Anda di halaman 1dari 17

EFEKTIFITAS PENCEGAHAN KOROSI PADA PIPA PENYALUR

INDUSTRI MIGAS DENGAN PROTEKSI KATODIK ANODA KORBAN


- REVIEW

Adriansyah Sukma Komara, Muhammad Gilang Pratama, Ramadhana Satyo


Wicaksono
Jurusan Teknik Metalurgi, Fakultas Teknologi Manufaktur – Universitas Jenderal
Achmad Yani
Jl. Gatot Subroto, Bandung 20284, Indonesia

ABSTRAK
Sistem perpipaan terdiri dari jaringan pipa yang digunakan sebagai alat distribusi.
Sesuai dengan standar teknik perpipaan yang dipakai di Indonesia dan tertuang dalam Surat
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 300.K/MPE.38/1997, maka pipa
penyalur minyak dan gas bumi harus ditimbun di dalam tanah. Penempatan jaringan pipa
dalam tanah dapat menyebabkan korosi pada permukaan pipa, hal ini terjadi karena dalam
tanah terdapat mineral-mineral yang dapat menyebabkan atau bahkan memacu terjadinya
korosi pada permukaan pipa. Untuk mengendalikan atau memperlambat terjadinya korosi
pada jaringan pipa tersebut maka sistem pengendalian yang dapat dilakukan pada umumnya
adalah pemasangan coating dan dilengkapi dengan penerapan metode proteksi katodik.
Review berikut membahas tentang aplikasi metoda proteksi katodik anoda korban.

Keywords : Proteksi Katodik, Anoda Korban, Korosi, Pipa penyalur, Migas.

1. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi sangat mempengaruhi kehidupan manusia di segala bidang,
termasuk dalam pemanfaatan gas ataupun minyak bumi untuk menunjang kehidupan. Hal ini
terlihat dari bertambahnya jumlah pelanggan yang menggunakan gas dan juga minyak serta
dengan dibangunnya beberapa stasiun gas dan minyak di beberapa titik wilayah di Indonesia.
[1]
Dalam dunia industri minyak dan gas, penggunaan jaringan pipa merupakan salah satu
elemen yang memegang peranan penting yaitu sebagai rantai produksi. Jaringan pipa
digunakan sebagai alat distribusi berbagai kebutuhan industri misalnya minyak, air dan gas.
[2] Sistem perpipaan terdiri dari beberapa jaringan pipa yang digunakan sebagai alat
distribusi. Sesuai dengan standar teknik perpipaan yang dipakai di Indonesia dan tertuang
dalam Surat Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 300.K/38/M-PE/1997, pipa
penyalur minyak dan gas bumi harus ditimbun di dalam tanah.[3] Penempatan jaringan pipa
dalam tanah dapat menyebabkan korosi pada permukaan pipa, hal ini terjadi karena dalam
tanah terdapat mineral-mineral yang dapat menyebabkan atau bahkan memacu terjadinya
korosi pada permukaan pipa.[1]
Korosi merupakan fenomena degradasi material yang disebabkan oleh reaksi
elektrokimia logam dan lingkungannya. Korosi tidak dapat dihentikan atau dihilangkan
namun dapat dicegah. Korosi merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi pada
industri yang menggunakan bahan material logam, khusunya seperti industri migas. Ada
beragam jenis korosi yang dipengaruhi oleh keadaan lingkungan seperti korosi pitting, korosi
SCC, High Temperature dan lain – lain.[4]
Banyak sekali metode-metode untuk mengendalikan laju korosi, salah satunya
adalah dengan sistem proteksi katodik anoda korban yang pada intinya sistem ini
mengorbankan logam lain untuk terkorosi dari pada logam inti yang ingin dijaga dari
serangan korosi.[5]
Perlindungan katodik menggunakan korban anoda adalah sistem perlindungan
permukaan logam dengan melewatkan arus searah yang cukup ke logam permukaan yang
memiliki potensial lebih rendah dan mengubah semua area anoda pada permukaan logam
menjadi area katodik. Sistem ini hanya efektif untuk sistem yang terendam air atau berada di
dalam tanah. Tanah merupakan elektrolit yang memiliki unsur dan kandungan yang dapat
menyebabkan korosi. Dimana pada kedalaman 1,7 hingga 3,6 meter tanah bersifat sangat
korosif dengan derjat keasaman tanah yang normal (pH = 7).[6]
Sistem proteksi katodik anoda korban telah berhasil mengendalikan proses korosi untuk
jalur pipa dan instalasi tangki bawah tanah. Penggunaan anoda korban memiliki keuntungan
seperti biaya perawatan yang lebih sederhana, lebih stabil, dan lebih rendah.[7]

