Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Peternakan Indonesia, Oktober 2015 Vol.

17 (3)
ISSN 1907-1760

Kecernaan In Vitro Fraksi Serat (NDF, ADF dan Selulosa) Lima Jenis Rumput Laut Coklat
dari Pantai Sungai Nipah Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat

In Vitro Degradation of Fiber Fraction (NDF, ADF and Cellulosa) of Five Spesies of Brown
Seaweeds from Sungai Nipah Beach Kabupaten Pesisir Selatan West Sumatra

Y.L. Dewi1, R. Herawati2 dan M.E. Mahata2*


1)
Departement of Agriculture, Animal Science Center, Post Graduade of Andalas University, Padang
2)
Departement of Animal Nutrition and Technology, Faculty of Animal Science Andalas University, Padang
*Correspondent author: mariamahata@gmail.com
(Diterima: 2015; Disetujui: 2015)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecernaan fraksi serat (NDF, ADF dan Selulosa)
lima jenis rumput laut coklat dari Pantai Sungai Nipah Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat
secara in vitro. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan Rancangan
Acak Kelompok (RAK) terdiri dari lima perlakuan rumput laut coklat yang berbeda jenis ( A =
Padina australis, B = Turbinaria decurrens, C = Turbinaria murayana, D = Sargassum
crassifolium dan E = Sargassum binderi) dan masing-masing perlakuan diulang 3 kali sebagai
kelompok. Kelompok didasarkan atas tiga kali pengambilan cairan rumen kambing yang berbeda.
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah kecernaan NDF, kecernaan ADF dan kecernaan
selulosa. Hasil penelitian menunjukkan 5 jenis rumput laut coklat berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap kecernaan NDF, kecernaan ADF dan kecernaan selulosa. Hasil penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa rumput laut Sargassum crassifolium dan Sargassum binderi memiliki
kecernaan NDF tertinggi (15,65% dan 20,56%) dan ADF tertinggi (15,43% dan 17,80%)
dibandingkan dengan jenis rumput laut coklat lainnya.
Kata kunci : rumput laut coklat, kecernaan in vitro, NDF, ADF, selulosa

ABSTRACT

The aims of this study were to evaluat the degradation of fiber fractions (NDF = neutral
detergent fiber, ADF = acid detergent fiber and cellulose) of five spesies of brown seaweeds from
Sungai Nipah Beach, Kabupaten Pesisir Selatan, West Sumatera by in vitro method. The
experiment was designed in a Randomized Block Design with 5 treatments [different species of
brown seaweeds (A = Padina australis, B = Turbinaria decurrens, C = Turbinaria murayana, D =
Sargassum crassifolium and E = Sargassum binderi)] with 3 different rumens liquids as blocks.
The measured parameters were degradation of NDF, ADF and cellulose. Results of this study
showed that five different species of brown seaweeds very significantly (P<0.01) influenced the
NDF, ADF and cellulose degradation. The best NDF and ADF degradation occurred in Sargassum
crassifolium and Sargassum binderi, with the degradation rates for NDF were 15.65% and
20.56%, respectively and the degradation rates for ADF were 15.43% and 17.80%, respectively.
Keywords : brown seaweed, in vitro degradation, NDF, ADF, cellulose

PENDAHULUAN dari keanekaragaman jenis ikan, moluska,


crustacean, rumput laut dan komoditi perairan
Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi
lainnya. Sebagai daerah yang memiliki garis
Sumatera Barat memiliki panjang garis pantai
278,200 km (BKPMP Sumbar, 2014) pantai yang panjang dan memiliki keaneka-
ragaman hayati, menyebabkan ekonomi
memiliki keanekaragaman hayati laut mulai

210 Kecernaan In Vitro Fraksi Serat ... (Dewi, et al.)


Vol. 17 (3)

