Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Dosis Obat
Dosis obat adalah jumlah atau takaran tertentu dari suatu obat yang
memberikan efek tertentu terhadap suatu penyakit atau gejala sakit. Dosis
maksimum adalah dosis (takaran) yang terbesar yang dapat diberikan kepada
orang dewasa untuk pemakaian sekali dan sehari tanpa membahayakan. Ad
infinitum merupakan suatu peringkat tertentu yang akan tercapai dimana tidak ada
lagi peningkatan dalam respon walau dosis obat ditambah atau ditingkatkan.
Respon ini dikenal dengan respon maksimum. Sebaliknya dosis minimum yang
dapat memberikan respon yang nyata disebut sebagai dosis ambang dan
responnya disebut respon ambang (Joenoes, 2001)
Dosis obat adalah jumlah obat yang diberikan kepada penderita dalam
satuan berat (gram, milli gram, mikrogram) atau satuan isi (liter, mililiter) atau
unit-unit lainnya (unit internasional). Kecuali bila dinyatakan lain maka yang
dimaksud dengan dosis obat yaitu sejumlah obat yang memberikan efek terapeutik
pada penderita dewasa, juga disebut dosis lazim atau dosis medicinalis atau dosis
terapeutik. Bila dosis obat yang diberikan melebihi dosis terapeutik terutama obat
yang tergolong racun ada kemungkinan terjadi keracunan, dinyatakan sebagai
dosis toksik. Dosis toksik ini dapat sampai mengakibatkan kematian disebut
sebagai dosis letal (Henke, 2007).
Obat-obat tertentu memerlukan dosis permulaan (inisial dose) atau dosis
awal (loading dose) yang lebih tinggi dari dosis pemeliharaan (maintenance dose).
Dengan memberikan dosis permulaan yang lebih tinggi dari dosis pemeliharaan
(misalnya dua kali), kadar obat yang dikehendaki dalam darah dapat dicapai lebih
awal. Hal ini dilakukan antara lain pada pemberian oral preparat sulfa
(sulfasoxasol, Trisulfa pyrimidin), diberikan dosis permulaan 2 gram dan diikuti
dengan dosis pemeliharaan 1 gram tiap 6 jam waktu berikutnya (Henke, 2007).
Untuk menimbulkan efek obat dengan intensitas tertentu pada populasi
diprlukan satu kisaran dosis. Jika dibuat distribusi frekuensi dari individu yang
responsif (dalam %) pada kisaran dosis tersebut (dalam log dosis), dosis yang
menimbulkan efek terapi pada 50% individu tersebut disebut dosis terapi median
atau dosis efektif median (=ED50). Dosis letal median (=LD50) ialah dosis yang
menimbulkan kematian pada 50 % individu, sedangkan TD50 ialah dosis toksik
50% (Heiserman, 2011).
Obat ideal menimbulkan efek terapi pada semua pasien tanpa menimbulkan
efek toksik pada seorang pasien. Oleh karena itu indeks terapi = TD1 adalah lebih
tepat, ED99 Dan untuk obat ideal TD 1 ED99. Akan tetapi, nilai-nilai ekstrim
tersebut tidak dapat ditentukan dengan teliti karena letaknya dibagian kurva yang
melengkung dan bahkan hampir mendatar (Heiserman, 2011).
Banyak faktor yang mempengaruhi bagaimana dosis obat tertentu akan
mempengaruhi pasien. Karena tidak semua pasien memiliki ukuran berat, usia,
dan seks yang sama, akan lebih bijaksana jika mempertimbangkan bagaimana
faktor-faktor yang mungkin akan mempengaruhi seberapa banyak obat yang harus
diterima seseorang dan efek obat yang akan terjadi pada pasien. Rekomendasi
yang sering digunakan untuk pengobatan dengan dosis dewasa, seperti yang
ditemukan dalam referensi standar, didasarkan pada asumsi bahwa pasien adalah
normal dewasa. Seperti normal (atau rata-rata) dewasa dikatakan 5 kaki 9 inci
(173 cm) tinggi dan berat 154 lbs (70 kilogram). Namun, banyak orang yang tidak
cocok dengan kategori ini. Oleh karena itu, faktor-faktor berikut harus
dipertimbangkan ketika pasien menerima obat yaitu berat badan, luas permukaan
tubuh, usia, kelamin, faktor genetik, kondisi fisik pasien, kondisi psikologi pasien,
toleransi, waktu pemberian, interaksi obat, dan rute pemberian obat (Heiserman,
2001).
