PDF Makalah Perawatan Paliatifdocx DD
PDF Makalah Perawatan Paliatifdocx DD
PEKANBARU
MAKALAH
KONSEP KEPERAWATAN PALIATIF
Disusun Oleh:
ASMIRA (17311027)
PROGRAM S1 KEPERAWATAN
JUNI 2018
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang terindah yang patut diucapkan kecuali syukur kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan kita kesehatan dan menciptakan kita dalam
kesempurnaan jiwa dan raga, sehingga kita memiliki kemampuan dan kekuatan
untuk membangun hidup lebih cerah dengan tetap berada dalam hidayahnya.
Terutamanya dalam menyelesaikan makalah ini.
Shalawat beserta salam selalu kami tujukan kepada nabi Muhammad SAW
yang telah berjuang merubah peradaban dunia dari keburukan menjadi yang lebih
baik.
Ucapan terima kasih kami kepada dosen selaku pembimbing makalah ini
beserta teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dan memberikan
sumbangsihnya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaiakan makalah ini
dengan baik. Makalah ini disusun secara sistematis dan mendalam sehingga
penulis dapat mempelajarinya secara mendetail dan terperinci.
Namun tidak ada sesuatu buatan manusia itu yang sempurna. Bak pepatah
“Tiada gading yang tak retak”
retak” begitu juga adanya dengan makalah ini. Oleh
sebab itu kami sangat mengharapkan kritikan maupun saran yang membangun
dari pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki makalah selanjutnya demi
tercapainya pendidikan yang lebih baik lagi.
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Palliative Care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang
menyeluruh dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya
adalah untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya,
meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga memberikan support kepada
keluarganya. Dari definisi tersebut didapatkan bahwasannya salah satu tujuan
dasar dari palliative care adalah mengurangi penderitaan pasien yang termasuk
didalamnya adalah menghilangkan nyeri yang diderita oleh pasien tersebut.
Terdapat banyak alasan mengapa pasien dengan penyakit stadium
lanjut tidak mendapatkan perawatan yang memadai, namun semua alasan itu
pada akhirnya berakar pada konsep terapi yang eksklusif dalam
menyembuhkan penyakit daripada meningkatkan kualitas hidup dan
mengurangi penderitaan. Itulah mengapa, seringkali keputusan untuk
mengambil tindakan paliatif baru dilakukan setelah segala usaha
penyembuhan penyakit ternyata tidak efektif. Padahal seharusnya, palliative
care dilakukan secara integral dengan perawatan kuratif dan rehabilitasi baik
pada fase dini maupun lanjut.
Seiring dengan berkembangnya bidang ilmu ini, ruang lingkup dari
palliative care yang dulunya hanya terfokus pada memberikan kenyamanan
bagi penderita, sekarang telah meluas menjadi perawatan holistik yang
mencakup aspek fisik, sosial, psikologis, dan spiritual. Perubahan perspektif
ini dikarenakan semakin hari semakin banyak pasien yang menderita penyakit
kronis sehingga tuntutan untuk suatu perkembangan adalah mutlak adanya.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis membuat makalah tentang
Palliative Care untuk mengulas materi tersebut lebih dalam.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
4. Pembedahan
Tindakan pembedahan pada perawatan paliatif bermanfaat untuk
mengurangi nyeri dan menghilangkan gangguan fungsi organ tubuh
akibat desakan massa tumor / metastasis. Pada umumnya pembedahan
yang dilakukan adalah bedah ortopedi / bedah untuk mengatasi
obstruksi visceral. Salah satu contoh tindakan pembedahan pada
stadium paliatif adalah fiksasi interna pada fraktur patologis / fraktur
limpeding / tulang panjang.
5. Terapi Musik
Alunan musik dapat mempercepat pemulihan penderita stroke,
demikian hasil riset yang dilakukan di Finlandia. Penderita stroke yang
rajin mendengarkan music setiap hari, menurut hasil riset itu ternyata
mengalami Peningkatan pada ingatan verbalnya dan memiliki mood
yang lebih baik dari pada penderita yang tidak menikmati musik.