masyarakat khususnya masyarakat nelayan di cukup tinggi. David (2001) dan Becker (2004)
daerah Kabupaten Pesisir Selatan tergantung melaporkan bahwa rumput laut, baik sebagai
pada hasil laut seperti hasil perikanan, kerang sumber lemak dan vitamin larut air serta
dan rumput laut. Rumput laut merupakan pigmen seperti klorofil. Rumput laut coklat
salah satu hasil laut yang dimiliki Kabupaten (Sargassum dentifebium) memiliki aktivitas
Pesisir Selatan yang memiliki potensi besar anti bakteri (Rizvi and Shameel, 2004).
tetapi belum digali secara optimal. Beberapa Abdel-Wahab et al. (2006), ekstrak berbagai
wilayah pantai di Kabupaten Pesisir Selatan jenis rumput laut di Laut Merah, seperti
(Tarusan, Painan, Sungai Nipah, Batang Laurencia obtuse dan Coulerpa prolifera
Kapeh dan Surantiah) sangat cocok sebagai memiliki pengaruh nyata terhadap perlawanan
habitat rumput laut karena sebagian dari fungi beracun AFBI yang berpengaruh terha-
wilayah ini terdapat terumbu karang yang dap pertumbuhan sel kanker di hati.
disukai oleh rumput laut. Kandungan serat kasar rumput laut
Rumput laut di daerah Pantai Sungai bervariasi yang disebabkan oleh faktor musim,
Nipah tidak dibudidayakan tetapi tumbuh dan geografi tempat tumbuh, jenis, umur panen
berkembang secara alami tanpa ada pembudi- dan kondisi lingkungan (Kaehler dan Kennish,
dayaan oleh masyarakat. Masyarakat di sekitar 1996, Ortiz et al., 2006, dan Dennis et al.,
Pantai Sungai Nipah setiap minggu dapat 2010). Dari hasil penelitian oleh Applegate
mengumpulkan rumput laut kering sebanyak dan Gray (1995) didapatkan kandungan fraksi
satu ton (Info dari nelayan di Pantai Sungai serat dari 3 jenis rumput laut coklat
Nipah, 2014). Hasil pengamatan lapangan di (Phaeophyceae) yaitu: 1) Ascophylum
perairan Pantai Sungai Nipah Kabupaten nodosum mengandung NDF 22,0%; ADF
Pesisir Selatan (2014), terdapat lima jenis 13,1%; selulosa 0,4%; hemiselulosa 8,9% dan
rumput laut yang berbeda dan tumbuh domi- lignin 6,2%, 2) Alaria esculenta mengandung
nan di perairan tersebut, masyarakat menamai NDF 9,9%; ADF 8,5%; selulosa 3,5%;
rumput laut tersebut dengan nama lokal hemiselulosa 1,4% dan lignin 2,3%, dan 3)
Pariamun. Berdasarkan hasil identifikasi oleh Fucus vesiculosis mengandung NDF 21,3%;
Laboratorium Ekologi Hewan Jurusan Biologi ADF 12,6%; selulosa 0,9%; hemiselulosa
FMIPA Universitas Andalas (2015), lima jenis 8,7% dan lignin 6,1%.
rumput laut tersebut, yaitu Padina australis, Rumput laut dapat digunakan sebagai
Turbinaria murayana, Turbinaria decurrens, bahan campuran pakan ternak, khususnya di
Sargassum crassifolium, dan Sargassum negara-negara maritim (Rasyid, 2004).
binderi. Rumput laut sebagai bahan pakan ternak di
Menurut Winarno (1990), pada umum- Indonesia belum digunakan secara optimal.
nya rumput laut mengandung air antara 12,95– Paterson et al. (1982), menyatakan bahwa
27,50%, protein 1,60–10,00%, karbohidrat ternak domba Orkney di North Ronaldsay
32,25–63,20%, lemak 3,5–11%, serat kasar 3– Islands mengkonsumsi rumput laut coklat
11,40%, dan abu 11,50–23,70%. Selain itu terutama jenis Laminaria sebagai pakan diet
rumput laut juga kaya akan asam lemak dan pakan utama. Di Teluk California rumput
omega 3, vitamin, pigmen, memiliki aktifitas laut coklat jenis Sargassum digunakan sebagai
antioksidan dan anti bakteri. Berbagai peneli- pakan alternatif pada musim kemarau untuk
tian mengenai rumput laut telah membukti- memenuhi gizi ternak ruminansia (Gojon-
kannya. Sebagaimana yang disebutkan oleh Baez et al., 1998 ; Marin et al., 2009).
Mohd et al. (2000) yang menyatakan bahwa Berdasarkan uraian di atas rumput laut
G. changii mengandung komposisi asam mempunyai potensi sebagai pakan ternak
lemak tak jenuh yang tinggi (74%), terutama karena ketersediaannya yang melimpah dan
asam lemak omega 3 dan 26% asam lemak mengandung nutrisi yang lengkap. Informasi
jenuh (terutama asam lemak palmitat) dan kualitas nutrisi suatu bahan pakan ternak dapat
juga memiliki kalsium dan zat besi yang diperoleh dari kecernaan fraksi serat secara in

Kecernaan In Vitro Fraksi Serat ... (Dewi, et al.) 211


Vol. 17 (3)