Macam-macam dosis menurut (Henke, 2007)
a. Dosis Terapi adalah dosis yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat
menyembuhkan orang sakit.
b. Dosis Maksimum merupakan batas dosis yang relatif masih aman yang
diberikan kepada penderita. Dosis terbesar yang dapat diberikan kepada
orang dewasa untuk pemakaian sekali dan sehari.
c. Dosis Toksik adalah dosis yang diberikan melebihi dosis terapeutik,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya keracunan obat
d. Dosis Letal (Lethal dose) yaitu dosis atau jumlah obat yang dapat
mematikan bila dikonsumsi. Bila mencapai dosis ini orang yang
mengkonsumsi akan mengalami kelebihan dosis (Over dose)
e. Initial Dose merupakan dosis permulaan yang diberikan pada penderita
dengan konsentrasi/kadar obat dalam darah dapat dicapai lebih awal.
f. Loading Dose adalah dosis obat untuk memulai terapi, sehingga dapat
mencapai konsentrasi terapeutik dalam cairan tubuh yang menghasilkan efek
klinis.
g. Maintenance Dose adalah dosis obat yang diperlukan untuk memelihara dan
mempertahankan efek klinik atau konsentrasi terapeutik obat yang sesuai
dengan regimen dosis. Diberikan dalam tiap obat untuk menggantikan
jumlah obat yang dieliminasi dari dosis sebelumnya. Penghitungan dosis
pemeliharaan yang tepat dapat mempertahankan suatu keadaan stabil
konsentrasi obat di dalam tubuh.
Dosis merupakan jumlah tertentu dari obat yang dapat digunakan untuk
mencapai efek terapi. Dosis dibagi 5 jenis yaitu dosis minimum, lazim,
maksimum, toksik dan letal. Untuk menyatakan toksisitas akut suatu obat,
umumnya dipakai ukuran LD50 (medium lethal dose 50) yaitu suatu dosis yang
dapat membunuh 50% dari sekelompok binatang percobaan. Demikian juga
sebagai ukuran dosis efektif (dosis terapi) yang umum digunakan sebagai ukuran
ialah ED 50 (median effective dose), yaitu dosis yang memberikan efek tertentu
pada 50% dari sekelompok binatang percobaan. LD50 ditentukan dengan
memberikan obat dalam dosis yang bervariasi (bertingkat) kepada sekelompok
binatang percobaan. Setiap binatang diberikan dosis tunggal. Setelah jangka
waktu tertentu (misalnya 24 jam) sebagian biantang percobaan ada yang mati, dan
persentase ini diterakan dalam grafik yang menyatakan hubungan dosis (pada
absis) dan persentase binatang yang mati (pada ordinat). Dalam studi
farmakodinamik di laboratorium, indeks terapi suatu obat dinyatakan dalam rasio
berikut :
TD50 LD50
Indeks terapi = ED50 atau ED50
LD50 merupakan suatu hasil dari pengujian (assay) dan bukanlah
pengukuran kuantitatif. LD 50 bukanlah merupakan nilai mutlak, dan akan
bervariasi dari satu laboratorium ke laboratorium lain, dan bias jadi pada
laboratorium yang sama akan berbeda hasilnya setiap kali dilakukan percobaan
(Ganiswara et al, 2007).
