Anda di halaman 1dari 26

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PAYUNG NEGERI

PEKANBARU

MAKALAH
KONSEP KEPERAWATAN PALIATIF

Disusun Oleh:

ASMIRA (17311027)

PROGRAM S1 KEPERAWATAN
JUNI 2018
KATA PENGANTAR

Tiada kata yang terindah yang patut diucapkan kecuali syukur kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan kita kesehatan dan menciptakan kita dalam
kesempurnaan jiwa dan raga, sehingga kita memiliki kemampuan dan kekuatan
untuk membangun hidup lebih cerah dengan tetap berada dalam hidayahnya.
Terutamanya dalam menyelesaikan makalah ini.
Shalawat beserta salam selalu kami tujukan kepada nabi Muhammad SAW
yang telah berjuang merubah peradaban dunia dari keburukan menjadi yang lebih
 baik.
Ucapan terima kasih kami kepada dosen selaku pembimbing makalah ini
 beserta teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dan memberikan
sumbangsihnya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaiakan makalah ini
dengan baik. Makalah ini disusun secara sistematis dan mendalam sehingga
 penulis dapat mempelajarinya secara mendetail dan terperinci.
 Namun tidak ada sesuatu buatan manusia itu yang sempurna. Bak pepatah
“Tiada gading yang tak retak” 
retak”   begitu juga adanya dengan makalah ini. Oleh
sebab itu kami sangat mengharapkan kritikan maupun saran yang membangun
dari pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki makalah selanjutnya demi
tercapainya pendidikan yang lebih baik lagi.

Duri, 5 Juni 2018

Penulis
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Palliative Care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang
menyeluruh dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya
adalah untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya,
meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga memberikan support kepada
keluarganya. Dari definisi tersebut didapatkan bahwasannya salah satu tujuan
dasar dari palliative care adalah mengurangi penderitaan pasien yang termasuk
didalamnya adalah menghilangkan nyeri yang diderita oleh pasien tersebut.
Terdapat banyak alasan mengapa pasien dengan penyakit stadium
lanjut tidak mendapatkan perawatan yang memadai, namun semua alasan itu
 pada akhirnya berakar pada konsep terapi yang eksklusif dalam
menyembuhkan penyakit daripada meningkatkan kualitas hidup dan
mengurangi penderitaan. Itulah mengapa, seringkali keputusan untuk
mengambil tindakan paliatif baru dilakukan setelah segala usaha
 penyembuhan penyakit ternyata tidak efektif. Padahal seharusnya, palliative
care dilakukan secara integral dengan perawatan kuratif dan rehabilitasi baik
 pada fase dini maupun lanjut.
Seiring dengan berkembangnya bidang ilmu ini, ruang lingkup dari
 palliative care yang dulunya hanya terfokus pada memberikan kenyamanan
 bagi penderita, sekarang telah meluas menjadi perawatan holistik yang
mencakup aspek fisik, sosial, psikologis, dan spiritual. Perubahan perspektif
ini dikarenakan semakin hari semakin banyak pasien yang menderita penyakit
kronis sehingga tuntutan untuk suatu perkembangan adalah mutlak adanya.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis membuat makalah tentang
Palliative Care untuk mengulas materi tersebut lebih dalam.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Keperawatan Paliatif


Kata paliatit berasal dari bahasa Latin "pallium"yang  berarti mantel.
Sedangkan dalam bahasa lnggris " to palliate"  berarti mengurangi
 penderitaan atau memberikan kenyamanan.
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas
hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan
dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan
 peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta
 penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan
spiritual (sumber referensi WHO, 2002).
Perawatan Paliatif adalah semua tindakan aktif guna meringankan beban
 penderita terutama yang tidak dapat disembuhkan. Tindakan aktif yang
dimaksud ialah antara lain menghilangkan nyeri dan keluhan lain,
serta perbaikan dalam bidang psikologis, sosial dan spiritual. Tidak saja
diberikan kepada penderita yang tidak dapat disembuhkan tetapi juga
 penderita yang mempunyai harapan untuk sembuh bersama-sama dengan
tindakan kuratif. (Depkes-Pedoman Kanker Terpadu Paripurna, 1991).
B. Prinsip Dasar Keperawatan Paliatif (WHO)
Prinsip dasar perawatan paliatif adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian adalah
 proses yang wajar.
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
3. Menghilangkan nyeri serta keluhan lain yang menganggu.
4. Menjaga keseimbangan aspek psiko sosio dan spiritual":.
5. Mengusahakan agar pasien tetap aktif sampai akhir hayatnya.
6. Memberikan dukungan kepada keluarga dalam masa dukacita.

C. Tujuan Perawatan Paliatif


Tujuan perawatan paliatif ialah meringankan atau menghilangkan rasa
nyeri dan keluhan lain, perbaikan aspek psikologis, sosial dan spiritual
agar tercapai kualitas hidup maksimal bagi pasien kanker stadium lanjut
dan keluarganya. Tindakan paliatif ini harus dapat membantu pasien untuk
dapat mempertahankan secara maksimal kemampuan fisik, emosi,
spiritual, pekerjaan, dan sosial yang diakibatkan baik oleh kanker maupun
akibat tindakan.