vitro. Teknik in vitro (teknik Tilley dan Terry) kecernaan acid detergent fiber (ADF) dan 3)
merupakan salah satu metoda evaluasi bahan kecernaan selulosa.
pakan ternak yang menggunakan analisa kimia Data yang diperoleh dianalisis dengan
di laboratorium (AOAC, 1984), digunakan sidik ragam. Jika terdapat perbedaan
untuk memprediksi apa yang terjadi pada pro- perlakuan, maka perbedaan antar perlakuan
ses pencernaan sebenarnya pada ternak rumi- diuji dengan Duncan’n Multiple Range/
nansia (Ismartoyo, 2011). Metoda ini meniru- DMRT (Steel dan Torrie, 1991).
kan proses yang terjadi di dalam saluran
pencernaan ruminansia (Ismartoyo, 2011). HASIL DAN PEMBAHASAN
Sejauh ini belum ada analisa
Kecernaan Neutral Detergent Fiber (NDF)
kecernaan/laju degradasi fraksi serat (NDF,
dan Acid Detergent Fiber (ADF)
ADF, dan selulosa) lima jenis rumput laut
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel
coklat (Padina australis, Turbinaria murayana,
1 dapat dilihat rataan kecernaan NDF dan
Turbinaria decurrens, Sargassum crassifolium
ADF dari lima jenis rumput laut coklat yang
dan Sargassum binderi) dari Pantai Sungai
berbeda.
Nipah Kabupaten Pesisir Selatan secara in
Hasil analisis keragaman menunjukkan
vitro, oleh sebab itu dilakukan penelitian ini
bahwa jenis rumput laut coklat yang berbeda
untuk mengetahui kecernaan fraksi serat
berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap
rumput laut tersebut.
kecernaan NDF dan ADF. Hasil uji lanjut
DMRT pada kecernaan NDF dan ADF terlihat
METODE perlakuan A (Padina australis) berbeda tidak
Materi Penelitian nyata (P>0,05) terhadap perlakuan B dan
Penelitian ini menggunakan bahan: 1) berbeda nyata (P<0,05) terhadap perlakuan C
lima (5) jenis rumput laut yang berbeda dari (Turbinari murayana), D (Sargassum
Pantai Sungai Nipah Kabupaten Pesisir crassifolium) dan E (Sargassum binderi).
Selatan yang terdiri dari Padina australis, Perlakuan B (Turbinaria decurrens) berbeda
Turbinaria murayana, Turbinaria decurens, tidak nyata (P>0,05) terhadap perlakuan A
Sargassum crassifolium dan Sargassum (Padina australis) dan berbeda nyata (P<0,05)
binder; 2) cairan rumen kambing sebagai terhadap perlakuan C (Turbinaria murayana),
sumber mikroba; zat-zat kimia yang D (Sargassum crassifolium) dan E (Sargassum
digunakan untuk analisa Van Soest dan 3). binderi). Perlakuan C (Turbinari murayana)
larutan Mc Dougall’s sebagai buffer. Peralatan berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap
yang digunakan: 1). timbangan Ohaus perlakuan D (Sargassum crassifolium) dan
kapasitas 2610 gram; 2). peralatan in vitro berbeda nyata (P<0,05) terhadap perlakuan A
seperti kain kassa, erlemeyer, tabung reaksi, (Padina australis), B (Turbinaria decurrens)
gelas ukur dan shaker waterbath dan 3). alat dan E (Sargassum binderi). Perlakuan D
untuk analisa Van Soest. (Sargassum crassifolium) berbeda tidak nyata
(P>0,05) terhadap perlakuan C (Turbinaria
Metode Penelitian
murayana) dan E (Sargassum binderi) serta
Penelitian ini merupakan metode
berbeda nyata (P<0,05) terhadap perlakuan A
eksperimen, yaitu analisa kecernaan/laju
(Padina australis) dan B (Turbinari
degradasi fraksi serat (NDF, ADF, dan
decurrens). Perlakuan E (Sargassum binderi)
selulosa) dengan teknik in vitro (teknik Tilley
berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap
dan Terry) menggunakan Rancangan Acak
perlakuan D (Sargassum crassifolium) dan
Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan yaitu: 5
berbeda nyata (P<0,05) terhadap perlakuan A
jenis rumput laut dan 3 kali ulangan dalam
(Padina australis), B (Turbinaria decurrens)
bentuk blok untuk setiap pengambilan cairan
dan C (Turbinaria murayana).
rumen. Peubah yang diamati adalah 1)
Kecernaan NDF dan ADF rumput laut
kecernaan neutral detergent fiber (NDF), 2)
jenis A (Padina australis) dan B (Turbinaria

212 Kecernaan In Vitro Fraksi Serat ... (Dewi, et al.)


Vol. 17 (3)