Ada berbagai metode perhitungan LD50 yang umum digunakan antara lain
metode Miller-Tainter, metode Reed-Muench, dan metode Kärber. Dalam metode
Miller-Tainter digunakan kertas grafik khusus yaitu kertas logaritma-probit yang
memiliki skala logaritmik sebagai absis dan skala probit (skala ini tidak linier)
sebagai ordinat. Pada kertas ini dibuat grafik antara persen mortalitas terhadap
logaritma dosis. Metode Reed-Muench didasarkan pada nilai kumulatif jumlah
hewan yang hidup dan jumlah hewan yang mati. Diasumsikan bahwa hewan yang
mati dengan dosis tertentu akan mati dengan dosis yang lebih besar, dan hewan
yang hidup akan hidup dengan dosis yang lebih kecil. Metode Kärber prinsipnya
menggunakan rataan interval jumlah kematian dalam masing-masing kelompok
hewan dan selisih dosis pada interval yang sama (Soemardji et al, 2009).
2.1.2 Rute Pemberian Obat
Rute pemberian obat (Routes of Administration) merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi
dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini
berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah
fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan
bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu
akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzung, 2003).
Rute pemberian obat merupakan faktor yang sangat penting dalam
pencapaian efek dari suatu obat. Rute pemberian obat berpengaruh pada onset of
action dan duration of action suatu obat. Rute pemberian obat dibagi dua yaitu:
intravaskular dan ekstravaskular. Untuk melakukan suatu suntikan, jarum harus
tajam dan ukurannya sesuai.
Tabel cara pemberian obat terhadap hewan dan ukuran jarum suntik menurut
(Ganiswara, 2007)
Hewan Jarum Suntik I.V I.P S.C I.M P.O
Ukuran jarim 27G, 25G, 25G, 25G, 18G,
Mencit 1/2 3/4 3/4 3/4 2
Volume maksimal 0,4 1 0,4 0,4 1
(mL)
Ukuran jarum - 25G, 25G, 25G, -
Tikus dan 3/4 1 1
Marmut Volume maksimal - 2 1 0,4 -
(mL) -
-
Ukuran jarum 25G, 21G, 25G 25G Katet
1 1 eter
Kelinci No. 9
Volume maksimal 10 5 2 2 5-10
(mL)
Obat dapat diberikan kepada pasien dengan menggunakan berbagai metode.
Beberapa obat hanya efektif jika diberikan dalam bentuk sediaan tertentu. Obat
lain diberikan dalam bentuk dapat meningkatkan atau menurunkan efeknya atau
melokalisir efek obat.
1. Oral
Kebanyakan obat tersedia saat ini dapat diberikan melalui mulut (oral). Obat
dapatdiberikan secara oral dalam bentuk tablet, kapsul, bubuk, larutan, atau
suspensi. Obat yang diberikan melalui rute oral biasanya digunakan untuk
mendapatkan efek sistemik. Obat-obat ini harus melalui saluran pencernaan dan
biasanya mengalami first pass metabolism (Ganiswara,2007).
Pemberian obat melalui mulut (per oral) adalah cara yang paling lazim,
karena sangat praktis, mudah dan aman. Namun tidak semua obat dapat diberikan
peroral, misalnya obat yang bersifat merangsang (emetin, aminofilin) atau yang
diuraikan oleh getah lambung, seperti benzilpenisilin, insulin, oksitosin dan
hormone steroida.
Sering kali, resorpszi obat setelah pemberian oral tidak teratur dan tidak
lengkap meskipun formulasinya optimal, misalnya senyawa ammonium kwartener
(thiazianium, tetrasiklin, kloksasilin dan digoksin) (maksimal 80%). Keberatan
lain adalah obat segtelah direpsorbsi harus melalui hati, dimana dapat terjadi
inaktivasi sebelum diedarkan ke lokasi kerjanya.