2. INDUSTRI MINYAK DAN GAS DI INDONESIA


Indonesia telah berkiprah di sektor migas lebih dari 130 tahun, setelah penemuan
minyak pertama di Sumatera Utara pada tahun 1885. Sebagai anggota OPEC dari tahun 1961,
Indonesia membekukan keanggotaannya pada tahun 2009 setelah bertahun - tahun
mengalami penurunan produksi, dan bergabung kembali pada bulan Januari 2016 tetapi
menangguhkan kembali keanggotaannya pada November 2016. Menurut Tinjauan Statistik
BP Energi Dunia 2019, Indonesia memiliki cadangan minyak terbukti sebesar 3,2 miliar barel
pada akhir tahun 2018.[8]
Minyak dan gas alam merupakan senyawa hidrokarbon yang terdiri dari untaian karbon
dan hidrogen bahan organik terkompresi selama jutaan tahun. Umumnya minyak dan gas
alam keduanya disebut sebagai minyak bumi. Mereka sering ditemukan bersama. Jika waduk
(area bawah tanah) hanya memiliki gas dan tidak ada minyak, ini disebut gas non-asosiasi.
Jika waduk mengandung minyak dan gas, gas yang dikandungnya disebut gas asosiasi.[9]

Gambar 2.1 Kurva Produksi dan Konsumsi Minyak di Indonesia.[8]

2.1 PROSES PRODUKSI MINYAK DAN GAS ALAM


Proses produksi minyak dan gas dari tanah dimulai dengan eksplorasi dan penilaian.
Minyak dan gas ditemukan di bawah tanah di reservoir yang tertutup rapat terhubung ke
kamar minyak dan gas bawah tanah lainnya. Ketika cadangan minyak ditemukan, Perusahaan
akan sering membuat gambaran tentang kualitas minyak dan perkiraannya jumlah yang
diukur baik dengan volume (barel) atau berat (ton).[9]
Gambar 2.2 Proses Produksi Minyak dan Gas Alam. [9]

2.2 UNIT PROSES PADA INDUSTRI MINYAK DAN GAS


2.2.1 JARINGAN PIPA
Pipeline atau jaringan pipa adalah sistem jaringan penghubung untuk sarana
transportasi fluida produksi dari satu tempat ke tempat lainnya, dimana pipa – pipa tersebut
biasanya dipendam didalam tanah, ditempatkan di atas permukaan atau ditempatkan di sea
floor. Pipeline merupakan sistem perpipaan yang mengalirkan fluida dengan jarak yang jauh
dengan umumnya menggunakan diameter yang besar. Pipeline dibagi menjadi tiga kategori,
yaitu:[4]
1. Export line/ Trunk Line
Export pipeline merupakan jenis pipeline yang memiliki fungsi sebagai pengalir
minyak atau fluida lain dari platform di laut dengan proses yang terdapat di darat, atau dari
industri di darat dengan industri di darat lainnya, contohnya aboveground pipe line,
underground pipeline, dan submarine pipeline.
2. Flowline
Flowline merupakan jenis pipeline yang menyalurkan fluida dari sumur pengeboran ke
downstream process component yang pertama.
3. Injection Line
Injection line merupakan jenis pipeline yang mengarahkan cairan atau gas untuk
mendukung aktifitas produksi (Contoh : injeksi air atau injeksi gas, gas lift, chemical
injection line).

2.2.2 DESAIN JARINGAN PIPA


Langkah-langkah utama dalam mendesign sistem perpipaan melibatkan pembentukan
saluran pipa kritis sesuai dengan tujuan kinerja dan parameter desain teknik kritis seperti:[10]
a. Throughput yang dibutuhkan (volume per unit waktu untuk sebagian besar produk
minyak bumi dan pound per satuan waktu untuk bahan baku petrokimia).
b. Titik asal dan tujuan.
c. Sifat produk seperti viskositas dan berat jenis.
d. Topografi jalur pipa.
e. Tekanan operasi maksimum yang diijinkan (MAOP) dan Perhitungan hidrolik untuk
menentukan: Diameter pipa, ketebalan dinding, dan kekuatan luluh yang dibutuhkan.
f. Jumlah dan jarak antar stasiun pompa.
g. Tenaga kuda stasiun pompa diperlukan.