Tabel 1. Rataan Kecernaan NDF dan ADF Lima Jenis Rumput Laut Coklat (%)
Perlakuan Kecernaan NDF Kecernaan ADF
A (Padina australis) -11,54c -11,66c
B (Turbinaria decurrens) -14,61c -17,09c
b
C (Turbinaria murayana) 9,28 8,96b
D (Sargassum crassifolium) 15,65ab 15,43ab
a
E (Sargassum binderi) 20,56 17,80a
SE 2,19 2,16
Ket : SE = Standard Error
Superskrip yang berbeda pada pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
decurrens) yang ditemukan pada penelitian ini decurrens), yaitu senyawa polyphenol yang
bernilai negatif, hal ini menunjukkan bahwa kuat, yaitu phlorotannin yang terkandung
NDF dan ADF kedua jenis rumput laut ini pada rumput laut. Phlorotannin menyebabkan
tidak dapat dicerna oleh mikroba rumen. terganggunya aktivitas dan populasi mikroba
Tidak dicernanya NDF dan ADF kedua jenis rumen dalam mendegradasi NDF dan ADF.
rumput laut ini dapat disebabkan oleh Hal ini sesuai dengan pendapat Wang et al.
kandungan garam (NaCl) pada rumput laut. (2008), bahwa phlorotannin rumput laut
Kandungan garam rumput laut jenis A coklat berperan sebagai inhibitor yang kuat
(Padina australis) adalah 10,07% dan B terhadap aktivitas mikroba rumen.
(Turbinaria decurrens) sebesar 11,2% (Labo- Phlorotannin yang diisolasi dari Eisenia
ratorium Non Ruminansia Fakultas bicyclis memiliki kekuatan antidioksidan 10
Peternakan Universitas Andalas, 2015). kali lebih tinggi dibandingkan ascorbic acid
Menurut Persson (1983), bahwa batas dan α-tocopherol (Gupta, 2011). Salosso
maksimum pemberian garam untuk (2007), menyatakan bahwa rumput laut jenis
ruminansia 0,5%. Setelah dihitung kandungan Padina australis menghasilkan zona hambat
garam masing-masing jenis rumput laut ini yang terbesar terhadap pertumbuhan bakteri
dengan berat sampel 2,5 g untuk in vitro Vibrio harveyi dibandingkan rumput laut jenis
dalam 250 ml campuran larutan Mc Dougall’s Sargassum sp dan zona hambat Turbinaria sp
dan cairan rumen (4:1), didapatkan masing- lebih besar dibandingkan Sargassum sp.
masingnya adalah 0,23 g untuk Padina Phlorotannin bersifat larut dalam air ketika
australis dan 0,24 g untuk Turbinaria tidak berikatan dengan asam alginat dan
decurrens, sedangkan toleransi mikroba phlorotannin tidak dapat larut ketika berikatan
rumen terhadap garam dalam 250 ml dengan asam alginat. Sesuai dengan pendapat
campuran larutan Mc Dougall’s dan cairan Adhi et al. (2010), bahwa phlorotannin
rumen (4:1) berdasarkan batas toleransi 0,5% merupakan komponen yang dapat larut dalam
dalam ransum diperoleh 0,01 g garam. air. Phlorotannin rumput laut memiliki
Berdasarkan kandungan garam yang terdapat kemampuan untuk berikatan dengan asam
pada kedua rumput laut ini diduga meng- alginat dan protein membentuk senyawa
hambat aktivitas dan pertumbuhan populasi kompleks menjadi komponen dinding sel,
mikroba rumen, ataupun menyebabkan kema- sehingga komponen dinding sel bertambah.
tian mikroba selama in vitro. Dengan demi- Ikatan phlorotannin dengan asam alginat
kian kecernaan NDF dan ADF kedua rumput dan protein yang kuat berperan dalam
laut ini menjadi negatif. Pendapat ini aktivitas antimikroba. Hal inilah yang
didukung oleh Ghosh et al. (1981), bahwa menyebabkan nilai kecernaan NDF dan ADF
garam (NaCl) pada rumput laut akan rumput laut A (Padina australis) dan B
menurunkan biodegradasi. (Turbinaria decurrens) bernilai negatif atau
Faktor lain yang memungkinkan tidak tidak dapat dicerna. Sesuai dengan pendapat
tercernanya NDF dan ADF rumput laut jenis Schoenwaelder dan Clayton (1998); Arnold
A (Padina australis) dan B (Turbinaria dan Targett (2003), bahwa phlorotannin

Kecernaan In Vitro Fraksi Serat ... (Dewi, et al.) 213


Vol. 17 (3)