Untuk mencapai efek local di usus dilakukan pemberian oral, misalnya obat
cacing atau antibiotika untuk mensterilkan lambung-usus pada infeksi atau
sebelum pembedahan (streptomisin, kanamisin, neomisin, beberapa sulfonamida).
Obat-obat ini justru tidak boleh diserap (Tjay, 2006).
Keuntungan dan kerugian rute oral menuut (Nastity, 2007) :
Keuntungan
a) Sangat menyenangkan
b) Biasanya harganya terjangkau
c) Aman, tidak merusak pertahanan kulit
d) Pemberian biasanya tidak menyebabkan stress
Kerugian
a) Sulit bagi yang enggan menelan obat
b) Rasa cenderung pahit
c) Proses cenderung lama
2. Parenteral
Jalur pemberian obat parenteral merupakan jalur dimana obat dimasukkan
ke dalam tubuh pasien menggunakan jarum suntik. Ada empat rute parenteral
yang umum digunakan, yaitu: intradermal (ID), subkutan (SC), intramuskular
(IM), dan intravena (IV). Pilihan jalur parenteral yang akan digunakan ditentukan
oleh resep berdasarkan sifat obat, onset efek terapeutik yang diinginkan, dan
kebutuhan pasien (Kamienski dan Keogh, 2015).
a. Intravena
Injeksi intravena digunakan untuk memberikan onset obat yang cepat karena
obat langsung disuntikkan ke sistem sirkulasi. Area injeksi dapat di vena sefalika,
atau kubiti di lengan, atau vena dorsal di tangan. Injeksi intravena menggunakan
jarum berukuran 21-23 gauge dengan panjang 1 sampai 1,5 inci. Obat dapat
diberikan langsung ke pembuluh darah dengan jarum suntik, melalui kateter
intermiten yang diinsersikan ke pembuluh darah pasien, serta dapat disuntikkan
dalam cairan infus atau diberikan sebagai infus (piggyback) (Kamienski dan
Keogh, 2015).
Larutan bervolume besar atau kecil dapat diberikan ke dalam vena untuk
mendapatkan efek lebih cepat, tetapi pemberian melalui rute ini potensial
berbahaya karena obat tidak dapat dikeluarkan kembali setelah diberikan (Agoes,
2009).
Risiko lain untuk pemberian obat secara intravena yaitu, adanya potensi
terjadi interaksi obat; berkurangnya konsentrasi obat karena adanya adsorpsi pada
wadah intravena dan perangkat administrasi; adanya potensi kesalahan dalam
teknik peracikan; pengeluaran darah yang menyebabkan bengkak, dan flebitis
(Phillips dan Gorski, 2014).
Keuntungan dan kerugian rute Intravena menuut (Nastity, 2007) :
Keuntungan :
a) Efek kerja cepat
Kerugian :
a) Terbatas pada obat dengan daya larut tinggi
b) Distribusi obat mungkin dihambat oleh sirkulasi darah yang menurun
b. Subkutan
Injeksi dibawah kulit dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak
merangsang dan melarut baik dalam air atau minyak. Efeknya tidak secepat
injeksi intramuscular atau intravena. Mudah dilakukan sendiri, misalnya insulin
pada pasien penyakit gula. njeksi subcutan adalah menyuntikkan obat ke jaringan
ikat longgar dibawah kulit. Karena jaringan subkutan tidak memiliki banyak
pembuluh darah seperti otot maka penyerapan obat lebih lama dari pada
penyuntikan intra muskuler (IM). Jaringan subkutan mengandung reseptor nyeri,
jadi hanya obat dalam dosis kecil yang larut dalam air, yang tidak mengiritasi
yang dapat diberikan melalui rute ini. Daerah yang paling baik untuk penyuntikan
adalah lengan atas belakang, abdomen dari bawah iga sampai batas Krista iliaka
dan bagian paha atas depan (Harrington, 2007).