2.2.3 MASALAH PADA JARINGAN PIPA PENYALUR


Penggunaan sistem perpipaan dalam industri minyak dan gas bumi sebagai sarana
untuk menyalurkan produk minyak dan gas sangat efektif dan efisien, terutama dalam
menempuh jarak yang jauh melalui laut maupun darat. Dilihat dari rute yang dilalui pipa
sangat beragam, maka potensi bahaya dan risiko keselamatan seperti kebocoran, tumpahan,
ledakan dan pencemaran lingkungan dapat mungkin terjadi. Berbagai macam persoalan
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor baik oleh faktor internal seperti korosi maupun
faktor eksternal seperti lingkungan maupun masyarakat sekitar.[11] Korosi seringkali
menjadi penyebab utama kegagalan jaringan pipa pada insustri minyak dan gas.[6]
Secara garis besar, korosi pada pipa khususnya terbagi dalam dua bagian yaitu korosi
eksternal (terjadi pada bagian permukaan dari sistem perpipaan, baik yang kontak dengan
udara bebas maupun dengan permukaan tanah, yang diakibatkan adanya kandungan zat asam
pada udara dari tanah) dan korosi internal (akibat adanya kandungan CO2 dan H2S pada
minyak bumi yang megalir di dalam pipa, dan apabila terjadi kontak dengan air, maka akan
membentuk asam yang menyebabkan korosi). Di dalam Industri perminyakan dan gas bumi
sendiri, korosi juga merupakan salah satu faktor terpenting yang tidak dapat diabaikan.
Dengan beberapa hal yang mempengaruhinya seperti komposisi kimia pada minyak dan gas
bumi, tekanan dan suhu pada operasi maupun desain, kadar ion karbonat serta kadar air.[12]
Korosi adalah proses perusakan pada permukaan logam yang disebabkan oleh
terjadinya reaksi kimia (reaksi elektrokimia) pada permukaan logam. Pada hakikatnya korosi
adalah suatu reaksi dimana suatu logam dioksidasi sebagai akibat dari serangan kimia oleh
lingkungan (uap air,oksigen di atmosfer, oksida asam yang terlarut dalam ). Dalam bahasa
sehari-hari korosi disebut dengan perkaratan. Kata korosi berasal dari bahasa latin
“corrodere” yang artinya pengrusakan logam atau perkaratan.[1]

2.2.3.1 MACAM – MACAM KOROSI


Tipe korosi dapat dibedakan menjadi beberapa tipe sebagai berikut :[12]
1. Korosi Galvanis (Galvanic Corrosion)
Merupakan korosi yang terjadi karena terdapat hubungan antara dua logam yang berada
dalam suatu elektrolit yang disambung dengan sebuah konduktor, dimana terdapat perbedaan
potensial antara keduanya.

Gambar 2.3 Galvanic Corrosion. [12]

2. Korosi Tegangan-Retak (Stress Corrosion Cracking)


Merupakan korosi yang berbentuk retak-retakan, terbentuk pada permukaan logam dan
menjalar ke dalam. Korosi ini banyak terjadi pada logam-logam yang banyak mendapat
tekanan. Penyebabnya adalah kombinasi dari tegangan tarik dengan lingkungan yang korosif
sehingga membuat kondisi struktur logam menjadi lemah.

Gambar 2.4 Stress Corrosion Cracking. [12]

3. Korosi Erosi (Errosion Corrosion)


Merupakan korosi yang terjadi akibat tercegahnya pembentukan film/lapisan luar
pelindung struktur yang disebabkan oleh kecepatan alir fluida yang tinggi, contohnya yang
terjadi pada elbow pipa penyalur fluida, karena kecepatan fluida yang membentur lekukan
pipa secara kontinu maka terjadilah pengikisan.

