total Luas Wilayah Kelas Kemampuan Lahan Permukiman yang berada pada Kawasan Rawan
Bencana.

Tabel 2. Total luas wilayah kelas kemampuan lahan permukiman yang berada pada kawasan rawan
bencana
Kaw Kaw Rawan Kawasan
Kaw Kaw Kaw Rawan Kaw Rawan
Rawan Gerakan Rawan Banjir
Rawan Rawan Banjir & Kaw Banjir &
Kelas Gerakan Tanah & Gerakan
Banjir Longsor Rawan Gerakan
Tanah Longsor Tanah dan
(Ha) (Ha) Longsor (Ha) Tanah (Ha)
(Ha) (Ha) Longsor (Ha)
I 2.271,86 17.005,26 14.561,75 188,85 0 5.050,84 21,44
II 13,82 35.045,19 31.268,46 0 801,56 10.652,60 0
Total 2.285,68 52.050,45 45.830,21 188,85 801,56 15.703,43 21,44
Sumber : Hasil Analisis, 2017

Kelas I masih terdapat kawasan rawan bencana seperti rawan banjir, longsor dan gerakan
tanah. Seperti yang telah dijelaskan pada Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan
dan Permukiman bahwa permukiman harus merasa aman dan nyaman bagi rumah itu sendiri
maupun bagi penghuninya. Berdasarkan buku tentang perumahan juga harus terhindar dari rawan
bencana. total luas wilayah rawan bencana pada kemampuan kelas I dan II terbanyak yaitu rawan
bencana longsor dengan persentase 45%, kemudian rawan bencana gerakan tanah dengan
persentase 39%. Untuk luas wilayah yang terdapat 2 rawan bencana pada satu wilayah terbesar
yaitu kawasan rawan gerakan tanah dan longsor mencapai 13%. Oleh karena itu, sesuai dengan
tujuan penelitian ini yaitu untuk menetukan arahkan lokasi permukiman yang sesuai berdasarkan
kelas kemampuan lahan dan kawasan rawan bencana. Persebaran Wilayah dengan Kelas
kemampuan Lahan yang sesuai untuk permukiman berdasarkan hasil analisis dapat dilihat pada
Gambar 3.

Gambar 3. Peta kesesuaian kelas kemampuan lahan permukiman terhadap kawasan rawan bencana
Kabupaten Bogor

395
Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan

Analisis Kesesuaian Kondisi Eksisting Permukiman Terhadap Kelas Kemampuan


Permukiman Lahan dan Kawasan Rawan Bencana

Kemudian dilakukan analisis kesesuaian kondisi eksisting permukiman terhadap peta


persebaran arahan lokasi permukiman yang ideal. Ideal yang dimaksud pada proses analisis ini
yaitu kawasan yang memiliki kelas kemampuan lahan yang cocok untuk pembangunan
permukiman dan aman dari kawasan rawan bencana. Hal ini dilakukan untuk mengetahui dimana
saja dan total luas wilayah yang berada pada kawasan yang tidak sesuai untuk permukiman dan
yang sesuai untuk penggunaan lahan permukiman. Metode yang dilakukan dalam evaluasi ini,
yaitu dengan melakukan teknik overlay intersect pada peta persebaran lokasi permukiman yang
sesuai dengan penggunaan lahan permukiman eksisting dengan hasil dapat dilihat pada Gambar
4.

Gambar 4. Peta kesesuaian penggunaan lahan permukiman eksisting berdasarkan kelas kemampuan
permukiman dan kawasan rawan bencana Kabupaten Bogor

Analisis Ketentuan Pembangunan Permukiman Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan


dan Kawasan Rawan Bencana di Kabupaten Bogor

Pada wilayah Kelas kemampuan I dan II yang berada di kawasan rawan bencana, tidak
menutup kemungkinan bahwa wilayah tersebut merupakan willayah yang tidak aman. Karena
pada dasarnya, wilayah kelas tersebut telah berada di kawasan yang tidak aman yaitu kawasan
rawan bencana. Maka pada penentuan perizinan pembangunan permukiman masih dapat
dilakukan dengan ketentuan terbatas sampai bersyarat. Terbatas dengan kondisi lingkup tingkat
ancaman dan hambatan lahan. Kemudian bersyarat, dikarenakan wilayah tersebut sebelumnya
harus telah dilakukan perhatian khusus. Berikut hasil identifikasi persebaran kelas kemampuan
lahan yang berada di kawasan rawan bencana di Kabupaten Bogor.

Ketentuan Kegiatan Pembangunan Permukiman (ITBX) Kabupaten Bogor

Berdasarkan tipologi kelas kemampuan lahan terkadap kawasan rawan bencana di


Kabupaten Bogor. Maka selanjutnya akan dilakukan, penentuan kegiatan pembangunan
permukiman dalam bentuk (ITBX) seperti pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Ketentuan kegiatan pembangunan permukiman (ITBX) Kabupaten Bogor


Kelas Kawasan Rawan Bencana
Kemampuan Banjir Gerakan Tanah Longsor Banjir dan Banjir dan
Lahan Sedang Tinggi Sedang Tinggi Sedang Tinggi Gerakan Tanah Longsor
I T X T X T X X X
II T X T X T X X X
III B X B X B X B B
IV X X X X X X X X
Sumber: Hasil analisis, 2017
396
Arahan Pemanfaatan Lahan Permukiman berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan...................................................................(Saragih)

Keterangan:
I : Area yang diizinkan untuk dilakukannya pembangunan permukiman.
T : Area dengan pembangunan permukiman yang terbatas.
B : Area dengan pembangunan permukiman yang bersyarat.
X : Sama sekali tidak diijinkan untuk pembangunan permukiman di zona tersebut.