Keuntungan dan kerugian rute subkutan menurut Nastity, 2007) :
Keuntungan :
a) Kerja obat lebih cepat dari pemberian oral
Kerugian :
a) Harus menggunakan teknik steril karena merusak barier kulit
b) Diberikan hanya dalam jumlah kecil
c) Lebih lambat dari pemberian intaramuscular
d) Lebih mahal dari obat oral, beberapa obat dapat mengiritasi jaringan kulit
dan menyebabkan nyeri
e) Dapat menimbulkan kecemasan
c. Intra Muskular
Injeksi intramuskuler (IM) adalah pemberian obat/ cairan dengan cara
dimasukkan langsung ke dalam otot (muskulus). Pada orang dewasa tempat yang
paling sering digunakan untuk suntikan intramuskular adalah seperempat bagian
atas luar otot gluteus maximus, sedangkan pada bayi, tempat penyuntikan dibatasi
sebaiknya paling banyak 5 ml bila disuntikkan ke daerah gluteal dan 2 ml di
daerah deltoid. Tujuanya adalah agar absorsi obat dapat lebih cepat. Rute
intramuscular (IM) memungkinkan absorbsi obat yang lebih cepat dari pada rute
subcutan (SC), karena pembuluh darah lebih banyak terdapat di otot. Bahaya
kerusakan jaringan berkurang ketika obat memasuki otot dalam, tetapi bila tidak
hati-hati, ada resiko menginjeksi obat langsung ke pembuluh darah. Perawat
menggunakan jarum berukuran lebih panjang dan lebih besar untuk melewati
jaringan SC dan mempenetrasi jaringan otot dalam. Berat badan mempengaruhi
pemilihan ukuran jarum. Sudut insersi untuk injeksi IM ialah 90 o (Perry, Potter,
2005).
Keutungan dan kerugian rute intra muscular menurut (Nastity, 2007) :
Keuntungan :
a) Nyeri akibat iritasi kurang
b) Dapat diberikan dalam jumlah yang besar dari pemberian SC
c) Obat diabsorpsi dengan cepat
Kerugian :
a) Merusak barier kulit
b) Dapat menyebabkan kecemasan
d. Intra Peritoneal
Pemberian obat dengan cara  intraperitoneal (injeksi yang dilakukan pada
rongga perut) ini jarang digunakan karena rentan menyebabkan infeksi.
Keuntungan adalah obat yang disuntikkan dalam rongga peritonium akan
diabsorpsi cepat, sehingga reaksi obat akan cepat terlihat.
Injeksi intraperitoneal atau injeksi IP adalah injeksi suatu zat ke dalam
peritoneum (rongga tubuh).  IP injeksi lebih sering digunakan untuk hewan dari
pada manusia.Hal ini umumnya disukai ketika jumlah besar cairan pengganti
darah diperlukan, atau ketika tekanan darah rendah atau masalah lain mencegah
penggunaan pembuluh darah yang cocok untuk penyuntikan.Pada hewan, injeksi
IP digunakan terutama dalam bidang kedokteran hewan dan pengujian hewan
untuk pemberian obat sistemik dan cairan karena kemudahan administrasi
parenteral dibandingkan dengan metode lainnya.  Pada manusia, metode ini
banyak digunakan untuk mengelola obat kemoterapi untuk mengobati kanker,
terutama kanker ovarium.Penggunaan khusus ini telah direkomendasikan,
kontroversial, sebagai standar perawatan (Setiawati, 1995).
Keuntungan dann kerugian rute intraperitoneal menurut (Nasity, 2007) :
Keuntungan :
a) Obat yang disuntikkan dalam rongga peritonium akan diabsorpsi cepat,
sehingga reaksi obat akan cepat terlihat.