Gambar 2.5 Korosi Erosi. [12]

4. Korosi Seragam (Uniform Corrosion)


Merupakan korosi yang terjadi pada permukaan struktur logam yang berbentuk
pengikisan permukaan logam secara menyeluruh dan merata sehingga menyebabkan
ketebalan logam berkurang. Adapun biasanya terjadi pada peralatanperalatan atau struktur
logam di tempat terbuka dan lembab. Contohnya permukaan luar pipa baja.

Gambar 2.6 Korosi Seragam. [12]

5. Pitting Corrosion
Merupakan korosi yang berbentuk lubang-lubang di permukaan logam karena
hancurnya film (lapisan luar) dari proteksi logam yang disebabkan oleh laju korosi yang
berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lainnya pada permukaan sebuah strukur
logam.
Gambar 2.7 Pitting Corrosion. [12]

2.2.4 PENANGGULANGAN KOROSI PADA JARINGAN PIPA PENYALUR


Korosi pada besi menimbulkan banyak kerugian, karena barang-barang atau bangunan
yang menggunakan besi menjadi tidak awet. Korosi pada besi dapat dicegah dengan
membuat besi menjadi baja tahan karat (stainless steel), namun proses ini membutuhkan
biaya yang mahal, sehingga tidak sesuai dengan kebanyakan pengunaan besi.[13]
Penanggulangan terhadap korosi dapat dilakukan dengan perlindungan mekanis dan
perlindungan elektrokimia.[1] Berikut adalah beberapa cara pencegahan korosi pada besi :
1. Pengecatan
Fungsi pengecatan adalah untuk melindungi besi kontak dengan air dan udara. Cat yang
mengandung timbal dan seng akan lebih melindungi besi terhadap korosi. Pengecatan harus
sempurna karena jika terdapat bagian yang tidak tertutup oleh cat, maka besi di bawah cat
akan terkorosi.[13]

Gambar 2.8 Pengecatan Pipa. [13]

2. Proteksi Katodik
Telah dikethaui bahwa korosi hanya terjadi pada area anodik permukaan logam dengan
katoda menjadi area lain dari logam yang sama atau logam kedua yang bersentuhan keduanya
dalam elektrolit. Prinsip proteksi katodik adalah menghubungkan anoda eksternal ke logam
untuk dilindungi dan melewati arus sehingga semua area permukaan logam dipaksa potensi
katodik sehingga tidak menimbulkan korosi. Efeknya diilustrasikan pada Gambar 2.9 Dalam
istilah elektrokimia, potensi logam diturunkan ke nilai (pada baja, -850 mV atau lebih rendah,
relatif terhadap elektroda referensi tembaga / tembaga sulfat) di mana anodik berkarat reaksi
dihambat hanya memungkinkan reaksi katodik. Perlindungan katodik dicapai di salah satu
dari dua cara oleh anoda korban atau dengan arus paksa.[14]
Gambar 2.9 Proteksi Katodik. [14]

3.1 PROTEKSI KATODIK ANODA KORBAN


Proteksi katodik anoda korban adalah suatu fenomena dimana pasokan elektron
dihubungkan dengan pipa baja dengan logam lain sebagai anoda korban yang memiliki
potensial lebih rendah. Pada cara ini terjadi aliran elektron dari logam dengan potensial yang
lebih rendah ke pipa baja yang potensialnya lebih tinggi.[1]

Gambar 3.1 Skema Proteksi Katodik Anoda Korban.