Indikator tercapainya tujuan perawatan paliatif:


1. Aspek fisik : keluhan fisik berkurang.
2. Aspek psikologi: keamanan psikologis, kebahagiaan meningkat
dan pasien dapat menerima penyakitnya.
3. Aspek sosial : Hubungan interpersonal tetap terjaga dan masalah
sosial lain dapat diatasi.
4. Aspek spiritual : Tercapainya arti kehidupan yang bernilai bagi
 pasien dan keluarga dalam menjalankan kehidupan rohani yang
 positif serta dapat menjalankan ibadah sampai akhir hayatnya.
D. Sejarah Perkembangan Paliatif
Munculnya palliative care di dunia dimulai dari sebuah gerakan
rumah sakit pada awal abad ke-19, kaum beragama menciptakan hospice
yang memberikan perawatan untuk orang sakit dan sekarat di London dan
Irlandia. Dalam beberapa tahun terakhir, perawatan paliatif telah menjadi
suatu pergerakan yang besar, yang mempengaruhi banyak penduduk.
Pergerakan ini dimulai sebagai sebuah gerakan yang dipimpin relawan di
 Negara-negara Amerika dan telah berkembang menjadi bagian penting
dari system perawatan di kesehatan.
Palliative care dan hospice telah berkembang pesat sejak tahun
1960-an. Cicely Saunders seorang pekerja yang merintis perawatan ini
dimana sangat memiliki peran penting dalam menerik perhatian pasien
 pada akhir kehidupannya saat mengidap penyakit ganas stadium lanjut.
Palliative care mulai didefinisikan sebagai subyek kegiatan ditahun 1970
dan dating untuk menjadi sinonim dengan dukungan fisik, sosial,
 psikologis, dan spiritual pasien dengan penyakit yang membatasi hidup,
disampaikan oleh tim multidisipliner.
Standar perawatan pertama kali diperkenalkan pada 1997 di Jepang.
Pendidikan palliative care masuk dalam kurikulum sekolah-sekolah
kedokteran dan semua sekolah keperawatan. Dua puluh layanan yang
terkait dengan palliative care tersedia di seluruh negeri. Tiga belas
organisasi yang dibangun di Singapura untuk menyediakan palliative care.
Modul palliative care ditambahkan ke kurikulum sekolah kedokteran.
Pemerintah mulai menerapkan di setiap kabupaten dan rumah sakit umum
untuk memperkenalkan suatu palliative care pada tahun 1998 di Malaysia.
Palliative care dimasukkan ke dalam rencana kesehatan nasional
Mongolia. Modul palliative care termasuk dalam kurikulum sekolah
kedokteran di Mongolia. Sebuah program pendidikan palliative care telah
diterapkan untuk asisten keperawatan di Selandia Baru. Empat puluh satu
 pelayanan palliative care ini sudah tersebar di seluruh negeri dan mulai
tahun 2005 palliative care diakui sebagai spesialisasi medis di Australia.
Sejarah dan perkembangan palliative care di Indonesia bermula dari
adanya perubahan yang terus-menerus setiap rapat kerja untuk membahas
system penanggulangan penyakit kanker pada tahun 1989.
Penanggulangan penyakit kanker ini harus dilaksanakan secara paripurna
dengan mengerjakan berbagai intervensi mulai dari pencegahan, deteksi
dini, terapi, dan perawatan paliatif.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia menerbitkan surat Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor: 812/Menkes/SK/VIII/2007 pada tanggal 19
Juli 2007 yang berisi keputusan Menkes tentang kebijakan palliative care.
Dengan terbitnya surat keputusan tersebut diharapkan bisa menjadi
 pedoman-pedoman pelaksanaan palliative care di seluruh Indonesia serta
mendorong lajunya pengembangan palliative care secara kualitas maupun
kuantitas.

