0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
29 tayangan6 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang perlunya revitalisasi tradisi intelektual dan pembaruan sistem perkaderan di HMI Cabang Jayapura. Saat ini tradisi intelektual dan kultur perkaderan di HMI mulai meluntur, dan kader lebih fokus pada politik daripada substansi. Dokumen ini menyarankan perlunya merekonstruksi sistem perkaderan agar lebih adaptif dan mengasah bakat para kader, serta mengembalikan ruang diskusi intelektual antar k
Deskripsi Asli:
Judul Asli
Muhammad Risky Ode_HMI Cabang Jayapura Komisariat USTJ_Revitalisasi Tradisi Intelektual dan Pembaharuan Kultur Perkaderan HMI Cabang Jayapura
Dokumen tersebut membahas tentang perlunya revitalisasi tradisi intelektual dan pembaruan sistem perkaderan di HMI Cabang Jayapura. Saat ini tradisi intelektual dan kultur perkaderan di HMI mulai meluntur, dan kader lebih fokus pada politik daripada substansi. Dokumen ini menyarankan perlunya merekonstruksi sistem perkaderan agar lebih adaptif dan mengasah bakat para kader, serta mengembalikan ruang diskusi intelektual antar k
Dokumen tersebut membahas tentang perlunya revitalisasi tradisi intelektual dan pembaruan sistem perkaderan di HMI Cabang Jayapura. Saat ini tradisi intelektual dan kultur perkaderan di HMI mulai meluntur, dan kader lebih fokus pada politik daripada substansi. Dokumen ini menyarankan perlunya merekonstruksi sistem perkaderan agar lebih adaptif dan mengasah bakat para kader, serta mengembalikan ruang diskusi intelektual antar k
Oleh: Muhammad riski ode (kader HMI cabang Jayapura)
HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) didirikan 05 Februari 1947 di Yogyakarta,
Indonesia, sejak didirikannya 74 tahun silam ia telah mengemban suatu amanat perjuangan, yaitu komitmen kebangsaan dan komitmen keumatan yang merupakan latar belakang perkembangan dan pendirian HMI. Hal itu berarti sejak ia berdiri sampai dengan masa sekarang dan masa yang akan datang HMI berperan sebagai organisasi perjuangan sebagaimana tertuang dalam pasal 9 AD HMI. Perjuangan itu sendiri adalah suatu usaha yang teratur, tertib, sistematis dan berencana untuk mengubah suatu tatanan/kondisi yang tidak sesuai menjadi lebih baik dari kondisi sebelumnya. Maka dari itu perjuangan mengehendaki munculnya situasi baru yang lain dari kondisi sebelumnya, sehingga dapat memenuhi tuntunan dan keperluan kontemporer, sebagaimana kita kehendaki menuju keridhaan Allah SWT (Subhanahu Wa-taála). HMI dalam sejarah perjuangannya juga sebagai “pewaris” tradisi intelektual dari generasi kegenerasi. Indentitas kader HMI yang selalu kritis argumentatif, menganalisis, memberi solusi, hingga sesekali juga melempar kursi, hal-hal ini menciptakan suatu ruang dialektika dalam melatih kecerdasan akal sebagai bentuk dari pendewasaan akal untuk memerdekakan diri dari perbudakan, dengan cara-cara rasional. Tradisi semacam ini yang menjadikannya sebagai suatu wadah yang mencetak/memproduksi generasi terpelajar baru, yang berlangsung secara berkesinambungan ditengah-tengah masyarakat Indonesia. Tak hanya itu HMI mempunyai system perkaderan yang kompleks secara sistemastis dan terukur. Dari training-training formal LKI, LKII, LKIII dan juga Training-Training informal dimana setiap training diharapkan dapat mencetak kader-kader HMI yang berkualitas sesuai jenjang trainingnya dalam pedoman perkaderan. HMI secara umum terkususnya pada HMI cabang Jayapura juga memiliki suatu Lembaga semi-otonom BPL (Badan Pengelola Latihan) yang tugas dan fungsinya benar-benar berfokus pada peningkatan kualitas para kader, menjaga selalu tradisi intelektual dan juga kultur perkaderan. BPL mendedikasikan diri sepenuhnya untuk memberikan ide/gagasan serta metode perkaderan yang efektif dan efisien. Namun sangat disayangkan HMI kini terkususnya HMI cabang Jayapura hanya bisa bernostalgia dengan kebanggaan produk-produk HMI di masa lampau, ibarat seorang anak yang berlindung dibalik punggung ayahnya. tradisi intelektual yang selama ini diwariskan sudah mulai meluntur. Wacana pembaharuan pemikiran yang popular diera Cak nur kini jarang dilontarkan kader-kader HMI. NDP (Nilai-Nilai Dasar Perjungan) yang merupakan landasan ideologi perjuangan HMI yang sebelumnya mampu menyemangati