Dalam sistem proteksi katodik anoda korban (SACP), misalnya pada proteksi pipa
dicapai dengan menghubungkan struktur pipa ke anoda korban, yang ditempatkan dekat
dengan pipa yang dilindungi. Sebuah anoda korban terbuat dari logam aktif seperti
magnesium, seng, atau aluminium, yang dianggap logam paling aktif menurut sel galvanik.
Pada perlindungan katodik, arus berasal dari perbedaan potensial antara anoda korban dan
struktur pipa yang dilindungi. Jenis anoda yang digunakan bergantung pada resistivitas
elektrolit dan komposisi kimia dari elektrolit substrat terbuka. Untuk pipa, anoda korban
umumnya digunakan karena umumnya jumlah arus yang dibutuhkan relatif kecil (biasanya
kurang dari 1A) dan daerah di mana resistivitas tanah cukup rendah (biasanya kurang dari
10.000 ohm-cm) untuk memungkinkan konsumsi jumlah anoda yang wajar. Anoda pada
sistem proteksi katodik anoda korban harus diperiksa secara berkala dan diganti saat
dikonsumsi.[15]
Tentunya dengan menggunakan metode anoda korban pada proteksi kadtodik memiliki
keuntungan dan kerugian. Berikut ini adalah beberapa keuntungan dan kerugian dari metode
anoda korban : [1]
Keuntungan
a. Tidak perlu tenaga listrik dari luar.
b. Pemasangan relatif mudah
c. Tidak ada bahaya interaksi.
d. Murah untuk struktur kecil.
e. Daerah padat struktur.
f. Bahaya over-proteksi ringan.
g. Distribusi arus merata.
h. Tidak perlu pemeliharaan, kecuali inspeksi rutin.
i. Tidak perlu biaya operasi.
Kerugian
a. Keluaran arus anoda terbatas, pada hal
b. makin lama makin diperlukan arus lebih
c. besar karena degradasi lapis lindung.
a. Tidak efektif untuk lingkungan dengan
d. resistivitas lingkungan tinggi.
a. Untuk struktur yang besar diperlukan anoda
e. banyak jumlahnya.
a. Keluaran arus tidak dapat dikontrol, namun
f. self regulating.

3.1.1 KOMPONEN PADA PROTEKSI KATODIK ANODA KORBAN


1. Material
Tabel 3.1 menunjukkan jenis bahan yang digunakan di sistem proteksi katodik anoda
korban.
Tabel 3.1 Material yang digunakan pada Proteksi Katodik Anoda Korban.

2. Komponen Pada Proteksi Katodik Anoda Korban


a. Voltmeter
Untuk menentukan nilai potensial pipa-ke-tanah, sebuah voltmeter harus mengukur
melintasi resistansi sirkuit eksternal, yang dapat sangat bervariasi dari satu lingkungan ke
lingkungan lain dan disebut sebagai multimeter, Gambar 3.2 menunjukkan MEGGER M-
8035 multimeter layar ganda yang dirancang untuk memberikan akurasi yang lebih besar
dengan tambahan ekstensif kemampuan mengukur. Selain itu, dua meteran berkode warna
lead dengan klip untuk koneksi ke pipa dan referensi elektroda.[15]

Gambar 3.2 Voltmeter MEGGER M-8035.


b. Reference Electrode
Reference Electrode Cu-CuSO4 adalah yang paling banyak umum digunakan di
lapangan untuk mengukur potensi tertimbun saluran pipa. Gambar 2.2 menunjukkan setengah
sel Cu-CuSO4 elektroda. Reference Electrode terdiri dari tabung plastik memegang batang
tembaga dan larutan tembaga jenuh sulfat. Steker berpori di salah satu ujungnya
memungkinkan kontak dengan elektrolit tembaga sulfat. Batang tembaga menonjol keluar
tabung. Kabel negatif voltmeter dihubungkan ke batang tembaga.[15]

Gambar 3.3 Reference Electrode Cu-CuSO4.

3. Ground Bed
Bahan yang paling umum digunakan untuk anoda korban pada pipa yang terkubur
adalah paduan magnesium dan seng. Di saluran masuk dan saluran pipa reservoir di sana
adalah 34 anoda magnesium didistribusikan di 4 tempat tidur dasar dan 18 anoda magnesium
didistribusikan di atas 1 alas dasar, masing-masing. Potensi anoda magnesium sekitar 1500
mV menurut referensi tembaga-tembaga sulfat elektroda (Cu / CuSO4). Pipa by-pass
memiliki 70 seng anoda yang terbagi menjadi 4 bedengan dasar dan Potensi elektroda seng
adalah -1100 mV menurut tembaga tembaga sulfat referensi elektroda.[15]