E. Tim Keperawatan Paliatif


Pelaksanaan perawatan paliatif di lapangan dilakukan dengan pendekatan
tim yang terdiri dari berbagai disiplin profesi. Anggota tim perawatan
 palitif terdiri dari profesi kedokteran dengan berbagai macam spesialiso:,
dokter umum, profesi keperawatan, fisioterapis, okupasi terapis, pekerja
social medis, ahli gizi, psikolog, ahli agama, relawan dan pelaku rawat
(care giver) dari anggota keluarga. Masing-masing profesi mempunyai
 peran dan tanggungjawab yang berbeda satu sama lain, sesuai dengan
dasar keilmuan dari masing-masing anggota tim dan kebutuhan yang
 bersifat holistik dari setiap pasien.
F. Model Keperawatan Paliatif
Perawatan paliatif dapat dilaksanakan di rumah sakit, di rumah atau di hos
 pis.
1. Perawatan paliatif di rumah sakit (Hospice Hospital Care)
Unit ini berada didalam rumah sakit dan merupakan suatu unit
tersendiri dalam struktur organisasi rumah sakit. Keuntungan
model ini adalah dapat dengan mudah mempergunakan fasilitas
rumah sakit dalam mengatasi masalah-masalah yang sulit di
lapangan, baik untuk tindakan medis, tindakan keperawatan,
maupun tindakan penunjang lainnya. Di rumah sakit pasien bisa di
rawat di poliklinik, dirawat singkat (one day care) atau dirawat
inap. Lokasi perawatan pasien paliatif di rumah sakit ada yang
diruangan tersendiri, khusus ruangan perawatan paliatif atau
digabungkan dengan pasien biasa yang masih dalam tahap
 pengobatan kuratif.
2. Hospis (Hospice)
Adakalanya pasien dalam keadaan tidak memerlukan pengawasan
ketat atau tindakan khusus lagi, tetapi belum dapat dirawat dirumah
karena masih memerlukan pengawasan tenaga kesehatan., pasien
kemudian dirawat di suatu tempat khusus (hospis) yang berada di
luar lingkungan rumah sakit. Unit perawatan ini bisa berada di
dalam lingkungan rumah sakit atau di luar lingkungan rumah sakit
yang pengelolaannya di luar struktur rumah sakit. Bentuk layanan
Hospice ini belum ada di Indonesia.
3. Pelayanan paliatif di rumah (Hospice Home Care)
Perawatan di rumah merupakan kelanjutan perawatan di rumah
sakit. Pada perawatan paliatif di rumah, keluarga mempunyai
 peran yang lebih menonjol. Sebagian besar tindakan perawatan
dilaksanakan oleh keluarga. Sebelum pasien dibawa pulang, perlu
dipertimbangkan apakah pasien memang sudah layak dirawat di
rumah dan apakah keluarga (pelaku rawat ) sudah mampu
merawat pasien di rumah. Apabila keluarga belum mampu
merawat pasien, pelaku rawat perlu mendapat pelatihan dari
 perawat untuk melaksanakan perawatan di rumah.
Tim paliatif akan mengunjungi pasien disesuaikan dengan
kebutuhan pasien dan adat istiadat serta kondisi setempat.
Konsultasi juga dapat dilakukan melalui telepon atau sarana
komunikasi lain setiap saat.
G. Lingkup Kegiatan Keperawatan Paliatif (Depkes, 2007)
1. Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi :
a. Penatalaksanaan nyeri.
 b. Penatalaksanaan keluhan fisik lain.
c. Asuhan keperawatan
d. Dukungan psikologis
e. Dukungan sosial
f. Dukungan kultural dan spiritual
g. Dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement).

2. Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan


kunjungan/rawat rumah.
H. Aspek Medikolegal Dalam Perawatan Paliatif
1. Persetujuan tindakan medis/informed consent untuk pasien paliatif.
a. Pasien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan
 perawatan paliatif melalui komunikasi yang intensif dan
 berkesinambungan antara tim perawatan paliatif dengan pasien dan
keluarganya.
 b. Pelaksanaan informed consent atau persetujuan tindakan
kedokteran pada dasarnya dilakukan sebagaimana telah diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
c. Meskipun pada umumnya hanya tindakan kedokteran (medis) yang
membutuhkan informed consent, tetapi pada perawatan paliatif
sebaiknya setiap tindakan yang berisiko dilakukan informed
consent.
d. Baik penerima informasi maupun pemberi persetujuan diutamakan
 pasien sendiri apabila ia masih kompeten, dengan saksi anggota
keluarga terdekatnya. Waktu yang cukup agar diberikan kepada
 pasien untuk berkomunikasi dengan keluarga terdekatnya. Dalam
hal pasien telah tidak kompeten, maka keluarga terdekatnya
melakukannya atas nama pasien.
e. Tim perawatan paliatif sebaiknya mengusahakan untuk
memperoleh pesan atau pernyataan pasien pada saat ia sedang
kompeten tentang apa yang harus atau boleh atau tidak boleh
dilakukan terhadapnya apabila kompetensinya kemudian menurun
(advanced directive). Pesan dapat memuat secara eksplisit tindakan
apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, atau dapat pula hanya
menunjuk seseorang yang nantinya akan mewakilinya dalam
membuat keputusan pada saat ia tidak kompeten. Pernyataan
tersebut dibuat tertulis dan akan dijadikan panduan utama bagi tim
 perawatan paliatif.
f. Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, tim
 perawatan paliatif dapat melakukan tindakan kedokteran yang
diperlukan, dan informasi dapat diberikan pada kesempatan
 pertama.
2. Resusitasi/Tidak resusitasi pada pasien paliatif
a. Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan resusitasi
dapat dibuat oleh pasien yang kompeten atau oleh Tim Perawatan
 paliatif.
 b. Informasi tentang hal ini sebaiknya telah diinformasikan pada saat
 pasien memasuki atau memulai perawatan paliatif.
c. Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak menghendaki
resusitasi, sepanjang informasi adekuat yang dibutuhkannya untuk
membuat keputusan telah dipahaminya. Keputusan tersebut dapat
diberikan dalam bentuk pesan (advanced directive) atau dalam
informed consent menjelang ia kehilangan kompetensinya.
d. Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak boleh membuat
keputusan tidak resusitasi, kecuali telah dipesankan dalam
advanced directive tertulis. Namun demikian, dalam keadaan
tertentu dan atas pertimbangan tertentu yang layak dan patut,
 permintaan tertulis oleh seluruh anggota keluarga terdekat dapat
dimintakan penetapan pengadilan untuk pengesahannya.
e. Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak
melakukan resusitasi sesuai dengan pedoman klinis di bidang ini,
yaitu apabila pasien berada dalam tahap terminal dan tindakan
resusitasi diketahui tidak akan menyembuhkan atau memperbaiki
kualitas hidupnya berdasarkan bukti ilmiah pada saat tersebut.