menjadi komponen dinding sel rumput laut (Michel dan Macfarlane, 1996; Michel et al.,
ketika terhubung dengan membran sel dan 1996; Wang et al., unpublished data). Hal ini
phlorotannin dikeluarkan dari sel dan didukung oleh pendapat Church (1998), tipe
membentuk senyawa kompleks dengan asam mikroba berkembang dalam rumen adalah
alginat. Koivikko (2008), menjelaskan bahwa mikroba yang memiliki daya adaptasi terhadap
kemungkinan hubungan antara dinding sel kondisi ekosistem yang spesifik dari rumen.
(asam alginat dan phlorotannin) adalah ikatan Kecernaan NDF dan ADF yang bernilai
ester dan ikatan hemiacetal, kedua ikatan ini negatif yang ditemukan pada penelitian ini
membentuk ikatan kovalen, hal inilah yang juga ditemukan oleh Crampton dan Harris
menjadikan dinding sel sulit untuk (1969) yang memperoleh rataan kecernaan
didegradasi. Didukung juga oleh Wang et al. ADF yang rendah (-), yaitu -14,6% dalam
(2011), yang menyatakan phlorotannin penelitiannya. Penelitian tersebut mengenai
membentuk senyawa kompleks dengan recycle feses ternak sebagai pakan ternak sapi
protein dan menurunkan deaminasi asam terhadap kecernaan bahan pakan tersebut
amino, diikuti penurunan konsentrasi NH3 secara in vivo. Kecernaan ADF yang rendah (-
dengan peningkatan konsentrasi phlorotannin. ) disebabkan mikroba rumen belum
Interaksi antara phlorotannin dan protein beradaptasi dengan pakan tersebut.
berperan penting dalam aktivitas antimikroba Hal yang menarik dari penelitian ini
(Ahn et al., 2004). Phlorotannin menyerang adalah NDF dan ADF dari rumput laut jenis C
protein mikroba dan menyebabkan inhibitor (Turbinaria murayana), D (Sargassum
bagi mikroba (Gupta, 2011). crassifolium) dan E (Sargassum binderi) dapat
Selain faktor garam dan senyawa dicerna, meskipun mengandung garam yang
polyphenol phlorotannin, hal lain yang lebih tinggi dibandingkan rumput laut jenis A
mungkin dapat menyebabkan tidak (Padina australis) dan B (Turbinaria
tercernanya NDF dan ADF rumput laut jenis decurrens). Hasil analisa kandungan garam di
A (Padina australis) dan B (Turbinaria Laboratorium Non Ruminansia Fakultas
decurrens) disebabkan oleh cairan rumen yang Peternakan Universitas Andalas (2015),
digunakan berasal dari kambing yang belum menunjukkan rumput laut jenis Turbinaria
pernah ataupun terlatih mengkonsumsi rumput murayana mengandung kadar garam 13,08%,
laut, dan mikroba yang terdapat pada cairan Sargassum crassifolium 11,21% dan
rumen kambing tersebut memerlukan waktu Sargassum binderi 12,24%.
adaptasi untuk mencerna bahan pakan rumput Setelah kandungan garam masing-
laut untuk memenuhi kebutuhan dan perkem- masing rumput laut tersebut dikalkulasikan
bangbiakannya, sementara itu proses in vitro untuk 2,5 g sampel yang di in vitro dalam 250
berlangsung selama 48 jam, diduga proses in ml campuran larutan Mc Dougall’s dan cairan
vitro yang singkat ini belum cukup untuk rumen (4:1), didapatkan masing-masingnya
proses adaptasi mikroba rumen tersebut, adalah 0,28 g garam yang terdapat pada
sehingga kemampuan mikroba dalam men- Turbinaria murayana; 0,23 g garam yang
cerna NDF dan ADF kedua rumput laut ini terdapat pada Sargassum crassifolium dan
bernilai negatif atau tidak tercerna. Hal ini 0,26 g garam yang terdapat pada Sargassum
sesuai dengan teori Williams et al. (2013), binderi, sedangkan toleransi mikroba rumen
bahwa domba North Ronaldsay yang telah terhadap garam dalam 250 ml campuran
terbiasa makan rumput laut memiliki mikroba larutan Mc Dougall’s dan cairan rumen (4:1)
yang spesifik untuk mencerna rumput laut, terhitung 0,01 g garam.
dimana mikroba rumen menghasilkan enzim Kandungan garam pada ketiga jenis
untuk menghidrolisis polisakarida (alginat, rumput laut ini telah melebihi toleransi kadar
fukoidan dan laminarin) dan selulosa rumput garam yang dapat ditoleransi oleh mikroba
laut. Kemampuan mikroba mencerna serat rumen, namun kandungan garam ketiga jenis
larut (alginat, karagenan dan agar) terbatas rumput laut ini terlihat tidak menghambat

214 Kecernaan In Vitro Fraksi Serat ... (Dewi, et al.)


Vol. 17 (3)