3.2 HASIL PROTEKSI KATODIK ANODA KORBAN


Komalasari,2020 pada penelitiannya menggunakan material baja karbon ASTM 36
sebagai katoda dengan ukuran 3 cm x 4 cm x 0,17 cm. Seng digunakan sebagai anoda atau
sebagai bahan proteksi korosi dengan ukuran 3 cm x 4 cm x 0,04 cm. Media korosi yang
digunakan adalah larutan natrium klorida dengan konsentrasi 25.000 ppm.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh proteksi katodik dalam
mengendalikan laju korosi baja karbon dan menentukan waktu perendaman terbaik untuk
anoda korban dalam natrium 25.000 ppm larutan klorida untuk melindungi katoda.[7]
3.2.1 LAJU KOROSI BAJA KARBON TANPA PERLINDUNGAN DAN DENGAN
PERLINDUNGAN ANODA KORBAN
Gambar 3.4 menunjukkan perbandingan laju korosi baja karbon terproteksi versus tak
terlindungi. Hasil dari uji perendaman pada baja karbon tanpa perlindungan anoda korban
diuji pada natrium Larutan klorida selama 30 hari menunjukkan penurunan berat terbesar dan
laju korosinya sebesar 9.252 mpy. Hal ini disebabkan karena garam terlarut tinggi
menyebabkan peningkatan konduktivitas larutan garam[16], the baja mengalami korosi
karena adanya ion Cl- dimana ion Cl- akan memecah pasif lapisan pada baja karbon atau
mencegah pembentukan lapisan pasif pada baja karbon [17]. Dengan hormat baja karbon
terlindung, penurunan berat badan yang diamati lebih sedikit daripada baja karbon tak
terlindungi. Itu bisa dilihat dari Gambar 1 bahwa laju korosi baja yang dilindungi oleh anoda
seng yang dikorbankan lebih lambat dibandingkan dengan laju korosi baja yang tidak
dilindungi.
Korosi lebih lanjut dari pipa baja karbon dalam larutan garam dengan struktur
terlindungi (katoda) diamati pada semua jarak anoda (Gambar 3.4). Laju korosi dengan waktu
perendaman 10 hari dengan jarak anoda dan katoda 1 cm adalah 0,694 mpy. Pada jarak antara
elektroda 2 cm dan 3 cm, terjadi peningkatan korosi pada baja karbon. Anoda korban seng
adalah tidak efektif untuk proteksi dengan jarak 2 cm dan 3 cm antar elektroda karena energi
diproduksi oleh anoda korban yang tidak efektif yang mempengaruhi mobilitas ion menjadi
lebih rendah melalui elektrolit dan pengaruh elektroda yang menghubungkan resistor kawat
baja sehingga kelistrikan konduktivitas lebih rendah. Ini menunjukkan pengaruh jarak antar
elektroda, dimana semakin jauh Dengan jarak elektroda maka laju korosi yang didapat akan
semakin besar, hal ini dikarenakan pergerakan yang semakin lambat ion dan berkurangnya
jumlah ion yang bergerak melindungi katoda atau baja karbon. [7]
Gambar 3.4 Kurva Laju Korosi Terhadap Waktu.
3.2.2 EFISIENSI LAJU KOROSI BAJA KARBON DENGAN SENG SEBAGAI ANODA
KORBAN
Perhitungan laju korosi didasarkan pada kehilangan berat dari spesimen baja karbon
sebelum dilakukan uji celup dilakukan setelah dilakukan uji celup sesuai dengan waktu
perendaman yang akan dilakukan. Efisiensi laju korosi dihitung dengan membandingkan laju
korosi baja karbon tak terlindungi dengan laju korosi baja karbon yang dilindungi
menggunakan seng sebagai anoda korban.

Gambar 3.5 Efesiensi Zinc Sebagai Anoda Korban.

Gambar 2 menunjukkan variasi jarak antara elektroda dalam larutan natrium klorida
25.000 ppm untuk mendapatkan efisiensi laju korosi baja karbon yang terlindung dari yang
tidak terlindungi baja karbon dengan waktu perendaman yang sama untuk spesimen yang
sama. Dari hasil penelitian itu menemukan bahwa perlindungan terbaik pada baja karbon
yang dilindungi oleh anoda korban seng adalah pada saat itu perendaman selama 10 hari
dengan jarak anoda ke katoda 1 cm dengan efisiensi laju korosi 81,818%. Dari penurunan
laju korosi terlihat bahwa penurunan laju korosi adalah dipengaruhi oleh jarak dan waktu
perendaman.[7]

3.2.3 KESIMPULAN
Efisiensi laju korosi tertinggi pada baja karbon yang dilindungi oleh anoda korban seng
adalah 81,8%. Semakin lama waktu perendaman menghasilkan semakin banyak penurunan
berat katoda. Hasilnya adalah waktu perendaman 10 hari efisiensi yang lebih baik. Kinerja
anoda korban seng efektif untuk melindungi baja karbon korosi bila jarak antara anoda dan
elektroda katoda paling kecil.