3. Perawatan pasien paliatif di ICU


a. Pada dasarnya perawatan paliatif pasien di ICU mengikuti
ketentuan-ketentuan umum yang berlaku sebagaimana diuraikan di
atas.
 b. Dalam menghadapi tahap terminal, Tim perawatan paliatif harus
mengikuti pedoman penentuan kematian batang otak dan
 penghentian peralatan life-supporting.

4. Masalah medikolegal lainnya pada perawatan pasien paliatif


a. Tim Perawatan Paliatif bekerja berdasarkan kewenangan yang
diberikan oleh Pimpinan Rumah Sakit, termasuk pada saat
melakukan perawatan di rumah pasien.
 b. Pada dasarnya tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan
oleh tenaga medis, tetapi dengan pertimbangan yang
memperhatikan keselamatan pasien tindakan-tindakan tertentu
dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan non medis yang
terlatih. Komunikasi antara pelaksana dengan pembuat kebijakan
harus dipelihara.
I. Tempat dan Organisasi Perawatan Paliatif
Tempat untuk melakukan perawatan paliatif adalah:
a. Rumah sakit : Untuk pasien yang harus mendapatkan
 perawatan yang memerlukan pengawasan ketat, tindakan khusus
atau peralatan khusus.
 b. Puskesmas : Untuk pasien yang memerlukan pelayanan rawat
 jalan.
c. Rumah singgah/panti (hospis) : Untuk pasien yang tidak
memerlukan pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan
khusus, tetapi belum dapat dirawat di rumah karena masih
memerlukan pengawasan tenaga kesehatan.
d. Rumah pasien : Untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan
ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus atau ketrampilan
 perawatan yang tidak mungkin dilakukan oleh keluarga.
Organisasi perawatan paliatif, menurut tempat pelayanan/sarana
kesehatannya adalah :
1. Kelompok Perawatan Paliatif dibentuk di tingkat puskesmas.
2. Unit Perawatan Paliatif dibentuk di rumah sakit kelas D, kelas C
dan kelas B non pendidikan.
3. Instalasi Perawatan Paliatif dibentuk di Rumah sakit kelas B
Pendidikan dan kelas A.
4. Tata kerja organisasi perawatan paliatif bersifat koordinatif dan
melibatkan semua unsur terkait
J. Kriteria dan Kompetensi Perawat paliatif
1. Kriteria Perawat Paliatif
a. Pendidikan minimal D3 Keperawatan.
 b. Memiliki pengalaman klinik minimal 3 tahun.
c. Telah mengikuti pelatihan perawatan paliatif terakreditasi.
2. Kompetensi Perawat Paliatif
Perawat Paliatif harus mampu :
a. Mengidentifikasi faktor multidimensi yang mempengaruhi nye
ri dan gejala lain:
1) Memahami patofisiologi nyeri dan gejala lain.
2) Mengenali keunikan pengalaman nyeri dan gejala lain.
3) Membantu mengatasi nyeri dan gejala lain dengan tepat.
 b. Mengkaji gangguan yang sering ditemukan pada sistem tubuh
1) Sistem kardiopulmonal: sesak, batuk, hemaptoe, cegukan
, palpitasi.
2) Sistem pencernaan: stomatitis, mual, muntah, anoreksia,
 gangguan menelan, konstipasi, diare, asites, kembung.
3) Sistem Perkemihan: inkontinensia, hematuria, anuria, poliu
ria.
4) Sistem reproduksi: perdarahan pervaginam, cairan pervagin
am, gangguan fungsi seksual.
5) Sistem neurology: kelemahan, kelumpuhan, kejang.
6) Keluhan umum: kakheksia, lemah, gangguan tidur, ane
mia, dehidrasi, demam.
7) Sistem integument: luka dan gangguan kulit lain
c. Mengkaji aspek psiko, sosio, spiritual: cemas, takut, marah,
depresi, kehilangan, peran dan fungsi dalam keluarga, masalah
keuangan, kemampuan meJakukan ibadah
d. Melakukan pelayanan spesifik pada keperawatan paliatif:
1) Memberikan obat pengurang rasa sakit sesuai dengan
 program terapi (mis: paracetamol).
2) Mempunyai pengetahuan tentang efek samping penggunaan
obat nyeri
3) Memberikan pendidikan dan latihan teknik relaksasi dan
latihan nafas dalam.
4) Memberikan terapi keperawatan: pemijatan pada area sekita
daerah yang nyeri.
5) Memberikan terapi komplementer: (mis: terapi raiki pada titi
k nyeri).
6) Memberikan kumur cairan ekstrak daun sirih (atau cairan k 
umur lainnya) untuk meminimalkan nyeri mulut akibat sto
matitis dan untuk membersihkan luka.
7) Mengatur kebutuhan peralatan medis dan keperawatan yang
dibutuhkan pasien selama dirawat di rumah
e. Mengkaji dan memonitor keinginan keluarga, kemampuan dan
ketersediaan waktu dalam memberikan dukungan kepada
 pasien.
f. Mengkaji dan merespon lingkungan pasien yang beresik.
g. Mengkoordinasikan rujukan pasien ke institusi pelayanan ke
sehatan lain.
h. Menginisiasi dan berpartisipasi pada diskusi kasus
i. Melindungi pasien dan keluarga dari bahaya yang mung kin ter 
 jadi seperti alat suntik dan obatobatan kadaluarsa
 j. Melakukan pendidikan kesehatan tentang Pelayanan
k. Keperawatan Paliatif
l. Mengkaji kesiapan keluarga menghadapi pasien yang akan
meninggal.
m. Meningkatkan profesionalisme dalam praktik Keperawatan
Paliatif :
1) Meningkatkan dan menjaga citra Keperawatan Paliatif
yang profesional.
2) Berkontribusi untuk pengembangan praktikKeperawatan
Paliatif.
3) Bertindak sebagai contoh atau model perawat paliatif
yang efektif
n. Mengelola asuhan keperawatan paliatif :
1) Mendokumantasikan asuhan keperawatan
2) Mengevaluasi mutu praktik Keperawatan Paliatif.
3) Berpartisipasi dalam peningkatan mutu dan prosedur
 jaminan mutu praktik Keperawatan Paliatif
o. Mengembangkan diri di bidang Keperawatan Paliatif sebagai
wujud tanggung jawab profesi
K. Klasifikasi keperawatan paliatif
Palliative care / perawatan (terapi) paliatif terbagi menjadi beberapa
macam diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Palliative Care Religius
Agama merupakan hubungan antara manusia dengan tuhan. Terapi
religious sangat penting dalam memberikan palliative care.
Kurangnya pemenuhan kehidupan beragama, menimbulkan masalah
 pada saat terapi. Pengetahuan dasar dari masing-masing agama sangat
membantu dalam mengembangkan palliative care.
Terkadang palliative care spiritual sering disamakan dengan terapi
 paliatif religious. Palliative care spiritual bisa ditujukan kepada pasien
yang banyak meyakini akan adanya Tuhan tanpa mengalami ritual
suatu agama dan bisa juga sebagai terapinreligius dimana selain
meyakini ritual agama memiliki tata cara beribadah dalam suatu
agama.
Dalam agama islam perawatan paliatif yang bisa diterapkan adalah :
a) Doa dan dzikir
 b) Optimisme
c) Sedekah
d) Shalat Tahajud
e) Puasa
2. Terapi Paliatif Radiasi
Terapi paliatif radiasi merupakan salah satu metode pengobatan
dengan menggunakan radiasi / sinar untuk mematikan s el kanker yang
akan membantu pencegahan terhadap terjadinya kekambuhan. Terapi
radiasi dapat diberikan melalui dua cara. Pertama dengan
menggunakan cara radiasi eksterna, dan kedua dengan brakiterapi.
Radiasi eksterna adalah suatu teknik radiasi dimana sumber radiasi
 berada di luar tubuh pasien. Radiasi ini menggunakan suatu mesin
yang mengeluarkan radiasi yang ditujukan kea rah sel kanker.
Brakiterapi adalah suatu teknik radiasi dimana sumber radiasi
diletakkan di dalam tubuh pasien dekat dengan sel kanker tersebut.
Peran radioterapi pada palliative care terutama adalah untuk
mengatasi nyeri, yaitu nyeri yang disebabkan oleh infiltrasi tumor
local.