Kerugian :
a) Resiko kesalahan penyuntikan menyebabkan kerusakan organ
Obat ideal menimbulkan efek terapi pada semua pasien tanpa menimbulkan
efek toksik pada seorang pasien, oleh karena itu, berikut cara pemberian obat
terhadap hewan percobaan menurut (Ganiswara et al, 2007) :
1. Oral
Larutan obat dapat diberikan secara oral dengan jarum oral yang khas
(kateter untuk kelinci). Untuk tikus dan mencit, hewan tersebut dipegang dengan
sempurna dan jarum oral dimasukkan dalam mulut berdekatan dengan bagian atas
langit-langit mulut (palate). jarum ditolak perlahan-lahan ke esopagus dan bukan
dipaksa masuk. Setelah masuk kedalam mulut (kira-kira dua inci ke bawah)
hewan itu akan menunjukkan keadaan seperti tercekik. Jarum oral dapat
disesuaikan besarnya dengan hewan tertentu.
2. Subkutan
Untuk menyuntik tikus secara subkutan letakkan hewan tersebut diatas meja.
Kemudian letakkan telapak tangan kiri perlahan di belakangnya dan pegang kulit
ditengkuknya dengan ibu jari dan telunjuk. Dengan tangan kanan memegang
jarum suntik, cucukkan jarum dalam lipatan kulit dengan cepat. Ujung jarum
semestinya bebas bergerak diantara kulit dan otot. Jika panjang jarum yang
digunakan itu sesuai, maka jarum tidak akan tercucuk terlalu dalam. Gerak-
gerakkan jarum dengan jari telunjuk dan ibu jari untuk menentukan posisi jarum
pada tempat yang tepat, kemudian suntiklah. Tarik jarum dengan tangan kiri, urut
bagian yang disuntik tadi.
3. Intra Peritoneal
Untuk menyuntik tikus secara IP, peganglah kulit leher hewan tersebut
dengan jari telunjuk dan ibu jari. Pegangan yang sempurna akan meregangkan
kulit diabdomennya. Suntik di bagian kuadran bawah abdomen dengan satu
tusukan dengan cepat dan jangan raguragu. Dorong jarum ke bagian dimana jarum
tidak menembus hati, buah pinggang, spleen atau kandung kemih, selanjutnya
ditekan perlahan-lahan.
4. Intra vena
Cara penyuntikan IV berbeda dari satu spesies ke spesies lainnya. Pada
mencit suntikan intravena dilakukan pada penbuluh darah ekor. Oleh karena
pembuluh darah ekor mencit mudah diketahui, sehingga suntikan intravena dapat
dilakukan dengan mudah. Keempat-empat pembuluh darah ekor terletak bilateral,
ventral dan dorsal serta dapat dikembangkan (vasodilatasi) dengan menyentuhkan
suhu tertentu pada bahagian ekor (misalnya dengan meletakkan ekor mencit
kedalam air hangat suhu 45-50oC), dan penggunaan alkohol atau dengan menekan
ujung ekornya untuk mempermudah penyuntikan. Hewan mula-mula dimasukkan
dalam prangkap tikus menyerupai tabung yang kedua ujungnya terbuka. Pada
kedua ujung ditutup dengan gabus yang tengahnya berlubang. Ujung ekor yang
keluar dari gabus dipegang dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri dan
suntikan dilakukan dengan tangan kanan. Adalah lebih baik jika bisa memberikan
cahaya pada ekor, hal ini dimaksudkan untuk memudahkan penglihatan pembuluh
darah dengan jelas, juga bertujuan untuk memanaskan ekor tikus. Apabila
menyuntik dan terasa tidak ada hambatan, pada tempat penyuntikan ini
menunjukkan jarum telah masuk dengan benar kedalam pembuluh darah dan
plunger dapat ditekan dengan mudah. Jika jarum tidak masuk dengan tepat pada
pembuluh darah, suntikan itu akan memberikan kawasan pucat diujung jarum.
Adalah lebih baik menggunakan sebatang jarum yang halus (Gauge 27,1/2 inci)
dan suntikan dimulai pada ujung ekor supaya beberapa percobaan dapat
dilakukan.