Musik memang telah lama digunakan sebagai salah satu terapi
kesehatan, penelitian di Finlandia yang dimuat dalam Jurnal Brain itu
adalah riset pertama yang membuktikan efeknya pada manusia.
Temuan ini adalah bukti pertama bahwa mendengarkan music pada
tahap awal pasca stroke dapat meningkatkan pemulihan daya kognitif
dan mencegah munculnya perasaan negative.
6. Psikoterapi
Gangguan citra diri yang berkaitan dengan dampak perubahan citra
fisik, harga diri dengan citra fungsi sosial, fungsi fisiologis, dan
sebagainya dapat dicegah / dikurangi dengan melakukan penanganan
antisipatorik yang memadai. Tetapi hal ini belum dapat dilaksanakan
secara optimal karena kondisi kerja yang belum memungkinkan.
7. Hipnoterapi
Hipnoterapi merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang
mempelajari manfaat sugesti untuk mengatasi masalah pikiran,
perasaan, dan perilaku. Hipnoterapi bisa bermanfaat dalam menerapi
banyak gangguan psikologis-organis seperti hysteria, stress, fobia
(ketakutan terhadap benda-benda tertentu atau keadaan tertentu),
gangguan kecemasan, depresi, perilaku merokok, dan lain-lain.
L. Komunikasi Dalam Keperawatan Paliatif
Komponen berkomunikasi dengan pasien paliatif ada 5 konteks, yaitu
pengaturan ruang, bahasa tubuh, kontak mata, sentuhan, memulai
pembicaraan (Emanuel dan Librach, 2007).
Komunikasi dibagi menjadi 2 bagian komunikasi verbal dan non verbal
(Lestari, 2010).
a. Komunikasi verbal
1) Masalah teknik
Seberapa akurat komunikasi tersebut dapat mengirimkan symbol
dari komunikasi.
2) Masalah semantik
Seberapa tepat symbol dalam mengirimkan pesan yang dimaksud.
3) Masalah pengaruh
Seberapa efektif arti yang diterima mempengaruhi tingkah laku.
b. Komunikasi non verbal
Komunikasi non verbal merupakan komunikasi yang tidak melibatkan
bicara dan tulisan.
Adapun tujuan komunikasi non verbal (Stuart and Sundeen, 1995
dalam Lestari, 2010) adalah:
1) Mengekpresikan emosi
2) Mengekspresikan tingkah laku interpersonal
3) Membangun, mengembangkan dan memelihara interaksi sosial
4) Menunjukkan diri terlibat dalam ritual
5) Mendukung komunikasi verbal
Komunikasi non verbal terdiri dari:
1) Kinesics
Ekpresi muka, gesture (gerak, isyarat, sikap), gerakan tubuh dan
postur, gerak mata atau kontak mata.
2) Paralanguage
Kualitas suara: irama, volume, kejernihan
3) Proxemics
a) Jarak intim (sampai dengan 18 inchi)
b) Jarak personal (18 inchi-4 kaki) untuk seorang yang dikenal
c) Jarak social ( 4 kaki-12 kaki) untuk interaksi mengenai suatu
urusan tetapi bukan orang khusus/tertentu
d) Jarak publik (lebih dari 12 kaki) untuk pembicaraan formal
4) Sentuhan
5) Cultural artifact
Hal-hal yang ada dalam interaksi seseorang dengan orang lain yang
mungkin bertindak sebagai rangsang non verbal, misalnya: baju,
kosmetik, parfum/bau, perhiasan, kacamata dan lain-lain.
6) Gaya berjalan
7) Penampilan fisik umum
M. Perkembangan Keperawatan Paliatif
1. Canada
Perkembangan dan pelayanan pengiriman hospice palliative care di
kanada berkembang lebih lanjut pada 5 tahun lalu (artinya tahun
1999 ) dikarenakan inisiatif pemerintah pusat, provinsi, dan
pemerintah lokal.