3. Terapi Paliatif Kemoterapi


Pemakaian kemoterapi pada stadium paliatif adalah untuk
memperkecil masa tumor dan kanker dan untuk mengurangi nyeri,
terutama pada tumor yang kemosensitif. Beberapa jenis kanker yang
sensitive terhadap kemoterapi dan mampu menghilangkan nyeri pada
lymphoma. Myeloma, leukemia, dan kanker tentis.Pertimbangan
 pemakaian kemoterapi paliatif harus benar-benar dipertimbangkan
dengan menilai dan mengkaji efek positif yang diperoleh dari
 berbagai aspek untuk kepentingan pasien.

4. Pembedahan
Tindakan pembedahan pada perawatan paliatif bermanfaat untuk
mengurangi nyeri dan menghilangkan gangguan fungsi organ tubuh
akibat desakan massa tumor / metastasis. Pada umumnya pembedahan
yang dilakukan adalah bedah ortopedi / bedah untuk mengatasi
obstruksi visceral. Salah satu contoh tindakan pembedahan pada
stadium paliatif adalah fiksasi interna pada fraktur patologis / fraktur
limpeding / tulang panjang.

5. Terapi Musik
Alunan musik dapat mempercepat pemulihan penderita stroke,
demikian hasil riset yang dilakukan di Finlandia. Penderita stroke yang
rajin mendengarkan music setiap hari, menurut hasil riset itu ternyata
mengalami Peningkatan pada ingatan verbalnya dan memiliki mood
yang lebih baik dari pada penderita yang tidak menikmati musik.
Musik memang telah lama digunakan sebagai salah satu terapi
kesehatan, penelitian di Finlandia yang dimuat dalam Jurnal Brain itu
adalah riset pertama yang membuktikan efeknya pada manusia.
Temuan ini adalah bukti pertama bahwa mendengarkan music pada
tahap awal pasca stroke dapat meningkatkan pemulihan daya kognitif
dan mencegah munculnya perasaan negative.