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : alkohol, etanol, dan etil alkohol
RM : C2H5OH
BM : 146,07 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan tidak bewarna, jernih, mudah menguap, dan


mudah bergerak, bau khas mudah terbakar, dengan
memberikan nyala biru yang tidak berasap
Kelarutan : Sangat larut dalam air, dalam kloroform p dan eter p
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindungi dari cahaya,
ditempat sejuk, dan jauh dari nyala api
Kegunaan : digunakan untuk membersihkan alat dan untuk
mendilatasikan ekor mencit
2.2.2 Aquadest (Ditjen POM, 1979 : 96)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
RM : H2O
BM : 18,02
Rumus struktur :
O

H H
Pemerian : Cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna dan tidak
mempunyai rasa.
Kegunaan : Sebagai pelarut
2.3 Uraian Obat
2.3.1 Fenobarbital (Depkes, 1979)
Nama Resmi : PHENOBARBITALUM
Nama Lain : fenobarbital, liminal
RM : C12H12N2O3
BM : 232,24 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, putih berbau, rasa pahit


(Depkes, 1979)
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam etanol, dalam
eter, dalam larutan alkali hidroksida dan dan dalam
larutan alkali karbon (Depkes, 1979)
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Indikasi : Epilepsi semua jenis kecuali petit mal, status
epileptikus
Kontraindikasi : Depresi pernapasan berat, porfiria
Efek samping : mengantuk, letargi, depresi mental, ataksia, nistagmus,
iritabel dan hiperaktif pada anak: agitasi, resah dan
bingung pada lansia; reaksi alergi pada kulit,
hipoprotrom binemia, anemia megaloblastik
Farmakodinamik : Barbiturat bekerja pada seluruh SSP, walaupun pada
setiap tempat tidak sama kuatnya. Dosis non anestesi
terutama menekan respon pasca sinaps. Penghambatan
hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik. Walaupun
demikian efek yang terjadi mungin tidak melalui
GABA sebagai mediator. Barbiturat memperlihatkan
beberapa efek yang berbeda pada ekstasi dan inhibisi
transmisi sinaptik. Kapasitas barbiturat membantu
kerja GABA sebagian menyerupai kerja
benzodiazepin, namun pada dosis yang lebih tinggi
barbiturat dapat menimbulkan depresi SSP yang berat
(Ding D, 2012).
Farmakokinetik : Metabolisme fenobarbital terjadi di hati berupa
hidroksilasi dan konjugasi ke sulfat atau asam
glukuronat, diikuti oleh ekskresi melalui ginjal. Waktu
paruh fenobarbital adalah dari 50 sampai 100 jam.
Fenobarbital dimetabolisme terutama oleh sistem
enzim mikrosomal hati, dan produk-produk
metabolisme diekskresikan dalam urin, dan
dalam tinja (Ding D, 2012).
Interaksi Obat : Fenobarbital dapat berinteraksi dengan obat lain
karena menginduksi enzim-enzim hati yang
meningkatkan metabolisme obat atau sebagai respons
terhadap kompetisi dengan enzim-enzim hati sehingga
metabolisme obat melambat. Ekskresi dipermudah
oleh alkalinisasi urine. Pengasaman urine dengan
pemberian asam valproat dapat memperlambat
pembersihan fenobarbital. Karena itu, apabila
diberikan bersama dengan obat lain, dosis fenobarbital
harus benar-benar diketahui dengan tepat dengan
memantau konsentrasi di dalam serum (Ronald A,
2004).