pergolakan intelektual dan wacana keagamaan kader HMI saat ini justru semakin tidak diminati kader, bahkan dianggap menjadi suatu hal yang sangat menakutkan untuk dipelajari. Perkaderan di HMI kini hanya berjalan statis, bahkan ada yang mengatakan mengalami kemunduran. Sudah sangat jarang menemukan ruang-ruang dialektika diantara para kader-kader HMI. Sistem perkaderan HMI yang tetap berpegang pada komitmen kebangsaan dan keumatan diformulasikan dalam bentuk proker yang dibuat oleh pengurus pada cabang dan komisariatpun dalam prakteknya seringkali kurang optimal hanya sebatas formalitas tanpa esensi yang jelas. tidak dapat dipungkiri permasalahan yang dihadapi organisasi HMI dimana system perkaderan hanya sebagai komsumsi oleh para kader HMI sendiri dan tidak sampai meluber pada masyarakat secara umum. Ditambah kader HMI kini malah lebih asik dengan wacananya yang melangit tanpa memberikan kontribusi ataupun solusi terhadapan permasalahan bangsa dan juga ketidakpekaan terhadap lingkungan sosial masyarakat . Malah kini Kader HMI lebih bergeliat dengan semangat mengebu-gebu Ketika terjadi gejolak politik dalam tubuh HMI, semua berlomba-lomba merebut kekuasaan tanpa punya arah juang yang jelas, karena memang hanya pandai beretorika kosong dan “mengolah wacana” yang akan cuman menghasilkan narasi kosong. Manisnya gula kekuasaan telah mendiskriminasikan kultur perkaderan HMI yang harusnya menempa setiap kader menjadi pioner atau pemimpin disegala bidang, namun politik seakaan menjadi jalan praktis untuk menonjolkan eksistensi, cukup dengan memegang massa yang banyak serta kecakapan retorika kosong sudah mampu menjadi alat tawar menawar dalam kekuatan politik, ditambah dengan jaringan alumninya. Sudah menjadi rahasia umum konferensi cabang, bagi yang mengikuti jalannya sidang akan mengatakan mereka hanyalah menunjukkan retorika atau narasi kosong, Hampir tidak ada perdebatan yang substansi membahas problematika umat dan bangsa. Molornya konfercab pun bukan karena hal substansial yang dibahas, akan tetapi karena ketidakdisiplinan peserta dan juga adanya Tarik menarik kekuatan politik para kandidat yang belum mencapai kata sepakat. Dari sisi Keislaman organisasi HMI dalam hal ini mempunya asas pokok yang dianut yaitu HMI ber-Azas-kan islam pada pasal 3 AD HMI. para kader dituntut untuk berpegang teguh pada Al-Qurán dan Hadits, sehingga dalam setiap gerak langkah hanya berharap pada ridha Allah SWT. Lalu yang jadi pertanyaan islam seperti apa yang dimaksud. Islam yang dimaksud tentunya islam yang universal. pluralitas yang ada dalam tubuh HMI mesti disikapi secara dewasa, ibarat pedang bermata dua pluralitas bisa menjadi peluang maupun ancaman. Peluang yang dimaksudkan adalah setiap kader mempunyai pandangan tersendiri sehingga terciptalah suatu ruang dialektika yang berakitbat pada pemikiran islam yang selalu berkembang, namun yang menjadi ancaman adalah ketika melalukan kajian ataupun kegiatan keislaman kita akan dibenturkan oleh tradisi-tradisi keislaman yang berbeda, kontradiksi ini harus difikirkan agar tidak ada perpecahan didalamnya. Kembali pada keislaman, banyak yang beranggapan bahwa HMI telah kehilangan jati diri keislamannya dan itu memang telah terjadi. Terjadinya degradasi keislaman memberikan tekanan moral tersendiri, tentu banyak sebab yang menyebabkan degradasi tersebut diantaranya kurangnya penghayatan memahami NDP, penyampaian NDP yang kurang tepat pun juga berpengaruh sebab didalam NDP kita diajarkan islam dalam sudut berbeda yaitu melalui membokar alam berpikir, bagaimana memahami kepercayaan, hubungan manusia dengan tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan ilmu pengetahuan. Beberapa kader mungkin agak kaget dengan metode filsafat ini. penyampain yang kurang tepat akan menyeret kader dalam kebingungan yang sulit. Terkadang menjadi malas melakukan syariat islam dengan alasan belum menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang terus membebani pikiran dan juga dalam NDP tekadang banyak ditekankan hubungan Horizontal bahwa setiap amal baik yang dilakukan terhadap sesama termasuk ibadah tidak ada yang salah akan hal itu karena HMI adalah organisasi umat dan bangsa namun perlu disadari bahwa bagaimanapun juga syariat tetap harus dijalankan sebagai suatu