6. Psikoterapi
Gangguan citra diri yang berkaitan dengan dampak perubahan citra
fisik, harga diri dengan citra fungsi sosial, fungsi fisiologis, dan
sebagainya dapat dicegah / dikurangi dengan melakukan penanganan
antisipatorik yang memadai. Tetapi hal ini belum dapat dilaksanakan
secara optimal karena kondisi kerja yang belum memungkinkan.

7. Hipnoterapi
Hipnoterapi merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang
mempelajari manfaat sugesti untuk mengatasi masalah pikiran,
 perasaan, dan perilaku. Hipnoterapi bisa bermanfaat dalam menerapi
 banyak gangguan psikologis-organis seperti hysteria, stress, fobia
(ketakutan terhadap benda-benda tertentu atau keadaan tertentu),
gangguan kecemasan, depresi, perilaku merokok, dan lain-lain.
L. Komunikasi Dalam Keperawatan Paliatif
Komponen berkomunikasi dengan pasien paliatif ada 5 konteks, yaitu
 pengaturan ruang, bahasa tubuh, kontak mata, sentuhan, memulai
 pembicaraan (Emanuel dan Librach, 2007).
Komunikasi dibagi menjadi 2 bagian komunikasi verbal dan non verbal
(Lestari, 2010).
a. Komunikasi verbal
1) Masalah teknik
Seberapa akurat komunikasi tersebut dapat mengirimkan symbol
dari komunikasi.
2) Masalah semantik
Seberapa tepat symbol dalam mengirimkan pesan yang dimaksud.
3) Masalah pengaruh
Seberapa efektif arti yang diterima mempengaruhi tingkah laku.
 b. Komunikasi non verbal
Komunikasi non verbal merupakan komunikasi yang tidak melibatkan
 bicara dan tulisan.
Adapun tujuan komunikasi non verbal (Stuart and Sundeen, 1995
dalam Lestari, 2010) adalah:
1) Mengekpresikan emosi
2) Mengekspresikan tingkah laku interpersonal
3) Membangun, mengembangkan dan memelihara interaksi sosial
4) Menunjukkan diri terlibat dalam ritual
5) Mendukung komunikasi verbal
Komunikasi non verbal terdiri dari:
1) Kinesics
Ekpresi muka, gesture (gerak, isyarat, sikap), gerakan tubuh dan
 postur, gerak mata atau kontak mata.
2) Paralanguage
Kualitas suara: irama, volume, kejernihan
3) Proxemics
a) Jarak intim (sampai dengan 18 inchi)
 b) Jarak personal (18 inchi-4 kaki) untuk seorang yang dikenal
c) Jarak social ( 4 kaki-12 kaki) untuk interaksi mengenai suatu
urusan tetapi bukan orang khusus/tertentu
d) Jarak publik (lebih dari 12 kaki) untuk pembicaraan formal
4) Sentuhan
5) Cultural artifact
Hal-hal yang ada dalam interaksi seseorang dengan orang lain yang
mungkin bertindak sebagai rangsang non verbal, misalnya: baju,
kosmetik, parfum/bau, perhiasan, kacamata dan lain-lain.
6) Gaya berjalan
7) Penampilan fisik umum
M. Perkembangan Keperawatan Paliatif
1. Canada
Perkembangan dan pelayanan pengiriman hospice palliative care di
kanada berkembang lebih lanjut pada 5 tahun lalu (artinya tahun
1999 ) dikarenakan inisiatif pemerintah pusat, provinsi, dan
 pemerintah lokal.
Keperawatan paliatif di kanada berkembang sebagai spesialisasi
keperawatan yang diakui yang memungkinkan keperawatan untuk
menyediakan model kepemimpinan terintegrasi.
Canadian hospice palliative care adalah asosisi non profit di
kanada, bergerak di bidang promoting education & training, serta
menyadarkan masyarakat tentang adanya paliiative care servise.
Untuk pasien dan keluarga yang menderita suatu penyakit
ditujukan untuk semua jenis diagnosa penyakit.
Palliative care service delivery in canada:
a. Dilakukan oleh multi disiplin ilmu
 b. Menyediakan penanganan gejala seperti nyeri
c. Conseling care
d. Spiritual care
e. Consultation servise
f. Pelayanan home care
g. Tim konsultasi komunitas
2. Australia dan Selandia Baru
Perkembangan Hospice dan paliatif care di Australia dan Selandia
Baru sudah sangat baik, dengan pelayanan yang membutuhkan
ketetapan dari standar pelayanan kesehatan. Bentuk dari perawatn
 paliatif di dua negara ini kurang lebih sama. Ada yang
mengutamakan inpatient, home care, dan dukungan dari rumah
sakit, pelayanan berdasarkan fakta lebih banyak digunakan
 pelayanan day care di Selandia Baru daripada di Australia.
Pelayanan Hospice pertama di Selandia Baru dibuka pada tahun
1979, dengan pelayanan yang mencakup seluruh negara. Paliatif
care di Selandia Baru berkembang dari komunitas inpastient
hospice kecil yang terhubung kuat dengan komunitas pelayanan
keperawatan local dengan syarat semacam home care. Sistem
organisasi dari asosiasi nasional sudah sangat baik yaitu berupa
fasilitas komunikasi antara pengguna, termasuk konferensi national
tahunan. Pemilihan umum pada tahun 2008 dan perubahan
 pemerintah berjanji akan meningkatkan dukungan untuk hospice
dan paliatif care.
Pelayanan hospice pertama di Australia dibuka di St. Christopher’s
di London (1969) yang terkait dengan Isrish Sisters of Charity of
Hospice di Sydney (1890) dan Melbourne (1938). Di Australia
 baru ada respon tentang perkembangan pelayanan keperawatan
 paliatif di rumah.