Dosis : Dosis lazim 1 x 15 mg- 20 mg, 1 hari 45 mg- 80 mg,
Dosis maksimal 1 x 300 mg, 1 hari 600 mg (Depkes,
1979)
Waktu paruh : 50 sampai 100 jam (Ronald A, 2004)
Onset : onset kerja 1 jam atau lebih (Ronald A, 2004)
Durasi : 10 sampai 12 jam (Ronald A, 2004)
2.4 Uraian Hewan
2.4.1 Klasifikasi Mencit (Musmusculus) (Akbar Budhi, 2010)
Kingdom : Animalia
Phylum : Chlordata
Class : Mammalia
Ordo : Rodenita
Family : Muridae Gambar 2.4
Hewan mencit
Genus : Mus (Musmusculus)
Spesies : Musmusculus
2.4.2 Morfologi Mencit
Mencit laboratorium merupakan turunan dari mencit liar yang telah
mengalami pembiakan secara selektif. Mencit dikelompokkan ke dalam kingdom
animalia, phylum chordata. Hewan ini termasuk hewan yang bertulang belakang
dan menyusui sehingga dimasukkan ke dalam subphylum vertebrata dan kelas
mamalia. Selain itu hewan ini juga memiliki kebiasaan mengerat (ordo rodentia),
dan merupakan famili muridae, dengan nama genus Mus serta memilki nama
spesies Mus musculus L (Priyambodo, 2003).
Mencit secara biologis memiliki ciri umum, yaitu berupa rambut berwarna
putih atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat. Mencit merupakan
hewan nokturnal yang sering melakukan aktivitasnya pada malam hari. Perilaku
mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor , diantaranya faktor internal seperti seks,
perbedaan umur, hormon, kehamilan, dan penyakit : faktor eksternal seperti
makanan, minuman, dan lingkungan disekitarnya (Priyambodo, 2003).
Mencit memiliki berat badan yang bervariasi . Berat badan ketika lahir
berkisar antara 2-4 gram, berat badan mencit dewasa berkisar antara 20-40 gram
untuk mencit jantan dan 25-40 gram untuk mencit betina dewasa. Sebagai hewan
pengerat mencit memilki gigi seri yang kuat dan terbuka. Susunan gigi mencit
adalah indicisivus ½, caninus 0/0, premolar0/0, dan molar 3/3 (Priyambodo,
2003).
2.4.3 Anatomi Mencti
a. Mulut mencit terdiri dari dua bagian yakni bagian eksternal (luar) yang
sempit berupa vestibula yang terdiridari ruang antar gusi,gigi,bibir dan pipi
dan kedua bagian dalam internal atau rongga mulut yang di batasi dengan
tulang maksilaris platum serta mandibularis dibagian belakang bersambung
dengan faring
b. Laring mencit secara fisiologi adalah saluran udara yang berfungsi sebagai
pembentuk suarayang lokasinya berada dibagian faring sampai di ketinggian
vertebra servikalis serta masuk dalam trakea.
c. Jantung mencit berada di atas rongga dada sebelahnya terdiri 4 ruang dan
terbungkus oleh selaput pericardia
d. Faring mencit dibagian dalam terdapat lengkungan faring yang terdapat
tonsil atau amandel yang tersususn atas kumpulan kelenjar limfe
e. Paru-paru mencit didalam rongga dad sebelah kanan dan kiri jantung
f. Hati mencit berfungsi sebagai homeostasis yang berperan dalam proses
metabolisme
g. Kantung emopedu mencit memiliki bentuk seperti bentuk buah pir yang
mana organ tersebut sebagai penghubung antara hati dengan usus dua belas
jari.
h. Lambung mencit adalah organ yang berbentuk kacang keledai lambung
tersusun atas 3 bagian yakni kardia, fundus ,antrum ,makanan yang masuk
kedalam lambung melalui kerongkongan serta melewati otot sfingter
2.4.4 Cara Penanganan Mencit
Mencit (mus musculus) adalah hewan percobaan yang sering dan banyak
digunakan didalam laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan.
hewan ini mudah ditangani dan bersifat penakut, fotofobik, cenderung berkumpul
sesamanya dan bersembuyi, aktivitasnya dimalam hari lebih aktif kehadiran
manusian akn mengurangi aktivitasnya.

Anda mungkin juga menyukai