aktivitas dan populasi mikroba rumen tidak Tabel 2. Rataan kecernaan selulosa lima jenis
seperti yang terjadi pada rumput laut Padina rumput laut coklat (%)
australis sehingga NDF dan ADF ketiga jenis Perlakuan Kecernaan
rumput laut ini dapat dicerna. Kondisi ini sulit Selulosa
dipahami dan belum dapat dijelaskan lebih A (Padina australis) 53,94a
lanjut, sehingga perlu dilakukan pengkajian- B (Turbinaria decurrens) -26,21b
pengkajian tentang zat-zat lain yang mungkin C (Turbinaria murayana) -37,91b
terdapat pada ketiga jenis rumput laut tersebut D (Sargassum crassifolium) -54,09c
yang diduga dapat menghalangi pengaruh E (Sargassum binderi) -27,81b
garam yang tinggi terhadap mikroba rumen, SE 3,93
sehingga tidak mengganggu kecernaan NDF Ket : SE = Standar Error
dan ADFnya. Superskrip yang berbeda pada pada
Pendugaan pengaruh adaptasi mikroba kolom yang sama menunjukkan
rumen terhadap rumput laut yang terjadi pada perbedaan nyata (P<0,05)
rumput laut Padina australis dan Turbinaria
decurrens tidak terlihat pada rumput laut jenis australis) berbeda nyata (P<0,05) terhadap
C (Turbinaria murayana), D (Sargassum perlakuan B (Turbinaria decurrens), C
crassifolium) dan E (Sargassum binderi), (Turbinaria murayana), D (Sargassum
sehingga NDF dan ADF ketiga rumput laut crassifolium) dan E (Sargassum binderi).
tersebut dapat dicerna. Perlakuan B (Turbinaria decurrens) berbeda
Dilihat dari Tabel 1, rataan kecernaan tidak nyata (P>0,05) terhadap perlakuan C
NDF lebih tinggi dibandingkan dengan (Turbinaria murayana) dan E (Sargassum
kecernaan ADF karena NDF memiliki fraksi binderi) dan berbeda nyata (P<0,05) terhadap
yang mudah dicerna dalam rumen seperti perlakuan A (Padina australis) dan D
hemiselulosa, sedangkan komponen yang (Sargassum crassifolium). Perlakuan C
terdapat pada ADF, yaitu: selulosa, lignin dan (Turbinaria murayana) berbeda tidak nyata
silika yang merupakan fraksi yang sulit (P>0,05) terhadap perlakuan B (Turbinaria
dicerna (Hakim, 1992). Kecernaan NDF yang decurrens) dan E (Sargassum binderi) dan
lebih tinggi dibandingkan kecernaan ADF berbeda nyata (P<0,05) terhadap perlakuan A
juga disebabkan oleh bakteri selulolitik yang (Padina australis) dan D (Sargassum
dapat mencerna selulosa dan hemiselulosa, crassifolium). Perlakuan D (Sargassum
sedangkan bakteri hemiselulolitik hanya dapat crassifolium) berbeda nyata (P<0,05) terhadap
mencerna hemiselulosa, sehingga hemi- perlakuan A (Padina australis), B (Turbinaria
selulosa lebih banyak dicerna dibandingkan decurrens), C (Turbinaria murayana) dan E
selulosa. Pendapat ini didukung oleh Van (Sargassum binderi). Perlakuan E (Sargassum
soest (1982), yang menyatakan bahwa bakteri binderi) berbeda tidak nyata (P>0,05)
hemiselulolitik tidak dapat mendegradasi terhadap pelakuan B (Turbinaria decurrens)
selulosa, sebaliknya bakteri selulolitik dapat dan C (Turbinaria murayana) dan berbeda
mendegradasi hemiselulosa. nyata (P<0,05) terhadap perlakuan A (Padina
australis) dan D (Sargassum crassifolium).
Kecernaan Selulosa Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel kecernaan selulosa tertinggi terdapat pada
2. dapat dilihat rataan kecernaan selulosa dari rumput laut jenis A (Padina australis)
lima jenis rumput laut coklat yang berbeda. sedangkan kecernaan selulosa rumput laut
Hasil analisis keragaman menunjukkan jenis B (Turbinaria decurrens), C (Turbinatia
bahwa jenis rumput laut coklat berpengaruh murayana), D (Sargassum crassifolium) dan E
sangat nyata (P<0,01) terhadap kecernaan (Sargassum binderi) bernilai negatif. Hasil ini
selulosa. Hasil uji lanjut DMRT pada kecer- sangat kontradiktif dengan kecernaan NDF
naan selulosa terlihat perlakuan A (Padina dan ADF masing-masing rumput laut tersebut
(Tabel 1). Kecernaan selulosa rumput laut

Kecernaan In Vitro Fraksi Serat ... (Dewi, et al.) 215


Vol. 17 (3)