Berdasarkan tabel ketentuan di atas, maka dapat dilihat bahwa tidak ada kegiatan
pembangunan permukiman yang diijinkan. Hal ini dikarenakan, kawasan rawan bencana
merupakan wilayah yang tidak aman, serta tidak direkomendasikan untuk dilakukannya
pembangunan permukiman.

Arahan Lokasi Pemanfaatan Lahan Permukiman yang Sesuai Berdasarkan Kelas


Kemampuan Lahan dan Kawasan Rawan Bencana

Berdasarkan Total Luas Wilayah Yang Sesuai dan Tidak Sesuai pada Penggunaan Lahan
Eksisting terhadap Kelas Kemampuan Permukiman dan Kawasan Rawan Bencana. Dapat dilihat
bahwa tingkat kemampuan lahan yang paling tinggi untuk permukiman yaitu Kelas I dan II.
Tingkat Kelas kemampuan I yang paling dominan dan tersebar merata di Kabupaten Bogor. Total
luas wilayah Kelas I yaitu 657,88 Ha. Kemudian pada Kelas II dijadikan kelas kemampuan lahan
yang masih sesuai untuk permukiman dengan total luas wilayah yaitu sebesar 13.203,57 Ha.
Berdasarkan sifat lahan pada kelas I dan Kelas II, kelas kemampuan lahan ini sangat baik sampai
cukup baik untuk mendukung pembangunan permukiman. Kemudian untuk lebih jelasnya melihat
persebaran wilayah dari peta Kabupaten Bogor, dapat dilihat pada Gambar 5 yaitu peta arahan
lokasi pemanfaatan lahan permukiman berdasarkan kelas kemampuan permukiman dan kawasan
rawan bencana Kabupaten Bogor.

Gambar 5. Arahan lokasi pemanfaatan lahan permukiman berdasarkan kelas kemampuan


permukiman dan kawasan rawan bencana Kabupaten Bogor

Kesimpulan
Kawasan yang sesuai untuk pembangunan permukiman pada penelitian ini diperoleh dari
berbagai aspek dan proses analisis. Adapun aspek yang dianalisis pada penelitian ini untuk
menghasilkan kawasan permukiman yang sesuai yaitu sebagai berikut: berada pada Fungsi
397
Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan

Kawasan Budidaya; memiliki kelas kemampuan lahan I dan II; dan tidak berada pada kawasan
rawan bencana. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian kelas kemampuan lahan I dan II terhadap
kawasan rawan bencana, diperoleh sebagai berikut: Kelas I dan II yang tidak sesuai atau berada
di kawasan rawan bencana total luas wilayah 22.272 H atau 16% dari total luas wilayah kawasan
rawan bencana di Kabupaten Bogor; dan Kelas I dan II yang sesuai atau tidak berada di kawasan
rawan bencana total luas wilayah 119.336 Ha. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian kondisi
eksisting permukiman di Kabupaten Bogor, diperoleh hasil sebagai berikut: Kawasan penggunaan
lahan permukiman eksisting yang sesuai berdasarkan hasil arahan lokasi permukiman yaitu seluas
35.517,64 Ha atau sebesar 72% dari total luas wilayah Kabupaten Bogor; dan Kawasan
penggunaan lahan permukiman eksisting yang sesuai, total luas wilayahnya yaitu 13.657,04 Ha
atau sebesar 28% dari total luas wilayah Kabupaten Bogor.

UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kepada Pangi, ST., MT. selaku dosen pembimbing dalam menyelesaikan
penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan acuan dalam
pemberian izin membangun sebuah rumah. Kemudian Hasil dari semua analisis yang telah
dilakukan ini, dapat dijadikan masukan bagi pemerintah daerah dalam menghadapi situasi lokasi
permukiman yang berada pada kelas kemampuan lahan dan rawan bencana.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Sitanala. (1989). Konservasi Tanah dan Air. IPB Press.
Jamulyo dan Sunarto. (1996). Kemampuan Lahan (Hasil Penelitian Evaluasi Sumberdaya Lahan Angkatan VI
1–31 Juli 1996). UGM.
Noor, Djauhari. (2011). Geologi untuk Perencanaan. Graha Ilmu.
Surat Keputusan Menteri Pertanian. (1980). Sk Mentan No. 837/Kpts/Um/11/ 1980 tentang Kriteria dan Tata
Cara Penetapan Hutan Lindung. Jakarta.
Menteri Negara Lingkungan Hidup. (2009). Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup Dalam
Penataan Ruang Wilayah. Peraturan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun
2009Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.
Menteri Pekerjaan Umum. (2008). Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budi Daya Peraturan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 41/Prt/M/2007 Cetakan ke 2, Tahun 2008. Departemen Pekerjaan Umum.
Jakarta.
Menteri ESDM. (2016). tentang Penetapan Kawasan Rawan Bencana Geologi . Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016. Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Republik Indonesia.Jakarta.
Republik Indonesia. (2008). Undang - Undang No. 8 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Penanggulangan Bencana. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional. Jakarta.
Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang No. 26/2007 Tentang Penataan Ruang. Sekretariat Negara.
Jakarta.
Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Sekretariat Negara. Jakarta.

398

Anda mungkin juga menyukai