Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

NUTRISI DALAM PERSPEKTIF TRANSKULTURAL KEPERAWATAN

(SUKU JAWA)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Transkultural

Dosen Pengampu : Ns. Mellia Silvy Irdianty, MPH

Disusun Oleh :

Kelompok 3 (Kelas P19B)

1. Desy Rahayu (P19063)


2. Deviana Agustin (P19064)
3. Elsa Oken Meydita (P19065)
4. Emi Febri Idhayanti (P19066)
5. Faraby Lus Prastyan (P19067)

KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA III

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan kepada
kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul ‘Nutrisi Dalam Perspektif Transkultural Keperawatan
Suku Jawa’ tepat waktu.

Makalah ini disusun guna memnuhi tugas mata kuliah Keperawatan Transkultural. Selain itu
kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.

Kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Ibu Ns. Mellia Dilvy


Irdianty.,MPH selaku dosen mata kuliah Keperawaran Transkultural. Tugas yang diberikan
ini dapat menambag wawasan dan pengetahuan terkait bidang yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan
makalah ini.

Kami menydari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini

Surakarta, 11 Oktober 2020

Kelompok 3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam membantu
proses pertumbuhan dan perkembangan pada bayi atau anak. Menurut Hidayat (2008),
zat gizi merupakan unsur yang paling penting dalam nutrisi, mengingat zat gizi
tersebut dapat memberikan fungsi tersendiri bagi nutrisi. Zat gizi dibutuhkan guna
memperoleh energy untuk melakukan kegiatan fisik sebagai zat tenaga untuk proses
tumbuh kembang, pengganti jaringan yang rusak atau sebagai zat pembangun, serta
mengatur semua fungsi tubuh dan melindungi tubuh dari penyakit.
Nutrisi sangat bermanfaat bagi tubuh dalam membantu proses pertumbuhan dan
perkembangan serta mencegah terjadinya penyakit akibat kurang nutrisi dalam tubuh,
seperti kekurangan energy dan protein, anemia, defisiensi yodium, dan lain-lain yang
dapat menghambat proses tumbuh kembang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola pemenuhan nutrisi pada Suku Jawa ?
2. Apa masalah kesehatan yang ada pada Suku Jawa ?
C. Tujuan
1. Dapat mengetahui pola pemenuhan nutrisi Suku Jawa.
2. Dapat mengetahui masalah kesehatan pada Suku Jawa.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pola Pemenuhan Nutrisi


1. Jenis Makanan
a) Sumber Karbohidrat
Nasi, lontong, bubur nasi, kentang, talas, ubi jalar, singkong, mi putih, mi
kuning, roti
b) Sumber Protein Hewani
Susu, daging sapi, ayam atau kambing, jenis ikan laut (bandeng, tongkol,
udang, kepiting, tenggiri) dan jenis ikan tawar (mujaher, tawes, lele, dll)
c) Sumber Protein Nabati
Kacang-kacangan
d) Sayur-sayuran
Buncis, wortel, kacang panjang, kangkung, daun singkong, bayam, labu, dll
e) Buah-buahan
Alpukat, apel, belimbing, jeruk, manga, sawo, pisang, jambu, nanas, nangka,
papaya, semangka, dll

2. Porsi dan Frekuensi


(1) Porsi
Di Jawa, jumlah rata-rata konsumsi makanan harian oleh laki-laki lebih tinggi
daripada perempuan. Analisis kandungan gizi menunjukkan bahwa laki-laki
lebih banyak mengonsumsi protein hewani sedangkan perempuan lebih
banyak mengonsumsi protein nabati. Hal ini disesuaikan dengan kebudayaan
Jawa dimana perempuan (istri) mendahulukan laki-laki (suami) dari pada
dirinya sendiri. Hal ini selaras dengan falsafah Jawa yaitu ‘nrimo ing pandum’
dimana laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah, menu
makanannya harus lebih baik dari pada yang lain.
(2) Fekuensi
Jadwal makan dapat diinterpretasikan dengan frekuensi makan sehari-hari.
Frekuensi makan merupakan seringnya seseorang melakukan kegiatan makan
dalam sehari baik makanan utama maupun makanan selingan. Frekuensi
makan dalam sehari menurut suku Jawa terdiri dari 3 makan utama, yaitu
makan pagi atau disebut ‘sarapan’, makan siang ‘mangan awan’ dan makan
malam ‘mangan wengi’. Untuk makanan selingan biasanya dikonsumsi
sebelum makan pagi atau sarapan kira-kira pukul 06.00-06.30 dan sore hari
pukul 16.30-17.00. Makanan selingan yang disajikan berupa pisang goreng,
tempe goreng, tahu susur juga disajikan bersama teh hangat.