Keperawatan paliatif di kanada berkembang sebagai spesialisasi
keperawatan yang diakui yang memungkinkan keperawatan untuk
menyediakan model kepemimpinan terintegrasi.
Canadian hospice palliative care adalah asosisi non profit di
kanada, bergerak di bidang promoting education & training, serta
menyadarkan masyarakat tentang adanya paliiative care servise.
Untuk pasien dan keluarga yang menderita suatu penyakit
ditujukan untuk semua jenis diagnosa penyakit.
Palliative care service delivery in canada:
a. Dilakukan oleh multi disiplin ilmu
b. Menyediakan penanganan gejala seperti nyeri
c. Conseling care
d. Spiritual care
e. Consultation servise
f. Pelayanan home care
g. Tim konsultasi komunitas
2. Australia dan Selandia Baru
Perkembangan Hospice dan paliatif care di Australia dan Selandia
Baru sudah sangat baik, dengan pelayanan yang membutuhkan
ketetapan dari standar pelayanan kesehatan. Bentuk dari perawatn
paliatif di dua negara ini kurang lebih sama. Ada yang
mengutamakan inpatient, home care, dan dukungan dari rumah
sakit, pelayanan berdasarkan fakta lebih banyak digunakan
pelayanan day care di Selandia Baru daripada di Australia.
Pelayanan Hospice pertama di Selandia Baru dibuka pada tahun
1979, dengan pelayanan yang mencakup seluruh negara. Paliatif
care di Selandia Baru berkembang dari komunitas inpastient
hospice kecil yang terhubung kuat dengan komunitas pelayanan
keperawatan local dengan syarat semacam home care. Sistem
organisasi dari asosiasi nasional sudah sangat baik yaitu berupa
fasilitas komunikasi antara pengguna, termasuk konferensi national
tahunan. Pemilihan umum pada tahun 2008 dan perubahan
pemerintah berjanji akan meningkatkan dukungan untuk hospice
dan paliatif care.
Pelayanan hospice pertama di Australia dibuka di St. Christopher’s
di London (1969) yang terkait dengan Isrish Sisters of Charity of
Hospice di Sydney (1890) dan Melbourne (1938). Di Australia
baru ada respon tentang perkembangan pelayanan keperawatan
paliatif di rumah.
Paliatif Care di dua negara tersebut terus berkembang dan tumbuh.
perawat saat ini menunjukkan peran kepemimpinan yang jelas di
dua negara ini dan praktek keperawatan berdasarkan fakta,
pendidikan, dan penelitian. untuk melanjutkan perkmebangan dari
tingkat pendidikan di keperawartan paliatif dilakukan melalui
penelitian keberlanjutan.
3. Inggris
Paliatif care di inggris dipelopori oleh dame cicely saudners pada
tahun 1967. Dan pada tahun 1987, kedokteran palitif diakui
menjadi spesialis di bidang kedokteran dengan masa pendidikan 4
tahun. Beberapa lama setelah itu, keperawatan palitiaf dan diploma
juga didirikan.
The gold standard frameworks (GSF) oleh dr. Keri thomas:
a. Identifikasi kebutuhan paliatif pasien.
b. Mengkaji kebutuhan, gejala, dan pilihan dan pertimbangan
penting untuk pasien dan keluarga.
c. Merencanakan ke depan, fakta dari situasi “out-of-hours”.
Yakinkan form rujukan pada pelayanan ambulan dan
pengobatan yang tersedia jika dibutuhkan oleh rumah
pasien atau home care
Komunitas dan rumah sakit bisa semakin saling terkait
dengan baik karena adanya regulasi yang jelas untuk seorang anp
oleh uk nursing and midwifery council (NMC). Di inggris ada day
care, tempat ini ditujukan untuk pasien yang membutuhkan
perawatan dan dukungan.