Paliatif Care di dua negara tersebut terus berkembang dan tumbuh.
 perawat saat ini menunjukkan peran kepemimpinan yang jelas di
dua negara ini dan praktek keperawatan berdasarkan fakta,
 pendidikan, dan penelitian. untuk melanjutkan perkmebangan dari
tingkat pendidikan di keperawartan paliatif dilakukan melalui
 penelitian keberlanjutan.
3. Inggris
Paliatif care di inggris dipelopori oleh dame cicely saudners pada
tahun 1967. Dan pada tahun 1987, kedokteran palitif diakui
menjadi spesialis di bidang kedokteran dengan masa pendidikan 4
tahun. Beberapa lama setelah itu, keperawatan palitiaf dan diploma
 juga didirikan.
The gold standard frameworks (GSF) oleh dr. Keri thomas:
a. Identifikasi kebutuhan paliatif pasien.
 b. Mengkaji kebutuhan, gejala, dan pilihan dan pertimbangan
 penting untuk pasien dan keluarga.
c. Merencanakan ke depan, fakta dari situasi “out-of-hours”.
Yakinkan form rujukan pada pelayanan ambulan dan
 pengobatan yang tersedia jika dibutuhkan oleh rumah
 pasien atau home care
Komunitas dan rumah sakit bisa semakin saling terkait
dengan baik karena adanya regulasi yang jelas untuk seorang anp
oleh uk nursing and midwifery council (NMC). Di inggris ada day
care, tempat ini ditujukan untuk pasien yang membutuhkan
 perawatan dan dukungan.
Inpatient hospice seperti sistem perawatan-kesehatan mini.
Bagaimanapun, mereka menyediakan kesempatan penting untuk
mendemonstrasikan hasil dari perawatan yang baik dan efektivitas
multi-profesional tim. Home care atau hospice digunakan pada
semua rumah perawatan yang dengan perawat, rumah perawatan,
rumah perlindungan, dan rumah perawatan ekstra.
4. Indonesia
Perkembangan dan penerapan perawatan paliatif di tiap negara dan
tiap RS berbeda-beda. hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya : pemerintahan, finansial, budaya, kepadatan
 populasi, lingkungan, faktor geografi, SDM yang dimiliki dan lain
lain.
Pelaksanaan perawatan paliatif yang dilakukan di pusat
 pengembangan paliatif dan bebas nyeri di RS Dr. Soetomo
Surabaya meliputi rawat jalan, rawat inap, home care, day care dan
respite care.
Di Indonesia belum semua RS memiliki layanan perawatan
 paliatif. RS yang sudah memiliki perawatan paliatif diantaranya
adalah : RS Dr Soetomo (Surabaya), disusul RS Cipto
Mangunkusumo (Jakarta), RS kanker Dharmis (Jakarta), RS
Wahidin sudirohusodo (Makasar), RS Dr. Sardjito (Yogyakarta),
dan RS Sanglah (Denpasar).
Sampai saat ini di Indonesia belum ada sekolah yang menyediakan
 pelatihan atau pendidikan khusus mengenai perawatan paliatif
sehingga sumber daya manusia di indonesia yang menekuni bidang
 perawatan paliatif harus pergi ke luar negeri dulu untuk
menempuh jenjang pendidikan tersebut.
Diharapkan kedepannya perawatan paliatif di indonesia
 berkembang lebih luas dan lebih maju. Model pelayanan perawatan
 paliatif di luar negeri bisa dicoba untuk diterapkan di indonesia.
Tentunya dengan menyesuaikan budaya, lingkungan, dana dan
sumber daya yang dimiliki indonesia, hal ini juga harus dengan
dukungan pemerintah. Dengan demikian pasien akan mendapatkan
 perlindungan, perhatian dan dukungan dari banyak pihak. Pasien
akan merasa lebih tenang dalam menjalani masa hidupnya.
Keluarga juga mempunyai informasi yang cukup tentang penyakit
dan keluhan pasien. Tim medis juga mengetahui cara perawatan
 paliatif yang tepat, efektif dan penuh inovasi dalam
memperlakukan pasien sehingga pasien dapat memperoleh kualitas
hidup yang optimal.
 N. Jurnal Keperawatan Paliatif
1. HUBUNGAN KUALITAS HIDUP DENGAN KEBUTUHAN
PERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN KANKER DI RSUP
SANGLAH DENPASAR
Pradana, I Putu Wira., Siluh Nym. Alit Nuryani, BoN, MN
(Pembimbing 1), I Wayan Surasta, S.Kp (Pembimbing 2). Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Kesimpulan dan saran:
Hasil identifikasi karakteristik responden diperoleh sebagian besar
responden berjenis kelamin perempuan, sebagian besar responden
 berada pada kategori usia dewasa (4165 tahun), sebagian besar
responden dengan diagnosa KNF. Hasil identifikasi kualitas hidup
 pada pasien kanker diperoleh data responden sebagian besar
responden kualitas hidupnya sedang (skor 5011000) (71,8%).
Hasil identifikasi kebutuhan perawatan paliatif pada pasien kanker
diperoleh data sebagian besar responden kebutuhan perawatan
 paliatifnya sedang (skor 401-900) (76,5%). Hasil analisis
hubungan kualitas hidup dengan kebutuhan perawatan paliatif
menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
kualitas hidup dengan kebutuhan perawatan paliatif pada pasien
kanker di RSUP Sanglah Denpasar.
Kualitas hidup dengan kebutuhan perawatan paliatif memiliki
hubungan yang signifikan, diharapkan pihak RSUP Sanglah
mempertimbangkan pemberian perawatan paliatif berdasarkan