3. Cara dan Metode Makan


a) Membiasakan diri setelah beribadah baru makan
Orang Jawa adalah orang yang tidak ingkar kepada Tuhannya, mereka
beribadah dahulu sebelum memulai makan makanan yang disajikan. Hal itu
membuat pikiran menjadi tentram dan tidak memikirkan hal lain sehingga
berpikir positif, maka setelah beribadah mereka akan memulai makan.
b) Mencuci tangan dan kaki
Seorang Jawa mengutamakan mencuci dahulu tangan dan kakinya karena
dengan bersih adaah sebagian dari iman untuk orang Jawa. Dan dalam
mengahadapi hidangan orang Jawa selalu membersihkan seluruh bagian
tubuhnya untuk menghormati hidangan yang akan dimakan.
c) Membersihkan tempat dan meja makan
Sebelum memulai proses makan, mereka mempersiapkan makanan mereka
setelah meja dan tempat makan bersih. Bila masih ada kotoran di meja
ataupun di lantai tempat mereka makan, maka orang Jawa selalu
membersihkan dahulu karena dengan bersih pikiran mereka akan tetap terjaga
aman dan sentosa.
d) Mempersiapkan meja dan tempat makan
Setelah bersih mereka menghidangkan makanan dan tempat makan mereka
untuk membuat hidangan menjadi lebih istimewa. Biasanya menu yang paling
khas bagi orang Jawa dalah pecel, tumpeng ditambah peyek yang sangat
renyah. Makanan mereka lebih cenderung ke makanan dari tumbuhan daripada
dari hewan.
e) Mengutamakan membaca doa terlebih dahulu
Doa yang tidak akan pernah terlupakan sebelum makan adalah adat orang
Jawa. Bila mereka mengutamakan maka mereka juga harus mengutamakan
doa terlebih dahulu, sehingga hal inilah yang membuat orang Jawa menjadi
lebih waspada terhadap segala sesuatu yang akan dilakukan.
f) Mengambil makanan dalam jumlah genap
Genap adalah lambang dari kemakmuran dan genap akan menjadikan seluruh
pemikiran orang Jawa tertuju kepada kebaikan.
g) Tidak berisik
Karena dengan tidak berisik akan membuat pemikiran yang lebih matang,
memikirkan hal positifsegingga membuat ide dan kreatifitas baru dalam
menghadapi masalah atau budaya.
h) Makan perlahan namun cepat
Orang Jawa menerapkan makan perlahan namun cepat. Jika diperhatikan
makan mereka tidak banyak dan tidak sedikit. Mereka makan sedikit demi
sedikit sehingga menghasilkan kecepatan yang baik. Hal ini akan
mempengaruhi pemikiran orang Jawa kepada kesuksesan yang perlahan-lahan
namun cepat berhasil.
i) Membersihkan alat makan dengan bersih
Setelah makan mereka membersihkan piring dan gelas yang dipakai untuk
makan dengan sangat bersih.

4. Tata Cara Sopan Santun Suku Jawa


Jawa tidak hanya memiliki beragam ritual, namun juga beragam etika khas
yang disebut dengan sopan santu atau tata krama. Di Jawa orang yang memiliki
tata karma disebut memiliki unggah-ungguh. Seperti yang dijelaskan Franz
Magnis-Suseno dalam karyanya berjudul The Javanese Idea of the Good Life
(1997) bahwa unggah-ungguh adalah cara berbicara dan membawa diri. Seseorang
dapat menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain sesuai derajat dan
kedudukannya. Sebab bagi masyarakat Jawa keadaan rukun dan damai didasarkan
penyesuaiannya terhadap lingkungan.
Salah satu tata krama diwujudkan dalam bentuk sapaan. Saat menyapa,
terutama orang lain, diharuskan menggunakan bahasa krama atau krama alus.
sedangkan bila sapaan itu berasal dari teman seusia, biasanya menggunakan
nahasa ngoko. Bertujuan agar tampak lebih akrab. Sefangkan krama alus
digunakan ketika berhadapan dengan orang yang lebih tua, bisa juga digunakan
kepada orang-orang yang dihormati.
Selain bahasa yang bertingkat, orang Jawa juga memiliki ungkapan yang
penuh dengan pitutur. Pitutur atau nasehat ini kebanyakan dapat ditemukan dalam
ungkapan, aja ngomong waton, nanging ngomonga nganggo waton. Arti dari
nasehat tersebut, jangan berbicara secara asal, berbicaralah dengan landasan yang
jelas dan dapaat dipertanggung jawabkan. Karena tidak setiap kata yang keluar
dari mulut nisa diterima seccara langsung oleh orang lain. Beberapa nasehat inilah
yang terus menjaga tindak tanduk bagi orang Jawa.

5. Pantangan dan Anjuran Suku Jawa


a) Pantangan
(1) Makan sayap ayam
Menurut orang Jawa, gadis yang makan sayap ayam bisa jauh dari jodoh.
Sayap ayam mengandung banyak lemak, dikhawatirkan remake yang
hormonnya sedang tidak stabil akan jerawatan setelah makan sayap ayam
terlalu banyak. Itulah yang dimaksud jauh dari jodoh, kalau kulit muka tak
bersih gadis dianggap sulit dapat pacar.
(2) Makan buntut/pantat ayam
Seringkali orang Jawa melarang anak-anaknya makan buntut ayam karena
bisa menjadi bodoh atau pelupa.
BAGI IBU HAMIL
(1) Makan Jantung Pisang, karena dikhawatirkan janinnya akan menyusut
ukurannya seiring berjalannya waktu.
(2) Makanan Laron, dikhawatirkan akan mengalami gatal-gatal dan alergi.
(3) Makan Ikan Lele, membuat kepala bayi membesar sangat cepat sama
seperti ikan lele sehingga akan menyulitkan proses persalinan.
(4) Makan Pisang Dempet, dipercaya dapat membuat ibu hamil mengandung
anak yang kembar siam.
(5) Makan Udang dan Kepiting, berbagai jenis masakan laut memang
seingkali mengandung logam berat merkuri sehingga dapat membuat janin
tumbuh cacat dan terhambat.
(6) Manga Kweni dan Durian, dapat membuat ibu hamil mengalami kontraksi
dan berpotensi menyebabkan kandungannya keguguran.
b) Anjuran
(1) Makan kepala ayam
Orang Jawa menganjurkan anak-anaknya makan kepala ayam karena
dianggap bisa membuat pintar.
6. Waktu Makan
Orang Jawa makan 3 kali dalam sehari. Pertama, makan pagi yang terkadang
dilakukan orang Jawa dinamakan ‘sarap’. Kedua, disebut ‘mangan awan’ yaitu
makan pada waktu siang atau sebelum tengah hari dan Ketiga, disebut ‘mangan
wengi’ atau waktu makan malam, yaitu antara jam 7-8 malam.

B. Masalah Kesehatan Yang Sering Dijumpai Dalam Suku Jawa


1. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit ini terjadi karena kelalaian masyarakat dalam mengelola lingkungan
rumahnya, terutama tidak membersihkan air di bak mandi, aquarium dan wastafel.
2. Stunting
Penyakit ini terjadi karena kurangnya pengetahuan Ibu dalam pemberian ASI pada
balita.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, orang Jawa mengonsumsi berbagai makanan
yang mengandung sumber karbohidrat, protein hewani maupun nabati, ssayuran dan
buah-buahan. Porsi dan frekuensi makan, orang Jawa dalam sehari makan sebanyak 3
kali, yaitu makan pagi atau sarapan, makan siang atau mangan awan dan makan
malam mangan wengi. Cara dan metode makan orang Jawa meliputi membiasakan
diri setelah beribadah baru makan, mencuci kaki dan tangan, membersihkan tempat
makan, sebelum makan membaca doa terlebih dahulu, mengambil makanan dalam
jumlah genap, tidak berisik, makan pelan namun cepat dan membersihkan alat makan
yang telah digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Purwadi. 2011. Etika Komunikasi Dalam Budaya Jawa. Jurnal. Yogyakarta : Universitas
Negeri Yogyakarta (diakses 10 Oktober 2020, staffnew.uny.ac.id )

Apriliani, Elina Intan dan Nurfitriani Kartika Dewi. 2019. Tata Krama Budaya Jawa
Membentuk Sikap Santun Anak Usia Dini. Jurnal. Ungaran : Univeritas Ngudi
Waluyo (diakses 11 Oktober 2020, https://jurnal.unw.ac.id )

Nurhayati, Siti.dkk.1996. Pola Konsumsi Makanan Penduduk di Pulau Jawa. Jurnal.


BATAN : Pusat Standardisasi dan Penelitian Keselamatan Radiasi (diakses 9
Oktober 2020, https://www.osti.gov/etdeweb/servlets/purl/20127698 )

Sunaryo.dkk. 2014. Status Resistensi Vektor DBD (Aedes Aegypti) terhadap malathron 0,8%
dan permethrin 0,25% di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal. Banjar Negara
(diakses 11 Oktober, https://neliti.com )

Rifiana, Andi Julra dan Linda Agustina. 2017. Analisis Kejadian Stunting Pada Balita di
desa Pasir Doton Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa
Barat. E-jurnal. Universitas Nasional (diakses 11 Oktober 2020,
https://ejurnal.husadakaryajaya.ac,id )

Anda mungkin juga menyukai