jenis (Padina australis) seharusnya bernilai struktural lainnya sehingga sulit didegradasi
negatif karena kecernaan NDF dan ADFnya oleh mikroba rumen. Horn (2000), menjelas-
bernilai negatif, namun pada penelitian ini kan bahwa alginat pada rumput laut berikatan
ditemukan kecernaan selulosa rumput laut dengan dinding sel berkombinasi dengan
jenis A (Padina australis) sangat tinggi, yaitu komponen struktural lainnya seperti selulosa
53,94%. Hal yang ditemukan pada penelitian yang menyebabkan kesulitan bagi enzim
ini juga sulit dipahami dan dijelaskan serta untuk mendegradasi. Lebih lanjut dijelaskan
belum diketahui penyebabnya. Selulosa meru- bahwa selulosa pada rumput laut terletak pada
pakan komponen NDF dan ADF yang sulit dinding sel yang ditutupi oleh. komponen
untuk dicerna oleh mikroba rumen. Sesuai struktural lainnya yang menyebabkan
dengan pendapat Hakim (1992), selulosa keterbatasan bagi enzim untuk mendegradasi
merupakan fraksi serat yang sulit dicerna. selulosa (Horn, 2000). komponen struktural
Pendapat ini didukung oleh Horn (2000), yang lainnya yang menyebabkan keterbatasan bagi
menyatakan bahwa selulosa pada rumput laut enzim untuk mendegradasi selulosa (Horn,
terletak pada dinding sel yang ditutupi oleh 2000).
komponen struktural lainnya yang menyebab-
kan keterbatasan bagi enzim untuk mendegra- KESIMPULAN
dasi selulosa.
Dari hasil penelitian ini dapat
Kecernaaan selulosa yang bernilai
disimpulkan bahwa kecernaan selulosa
negatif pada rumput laut jenis B (Turbinaria
tertinggi (53,94%) terdapat pada rumput laut
decurrens), C (Turbinaria murayana), D
Padina australis. Rumput laut Sargassum
(Sargassum crassifolium) dan E (Sargassum
crassifolium dan Sargassum binderi memiliki
binderi) menunjukkan bahwa terjadi kenaikan
kecernaan NDF tertinggi (15,65% dan
selulosa pada residu sampel setelah melalui
20,56%, masing-masingnya), dan ADF
proses in vitro dibandingkan dengan sampel
tertinggi (15,43% dan 17,80%, masing-
sebelum mengalami proses in vitro. Jika
masingnya) dibandingkan dengan jenis
dikaitkan dengan pengaruh garam yang
rumput laut coklat lainnya.
terkandung pada masing-masing rumput laut
ini untuk kecernaan selulosa yang bernilai
DAFTAR PUSTAKA
negatif sulit dijelaskan karena NDF dan ADF
masing-masing rumput laut ini dapat dicerna.
Abdel-Wahab, M.A., Ahmed, H.H., Hagazi,
Tidak tercernanya selulosa oleh mikroba
M.M., 2006. Prevention of aflatoxin B1
rumen dan bertambahnya residu setelah proses
initiated hepatotoxicity in rat by marine
in vitro, hanya dapat diduga disebabkan oleh
algae extracts. J. Appl. Toxicol 26:229-
faktor senyawa polyphenol, yaitu phlorotannin
238.
yang terkandung pada rumput laut.
Phlorotannin rumput laut coklat yang meng- Ahn M. J., K. D. Yoon, S. Y Min, J. S. Lee, J.
ganggu aktivitas dan populasi mikroba rumen. H. Kim, T. G. Kim, S. H. Kim, N. G.
Sebagaimana penelitian oleh Wang et al. Kim, H. Huh, and J. Kim. 2004.
(2009), bahwa phlorotannin menghambat Inhibition of HIV-1 reverse transcriptase
keseluruhan proses fermentasi secara in vitro and protease by phlorotannins from the
dan mempengaruhi spesies mikroba tertentu. brown alga Ecklonia cava. Biol Pharm
Dijelaskan lebih lanjut bahwa phlorotannin Bull 27: 544-547.
menghambat populasi bakteri selulolitik, Anggadiredja, J. T., A. Zatnika., H. Purwato.,
tetapi meningkatkan bakteri non selulolitik. dan S. Istani. 2010. Rumput Laut:
Rumput laut yang memiliki kecernaan Pembudidayaan, Pengolahan, Pemasaran
selulosa bernilai negatif atau tidak dapat Komoditas Perikanan Potensial. Penebar
dicerna ini juga disebabkan oleh alginat dan Swadaya, Jakarta.
selulosa yang berikatan dengan komponen

216 Kecernaan In Vitro Fraksi Serat ... (Dewi, et al.)


Vol. 17 (3)

Applegate, R.D., dan P.B. Gray. 1995. quantitative-determination of tannins. J


Nutritional value of seaweed to Agric Food Chem 26: 809-812.
ruminants. Rangifer 15 (10): 15-18.
Hakim, M. 1992. Laju degradasi protein kasar
Arnold T.M. and N.M. Targett. 2003. To grow dan organic Setaria splendida rumput
and defend: lack of tradeoffs for brown lapangan dan alang-alang (Imperate
algal phlorotannins. Oikos 100: 406- cylindrical) dengan teknik in sacco.
408. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut
Badan Koordinasi Penanaman Modal Provinsi Pertanian Bogor, Bogor.
Sumbar. 2014. Letak geografi. http://- Kaehler, S., dan R. Kennish. 1996. Summer
bkpmp.sumbarprov.go.id/statistik- and winter comparisons in the
2/letak-geografis/. 19 Agustus 2014 nutritional value of marine macroalgae
(21.12). from Hongkong. Botani Marina 39: 11-
Becker, W. 2004. Microalgae in human and 17.
animal nutrition. In: A. Richmond (ed.) Koivikko, R. 2008. Brown alga phlorotannin
Handbook of microalgal culture. improving and applying chemical
Blackwell Publ., Oxford, UK, pp 312- methods. Painosalama Oy, Finlandia.
351.
Marin, A., M.C. Valdes, S. Carrillo, H.
Chojnacka, K., A. Saeid., Z. Witkowska and Hernandez, A. Monroy, L. Sangines dan
L. Tuhy. 2012. Active biologycal F. P. Gil. 2009. The marine algae
compound in brown seaweed. Open Sargassum spp. (Sargassaceae) as feed
Conference Proceedings Journal. Hal : for sheep in tropical and subtropical
20-28. regions. Revista de Biologia Tropical
57(4): 1271-1281.
Crampton, E. E. and L. E. Harris. 1969.
Applied Animal Nutrition 2nd Edition. Mohd, H., C.C. Yen and C.Y. Ching .2000.
L. H. Freeman and Co, San Francisco. Nutritional composition of edible
seaweed Gracilaria changgi. Food Chem
David, W., 2001. Overview of sea vegetable
68:69-76.
chemical composition. Available from:
http//www. surialink.com. Ortiz J., N. Romero, P. Robert, J. Araya, J.
Lopez-Hernandez, C. Bozzo, E.
Denis C., M. Morancais, L.I. Min, E.
Navarrete, A. Osorio. dan A. Rios. 2006.
Deniaud, P. Gaudin, G. Wielgosz-
Dietary fiber, amino acid, fatty acid and
Collin, G. Barnathan, P. Jaouen, J.
tocopherol contents of the edible
Fleurence. 2010. Study of the chemical
seaweed Ulva lactuca and Durvillae
composition of edible red macroalgae
antartica. Food Chemistry (99): 98-104.
Grteloupia turuturu from Brittany
(France). Food Chemistry (119) 913- Omar, H.H., H.M. Shiekh, N.M. Gugumjee,
917. M.M. El-Kazan and A.M. El-Gendy.
2012. Antibacterial activity of extracts
Gojon-Baez, H.H., D.A. Siqueiros-Beltrones
of marine algae from the red sea of
and H. Hernandez-Contreras. 1998. In
Jeddah Saudi Arabia. African Journal of
situ ruminal digestibility and
Biotechnology 11(71): 13576-13585.
degradability of Macrocystis
pyrifera and Sargassum spp. in bovine Paterson, I.W., dan C.D. Coleman. 1982.
livestock. Cienc. Mar 24 (4): 463-481. Activity patterns of seaweed eating
sheep on North Ronaldsay, Orkney.
Hagerman A.E., and L.G. Butler. 1978.
Appl. Anim. Ethol 8 (1/2): 137-146.
Protein precipitation method for

Kecernaan In Vitro Fraksi Serat ... (Dewi, et al.) 217


Vol. 17 (3)

Rasyid, A. 2003. Karakteristik natrium alginat Wang, Y., Z. Xu., S.J. Bach and T.A.
hasil ekstraksi Sargassum polycystum. McAllister. 2008. Effect of phlorotannin
Seminar Ritek Kelautan Nasional. from Ascophyllum nodosum (Brown
Jakarta. 30-31 Juli. Seaweed) on in vitro ruminal digestion
Rizvi, M.A. and S. Shameel. 2004. Studies on of mixed forage or barley grain. Anim
the bioactivity and elementology of Feed Sci Technol 145: 375:395.
marine algae from the coast of Karachi, Wang, Y., and A. McAllister. 2011. Brown
Pakistan. Phytotherapy Res 18: 865-872. algae as a feed additive: nutritional and
Schoenwaelder, M.E.A and M.N. Clayton. health impacts on ruminants-a review.
1998. Secretion of phenolic substances Nova Science Publishers, Inc. New
into the zygote wall and cell plate in York.
embryos of Hormosira and Acrocarpia Wang, Y., T.W. Alexander and T.A.
(Fucales, Phaeophyceae). J Phycol 34: McAllister. 2009. In vitro effect of
969-980. prhlorotannin from Ascophyllum
Suparjo. 2010. Analisis Bahan Pakan secara nodosum (brown seaweed) on rumen
Kimiawi: Analisis Proksimat dan bacterial populations fermentation.
Analisis Serat. Fakultas Peternakan Agriculture and Agri-Food Canada
Universitas Jambi Press, Jambi Researce Center.

Stell, R.G and J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Wei, C.C., H.S. Ling and W.C. Lee. 2011.
Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Antibacterial activity of Sargassum
Biometrik. ed.2, cet. 2. Alih Bahasa B. potcystum C. Agardh and Padina
Sumantri. P. T. Gramedian Pustaka australis Hauck (Phaeophyceae). Arican
Utama, Jakarta. Journal of Biotecnology 10(64): 14125-
14131.
Van Soest, P.J. 1982. Nutrition Ecology of the
Ruminant. Comstock Publishing House Winarno, F.G. 1990. Teknologi Pengolahan
Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan,
PVT,LTD, New Delhi.
Jakarta.

218 Kecernaan In Vitro Fraksi Serat ... (Dewi, et al.)

Anda mungkin juga menyukai