4. DAFTAR PUSTAKA
[1] U. Wahyuningsih, “Penanggulangan Korosi Pada Pipa Gas Dengan Metode Catodic
Protection (Anoda Korban) Pt Pgn Solution Area Tangerang,” Power Plant, vol. 5, no.
1, pp. 40–50, 1970, doi: 10.33322/powerplant.v5i1.109.
[2] B. Dadang Kurnia, “Perancangan sistem proteksi katodik,” pp. 403–418, 2016.
[3] R. Indarti, Y. T. Sarungu, and C. Magesang, “Karakterisasi Simulator Sistem Proteksi
Perpipaan Yang Tertanam Dalam Tanah,” pp. 41–45, 1997.
[4] G. A. Jayanti, “Analisis Teknis Dan Ekonomis Sistem Proteksi Katodik Anoda Tumbal
Dan Proteksi Katodik Arus Paksa Pada Underground Gas Pipeline Di Perusahaan
Eksplorasi Dan Pengolahan Gas Bumi,” p. 122, 2019.
[5] H. Wicaksono and B. Sulaksono, “Analysis of Cathodic Protection System Type of
Victim Anodes Using Magnesium and Zinc,” pp. 9–10, 2019.
[6] K. Astuti, “Korosi Pipa Minyak Pada Lingkungan Tanah Gambut,” pp. 217–223.
[7] Komalasari, Evelyn, I. D. R. Situmeang, and D. Heltina, “Cathodic protection on
stuctures of carbon steel using sacrificial anode methode for corrosion control,” IOP
Conf. Ser. Mater. Sci. Eng., vol. 845, no. 1, 2020, doi: 10.1088/1757-
899X/845/1/012015.
[8] PwC, “Oil and Gas in Indonesia. Taxation Guide,” no. May, 2016.
[9] W. Christian O.H., “The Oil and Gas Industry: Overview and Trends,” Nat. Resour.
Gov. Inst., no. April, p. 5, 2015.
[10] T. Pharris and R. Kolpa, “Overview of the Design, Construction, and Operation of
Interstate Liquid Petroleum Pipelines,” Argonne Natl. Lab., p. 108, 2007, [Online].
Available:
http://corridoreis.anl.gov/documents/docs/technical/APT_60928_EVS_TM_08_1.pdf.
[11] M. Martaningtyas and H. D. Ariesyady, “Identifikasi Bahaya Dan Analisis Risiko Pada
Jaringan Pipa Transmisi Crude Oil Di Perusahaan Migas,” J. Tek. Lingkung., vol. 24,
no. 2, pp. 1–14, 2018, doi: 10.5614/j.tl.2018.24.2.1.
[12] J. I. Nugroho, “Studi Kasus Perbandingan Dua Metode Perlindungan Korosi Pada Pipa
Penyalur Gas Pt.Pgn Batu Ampar Batam,” p. 119, 2016.
[13] M. R. Pambudi, “Perancangan Sistem Proteksi Katodik Anoda Tumbal Pada Pipa Baja
Api 5L Grade B Dengan Variasi Jumlah,” 2017.
[14] G. Practice and C. C. No, “Corrosion control for buried pipelines.,” London, U.K.,
H.M.S.O., 1982, no. 10 : Guides to Practice in Corrosion Control), 1982.
[15] M. H. Alkathafi, A. A. Khalil, S. M. Elkoum, and M. A. Elnaili, “The Sacrificial
Anode Cathodic Protection System of Sirte End Reservoir,” vol. 10, no. 12, pp. 421–
427, 2019.
[16] A. YR and B. A, “pengaruh larutan NaCl,” 2016.
[17] N. S, “Analisis laju korosi dan kekerasan pada stainless steel 304 dan baja nikel laterit
dengan variasi kadar Ni (0,3 dan 10% Ni) dalam medium korosif,” Skripsi, 2018.

Anda mungkin juga menyukai