Inpatient hospice seperti sistem perawatan-kesehatan mini.
Bagaimanapun, mereka menyediakan kesempatan penting untuk
mendemonstrasikan hasil dari perawatan yang baik dan efektivitas
multi-profesional tim. Home care atau hospice digunakan pada
semua rumah perawatan yang dengan perawat, rumah perawatan,
rumah perlindungan, dan rumah perawatan ekstra.
4. Indonesia
Perkembangan dan penerapan perawatan paliatif di tiap negara dan
tiap RS berbeda-beda. hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya : pemerintahan, finansial, budaya, kepadatan
populasi, lingkungan, faktor geografi, SDM yang dimiliki dan lain
lain.
Pelaksanaan perawatan paliatif yang dilakukan di pusat
pengembangan paliatif dan bebas nyeri di RS Dr. Soetomo
Surabaya meliputi rawat jalan, rawat inap, home care, day care dan
respite care.
Di Indonesia belum semua RS memiliki layanan perawatan
paliatif. RS yang sudah memiliki perawatan paliatif diantaranya
adalah : RS Dr Soetomo (Surabaya), disusul RS Cipto
Mangunkusumo (Jakarta), RS kanker Dharmis (Jakarta), RS
Wahidin sudirohusodo (Makasar), RS Dr. Sardjito (Yogyakarta),
dan RS Sanglah (Denpasar).
Sampai saat ini di Indonesia belum ada sekolah yang menyediakan
pelatihan atau pendidikan khusus mengenai perawatan paliatif
sehingga sumber daya manusia di indonesia yang menekuni bidang
perawatan paliatif harus pergi ke luar negeri dulu untuk
menempuh jenjang pendidikan tersebut.
Diharapkan kedepannya perawatan paliatif di indonesia
berkembang lebih luas dan lebih maju. Model pelayanan perawatan
paliatif di luar negeri bisa dicoba untuk diterapkan di indonesia.
Tentunya dengan menyesuaikan budaya, lingkungan, dana dan
sumber daya yang dimiliki indonesia, hal ini juga harus dengan
dukungan pemerintah. Dengan demikian pasien akan mendapatkan
perlindungan, perhatian dan dukungan dari banyak pihak. Pasien
akan merasa lebih tenang dalam menjalani masa hidupnya.
Keluarga juga mempunyai informasi yang cukup tentang penyakit
dan keluhan pasien. Tim medis juga mengetahui cara perawatan
paliatif yang tepat, efektif dan penuh inovasi dalam
memperlakukan pasien sehingga pasien dapat memperoleh kualitas
hidup yang optimal.
N. Jurnal Keperawatan Paliatif
1. HUBUNGAN KUALITAS HIDUP DENGAN KEBUTUHAN
PERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN KANKER DI RSUP
SANGLAH DENPASAR
Pradana, I Putu Wira., Siluh Nym. Alit Nuryani, BoN, MN
(Pembimbing 1), I Wayan Surasta, S.Kp (Pembimbing 2). Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Kesimpulan dan saran:
Hasil identifikasi karakteristik responden diperoleh sebagian besar
responden berjenis kelamin perempuan, sebagian besar responden
berada pada kategori usia dewasa (4165 tahun), sebagian besar
responden dengan diagnosa KNF. Hasil identifikasi kualitas hidup
pada pasien kanker diperoleh data responden sebagian besar
responden kualitas hidupnya sedang (skor 5011000) (71,8%).
Hasil identifikasi kebutuhan perawatan paliatif pada pasien kanker
diperoleh data sebagian besar responden kebutuhan perawatan
paliatifnya sedang (skor 401-900) (76,5%). Hasil analisis
hubungan kualitas hidup dengan kebutuhan perawatan paliatif
menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
kualitas hidup dengan kebutuhan perawatan paliatif pada pasien
kanker di RSUP Sanglah Denpasar.