bentuk ibadah yang wajib dan tidak ada yang lebih penting dari itu. Dari kondisi yang penulis coba jabarkan diatas masihkah HMI menjadi harapan masyarakat Indonesia?, kalau pertanyaan itu harus dijawab sekarang tentu akan sulit, tetapi sulit bukan berarti mustahil. Telah banyak solusi ataupun kritikan yang disampaikan oleh kader maupun alumni HMI cabang Jayapura yang masih peduli dengan organisasi ini yang tentunya mengharapkan HMI lebih baik kedepanyanya. Kuncinya hanyalah kemauan dan kerja nyata setiap kader HMI untuk membenahi kembali kunci kekuatan HMI yang terletak di tradisi intelektual, agar memori penjelasan tujuan, ideologi dan tafsir indenpendesi HMI tidak sekedar menjadi teks mati tanpa makna dalam jiwa-jiwa kader HMI. Kerja nyata penting dilakukan karena memang selama ini HMI lebih terkenal dengan wacana-wacana yang “melangit” tetapi tidak bisa mengimplementasikan pada realitas kehidupannya. Selanjutnya yang perlu dirubah adalah paradigma kader HMI yang berorientasi pada politik yang hanya mengandalkan massa dan retorika/narasi kosong mesti juga memperhatikan kualitas menjadikan para kader mempunyai inovasi dan kreatifitas. agar tak hanya kuantitas namun kualitas pun meningkat. Perkaderan yang merupakan jantung eksistensi keberlangsungan HMI sampai saat ini sudah waktunya direkonstruksi agar adaptif sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. Jangan jadikan perkaderan formal LK1 hanyalah berupa ceremonial rekrutmen yang dilakukan HMI. Mestinya doktrin-doktrin organisasi serta motivasi orientasi harus benar-benar terinternalisasi pada setiap peserta dan juga pengawalan ataupun RTL (rencana tindak lanjut) pasca LK1 seharusnya dilakukan agar esensi mempersiapkan seseorang menjadi tulang pungung dari suatu organiasi itu terpenuhi. Selanjutnya pada jenjang perkaderan LK2, kader-kader yang sudah dinyatakan lulus LK2 harus mampu mengembalikan tradisi intelektual HMI, dengan membuka ruang-ruang dialektika yang intens antar sesama maupun kepada adik-adik HMI, terus menjaga kultur perkaderan, lebih sering mengimplementasikan ilmu pada diri sendiri maupun kepada masyarakat. sehingga kader-kader LK2 menjadi contoh para kader LK1 untuk juga mengikuti tradisi intelektual dan selanjutnya akan diwariskan dari generasi kegenerasi Tidak kalah penting adalah perkaderan yang terarah untuk mengasah minat dan bakat agar kader HMI mempunyai kualifikasi pada bidang tertentu, maka perlu adanya pembentukan suatu LPP (Lembaga Pengembangan Profesi). Apalagi di zaman yg dewasa ini HMI harus mampu menyesuaikan diri di era milenial yang ditandai dengan kemajuan dan ketatnya persaingan teknologi. Dalam realitasnya dunia semakin sempit dengan keterbukaan informasi menggunakan teknologi mengharuskan manusia untuk bersaing, pemenangnya sudah pasti kreatifitas dan inovasi. Maka dari itu pembentukan dan pengoptimalan LPP adalah suatu keharusan untuk menjawab tantangan di era milenial. Sadar atau tidak sebenarnya daya tawar HMI hari ini terletak pada LPP, lewat LPP inilah pembentukan kader yang kreatif dan inovatif dapat terwujud. Untuk mewujudkanya perkaderan di LPP yang sistematis terarah dan terstruktur harus dilakukan. HMI sudah terbukti mampu bertahan diterpa zaman hingga saat ini namun kedepanya masih mampukah HMI bertahan?, tentu jawabannnya kembali kepada setiap kader HMI saat ini termasuk saya sebagai penulis. Memecahkan permasalahan yang kompleks di HMI memang tidak mudah, tapi bagi seorang kader HMI tak ada yang tidak mungkin. Kesadaran tiap kader untuk merekontruksi segala problema menjadi syarat pokok untuk HMI lebih baik. Yakin Usaha Sampai…
Salam hormat kepada setiap kader yang masih menjalankan roda organisasi dengan bersyukur dan ikhlas. Semoga Allah SWT selalu meridhai setiap gerak langkah kita.
Kepribadian: Pengantar ilmu kepribadian: apa itu kepribadian dan bagaimana menemukan melalui psikologi ilmiah bagaimana kepribadian mempengaruhi kehidupan kita
Albert Bandura dan faktor efikasi diri: Sebuah perjalanan ke dalam psikologi potensi manusia melalui pemahaman dan pengembangan efikasi diri dan harga diri
Abraham Maslow, dari hierarki kebutuhan hingga pemenuhan diri: Sebuah perjalanan dalam psikologi humanistik melalui hierarki kebutuhan, motivasi, dan pencapaian potensi manusia sepenuhnya