kualitas hidup pasien kanker. Perawatan paliatif sebaiknya tetap
diberikan pada pasien kanker dengan kualitas hidup baik bukan
hanya pada pasien yang sudah dinyatakan tidak bisa disembuhkan
atau pada fase terminal. Bagi peneliti selanjutnya, apabila
melaksanakan penelitian sejenis agar
menggunakan sampel yang lebih homogen.
2. PALLIATIVE CARE PADA PENDERITA PENYAKIT
TERMINAL
Cemy Nur Fitria
DOSEN Akper Pku Muhammadiyah Surakarta
Kesimpulan:
Perawatan Palliative adalah pendekatan yang bertujuan
memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi
masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat
mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui
identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri
dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual. Penyakit
terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju
ke arah kematian. Contohnya seperti penyakit jantung,dan kanker
atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup
tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up
(menyerah) dan seperti yang di katakan di atas tadi penyakit
terminal ini mengarah kearah kematian. Agama dan keyakinan
spiritual sebagai sumber kekuatan dan dukungan dalam penyakit
fisik yang serius Profesional kesehatan memberikan perawatan
medis menyadari pentingnya pasien dalam memenuhi 'kebutuhan
spiritual dan keagamaan serta pentingnya Psychoonkologi.
3. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENGETAHUAN PERAWAT DALAM MENGHADAPI
CARDIAC ARREST DI RSUP PROF R. D. KANDOU
MANADO
Toar Wellem Samuel Turangan, Lucky Kumaat,Reginus Malara
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado
Kesimpulan:
Berdasarkan hasil peneltian dan
 pembahasan peneliti dapat disimpulkan
1. Pengetahuan perawat di IGD RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado sebagian besar baik.
2. Tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan tingkat
 pengetahuan perawat dalam menghadapi cardiac arrest di RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
3. Tidak terdapat hubungan antara pelatihan dengan tingkat
 pengetahuan perawat dalam menghadapi cardiac arrest di RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
4. Terdapat hubungan antara pengalaman dengan tingkat
 pengetahuan perawat dalam menghadapi cardiac arrest di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
4. HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN
TINGKAT KECEMASAN PENDERITA KANKER SERVIKS
PALIATIF
Misgiyanto & Dwi Susilawati
Kesimpulan dan saran:
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik responden usia
responden mayoritas direntang 51 sd 64 tahun,tingkat pendidikan
responden mayoritas adalah SD, mayoritas bekerja sebagai ibu
rumah tangga.Dukungan keluarga penderita kanker serviks paliatif
mayoritas baik.Tingkat kecemasan penderita kanker serviks paliatif
mayoritas mengalami tingkat kecemasan sedang.Ada hubungan
antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan penderita
kanker serviks paliatif di RSUP Dr Sardjito dengan p value 0,001
(< 0,05)
Disarankan bagi perawat agar senantiasa meningkatkan pelayanan
kepada penderita kanker serviks dengan memperhatikan kebutuhan
 bio-psiko-sosio dan spiritual melalui pendidikan kesehatan dan
konseling kepada penderita maupun keluarga.
Disarankan bagi institusi pendidikan hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai referensi/sumbangan materi bagi mahasiswa
agar mahasiswa memahami tentang dukungan keluarga dan
kecemasan penderita kanker serviks paliatif dengan mempelajari
materi dukungan dan kecemasan dalam penelitian ini. Di saran
 bagi keluarga mampu senantiasa mengembangkan diri dalam
rangka memberi motivasi kepada anggota keluarganya yang
menderita sakit kanker serviks dengan memberikan dukungan
sesuai dengan materi-materi dukungan emosional, dukungan
 penghargaan, dukungan materi dan dukungan informasi dalam
 penelitian ini.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan


meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan
lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosa
ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga yang
kehilangan/berduka. Palliative care ini bertujuan mengurangi rasa sakit dan
gejala tidak nyaman lainnya, meningkatkan kualitas hidup, dan memberikan
 pengaruh positif selama sakit, membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai
saat meninggalnya, menjawab kebutuhan pasien dan keluarganya, termasuk
dukungan disaat-saat sedih dan kehilangan, dan membantu keluarga agar
tabah selama pasien sakit serta disaat sedih. Klasifikasi palliative ada beberapa
macam yaitu religious, music, kemoterapi, hipnoterapi, dan lain-lain.

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai