Anda di halaman 1dari 14

PERTEMUAN KE XIII

PANDANGAN AGAMA TERHADAP ABORSI

A. PENGERTIAN ABORSI
Aborsi atau abortus adalah tindakan untuk mengakhiri kehamilan atau hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.
Adapun tehnik aborsi dapat dilakukan melalui:
1. Curattage and dilatage (C & D)
2. Dengan melebarkan mulut rahim kemudian janin dikiret dengan alat tertentu
3. Dengan aspirasi atau penyedotan isi rahim
4. Melalui operasi (hysterotomi)

B. Dililhat dari kejadiannya aborsi dibagi menjadi dua:


1. Karena ketidaksengajaan (spontaneous abortus) atau (Abortus naturalis) yaitu
keguguran dengan sendirinya atau keguguran alamiyah.
2. Karena sengaja (Abortus provocatus atau induced pro abortus)

Aborsi yang disengaja ini terbagi ke dalam dua macam:


a. Abortus artificialis therapicus, yaitu aborsi yang dilakukan dokter ahli atas dasar
pertimbangan medis. Misalnya jika tidak dilakukan aborsi akan membahayakan ibu.
b. Abortus provocatus criminalis, yaitu aborsi yang dilakukan tanpa adanya dasar
indikasi medis. Misalnya untuk meniadakan hasil “hubungan gelap” atau kehamilan
yang tidak dikehendaki.

C. PANDANGAN AGAMA TERHADAP ABORSI


1. Spontaneous abortus atau abortus naturalis dipandang dari segi hokum Islam aborsi
ini tidak berdosa karena tidak ada unsur kesenganjaan.
2. Abortus artificialis therapicus, yang didasarkan atas pertimbangan medis dengan
maksud untuk menyelamatkan nyawa sang ibu misalnya DIPERBOLEHKAN, Hal yang
dijadikan dasar untuk menentukan hokum tersebut adalah prinsip kaidah hokum
Islam:
a. “Irtikabu akhoffi al-dlararain wajibun.”
Artinya:“Menempuh salah satu tindakan yang lebih ringan dari dua hal yang
berbahaya itu wajib.”
b. “Dar’u al-mafasid muqaddamun ‘ala jalbi al-mashalih”
Artinya: “Menolak bahaya diutamakan dari pada mencapai kemaslahatan.”
c. “al-dlaruratu tubihu al-mahdhurat.”
Artinya: “Keadaan darurat membolehkan semua hal yang dilarang”
3. Abortus provocatus criminalis, yang dilakukan tanpa adanya dasar indikasi medis,
karena untuk menghilangkan hasil “hubungan gelap” atau karena hamil yang tidak
dikehendaki.
Dalam hal ini para Ulama’ berbeda pendapat:
a. Sebagian kecil ulama seperti Muhammad Ramli, berpendapat bahwa aborsi
sebelum hari ke 121 hari hukumnya BOLEH, karena belum adanya roh. Hal ini
didasarkan atas hadits Rasul yang menyatakan bahwa roh manusia ditiupkan ke
dalam janin setelah berumur 4 bulan atau 121 hari kehamilan.
b. Sebagian kecil ulama’ ada yang berpendapat bahwa aborsi sebelum hari ke 121
hari kehamilan hukumnya MAKRUH, karena janin sedang mengalami
pertumbuhan.
c. Sebagian besar Ulama’ berpendapat bahwa sejak terjadinya pembuahan sel telur
oleh sperma hokum aborsi adalah HARAM.
d. Sedang aborsi yang dilakukan terhadap janin yang sudah berumur 4 bulan atau
lebih, para Ulama’ bersepakat hukumnya HARAM.
e. Dalam Hukum positif di Indonesia aborsi termasuk tindakan Pidana sebagaimana
diatur dalam KUHP pasal 347, 348 dan 350.

D. BEBERAPA PENDAPAT TENTANG ABORSI

Menurut Porf. DR. Fu’ad Al-Hafnawi (Direktur Pusat Study dan Riset Kependudukan
Islam Internasional) di Al-Azhar University mengatakan:
“Penolakan aborsi sebab tergolong pembunuhan, karena manusia terbentuk sejak di
rahim yang mulanya dari air yang setetes dari laki-laki dan perempuan.”
Menurut keputusan Majlis Ulama Se-Dunia bahwa aborsi dikategorikan sebagai
pembunuhan terselubung (al-Wa’du al-Khofi).

Dibeberapa Negara Islam seperti Turki, Tunisia dan India aborsi diperbolehkan sejak
tahun 1970.
Legalitas aborsi di Tunisia diperbolehkan sebelum masa kandungan 120 hari, hal ini
didasarkan pada al-Qur’an dalam surat al-Mukmin ayat 12-14 sebagai berikut: “dan
sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu
kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang
belulang,lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging, kemudian kami jadikan
dia makhluk yang berbentuk lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.”

Ayat tersebut menegaskan bahwa janin disebutkan bernyawa setelah berusia 4 bulan
atau sama dengan 120 hari.
Di Turki aborsi boleh dilakukan atas kandungan di bawah umur 10 pekan atau sama
dengan 70 hari.
PERTEMUAN KE XIII
PANDANGAN ISLAM TERHADAP BAYI TABUNG DAN INSEMINASI BUATAN

A. Sejarah Munculnya
Sejarah munculnya bayi tabung dan inseminasi buatan yaitu setelah Dr. Patrick
Steptoe dan Dr Robert Erwards (Inggris) pada tahun 1978 berhasil melakukan tehnik
yang spektakuler “fertilisasi in Vitro”. Pada waktu itu dunia kedokteran mengalami
perkembangan yang sangat pesat dalam masalah Infertilitas (ketidaksuburan) dan
bidang rekayasa genetika manusia. Dari inilah selanjutnya dikenal dengan istilah
“BAYI TABUNG” dan akhirnya berkembang ke seluruh dunia termasuk Indonesia.
Istilah bayi tabung (Test tube Baby) dalam bahasa kedokteran dikenal dengan
sebutan “In Vitro fertilization and Embryo Transfer” (IVF-ET) atau dalam khazanah
Islam (Arab) dikenal dengan “Thif al-Anabib” atau “Athfal al-anbubah”.

B. Tehnik bayi Tabung dan inseminasi buatan


Tujuan dilakukan bayi tabung dan inseminasi buatan yaitu untuk menangani masalah
infertilitas atau ketidaksuburan. Adapun tehnik bayi tabung yaitu pembuahan
(fertilitas) antara sperma suami dengan sel telur istri yang masing-masing diambil
kemudian disatukan di luar kandungan (in Vitro), bukan di dalam kandungan (in
vivo).

Adapun Inseminasi buatan atau dikenal dengan Artificial insemination atau dalam
Islam (Arab) disebut dengan Al-talqih al-Shina’I yaitu mengambil sperma dari suami
dengan alat tertentu kemudian disuntikkan ke dalam rahim istri sehingga terjadi
pembuahan.

Biasanya medium yang digunakan adalah “tabung khusus”. Setelah beberapa hari,
hasil pembuahan yang berupa embrio atau Zygote itu dipindahkan ke dalam rahim,
bisa istrinya sendiri atau orang lain/penitipan.
Melihat asal sperma dan ovum serta media pembuatannya dapat dilihat melalui
tabel berikut:
NO TEHNIK ASAL ASAL OVUM MEDIA
SPERMA PEMBUATAN
1. Bayi tabung Suami Istri Rahim istri
(IVF-ET)
Jenis I
2. Bayi Tabung Suami Istri Rahim orang lain/titipan
(IVF-ET) /sewaan
Jenis II
3. Bayi Tabung suami Orang lain/ Rahim istri
(IVF-ET) Donor/Bank
Jenis III Ovum
4. Bayi Tabung suami Orang lain/ Rahim orang lain/titipan
(IVF-ET) Donor/Bank /sewaan
Jenis IV Ovum
5. Bayi Tabung Orang lain/ Istri Rahim istri
(IVF-ET) Donor/Bank
Jenis V Sperma
6 Bayi Tabung Orang lain/ Istri Rahim orang lain/titipan
(IVT-ET) Donor/Bank /sewaan
Jenis VI Sperma
7 Bayi Tabung Orang lain/ Orang lain/ Rahim istri sebagai titipan
(IVF-ET) Donor/Bank Donor/Bank /sewaan
Jenis VII Sperma Ovum
8 Bayi Tabung suami Istri Istri yang lain (Istri ke dua,
(IVF-ET) ketiga atau ke empat)
Jenis VIII
9 Inseminasi buatan Suami Istri Rahim Istri
dengan sperma
suami
10 Inseminasi buatan Donor Istri Rahim istri
dengan sperma
donor

C. Digunakan oleh siapa


Tehnik bayi tabung dan inseminasi buatan diperuntukkan bagi pasangan suami istri
yang mengalami masalah infertilitas. Pasien bayi tabung biasanya para wanita yang
menderita kelainan sebagai berikut:
1. Kerusakan pada saluran telur
2. Lendir rahim wanita yang tidak normal
3. Adanya gangguan kekbalan di mana terdapat zat anti terhadap sperma di tubuh
istri
4. Tidak hamil juga setelah dilakukan bedah saluran telur atau setelah dilakukan
pengobatan endometriosis
5. Sindroma LUV (Luteinized unruptered Follicle) atau tidak pecahnya gelembung
cairan yang berisi sel telur
6. Bagi suami, karena memiliki kelainan mutu sperma yang kurang baik, seperti
oligospermia atau jumlah sperma yang sangat sedikit.

D. HUKUM BAYI TABUNG DAN INSEMINASI BUATAN


Tehnik bayi tabung dan inseminasi buatan merupakan cara lain yang dilakukan untuk
melakukan fertilisasi (pembuahan), apabila suami istri dapat melakukan pembuahan
secara alami maka tehnik bayi tabung hukumnyan Haram (dilarang). Tetapi apabila
tidak bisa dengan cara alami maka hukumnya halal (boleh) karena keadaan darurat
(dlarurat). Dan dalam keadaan darurat inilah yang membolehkan melakukan sesuatu
yang sebenarnya dilarang. Sebagaimana kaidah Fikhiyyah “ Al-dharuratu tubihu al-
mahdhurat” artinya: keadaan darurat itu membolehkan untuk melakukan hal-hal
yang dilarang”.

Untuk melihat hokum bayi tabung dan inseminasi buatan lebih detail, kita juga
harus memperhatikan asal-usul sperma, ovum dan rahim yang digunakan:
Perhatikan table berikut:
NO TEHNIK ASAL ASAL MEDIA HUKUM ALASAN
SPERMA OVUM PEMBUATAN
1. Bayi Suami Istri Rahim istri Halal Tidak
tabung (boleh) melibatkan
(IVF-ET) orang lain
Jenis I
2. Bayi Suami Istri Rahim orang Haram Melibatkan
Tabung lain/titipan (tdk orang lain dan
(IVF-ET) /sewaan Boleh) dianalogikan
Jenis II zina
3. Bayi suami Orang lain/ Rahim istri Haram Melibatkan
Tabung Donor/Ban (tdk orang lain dan
(IVF-ET) k boleh) dianalogikan
Jenis III Ovum zina

4. Bayi suami Orang lain/ Rahim orang Haram Melibatkan


Tabung Donor/Ban lain/titipan (tdk orang lain dan
(IVF-ET) k /sewaan boleh) dianalogikan
Jenis IV Ovum zina

5. Bayi Orang lain/ Istri Rahim istri Haram Melibatkan


Tabung Donor/Ban (tdk orang lain dan
(IVF-ET) k boleh) dianalogikan
Jenis V Sperma zina
6 Bayi Orang lain/ Istri Rahim orang Haram Melibatkan
Tabung Donor/Ban lain/titipan (tdk orang lain dan
(IVF-ET) k /sewaan boleh) dianalogikan
Jenis VI Sperma zina
7 Bayi Orang lain/ Orang lain/ Rahim istri Haram Melibatkan
Tabung Donor/Ban Donor/Ban sebagai (tdk orang lain dan
(IVF-ET) k k titipan boleh) dianalogikan
Jenis VII Sperma Ovum /sewaan zina
8 Bayi Suami Istri Istri yang lain Haram Melibatkan
Tabung (Istri ke dua, (tdk orang lain dan
(IVF-ET) ketiga atau boleh) dianggap
Jenis VIII ke empat) membuat
kesulitan dan
mengada ada
9 Inseminasi Suami Istri Rahim Istri Halal Tidak
buatan (boleh) melibatkan
dengan orang lain
sperma
suami
10 Inseminasi Donor Istri Rahim istri Haram Melibatkan
buatan (tdk orang lain dan
dengan boleh) dianalogikan
sperma zina
donor

Dari table di atas tampak bahwa tehnik bayi tabung dan inseminasi buatan yang
diperbolehkan menurut hokum Islam adalah yang tidak melibatkan orang lain.
Alasan tentang haramnya:
1. Surat al-Isra’: 32, “wala taqrabu al-zina Innahu kana Fahisyatan wa sa’a sabila”
artinya dan janganlan kamu mendekati perbuatan zina, sesungguhnya zina itu
perbuatan keji dan seburuk-buruknya jalan.
2. Hadits Rasul: Rasulullah Saw. Bersabda: Ma min danbin ba’da al-syirki a’dlamu ‘inda
Allahi min nuthfatin wa dha’aha rajulun fi rahimin la yahillu lahu”. Artinya tidak ada
suatu dosa lebih berat dari perbuatan syirik, melainkan dosa seorang yang
meletakkan “benih” di dalam rahim wanita yang tidak halal baginya”.
3. Dapat menyebabkan kaburnya keturunan

Wallahu A’lam
PERTEMUAN KE XIV
XIII. PANDANGAN AGAMA TERHADAP BEDAH/OPERASI PLASTIK
A. Pendahuluan
Pengertian Operasi plastic atau dikenal dengan “plastic surgery” (ing) atau dalam
bahasa Arab “Jirahah Tajmil” adalah bedah atau operasi yang dilakukan untuk
mempercantik atau memperbaiki bagian di dalam anggota badan, baik yang
nampak atau tidak, dengan cara ditambah, dikurangi atau dibuang, bertujuan untuk
memperbaiki fungsi dan estetika (keindahan) tubuh.

Sebagian Ulama berpendapat bahwa hadits yang menyatakan bahwa tujuan dengan
operasi plastic itu ada dua:
1. Untuk mengobati aib (cacat) yang ada di badan atau dikarenakan kejadian yang
menimpanya seperti kecelakaan, kebakaran, atau yang lain.
2. Atau untuk mempercantik diri, dengan mencari bagian badan yang dianggap
mengganggu atau tidak nyaman untuk dilihat orang.

B. Jenis-jenis Operasi plastic


Dilihat dari maksudnya, operasi plastik ada dua jenis:
1. Operasi tanpa ada unsure kesengajaan
2. Operasi yang disengaja

C. Operasi tanpa ada unsur kesengajaan


Maksudnya adalah operasi yang dilakukan hanya untuk pengobatan dari cacat yang
ada di badan, baik karena cacat dari lahir (bawaan) seperti bibir sumbing, jari tangan
atau kaki yang berlebih, dan yang kedua bisa disebabkan oleh penyakit yang
akhirnya merubah sebagian anggota badan, seperti akibat penyakit lepra/kusta, TBC
atau karena luka bakar pada wajah akibat siraman air panas.
Kesemua unsure ini adalah operasi yang bukan karena keinginannya, akan tetapi
yang dimaksudkan adalah untuk pengobatan saja, walaupun hasilnya nanti menjadi
lebih indah dari sebelumnya.

Hokum Operasi tanpa ada unsure kesengajaan


Dalam hokum fikih disebutkan bahwa operasi semacam ini hukumnya
diperbolehkan, adapun alasannya sebagai berikut:
a. Dalil Sunnah
1. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra. dari Nabi Saw. Beliau pernah bersabda:
“Tidaklah Allah Swt. menurunkan wabah/penyakit kecuali Allah juga
menurunkan obat penawarnya.” HR. Bukhari
2. Riwayat dari Usamah bin Syuraik Ra. berkata: “Ada beberapa orang Arab
bertanya kepada Rasulullah Saw: Wahai Rasulullah, apakah kami harus
mengobati (penyakit kami), Rasulullah menjawab: Obatilah wahai hamba-
hamba Allah lekaslah kalian berobat, karena sesungguhnya Allah tidak
menurunkan suatu penyakit, diriwayatkaan lain disebutkan, beberapa
penyakit kecuali diturunkan pula obat penawarnya kecuali satu yang tidak
bisa diobati lagi.” Merekapun bertanya: “Apakah itu wahai Rasul? Rasulullah
pun menjawab: “penyakit tua” HR Al-Turmudzi.
Maksud hadits di atas adalah bahwa setiap penyakit itu pasti ada obatnya,
maka dianjurkan kepada orang yang sakit agar mengobati sakitnya, jangan
hanya dibiarkan saja, bahkan hadits itu menegaskan bahwa agar berobat
kepada seorang dokter yang professional di bidangnya.

b. Tujuan operasi ini adalah untuk pengobatan, bukan untuk mengubah ciptaan
Allah dengan sengaja, walaupun pada akhirnya bertambah cantik atau indah
pada dirinya.
c. Pendapat Dr. Yusuf al-Qardlawy: “Adapun kalau ternyata orang tersebut
mempunyai cacat yang mungkin menjijikkan pandangan misalnya karena ada
daging tumbuh yang akan menyebabkan sakit jiwa dan perasaan, maka tidak
berdosa bagi orang itu untuk berobat selama dengan tujuan menghilangkan
kecacatan atau kesakitan yang boleh mengancam hidupnya, karena Allah tidak
menjadikan agama kita ini dengan penuh kesukaran.”

D. Operasi yang dilakukan dengan sengaja


Maksudnya adalah operasi yang tidak dikarenakan penyakit bawaan (turunan) atau
karena kecelakaan akan tetapi atas keinginannya sendiri untuk menambah
keindahan dan mempercantik diri.
Operasi jenis ini ada bermacam-maacam, akan tetapi secara garis besar, terbagi
dua:
a. Operasi anggota badan
Diantara operasi anggota badan adalah operasi telinga, dagu, hidung, perut,
payudara, pantat dengan ditambah atau dikurangi dengan maksud agar tampak
lebih cantik dan indah.
b. Operasi untuk mempermuda penampilan
Adapun operasi ini diperuntukkan bagi mereka yang sudah berumur tua, dengan
menarik kerutan di wajah, lengan, pantat, tangan, atau alis dll

Hukum Operasi yang dilakukan dengan sengaja


Hukum operasi jenis ini kebanyakan ulama hadits berpendapat bahwa tidak boleh
(Haram), adapun alasanya sebagai berikut:
a. Dalil Al-Qur’an
Allah berfirman dalam surat Al-Nisa’: 119: “Allah telah melaknatnya, setan
berkata: sungguh akan kutarik bagian yang ditentukan dari hamba-hamba-Mu
dan sungguh akan kusesatkan mereka, dan akan kubangkitkan angan-angan
kosong mereka, dan aku suruh mereka memotong telinga binatang ternak lalu
mereka benar-benar memotongnya, dan aku akan suruh mereka (merubah
ciptaan Allah), lalu mereka benar-benar merubahnya dan barang siapa yang
menjadikan setan sebagai pelindung maka sungguh dia telah merugi dengan
kerugian yang nyata.
Ayat ini menjelaskan kepada kita dengan kontek celaan dan haramnya
melakukan pengubahan pada diri yang telah diciptakan Allah dengan sebaik—
baiknya penciptaan karena hanya mengikuti akan hawa nafsu dan keinginan
syaitan.

b. Dalil hadits Nabi


Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim Ra. Dari Abdullah ibn Masud Ra.
Beliau pernah bersabda: “Allah melaknat wanita-wanita yang mentato dan
yang meminta untuk ditatokan, yang mencukur alis dan yang meminta dicukur,
yang mengikir giginya supaya kelihatan cantik dan merubah ciptaan Allah.”
Hadits di atas menjelaskan bahwa Allah Swt. Melaknat orang-orang yang
berbuat seperti ini dan mengubah ciptaannya.
Diriwayatkan dari Ashabi al-Sunan, dari Asma bahwa ada seorang perempuan
yang mendatangi Rasulullah Saw. Dan berkata: “Wahai Rasulullah, dua orang
anak perempuanku akan menjadi pengantin, akan tetapi ia mengadu kepadaku
bahwa rambutnya rontok, apakah berdosa jika aku sambung rambutnya? Maka
rasulullah menjawab: “Sesungguhnya Allah melaknat perempuan yang
menyambung atau minta disambungkan (rambutnya).”
Hadits ini dengan jelas menyatakan bahwa haram hukumnya bagi orang yang
menyambung rambutnya.

c. Dalil Qiyas (Analogi)


Bahwa orang yang melakukan operasi plastic yang bertujuan untuk merubah
ciptaan Allah dan penampilan itu dapat diqiaskan (dianalogikan) dengan orang
yang menyambung rambut, tato, mencukur alis dan mengikir gigi (hadits di
atas).
Maka karena Allah melarang (melaknat) orang-orang yang menyambung
rambut, tato, mencukur alis dan mengikir gigi maka orang yang melakukan
operasi plastic dilarang.

d. Karena Unsur Penipuan


Orang yang kelihatannya indah dan cantik karena melakukan operasi plastic
pada dirinya sebanarnya perbuatan ini sama dengan pemalsuan atau penipuan
terhadap dirinya sendiri bahkan orang lain. Adapun hokum menipu adalah tidak
boleh dalam syara’.
Maka jelas bahwa operasi yang dilakukan dengan sengaja tidak boleh hukumnya
(haram) karena:
a. Merubah ciptaan Allah Swt.
b. Adanya unsure penipuan.

PERTEMUAN KE XIV
XIV. PANDANGAN AGAMA TERHADAP KELUARGA BERENCANA
A. Pendahuluan
Keluarga Berencana biasanya disingkat dengan KB. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1997), maksud dari pada ini adalah: "Gerakan untuk membentuk keluarga
yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran." Dengan kata lain KB adalah
perencanaan jumlah keluarga.
Pembatasan bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau
penanggulangan kelahiran seperti kondom, spiral, IUD dan sebagainya. Jumlah anak
dalam sebuah keluarga yang dianggap ideal adalah dua. Gerakan ini mulai
dicanangkan pada tahun akhir 1970'an. Keluarga berencana (KB) kini
diidentifikasikan kembali dalam arti luas. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No
10 Tahun 1992 tentangPerkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
Sejahtera, gerakan KB melangkah lebih maju lagi.

KB dirumuskan sebagai upaya peningkatan kepedualian dan peran serta masyarakat


melalui: batas usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan
keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil
bahagia dan sejahtera.

Ada dua istilah bahasa Arab (Islam) terkait dengan keluarga berencana atau
mengatur keluarga, yaitu:
a. Tahdidu al-nasl yang artinya membatasi keturunan atau tidak ingin mempunyai
keturunan.
b. Tandzimu al-nasl yang artinya mengatur kelahiran

Persoalan kemudian yang muncul, bolehkah pasangan suami-istri membatasi atau


mengatur jumlah keturunannya? Padahal Islam menganjurkan untuk
memperbanyak keturunan dan mensyukuri setiap anak yang lahir laki-laki maupun
perempuan. Namun di balik itu Islam juga memberi keringanan bahkan menyerukan
kepada setiap muslim untuk mengatur keturunannya demi kualitas generasi
berikutnya.

B. Pandangan Agama Terhadap Keluarga Berencana


a. Tahdidu al-Nasl (Membatasi keturunan, pemandulan)
Apabila tujuan dari dilakukan keluarga berenca yaitu untuk membatasi atau tidak
ingin mempunyai anak maka hokum keluarga berencana (KB) tidak
diperbolehkan, hal ini karena Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan untuk
hamba-Nya sebab-sebab untuk mendapatkan keuturunan dan memperbanyak
jumlah umat.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.“Artinya : Nikahilah wanita
yang banyak anak lagi penyayang, karena sesungguhnya aku berlomba-lomba
dalam banyak umat dengan umat-umat yang lain di hari kiamat dalam riwayat
yang lain : dengan para nabi di hari kiamat)“. [Hadits Shahih diriwayatkan oleh
Abu Daud 1/320, Nasa'i 2/71, Ibnu Hibban no. 1229, Hakim 2/162 (lihat
takhrijnya dalam Al-Insyirah hal.29 Adazbuz Zifaf hal 60) ; Baihaqi 781, Abu
Nu'aim dalam Al-Hilyah 3/61-62] Karena umat itu membutuhkan jumlah yang
banyak, sehingga mereka beribadah kepada Allah, berjihad di jalan-Nya,
melindungi kaum muslimin -dengan ijin Allah-, dan Allah akan menjaga mereka
dan tipu daya musuh-musuh mereka. Maka wajib untuk meninggalkan perkara
ini (membatasi kelahiran), tidak membolehkannya dan tidak menggunakannya
kecuali darurat. Jika dalam keadaan darurat maka tidak mengapa, seperti : [...]

b. Tandzimu al-Nasl (Mengatur keturunan)


Melakukan keluarga Berencana dengan cara mengatur kelahiran adalah mubah
(Diperbolehkan). Itupun bila ada hajat pribadi antara suami istri yang
bersangkutan dalam rangka mencapai tujuan di atas. Namun harus memenuhi
hal-hal sebagai berikut:
1. Didahului dengan penelitian atau riset oleh suatu tim ahli di bidangnya
seperti kesehatan, kependudukan, perekonomian, social, pendidikan, agama,
dll.
2. Bila hasil penelitian itu menentukan bahwa keluarga berencana memang
benar-benar perlu dilakukan, maka bolehlah dilaksanakan dalam arti di
daerah mana dan sampai jangka waktu yang diperlukan.
3. Untuk pelaksanaan keluarga berencana boleh dipergunakan obat-obatan, alat-
alat dan cara yang tidak membahayakan suami istri baik rokhani maupun
jasmani seperti pil, kondom dan azl.
4. Keluarga Berencana tidak boleh dilakukan dengan pengguguran kandungan,
juga tidak boleh merusakkan atau menghilangkan bagian tubuh suami
manupun istri Keluarga merupakan masalah perseorangan (Sukarela) dan
bukan merupakan gerakan masal atau sesuatu yang dipaksakan dan harus
mendapatkan persetujuan suami-istri yang bersangkutan.
5. Perencanaan keluarga harus ditunjukkan dan diarahkan kepada pembentukan
kebahagiaan suami-istri, kesejahteraan keluarga, keturunan yang sehat, kuat
jasmani dan rokhani, ilmu dan iman serta pembinaan masyarakat, bangsa dan
pembanguan Negara dengan mengharap ridha Allah Swt.

c. KB dengan Spiral dan sejenisnya


Pemakaian alat spiral tidak dapat dibenarkan selama masih ada obat-obatan dan
alat-alat yang lain, karena untuk memasangnya atau mengontrolnya harus
melihat aurat seorang perempuan, sedang hal tersebut tidak boleh dalam Islam
kecuali dalam keadaan darurat.
Dan tidak masalah jika dilakukan oleh doketr ahli yang perempuan.

d. KB dengan sterilisasi pada wanita (Tubektomi)


Tubektomi yaitu usaha sterilisasi pada wanita dengan cara operasi baik melalui
operasi rongga perut maupun melalui vagina.
Dengan operasi ini telur dari ovarium (indung telur) tidak dapat mencapai rongga
rahim, dengan demikian tidak akan terjadi pembuahan.
Cara seperti ini para ahli agama melarangnya bila dilakukan tanpa syarat.

e. KB dengan Sterilisasi lelaki (vasektomi)


Vasektomi adalah sebuah operasi ringan dengan obat anestasi (penghilang rasa)
local, disuntikkan dalam scrotum (kantong buah pelir pria), dokter membuat
lubang kecil dalam kulit tersebut, tiap vasdefirens (saluran benaih pria) ditangkap
dengan alat khusus, dipotong, diikat dua-dua ujungnya dan dilepas masuk ke
tempatnya kembali.
Vasektomi dilakukan dengan tujuan menghilangkan spermatozoa dari air mani
yang keluar.
Program nasional KB belum menggunakan metode ini, dan kususnya bagi umat
Islam hokum melakukan vasektomi hanya diperbolehkan jika dihadapkan para
pilihan tunggal, yakni bahwa dengan upaya ini keselamatan ibu dari anaknya
akan selamat. Dengan demikian hal-hal yang keluar keadaan darurat, vasektomi
tidak diperbolehkan oleh hokum Islam.

MUI Pusat Hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia III 1430H/2009M pada
tanggal 24-26 Januari 2009 di Padang Panjang, menfatwa hukum penggunaan
vasektomi sebagai alat kontrasepsi kb (keluarga berencana) : Vasektomi sebagai
alat kontrasepsi KB sekarang ini dilakukan dengan memotong saluran sperma.
Hal itu berakibat terjadinya kemandulan tetap. Upaya rekanalisasi
(penyambungan kembali) tidak menjamin pulihnya tingkat kesuburan.

C. Penutup
Para ulama yang membolehkan KB sepakat bahwa KB yang dibolehkan syariat
adalah usaha pengaturan atau penjarangan kelahiran atau usaha pencegahan
kehamilan sementara atas kesepakatan suami-istri karena situasi dan kondisi
tertentu untuk kepentingan (maslahat) keluarga.

KB dalam pengertian yang telah disebutkan tadi, sudah banyak difatwakan oleh
individu ulama maupun lembaga-lembaga keislaman tingkat nasional dan
internasional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebolehan KB dengan
pengertian atau batasan tersebut sudah hampir menjadi ijma ulama. Majelis Ulama
Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan fatwa serupa dalam Munas Ulama
tentang Kependudukan, Kesehatan dan Pembangunan pada 1983.

Meski secara teoritis telah banyak fatwa ulama yang membolehkan KB dalam arti
tanzim al nasl tetapi tetap harus memperhatikan jenis dan cara kerja alat atau
metode kontrasepsi yang akan digunakan untuk ber-KB.

Wallahu a’lam

Anda mungkin juga menyukai