Anda di halaman 1dari 2

TINDAKAN SEWA RAHIM PADA PERSPEKTIF AGAMA ISLAM

Dalam ilmu kedokteran, yang disebut dengan sewa Rahim adalah perempuan yang menampung
pembuahan suami-istri dan diharapkan melahirkan anak hasil pembuahan. Sewa rahim disebut
juga dengan surrogate mother. Sedangkan menurut Yahya bin Abdurrahman Al-Khotiib, yang
dimaksud dengan sewa rahim merupakan sepakatnya sepasang suami-istri dengan perempuan
lain dalam rangkan penanaman bakal janin atau zigot, hasil pembuahan antara sel telur sang istri
dengan suaminya, kedalam rahim perempuan tersebut dengan imbalan yang telah disepakati oleh
kedua belah pihak.  Maka perempuan tersebut disebut ibu pinjaman, juga perempuan yang
menyusui anak orang lain atau sewa perut. (Yahya bin Abdurrahman Al-Khotiib, Ahkaamu Al-
Mar’a Al-Haamil, hal: 41).Diantara sebab terjadinya praktek sewa rahim adalah sebagai berikut
(Dr. Hindun Al-Hauli, Ta’jir Al-Arham Fii Al-Fiqh Al-Islamy, hlm: 278)

 Rahim seorang wanita mengalami kecacatan dan lemah untuk mengandung janin
sedangkan sel telurnya masih baik.
 Rahim seorang wanita mengalami kecacatan dikarenakan penyakit yang dideritanya
sedangkan sel telurnya masih baik.
 Berulang kali janin meninggal dalam kandungan atau berkali-kali melakukan oprasi
sesar, dan sel telurnya masih berfungsi dengan baik.
 Dalam beberapa keadaan, seorang wanita tidak menginginkan dirinya hamil
karena ingin meringankan diri. Inilah salah satu penyebab merebaknya praktek
sewa rahim pada kebanyakan wanita di Eropa dan berbagai negri lainnya.

Sewa Rahim memiliki berbagai bentuk. Di antaranya:

Pertama, Mengambil sel telur dari indung telur sang istri, kemudian dibuahi oleh sperma milik
sang suami. Pembuahan ini dilakukan di luar rahim dan di dalam laboratorium. Kemudian hasil
pembuahan atau zigot tersebut ditanam di dalam rahim perempuan lain yang bukan istri dari
suami tersebut.

Kedua, adalah melakukan proses pembuahan di luar rahim di laboratorim. Yaitu pembuahan


antara dua benih dari pasangan suami-istri. Kemudian hasil pembuahan ditanam di dalam rahim
istri kedua dari sang suami.

Katiga, Pembuahan yang dilakukan di luar rahim antara sel sperma seorang laki-laki dengan sel
telur perempuan yang bukan dari pasangan suami-istri yang sah. Kemudian zigot tersebut
ditanamkan ke dalam rahim perempuan yang telah menerima imbalan. Lalu setelah perempuan
tersebut melahirkan, bayi tersebut diserahkan kepada pasangan suami-istri yang mandul yang
menyewa pihak-pihak tersebut.

Keempat, pembuahan dilakukan dari sperma seorang suami dan sel telur seorang wanita lain
yang bukan istrinya di luar rahim. Kemudian hasilnya ditanam dalam rahim perempuan tersebut.
Setelah bayinya lahir, bayi tersbut diserahkan kepada seorang suami tadi dan istrinya yang
mandul dengan imbalan uang bagi wanita tersebut.
Kelima, pembuahan yang dilakukan antara sel telur milik seorang istri, kemudian dibuahi oleh
sperma milik laki-laki yang bukan suaminya. Lalu hasilnya diletakkan di rahim perempuan lain.
Setelah lahir, bayinya diserahkan kepada istri yang memiliki sel telur tadi dan suaminya yang
mandul.

Dari segi bentuknya, sewa rahim sendiri termasuk dalam praktek inseminasi buatan. Sedangkan
hal tersebut baru ada pada era modern ini. Dan belum ada ulama salaf yang berpendapat
mengenai hukumnya. Maka dalam kasus sewa rahim ini, para ulama kontemporer memberikan
hukum tersendiri untuk masing-masing bentuknya.

Dari bentuk-bentuk sewa rahim yang telah disebutkan sebelumnya, bentuk ketiga, keempat, dan
kelima, para ulama bersepakat mengenai keharamannya. Alasannya adalah karena sperma yang
digunakan untuk membuahi sel telur wanita adalah bukan dari sperma suaminya sendiri. Juga
karena penanaman zigot dilakukan kedalam rahim perempuan lain yang bukan istrinya.selain itu
beberapa alasan lain yang ditinjau dari bentuk sewa rahim tersebut adalah sebagai berikut (Dr.
Hindun Al-Hauli, Ta’jir Al-Arham Fii Al-Fiqh Al-Islamy, hlm: 281-282)

Bentuk ketiga, merupakan sewa rahim yang lebih mirip dengan pengangkatan anak yang
nasabnya dinisbatkan kepada orang tua angkat, yang keharamannya juga sudah jelas dalam
Islam. Atau karena sel sperma seorang laki-laki yang membuahi sel telur wanita yang bukan
istrinya.

Bentuk keempat, serupa dengan perbuatan zina yang keji yang mengharuskan untuk dihukum.

Bentuk kelima, sudah jelas keharamannya. Karena bentuk ini juga mirip dengan bentuk
sebelumnya, hanya saja berbeda pihak pendonor sperma dan sel telur yang bukan dari
pernikahan yang sah.

Anda mungkin juga menyukai