Fungi
Fungi
Daftar isi
1Etimologi
2Ciri-ciri
3Keanekaragaman
4Mikologi
o 4.1Sejarah
5Morfologi
o 5.1Struktur mikroskopis
o 5.2Struktur makroskopis
6Pertumbuhan dan fisiologi
7Reproduksi
o 7.1Reproduksi aseksual
o 7.2Reproduksi seksual
o 7.3Penyebaran spora
o 7.4Proses seksual lainnya
8Evolusi
9Klasifikasi
10Ekologi
o 10.1Simbiosis
10.1.1Dengan tumbuhan
10.1.2Dengan alga dan sianobakteri
11Lihat pula
12Referensi
o 12.1Daftar pustaka
Etimologi[sunting | sunting sumber]
Kata bahasa Inggris fungus secara langsung diadopsi dari bahasa Latin fungus (jamur), digunakan
dalam tulisan-tulisan Horatius dan Plinius.[3] Kata ini berasal dari kata Yunani sphongos (σφόγγος
"spons"), yang mengacu pada struktur makroskopis dan morfologi jamur dan kapang;[4] akar kata ini
juga digunakan dalam bahasa lain, seperti bahasa Jerman Schwamm ("spons")
dan Schimmel ("kapang").[5] Penggunaan kata mikologi, yang berasal dari bahasa
Yunani mykes (μύκης "jamur") dan logos (λόγος "ilmu"),[6] untuk menunjukkan studi ilmiah tentang
jamur diperkirakan berasal dari tahun 1836 dengan publikasi naturalis Inggris Miles Joseph
Berkeley The English Flora dari Sir James Edward Smith, Vol. 5.[4] Kelompok dari semua fungi yang
ada di daerah tertentu dikenal sebagai mikobiota (kata benda jamak, tidak ada bentuk tunggal),
misalnya, "mikobiota dari Irlandia".[7]
Ciri-ciri[sunting | sunting sumber]
Kebanyakan fungi tidak memiliki sistem yang efisien untuk transportasi air dan nutrisi jarak jauh,
seperti xilem dan floem di banyak tumbuhan. Untuk mengatasi keterbatasan ini, beberapa fungi,
seperti Armillaria, membentuk rizomorf,[25] yang menyerupai dan melakukan fungsi yang mirip
dengan akar tumbuhan. Sebagai eukariota, fungi memiliki jalur biosintesis untuk
memproduksi terpena yang menggunakan asam mevalonat dan pirofosfat sebagai blok pembangun
kimia.[26] Tumbuhan dan beberapa organisme lain memiliki jalur biosintesis terpena tambahan di
dalam kloroplasnya, struktur yang tidak dimiliki fungi dan hewan.[27] Fungi menghasilkan
beberapa metabolit sekunder yang strukturnya mirip atau identik dengan yang dibuat oleh
tumbuhan.[26] Banyak enzim tumbuhan dan fungi yang membuat metabolit sekunder yang berbeda
satu sama lain dalam urutan dan karakteristik lainnya, yang menunjukkan asal-usul yang terpisah
dan evolusi konvergen dari enzim-enzim ini pada fungi dan tumbuhan.[26][28]
Keanekaragaman[sunting | sunting sumber]
Fungi memiliki distribusi di seluruh dunia, dan tumbuh di berbagai habitat, termasuk lingkungan yang
ekstrim seperti gurun atau daerah dengan konsentrasi garam yang tinggi[29] atau radiasi pengion,
[30]
serta sedimen laut dalam.[31] Beberapa dapat bertahan hidup dari radiasi UV dan kosmik yang
intens yang dijumpai selama perjalanan angkasa.[32] Sebagian besar tumbuh di lingkungan terestrial,
meskipun beberapa spesies hidup sebagian atau sepenuhnya di habitat akuatik, seperti
fungi Chytridiomycota Batrachochytrium dendrobatidis, parasit yang telah bertanggung jawab atas
penurunan populasi amfibi di seluruh dunia. Organisme ini menghabiskan sebagian dari siklus
hidupnya sebagai zoospora motil, memungkinkannya untuk bergerak sendiri melalui air dan
memasuki inang amfibi.[33] Contoh lain dari fungi akuatik adalah fungi yang tinggal di
daerah hidrotermal laut.[34]
Sekitar 120.000 spesies fungi telah dideskripsikan oleh taksonom,[35] tetapi keanekaragaman hayati
global dari kerajaan fungi tidak sepenuhnya dipahami.[35] Perkiraan tahun 2017 menunjukkan
mungkin ada antara 2,2 dan 3,8 juta spesies.[36] Dalam mikologi, spesies secara historis telah
dibedakan dengan berbagai metode dan konsep. Klasifikasi berdasarkan karakteristik morfologi,
seperti ukuran dan bentuk spora atau struktur buah, secara tradisional mendominasi taksonomi
fungi.[37] Spesies juga dapat dibedakan oleh karakteristik biokimia dan fisiologis mereka, seperti
kemampuan mereka untuk memetabolisme zat kimia tertentu, atau reaksi mereka terhadap tes
kimia. Konsep spesies biologis membedakan spesies berdasarkan kemampuan mereka
untuk kawin. Penerapan alat-alat molekuler, seperti sekuensing DNA dan analisis filogenetik, untuk
mempelajari keanekaragaman fungi telah sangat meningkatkan resolusi dan menambahkan
kekuatan terhadap perkiraan keanekaragaman genetika dalam berbagai kelompok taksonomi.[38]
Mikologi[sunting | sunting sumber]
Mikologi adalah cabang biologi yang berkaitan dengan studi sistematis fungi, termasuk sifat genetik
dan biokimia, taksonominya, dan penggunaannya oleh manusia sebagai sumber obat, makanan,
dan zat psikotropika yang dikonsumsi untuk keperluan keagamaan, serta bahayanya, seperti
keracunan atau infeksi. Fitopatologi, studi tentang penyakit tumbuhan, terkait erat karena banyak
patogen tumbuhan adalah fungi.[39]
Fungi telah digunakan oleh manusia sejak zaman prasejarah; Ötzi, mumi lelaki Neolitik berusia
5.300 tahun yang terawetkan dengan baik yang ditemukan beku di Pegunungan Alpen Austria,
membawa dua spesies jamur polypore yang mungkin telah digunakan sebagai tinder (Fomes
fomentarius), atau untuk pengobatan (Piptoporus betulinus).[40] Masyarakat kuno telah menggunakan
fungi sebagai sumber makanan–seringkali tanpa sadar–selama ribuan tahun, dalam persiapan roti
beragi dan jus fermentasi. Beberapa dari catatan tertulis yang tertua berisi referensi tentang
penghancuran tanaman yang mungkin disebabkan oleh fungi patogen.[41]
Sejarah[sunting | sunting sumber]
Mikologi adalah ilmu yang relatif baru yang menjadi sistematis setelah penemuan mikroskop pada
abad ke-17. Meskipun spora fungi pertama kali diamati oleh Giambattista della Porta pada tahun
1588, karya yang dianggap sebagai pelopor dalam perkembangan mikologi yaitu publikasi Nova
plantarum genera pada tahun 1729 oleh Pier Antonio Micheli.[42] Micheli tidak hanya mengamati
spora tetapi juga menunjukkan bahwa, pada kondisi yang tepat, spora dapat diinduksi untuk tumbuh
menjadi spesies fungi yang sama dengan spesies asal dari spora itu.[43] Memperluas penggunaan
sistem nomenklatur binomial yang diperkenalkan oleh Carolus Linnaeus dalam Species plantarum-
nya (1753), Christian Hendrik Persoon (1761-1836) dari Belanda menetapkan klasifikasi jamur
pertama dengan begitu terampil sehingga dianggap sebagai pendiri mikologi modern.
Kemudian, Elias Magnus Fries (1794–1878) menguraikan lebih jauh klasifikasi jamur, menggunakan
warna dan karakteristik mikroskopis spora, metode yang masih digunakan oleh para ahli taksonomi
hingga saat ini. Kontributor awal penting lainnya untuk mikologi pada abad ke-17-19 dan awal abad
ke-20 termasuk Miles Joseph Berkeley, August Carl Joseph Corda, Anton de Bary, dua
bersaudara Louis René dan Charles Tulasne, Arthur H. R. Buller, Curtis G. Lloyd, dan Pier Andrea
Saccardo. Selama abad ke-20 telah terjadi modernisasi mikologi yang berasal dari kemajuan
dalam biokimia, genetika, biologi molekuler, dan bioteknologi. Penggunaan teknologi pengurutan
DNA dan analisis filogenetik telah memberikan wawasan baru tentang hubungan
dan keanekaragaman hayati dari fungi, dan telah menantang pengelompokan berbasis morfologi
tradisional dalam taksonomi fungi.[44]
Morfologi[sunting | sunting sumber]
Struktur mikroskopis[sunting | sunting sumber]
Sebagian besar jamur tumbuh sebagai hifa, struktur yang berbentuk silindris seperti benang,
berdiameter 2–10 µm dan panjangnya mencapai beberapa sentimeter. Hifa tumbuh di ujungnya
(apeks); hifa baru biasanya dibentuk oleh munculnya ujung baru di sepanjang hifa yang ada dengan
proses yang disebut percabangan, atau kadang-kadang pada ujung hifa tumbuh percabangan
menjadi dua, sehingga menimbulkan dua hifa yang tumbuh paralel.[45] Hifa juga terkadang menyatu
ketika mereka bersentuhan, suatu proses yang disebut fusi hifa (atau anastomosis). Proses
pertumbuhan ini mengarah pada perkembangan miselium, jaringan hifa yang saling terhubung.
[20]
Hifa dapat berupa septat atau senositik. Hifa septat dibagi menjadi ruang-ruang yang dipisahkan
oleh dinding silang (dinding sel internal, yang disebut septa, yang terbentuk tegak lurus terhadap
dinding sel yang memberikan bentuk hifa), dengan masing-masing ruang berisi satu atau lebih inti;
hifa senositik tidak terbagi menjadi ruang-ruang.[46] Septa memiliki pori-pori yang
memungkinkan sitoplasma, organel, dan kadang-kadang inti untuk lewat; contohnya adalah
septum dolipore dalam fungi dari filum Basidiomycota.[47] Hifa senositik pada dasarnya adalah
supersel multinukleat.[48]
Banyak spesies telah mengembangkan struktur hifa khusus untuk penyerapan hara dari inang yang
hidup; contohnya haustoria pada spesies parasit tumbuhan dari sebagian besar filum fungi,
dan arbuskula dari beberapa fungi mikoriza, yang menembus ke dalam sel inang untuk
mengonsumsi nutrien.[49]
Meskipun fungi adalah Opisthokonta—kelompok organisme yang terkait secara evolusi yang secara
luas ditandai oleh flagelum posterior tunggal—semua filum kecuali Chytridiomycota telah kehilangan
flagela posteriornya.[50] Di antara eukariota, fungi tidak biasa karena memiliki dinding sel yang,
selain glukan (misalnya, β-1,3-glukan) dan komponen umum lainnya, juga
mengandung biopolimer kitin.[51]
Struktur makroskopis[sunting | sunting sumber]
Armillaria solidipes
Miselia jamur dapat terlihat dengan mata telanjang, misalnya, pada berbagai permukaan
dan substrat, seperti dinding lembap dan makanan busuk, yang biasa disebut kapang (mold).
Miselia yang ditumbuhkan pada media agar padat di cawan petri laboratorium biasanya disebut
sebagai koloni. Koloni-koloni ini dapat menunjukkan bentuk pertumbuhan dan warna (karena spora
atau pigmentasi) yang dapat digunakan sebagai fitur diagnostik dalam identifikasi spesies atau
kelompok.[52] Beberapa koloni fungi individu dapat mencapai dimensi dan usia yang luar biasa seperti
pada kasus koloni Armillaria solidipes, yang membentang di area seluas lebih dari 900 ha (3,5 mil
persegi), dengan perkiraan usia hampir 9.000 tahun.[53]
Apotekium—struktur khusus yang penting dalam reproduksi seksual dalam Ascomycota—adalah
tubuh buah berbentuk cangkir yang seringkali berukuran makroskopis dan membawa himenium,
lapisan jaringan yang mengandung sel-sel yang mengandung spora.[54] Tubuh buah dari
Basidiomycota (basidiokarp) dan beberapa Ascomycota kadang-kadang dapat tumbuh sangat
besar, dan banyak dikenal sebagai jamur (mushroom).
Pertumbuhan fungi sebagai hifa pada atau di dalam substrat padat atau sebagai sel tunggal di
lingkungan akuatik teradaptasi untuk mengekstrak nutrisi secara efisien, karena bentuk
pertumbuhan ini memiliki rasio luas permukaan per volume yang tinggi.[55] Hifa secara khusus
teradaptasi untuk pertumbuhan pada permukaan padat, dan untuk menyerang substrat dan jaringan.
[56]
Hifa dapat mengerahkan kekuatan mekanis yang besar untuk penetrasi; misalnya,
banyak patogen tumbuhan, termasuk Magnaporthe grisea, membentuk struktur yang
disebut apresorium yang berevolusi menjadi penusuk jaringan tumbuhan.[57] Tekanan yang
dihasilkan oleh apresorium, yang diarahkan pada epidermis tumbuhan, dapat melebihi
8 megapascal (1200 psi).[57] Fungi berfilamen Paecilomyces lilacinus menggunakan struktur yang
sama untuk menembus telur nematoda.[58]
Tekanan mekanis yang diberikan oleh apresorium dihasilkan dari proses fisiologis yang
meningkatkan turgor intraseluler dengan memproduksi osmolit seperti gliserol.[59] Adaptasi seperti ini
dilengkapi dengan enzim hidrolitik yang disekresi ke lingkungan untuk mencerna molekul organik
besar—seperti polisakarida, protein, dan lipid—menjadi molekul yang lebih kecil yang kemudian
dapat diserap sebagai nutrisi.[60][61][62] Sebagian besar jamur berfilamen tumbuh secara polar
(memanjang ke satu arah) dengan memanjang di ujung (apeks) hifa.[63] Bentuk lain dari pertumbuhan
jamur termasuk ekstensi interkalar (ekspansi longitudinal kompartemen hifa yang berada di bawah
apeks) seperti dalam kasus beberapa fungi endofit,[64] atau pertumbuhan dengan ekspansi volume
selama perkembangan stipe jamur dan organ besar lainnya.[65] Pertumbuhan fungi sebagai
struktur multiseluler yang terdiri dari sel somatik dan reproduktif—fitur yang berkembang secara
independen pada hewan dan tumbuhan[66]—memiliki beberapa fungsi, termasuk perkembangan
tubuh buah untuk penyebaran spora seksual (lihat di atas) dan biofilm untuk kolonisasi substrat
dan komunikasi antarsel.[67]
Fungi secara tradisional dianggap sebagai heterotrof, organisme yang hanya mengandalkan karbon
yang difiksasi oleh organisme lain untuk metabolisme. Fungi telah mengevolusikan fleksibilitas
metabolisme tingkat tinggi yang memungkinkan fungi menggunakan beragam substrat organik untuk
pertumbuhan, termasuk senyawa sederhana seperti nitrat, amonia, asetat, atau etanol.[68][69] Pada
beberapa spesies, pigmen melanin dapat berperan dalam mengekstraksi energi dari radiasi
pengion, seperti radiasi gama. Bentuk pertumbuhan "radiotrofik" ini telah dideskripsikan hanya untuk
beberapa spesies, efeknya pada laju pertumbuhan fungi kecil, dan proses biofisika dan biokimia
yang mendasarinya tidak diketahui dengan baik.[30] Proses ini mungkin mirip dengan fiksasi
CO2 menggunakan cahaya kasat mata, tetapi menggunakan radiasi pengion sebagai sumber energi.
[70]
Reproduksi[sunting | sunting sumber]
Polyporus squamosus
Reproduksi fungi sangat kompleks, mencerminkan perbedaan gaya hidup dan susunan genetika
dalam kerajaan organisme yang beragam ini.[71] Diperkirakan sepertiga dari semua jamur
bereproduksi menggunakan lebih dari satu metode perbanyakan; misalnya, reproduksi dapat terjadi
dalam dua tahap yang terdiferensiasi dengan baik dalam siklus hidup suatu
spesies, teleomorf dan anamorf.[72] Kondisi lingkungan memicu keadaan perkembangan yang
ditentukan secara genetik yang mengarah pada terbentuknya struktur khusus untuk reproduksi
seksual atau aseksual. Struktur ini membantu reproduksi dengan menyebarkan spora
atau propagul yang mengandung spora secara efisien.
Askus yang berisi 8 spora dari Morchella elata, dilihat dengan mikroskop fase kontras
Mekanisme mekanis dan fisiologis khusus, serta struktur permukaan spora (seperti hidrofobin),
memungkinkan ejeksi spora yang efisien.[84] Misalnya, sel yang mengandung spora pada beberapa
spesies Ascomycota memiliki struktur yang menyebabkan penumpukan zat-zat yang mempengaruhi
volume sel dan keseimbangan cairan, memungkinkan pelepasan spora yang eksplosif ke udara.
[85]
Penyemburan paksa spora tunggal yang disebut balistospora melibatkan pembentukan setetes air
(tetes Buller), yang ketika menyentuh spora menyebabkan pelepasan proyektil dengan percepatan
awal lebih dari 10.000 g;[86] hasil akhirnya adalah bahwa spora dikeluarkan sejauh 0,01-0,02 cm,
jarak yang cukup untuk jatuh melalui insang atau pori-pori ke udara di bawah.[87] Jamur lain,
seperti puffball, mengandalkan mekanisme alternatif untuk melepaskan spora, seperti gaya mekanis
eksternal. Jamur sarang burung menggunakan gaya dari tetesan air yang jatuh untuk melepaskan
spora dari tubuh buah berbentuk cangkir.[88] Strategi lain terdapat di stinkhorn, fungi dengan warna-
warna cerah dan bau busuk yang menarik serangga untuk menyebarkan sporanya.[89]
Cara penyebaran spora yang paling umum adalah oleh angin – spesies yang menggunakan bentuk
dispersi ini seringkali menghasilkan spora kering atau hidrofobik yang tidak menyerap air dan mudah
tersebar oleh tetesan hujan, misalnya. Sebagian besar spesies fungi yang diteliti menghasilkan
spora yang dibawa oleh angin.[90][91]
Evolusi[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Evolusi fungi
Berbeda dengan tumbuhan dan hewan, catatan fosil fungi awal sangat sedikit. Faktor-faktor yang
kemungkinan berkontribusi pada representasi spesies fungi yang kurang di antara fosil mencakup
sifat tubuh buah fungi, yang berupa jaringan yang lunak dan mudah terurai serta dimensi
mikroskopis dari sebagian besar struktur fungi, yang karenanya tidak mudah dibuktikan. Fosil fungi
sulit dibedakan dari mikroba lain, dan paling mudah diidentifikasi ketika menyerupai fungi yang
masih hidup.[95] Sampel fungi seringkali didapatkan dari inang tumbuhan atau hewan yang
mengalami permineralisasi dan biasanya dipelajari dengan membuat preparasi tipis yang dapat
diperiksa dengan mikroskop cahaya atau mikroskop transmisi elektron.[96] Para peneliti
mempelajari fosil kompresi dengan melarutkan matriks di sekitarnya dengan asam dan kemudian
menggunakan cahaya atau mikroskop pemindai elektron untuk memeriksa detail permukaan.[97]
Fosil paling awal yang memiliki ciri-ciri khas fungi berasal dari era Paleoproterozoikum, sekitar 2.400
juta tahun yang lalu (jtl); organisme bentik multiseluler ini memiliki struktur berserabut yang mampu
melakukan anastomosis.[98] Studi lain (2009) memperkirakan kemunculan fungi pada sekitar 760-
1.060 jtl berdasarkan perbandingan laju evolusi dalam kelompok yang berkerabat dekat.[99] Selama
sebagian besar Era Paleozoikum (542–251 jtl), fungi tampaknya bersifat akuatik dan terdiri dari
organisme yang mirip dengan Chytridiomycota yang masih ada karena memiliki spora yang
berflagela.[100] Adaptasi evolusioner dari gaya hidup akuatik menjadi terestrial memerlukan
diversifikasi strategi ekologis untuk memperoleh nutrisi, termasuk parasitisme, saprobisme, dan
perkembangan hubungan mutualistik seperti mikoriza dan likenisasi.[101] Sebuah studi pada 2009
menunjukkan bahwa keadaan ekologis leluhur Ascomycota adalah saprobisme, dan bahwa
peristiwa likenisasi independen telah terjadi beberapa kali.[102]
Klasifikasi[sunting | sunting sumber]
Fungi dalam taksonomi klasik di sekolah-sekolah biasa dikelompokkan sebagai divisio menjadi lima
kelas:
Zygomycetes
Ascomycetes
Basidiomycetes
Deuteromycetes
Lichenes
Pembagian di atas telah dianggap usang karena temuan-temuan terbaru membuat fungi diangkat
menjadi Kerajaan organisme (Regnum) tersendiri, dengan divisio/filum:
Filum Blastocladiomycota
Filum Chytridiomycota
Filum Glomeromycota
Filum Microsporidia
Filum Neocallimastigomycota
Subregnum: Dikarya (term. Deuteromycota), mencakup
Filum Ascomycota
Pezizomycotina
Saccharomycotina
Taphrinomycotina
Filum Basidiomycota
Agaricomycotina
Pucciniomycotina
Ustilaginomycotina
Subfilum incertae sedis (mencakup Dikarya yang belum ditetapkan filumnya)
Entomophthoromycotina
Kickxellomycotina
Mucoromycotina
Zoopagomycotina
Deuteromycota menjadi kelompok bagi cendawan-cendawan yang belum dapat
digolongkan pada keempat filum di atas (berstatus "tidak jelas", incertae sedis).
Lumut kerak atau Lichenes bukanlah individu, melainkan bentuk simbiosis mutualisme
yang erat antara cendawan dan alga. Meskipun demikian, penamaan khusus sering
diberikan karena kepentingan praktis dalam terapan, misalnya farmasi.
Ekologi[sunting | sunting sumber]
Simbiosis[sunting | sunting sumber]
Banyak fungi memiliki hubungan simbiosis penting dengan organisme dari sebagian
besar jika tidak semua Kerajaan.[106][107][108] Interaksi ini dapat bersifat mutualistik atau
antagonis, atau dalam kasus fungi komensal tidak bermanfaat atau merugikan bagi
inangnya.[109][110][111]
Dengan tumbuhan[sunting | sunting sumber]
Simbiosis mikoriza antara tumbuhan dan fungi adalah salah satu asosiasi tumbuhan-
fungi yang paling dikenal dan sangat penting untuk pertumbuhan dan ketahanan
tanaman di banyak ekosistem; lebih dari 90% dari semua spesies tumbuhan terlibat
dalam hubungan mikoriza dengan fungi dan bergantung pada hubungan ini untuk
bertahan hidup.[112]
Simbiosis mikoriza sudah terjadi setidaknya 400 juta tahun yang lalu.[113] Mikoriza
meningkatkan penyerapan senyawa anorganik pada tumbuhan,
seperti nitrat dan fosfat dari tanah yang memiliki konsentrasi rendah dari nutrisi
tanaman kunci ini.[104][114] Fungi juga dapat memediasi transfer karbohidrat dan nutrisi
lainnya dari tumbuhan ke tumbuhan. Komunitas mikoriza semacam itu disebut "jaringan
mikoriza umum" (common mycorrhizal network).[115] Kasus khusus mikoriza adalah miko-
heterotrofi, di mana tumbuhan menjadi parasit pada fungi, mendapatkan semua nutrisi
dari simbion fungi.[116] Beberapa spesies fungi mendiami jaringan di dalam akar, batang,
dan daun, dalam hal ini mereka disebut endofit.[117] Mirip dengan mikoriza, kolonisasi
endofitik oleh fungi dapat menguntungkan kedua simbion; misalnya, endofit dari rumput
memberikan kepada inangnya peningkatan resistensi terhadap herbivora dan tekanan
lingkungan lainnya dan menerima makanan dan perlindungan dari tumbuhan sebagai
imbalannya.[118]
Dengan alga dan sianobakteri[sunting | sunting sumber]
Berdasarkan gambar di atas, terlihat jelas bentuk struktur tubuh yang terdiri atas
hifa dan sporangium. Jika hifanya menjadi tidak memiliki sekat (septa) atau hifa
senositik, maka menjadi ciri khas dari kelompok kelas ini.
Kelompok kelas ini memiliki tiga jenis hifa, yaitu hifa yang menjalar di permukaan
substrat disebut stolon, hifa yang menembus ke dalam substrat seperti akar
disebut rizoid, dan hifa yang menjulang ke atas dan membentuk sporangium
disebut sporangiosfor. Sporangium atau kotak spora akan
menghasilkan sporangiospora/spora.
Berdasarkan uraian di atas, coba kalian cermati, manakah fase yang lebih panjang,
fase haploid ataukah fase diploid? Pikirkan! Agar pemahaman kalian tentang
perkembangbiakan secara seksual dan aseksual pada kelas Zygomycota lebih
jelas, perhatikan gambar berikut ini.
Rhizopus stolonifer dapat membantu terbentuknya tempe, yaitu dapat membantu
menguraikan protein kedelai menjadi protein sederhana dan asam amino, dengan
bantuan enzim yang dikeluarkan. Karena dia mampu menguraikan, sehingga
mempunyai kesamaan fungsi dengan bakteri, coba kalian ingat kembali tentang
bakteri!
Jamur kelas ini hidup secara saprofit, baik di tanah, sisa-sisa organisme, kayu
lapuk, misalnya Mucor yang hidup pada roti yang sudah basi. Tetapi ada juga yang
lebih menguntungkan, misalnya Rhizopus oryzae yang digunakan untuk
pembuatan sake (minuman khas Jepang).
Selain untuk membuat sake, golongan jamur ini adapula yang digunakan untuk
mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti (penyebar penyakit demam
berdarah), yaitu dengan menggunakan jamur Entomophthera culicis. Mengapa
jamur ini dapat mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti?
Jamur Entomophthera culicis bisa hidup sebagai parasit di dalam rongga tubuh
nyamuk, selanjutnya akan menggerogoti membran tubuh nyamuk bagian dalam
sehingga lama kelamaan nyamuk tersebut akan mati.
2. Kelas Ascomycota
Pernahkan kalian berpikir bahwa makanan seperti tape, roti, kue mangkuk,
bahkan minuman bir dan alkohol merupakan hasil dari suatu jamur? Golongan
jamur ini merupakan kelompok yang terbesar. Makanan itu merupakan contoh
produk dari golongan jamur ini. Selain dapat menghasilkan produk-produk
tersebut, jamur Ascomycota juga bersifat sebagai saprofit pada sampah, bahkan
sebagai parasit pada tanaman.
Dari gambar jamur Aspergillus dan Penicillium di atas, terlihat bahwa benang yang
hifanya bersekat dan berinti banyak serta terdapat kantung yang di dalamnya
terdapat spora. Kantung ini disebut askus, berbentuk seperti mangkuk/botol yang
akan menghasilkan spora. Para ahli menyebut spora askus ini dengan konidia.
Warna konidia ada yang merah, hitam, biru dan hijau, warna ini tergantung dari
jenis jamurnya.
Seperti halnya Zygomycota, jamur ini juga memiliki konidiospora, konidiosfor,
askospora, serta mengalami perkembangbiakan secara aseksual dan seksual.
Bagaimana prosesnya? Perhatikan gambar berikut ini.
Dari hifa yang banyak dan di antara hifa bercabang-cabang terdapat hifa yang
pada ujungnya membentuk alat kelamin betina dan biasanya mempunyai ukuran
lebih besar disebut askegonium dan di dekat pada ujung hifa yang lain
membentuk alat kelamin jantan yang disebut anteridium, masing-masing berinti
haploid (n).
Kemudian dari pasangan inti tersebut akan tumbuh hifa yang disebut hifa
askogonium dikariotik (berinti dua/2n) yang akan membelah secara mitosis.
Selanjutnya, hifa dikariotik tersebut akan bercabang-cabang, hifanya banyak
bersekat melintang dan membentuk tubuh buah yang disebut askokarp.
Pada ujung-ujung hifa dikariotik tersebut akan membentuk sel khusus yang akan
menjadi askus, di dalam askus ini akan terjadi peleburan dua inti (2n).
Selanjutnya, akan membelah secara meiosis yang membentuk 8 buah spora askus
(askospora).
Apabila terkena angin, maka spora askus tersebut akan menyebar ke mana-mana.
Jika jatuh di tempat yang sesuai, akan tumbuh menjadi benang hifa baru dan akan
menjadi banyak, demikian seterusnya.
2. Peritesium
Baca Juga:
Pada kelompok jamur ini, askokarpnya berbentuk botol yang merupakan ciri dari
kelas Pyrenomycetes, contoh yang terkenal dari jamur ini adalah sebagai berikut.
□ Neurospora crassa yang dulunya disebut Monila sitophila, digunakan untuk
pembuatan oncom.
□ Roselinia arcuata hidup saprofit pada kayu yang mati. Askokarpnya berbentuk
seperti botol/bulat serta berlubang-lubang.
□ Xylaria tabacina hidup di daerah pegunungan pada pohon yang busuk,
bentuknya bulat panjang bertangkai dengan warna kehitam-hitaman.
3. Apotesium
Bentuk askokarp jamur ini seperti cawan atau mangkok, contohnya antara lain,
□ Peziza aurantia, hidup sebagai saprofit di sampah.
□ Marshella esculenta, Tuber sp., dapat dimanfaatkan sebagai makanan.
4. Askus Telanjang
Golongan jamur ini tidak membentuk badan buah yang merupakan ciri dari kelas
Protoascomycetes. Contoh jamur yang terkenal adalah sebagai berikut.
□ Saccharomyces cerevisiae disebut juga ragi/kamir/yeast yang dapat digunakan
untuk membuat tape, roti, alkohol, bahkan minuman bir.
□ Candida albicans dapat menyebabkan penyakit kandidiasis, yaitu suatu
penyakit pada selaput lendir mulut vagina dan saluran pencernaan.
□ Trichoderma dapat menghasilkan enzim selulose yang dipakai untuk
menguraikan selulosa. Biasanya dimanfaatkan untuk produksi Single Cell
Proteinatau Protein Sel Tunggal.
3. Kelas Basidiomycota
Perhatikan jamur seperti tampak pada gambar berikut ini! Jamur tersebut sering
kita temukan pada pohon, jerami, atau tanah pada waktu musim penghujan.
Anggota jamur ini lebih dari 25.000 species. Jamur ini memiliki perkembangan
paling tinggi di antara kelompok jamur lainnya, yaitu merupakan jamur yang
makroskopis, dapat dilihat langsung, dan mempunyai ukuran yang besar.
Bila diamati, bentuk tubuh buahnya menyerupai payung, bentuk dan warnanya
bermacam-macam. Tubuh buahnya ini disebut basidiokarp. Secara umum,
struktur jamur Basidiomycota terdiri atas empat bagian berikut ini.
■ Tudung, yaitu bagian atas berbentuk seperti payung.
■ Tangkai, terletak di bawah tudung.
■ Lamella, letaknya di bawah tudung berbentuk lembaran.
■ Annulus, posisinya melingkari batang berbentuk cincin.
Jika kita perhatikan, tubuh buah (basidiokarp) terdiri atas jalinan hifa yang
bersekat dikariotik (masing-masing sel mempunyai inti yang berpasangan). Ujung-
ujung hifanya menggembung membentuk basidium, pada basidium inilah akan
terbentuk spora. Bagaimana daur hidup Basidiomycota? Amati gambar berikut ini.
Spora yang dihasilkan oleh basidium (basidiospora) bersifat haploid dan tumbuh
membentuk hifa-hifa yang bersekat, tiap sekat berinti satu, ada yang sebagai hifa
+ (jantan) dan ada hifa – (betina). Jika keduanya bertemu akan terjadi
plasmogami/percampuran plasma sel dan akan terbentuk sel hifa yang
dikariotik/dua inti.
Hifa tersebut akan terus berkembang membentuk miselium yang masih bersifat
dikariotik, sehingga akan terbentuk tubuh buah basidiokarp yang bentuknya
seperti payung. Basidiokarp ini akan menghasilkan basidium yang terdapat pada
lapisan disebut himenium.
Di himenium inilah akan terjadi kariogami, yaitu persatuan dua inti menjadi satu
dan inti ini akan mengalami pembelahan meiosis untuk membentuk 4 spora
haploid yang disebut dengan basidiospora, demikian seterusnya.
Sebagian besar jamur ini dimanfaatkan sebagai makanan karena tubuh buahnya
memiliki rasa yang enak dan mengandung nilai gizi yang tinggi. Contohnya sebagai
berikut.
□ Jamur merang (Volvariella volvaceae), tempat hidupnya memerlukan
kelembapan yang tinggi.
□ Jamur kuping (Auricularia polytricha), hidup sebagai saprofit pada kayu lapuk,
mempunyai warna cokelat kehitam-hitaman. Jamur ini sering digunakan untuk
campuran sayur sup.
□ Jamur tiram (Pleurotus sp.), tumbuh di kayu lapuk dan dapat ditanam pada
serbuk gergaji.
□ Jamur shitake merupakan jamur yang sering diproduksi di Cina dan Jepang,
hidup pada batang kayu.
Akan tetapi, tidak semua jamur ini dapat kita manfaatkan sebagai makanan
seperti jamur kayu Ganoderma applantum, Amanita caecaria tidak
beracun,Amanita verna beracun, hidup di tanah putih atau merah,
dan Exobasidium vexans hidup parasit pada tanaman teh.
5. Kelas Deuteromycota
Kalian sudah mengetahui bahwa pengelompokan jamur dibedakan oleh macam
spora seksual yang dihasilkannya, yaitu askospora dan basidiospora. Tetapi
setelah para ahli mengadakan penelitian ternyata ada beberapa jenis yang belum
diketahui reproduksi seksualnya, sehingga cara perkembangbiakannya dilakukan
secara aseksual.
Untuk itulah para ahli mengelompokkan secara khusus jamur ini, yaitu dalam
kelompok Deuteromycota atau sering disebut fungi imperfecti. Ada sekitar 25.000
species jamur ini, misalnya Tinea versicolor penyebab panu, Epidermophyton
floocossum penyebab penyakit kaki atlet, Microsporium penyebab penyakit
rambut dan kuku, Trichophyton dan Epidermophyton penyebab penyakit kulit dan
kuku. Apabila kita amati kebanyakan jamur ini hidup sebagai parasit.