Kualitas hidup dengan kebutuhan perawatan paliatif memiliki
hubungan yang signifikan, diharapkan pihak RSUP Sanglah
mempertimbangkan pemberian perawatan paliatif berdasarkan
kualitas hidup pasien kanker. Perawatan paliatif sebaiknya tetap
diberikan pada pasien kanker dengan kualitas hidup baik bukan
hanya pada pasien yang sudah dinyatakan tidak bisa disembuhkan
atau pada fase terminal. Bagi peneliti selanjutnya, apabila
melaksanakan penelitian sejenis agar
menggunakan sampel yang lebih homogen.
2. PALLIATIVE CARE PADA PENDERITA PENYAKIT
TERMINAL
Cemy Nur Fitria
DOSEN Akper Pku Muhammadiyah Surakarta
Kesimpulan:
Perawatan Palliative adalah pendekatan yang bertujuan
memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi
masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat
mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui
identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri
dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual. Penyakit
terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju
ke arah kematian. Contohnya seperti penyakit jantung,dan kanker
atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup
tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up
(menyerah) dan seperti yang di katakan di atas tadi penyakit
terminal ini mengarah kearah kematian. Agama dan keyakinan
spiritual sebagai sumber kekuatan dan dukungan dalam penyakit
fisik yang serius Profesional kesehatan memberikan perawatan
medis menyadari pentingnya pasien dalam memenuhi 'kebutuhan
spiritual dan keagamaan serta pentingnya Psychoonkologi.
3. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENGETAHUAN PERAWAT DALAM MENGHADAPI
CARDIAC ARREST DI RSUP PROF R. D. KANDOU
MANADO
Toar Wellem Samuel Turangan, Lucky Kumaat,Reginus Malara
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado
Kesimpulan:
Berdasarkan hasil peneltian dan
pembahasan peneliti dapat disimpulkan
1. Pengetahuan perawat di IGD RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado sebagian besar baik.
2. Tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan tingkat
pengetahuan perawat dalam menghadapi cardiac arrest di RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
3. Tidak terdapat hubungan antara pelatihan dengan tingkat
pengetahuan perawat dalam menghadapi cardiac arrest di RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
4. Terdapat hubungan antara pengalaman dengan tingkat
pengetahuan perawat dalam menghadapi cardiac arrest di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
4. HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN
TINGKAT KECEMASAN PENDERITA KANKER SERVIKS
PALIATIF
Misgiyanto & Dwi Susilawati
Kesimpulan dan saran:
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik responden usia
responden mayoritas direntang 51 sd 64 tahun,tingkat pendidikan
responden mayoritas adalah SD, mayoritas bekerja sebagai ibu
rumah tangga.Dukungan keluarga penderita kanker serviks paliatif
mayoritas baik.Tingkat kecemasan penderita kanker serviks paliatif
mayoritas mengalami tingkat kecemasan sedang.Ada hubungan
antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan penderita
kanker serviks paliatif di RSUP Dr Sardjito dengan p value 0,001
(< 0,05)
Disarankan bagi perawat agar senantiasa meningkatkan pelayanan
kepada penderita kanker serviks dengan memperhatikan kebutuhan
bio-psiko-sosio dan spiritual melalui pendidikan kesehatan dan
konseling kepada penderita maupun keluarga.
Disarankan bagi institusi pendidikan hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai referensi/sumbangan materi bagi mahasiswa
agar mahasiswa memahami tentang dukungan keluarga dan
kecemasan penderita kanker serviks paliatif dengan mempelajari
materi dukungan dan kecemasan dalam penelitian ini. Di saran
bagi keluarga mampu senantiasa mengembangkan diri dalam
rangka memberi motivasi kepada anggota keluarganya yang
menderita sakit kanker serviks dengan memberikan dukungan
sesuai dengan materi-materi dukungan emosional, dukungan
penghargaan, dukungan materi dan dukungan informasi dalam
penelitian ini.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran