Disusun Oleh :
R. Moch Rizky Sunandar Saputra Hana Nur Shofiyah
Euis Nur Amanah Asdiniah Lucky Lukman N
Sekar Ayu Cahyani Siti Humaeroh
Ulpa Nurul Jannah Rafa Adiputra W
Lesi Oktiani Putri Kristiantoro Widhi Nugroho
Mae Afriliani Tri Nugraha Prawira
Ratih Setiawati Indah Cahaya Putri
Mochamad Aldi Sidik Maulana Yuga Fibra N
Syifa Hanifa Wardani M. Faja Tirta Sumitra
Vesha Nuriefer Haliza Lena Yulia
Suryani Lestari Nabella Yaniariza Putri
Kania Adinda Nur Fitri
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat
rahmat, karunia, dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“DEMOKRASI ELEKTORAL DAN PILKADA LANGSUNG”. Untuk memenuhi
tugas LKM 2020 tak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada teteh Mela
Rosaliana sebagai evaluator kami.
Dalam menyusun makalah ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang kami
alami, namun berkat dukungan, dorongan dan semangat dari teteh evaluator dan
teman-teman sehingga kami mampu menyelesaikannya. Oleh karena itu pada
kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Allah
SWT dan rekan-rekan yang telah berpartisipasi.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini memberikan informasi dan
wawasan yang lebih luas dan menjadi penambah pengetahuan kepada pembaca
khusunya para mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia kampuus daerah Cibiru,
dan umumnya kepada masyarakat dalam upaya peningkatan wawasan serta
pengetahuan.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................... 2
1.4 Manfaat ..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................... 3
2.1 Demokrasi dan Demoratisasi .................................................... 3
2.2 Akselerasi Proses Demokratisasi .............................................. 7
2.3 Pemilu dan Pilkada Langsung .................................................. 14
2.4 Pilkada Langsung ...................................................................... 15
2.5 Sisi Gelap Demokrasi dan Pilkada Langsung........................... 18
BAB III PENUTUP ....................................................................... 20
3.1 Kesimpulan ............................................................................... 20
3.2 Saran ......................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 23
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah yang berjudul “Demokrasi Elektoral dan Pilkada
Langsung” yang dapat kita petik, diantaranya sebagai berikut :
1. Mengetahui lebih dalam tentang Demokrasi dan Demokratisasi.
2. Dapat memahami proses akselerasi Demokratisasi.
3. Memahami arti Pemilu dan Pilkada langsung.
4. Lebih mengetahui dan lebih berjaga-jaga karena adanya sisi gelap Demokrasi
Elektoral dan Pilkada Langsung.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Konsep demokrasi sebagai bentuk pemerintahan ini merupakan berasal dari filsuf
Yunani, akan tetapi pemakaian konsep ini sudah dipakai dalam zaman modern sejak
terjadinya perselisihan revolusi dalam masyarakat Barat pada akhir abad ke-18. Pada
pertengahan abad ke-20 dalam perdebatan mengenai arti demokrasi muncul 3
pendekatan umum yakni sebagai suatu bentuk pemerintahan, demokrasi didefinisikan
berdasarkan sumber wewenang pemerintahan, tujuan yang dilayani pemerintah, serta
prosedur untuk membentuk pemerintahan. Masalah-masalah serius mengenai
ketidaktepatan muncul ketika demokrasi didefinsikan berdasarkan sumber wewenang
atau tujuan, namun dalam studi ini digunakan definisi berdasarkan prosedur.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip Trias Politik yang membagi tiga
kekuasaan politik negara ( Eksekutif, Yudikatif, dan Legislatif ) untuk diwujudkan
dalam tiga jenis Lembaga Negara yang saling lepas serta berada dalam peringkat yang
seimbang antara satu dengan yang lainnya. Keseimbangan dan independensi antara
ketiga jenis Lembaga Negara ini sangat diperlukan supaya ketiga Lembaga Negara ini
menjadi saling berbagi dan saling mengontrol satu sama lain.
Dari pegertian dan makna demokrasi di atas dapat diterik dari bahwa hakikat
demokrasi dapat dikatakan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat.Pemerintahan dari rakyat memiliki arti bahwa sebuah sistem pemerintahan yang
sah dan asli oleh rakyat. Diakui dan sah memiliki arti bahwa tanggung jawab
pemerintahan diberikan oleh rakyat. Pemerintah yang tidak menyetujui adalah
pemerintah yang tidak mendapatkan dukungan dan persetujuan rakyat. Rakyat
memegang kendali penuh atas pemilihan pemerintahan berdasarkan persamaan
pandangan dan politik tanpa ada paksaan.Pemerintahan oleh rakyat memiliki
pengertian bahwa pemerintah menjalankan kekuasaannya bukan atas kewenangan atau
tujuan semata, melainkan didasari oleh keinginan rakyat. Segala sesuatu yang
dilakukan oleh pemerintah nanti akan dikaji, pengawasan yang dilakukan oleh rakyat
baik itu secara langsung maupun melalui lembaga rakyat (DPR, MPR). Maka dari itu
pemerintah harus tunduk pada pengawasan rakyat.Pemerintahan untuk rakyat memiliki
arti bahwa segala kuasa yang dilimpahkan kepada pemerintah dibuat untuk
6
Gagasan tentang Demokrasi sebenarnya sudah muncul sejak sekitar abad 5 SM,
yakni pada masa Yunani Kuno. Pada waktu itu Demokrasi dilakukan secara langsung
karena negara-negara Yunani pada masa itu wilayahnya sangat sempit dan
penduduknya sedikit. Pada waktu itu, rakyat dikumpulkan dengan tujuan
bermusyawarah guna mengambil keputusan tentang kebijakan pemerintahan. Namun
Demokrasi itu tidak berjalan lama karena dampak konflik politik dan melemahnya
Dewan Kota dalam kebijakan pemerintahan. Sejak runtuhnya Demokrasi, bangsa
Eropa menerapkan sistem Monarki Absolute hingga abad ke-19. Kekuasaan mutlak
tersebut digunakan oleh raja untuk bertindak sewenang-wenang.
7
Namun pendapat dan argumen yang dilontarkan Lipset dan Robert Dahl itu
terbantahkan oleh kenyatan empiris yang terjadi di sejumlah negara. Di argentina
pernah terjadi praktek politik otoritarianisme selama bertahun-tahun padahal tingkat
pendapatan perkapita rakyatnya relatif tinggi, bangsa ini pada saat itu cukup makmur
secara ekonomi. Demikian pula kasus yang sama terjadi di Taiwan dan Korea Selatan.
Bahkan pada kasus yang terjadi di Negara Korea Selatan tentang suatu pembangunan
ekonomi yang sangat cepat disertai dengan distribusi pendapatan yang cukup merata,
tetapi hal itu tidak disertai dengan korelasi yang paralel dengan berlangsungnya praktek
akselerasi demokratisasi. Jadi menurut pengamatan beberapa ilmuwan politik
bahwasannya kemakmuran suatu masyarakat, kesejahteraan ekonomi suatu bangsa
tidak dapat menjadi jaminan absolut akan terjadinya pelaksanaan konsep demokrasi di
negara-negara ekonomi maju itu.
8
Menurut asumsi, hal ini lebih lanjut dijelaskan bahwa sistem nilai dan keyakinan
akan menjelaskan dalam konteks serta makna dari tindakan politik. Apabila budaya
politik disangkutpautkan dengan sistem budaya yang cakupannya lebih luas pada suatu
masyarakat, mungkin akan diidentifikasi kedalam suatu nilai dan keyakinan budaya
yang kondusif dalam demokrasi. Salah satu jawaban yang muncul dari pertanyaan itu
adalah apa yang terjadi pada gerakan Protestantisme. Ideologi Protestantisme
mendukung terjadinya praktek demokrasi di suatu negara, namun bagi ideologi yang
lain yaitu Katolisisme dalam banyak kasus terutama di Amerika Latin justru
menghambat demokrasi ke dalam pengertian yang lebih luas lagi, sejumlah budaya
lebih menekankan kedalam suatu hierarki, otoritas dan intoleransi dibandingkan
dengan budaya yang lainnya. Jadi dapat dikatakan bahwa budaya-budaya itu kurang
kondusif bagi pelaksanaan demokratisasi di suatu negara, termasuk dalam hal ini
adalah Islam dan Konfusionisme (Sorensen, 1993).
Namun demikian memang diakui oleh banyak ahli bahwa sulit untuk melihat suatu
hubungan yang sistematis dan pasti antara pola budaya tertentu dan privalensi
demokrasi, ada hal-hal yang bersifat relatif. Sistem budaya merupakan subyek
perubahan yang bersifat dinamis. Hal ini nampak pada ideologi Katolisisme, pada satu
kurun waktu tertentu dalam perjalanan sejarah, ideologi ini menghambat demokrasi di
Amerika Latin, tetapi pada sisi lain gereja Katolik juga memainkan peranan penting
dan aktif dalam oposisinya terhadap pemerintah otoriter di tahun 1980-an. Demikian
juga dengan ideologi Islam, di beberapa negara di Timur Tengah ideologi ini mungkin
menghambat proses demokratisasi, namun di Indonesia pada masa reformasi ini,
kelompok- kelompok partai yang berspesifikasi pada ideologi Islam sangat mendukung
pada terjadinya proses demokratisasi yang sedang berlangsung dengan marak di
Indonesia. Prakondisi lain yang dianggap dapat menjadi pemicu dan pemacu bagi
tegaknya iklim demokrasi di suatu negara adalah struktur sosial masyarakat. Prakondisi
ini berupa faktor-faktor internal yang berupa sistem pelapisan sosial yang ada di
masyarakat. Diartikan bahwa kelas sosial tertentu akan memberikan dukungan yang
signifikan bagi terjadinya proses demokratisasi namun kelas sosial yang lain justru
menentangnya.
9
Kelas yang selama ini diposisikan sebagai faktor penghambat proses demokratisasi
pada situasi dan kondisi yang berbeda mereka justru memberikan dukungan yang besar
bagi terciptanya iklim demokrasi. Faktor lain yang bisa dijadikan modalm dalam
berlangsungnya iklim demokratis pada suatu masyarakat yaitu faktor eksternal.
Kondisi ekonomi politik, ideologi dan elemen lain dalam skala global akan
mempengaruhi praktek demokrasi di suatu negara. Menurut beberapa kalangan, faktor
eksternal ini akan sangat mempengaruhi tingkat akselerasi kesadaran masyarakat
khususnya pada negara berkembang, pentingnya suatu penerapan ideologi demokrasi
dalam sistem politiknya. Pengamat modernisasi berpendapat bahwa faktor-faktor
eksternal itu akan mempengaruhi bagi upaya pengembangan dan penguatan penerapan
doktrin demokrasi di negara-negara dunia ketiga. Namun pendapat ini dapat ditolak
kebenarannya, teoritisi dependensi sudah menarik kesimpulan yang bertolak belakang.
Ketimpangan dan distorsi ekonomi yang terjadi di masyarakat dunia ketiga disebabkan
oleh karena adanya ketergantungan pada sistem ekonomi dunia. Hal ini membuat
praktek demokratisasi di negara dunia ketiga sulit diwujudkan.
Pelaksanaan demokrasi pada suatu negara tidak dapat lepas dari struktur serta
masalah kondisi yang dimana merupakan sudah hasil dari pembangunan dan aktifitas
elit politik pada masa lalu. Oleh karena itu kita harus melihat bahwasanya
terlaksananya atau tidak terlaksananya proses demokratisasi di suatu negara
dipengaruhi dan ada kaitannya dengan prakondisi ekonomi, sosial, budaya dan
lain-lain,
10
Tahun 1998 merupakan babak baru dalam dinamika sistem politik di Indonesia,
pada tahun itu dimulai tradisi demokrasi pada semua proses politik dalam negara.
Setelah hampir 32 tahun terdominasi dan terhegemoni pada sistem politik yang sangat
militeristik dan bersifat sentralistik, maka pada era 1998 ini melepaskan proses politik
Indonesia dari jeratan intervensi politik negara yang sangat dominasi. Angin perubahan
bertiup kencang menyapu debu-debu praktek otoritarianisme di masa lampau diganti
dengan iklim yang segar bagi berseminya tunas-tunas demokrasi di segala bidang
kehidupan.
Reformasi politik yang telah berlangsung selama lebih dari 10 tahun memberikan
manfaat yang besar bagi dinamika sistem politik di Indonesia. Fenomena kebebasan
politik ini diharapkan dapat menjadi sarana bagi terbangunnya suatu tata pemerintahan
yang bersih, adil dan berwibawa. Dengan terjadinya proses demokratisasi di Indonesia
ini tentu sangat diharapkan akan terbentuk dalam suatu negara demokratis yang
memiliki kredibilitas yang tinggi dan mewujudnya masyarakat sipil yang sejahtera.
Banyak keuntungan dan kemanfaatan yang diraih sebagai dampak terjadinya
gelombang perubahan di Indonesia. Keberhasilan dari arus reformasi ini diantaranya
yaitu terbentuknya puluhan partai yang digalang oleh berbagai kelompok masyarakat
yang memiliki latar belakang aspirasi, tradisi politik yang sangat bervariasi, serta
ideologi. Demikian pula terjadi liberalisasi media massa yang sangat luas, media sangat
leluasa dalam mencari dan menyebarkan informasi pada publik. Rakyat tidak dihalangi
ketika ingin menyampaikan aspirasinya. Keterbukaan bagi seluruh elemen masyarakat
didalam melontarkan kritik dan saran kepada penguasa di ruang publik.
Hal positif lain yang dicapai dengan adanya reformasi di segala bidang di Indonesia
adalah partisipasi sipil meningkat, masyarakat politik tumbuh subur, berbagai upaya
pemulihan dan pembangunan ekonomi diselenggarakan, desentralisasi dan otonomi
daerah diterapkan, penegakan hukum dan pemberantasan korupsi dilakukan dengan
sungguh-sungguh dan transparan, kampanye perlindungan HAM semakin marak,
reformasi sektor pertahanan dan keamanan menjadi agenda yang diprioritaskan.
11
Namun demikian kita juga tidak boleh menutup mata, bahwa sebagai bangsa yang
baru saja menjalankan roda demokrasi dalam praktek penyelenggaraan negara, masih
banyak ditemui kelemahan dan kekurangan. Kelemahan itu diantaranya adalah sektor
kehidupan masyarakat baik dalam bidang ekonomi, pendididkan, kesehatan,
pengelolaan lingkungan hidup dll, masih jauh dari apa yang diangankan masyarakat.
Pemaksaan kehendak, kekerasan politik, korupsi dan keculasan yang dilakukan aparat
legislatif, eksekutif dan yudikatif bukannya semakin menyusut namun menunjukkan
eskalasi yang meningkat, munculnya puluhan partai baru pada pemilu 2009 tidak dapat
memberikan rasa optimisme untuk masyarakat, justru malah menciptakan rasa pesimis,
skeptis bahkan sikap sinis terhadap masyarakat. Anggapan yang berkembang pada
masyarakat, partai politik hanya akan dijadikan kedok dan kendaraan bagi petualang
politik dalam meraih dan mewujudkan hasrat pribadi dan ambisi yang jauh dari upaya
menyejahterakan rakyat.
12
Boleh dikatakan bahwa proses demokratisasi yang terjadi di Indonesia baru sebatas
meningkatkan kebebasan politik dan penghargaan atas hak asasi manusia,
Demokratisasi di Indonesia masih direcoki dengan tindakan- tindakan anarkis dan
menyulut kekacauan sosial. Hal ini disebabkan karena iklim demokratis yang
seharusnya mengedepankan ketertiban serta moralitas dalam berpolitik, namun yang
terjadi justru merebaknya fenomena dimana pemimpin dan masyarakat dapat
melakukan apapun sesuai dengan yang mereka inginkan dan sistem hukum dilecehkan
serta tidak dihormati. Meskipun proses pemilu tahun 2009 dapat terselenggara, namun
ada hal yang cukup signifikan sebagai bagian pembelajaran bagi pelaksanaan demorasi
di Indonesia. Pemilu 2009 di Indonesia meskipun secara umum berlangsung kondusif,
namun banyak terjadi kelemahan dan kesemrawutan. Hal ini terjadi karena Komisi
Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara tidak bisa melaksanakan tugasnya
dengan profesional. Hal ini ditandai dengan adanya Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang
sangat kacau, surat suara yang salah tempat, penghitungan suara yang melebihi batas
waktu yang sudah ditetapkan instrumen teknologi informasi (IT) yang dipergunakan
KPU untuk penghitungan suara secara cepat namun hasilnya tidak seperti yang
diharapkan. Kelemahan-kelemahan ini menunjukkan kacaunya sistem managemen dan
tidak kompetennya personel KPU yang memperihatinkan.
Disamping lemahnya tata kerja KPU dalam penyelenggaraan pemilu 2009, hal
yang tidak kalah pentingnya bagi terjadinya cacat moral dan politik di Indonesia adalah
maraknya praktek jual beli suara (money politics). Hal ini menjelaskan bahwa saat ini
para elit politik di Indonesia masih memandang bahwa menjadi anggota legislatif itu
bukan jabatan yang amanah dan untuk memperjuangkan aspirasi rakyat, tetapi
merupakan kekuatan untuk legitimator dan pengakses sumber-sumber kuasa (tidak
hanya politis) tetapi juga sosial, ekonomi dan sebagainya. Sehingga jangan heran jika
rakyat menjadi skeptis dan apatis terhadap hasil pemilu 2009 tersebut. Rakyat menjadi
malas untuk berpartisipasi dalam kegiatan lima tahun ini, hal ini terlihat pada suatu
pemilu yang meningginya angka pemilih yang tidak menggunakan haknya (golput).
Hal ini tentu tidak boleh dibiarkan, kedepan harus ada penyempurnaan baik pada
institusi penyelenggara KPU maupun kualitas intelektual dan moral dari para calon
legislatif.
13
Akselerasi demokratisasi di Indonesia ini masih sangat panjang dan banyak liku,
masih dibutuhkan berbagai upaya yang harus konkret dalam mengimplementasikan
konsep demokrasi. Adapun upaya-upaya itu diantaranya, yaitu:
4) Peningkatan kepekaan pemerintah, hal ini terjadi bila secara umum pemerintah
bisa menegakkan keadilan dan sekaligus mensejahterakan kehidupan segenap
lapisan kehidupan segenap lapisan masyarakat yang ada di negara Indonesia.
Indikator yang paling sesuai dengan adanya pemerintahan yang memiliki
kepekaan ialah pemerintahan yang secara aktif mampu mengambil peran dalam
pembentukan undang-undang tanpa harus menunggu masalah muncul. Sebelum
mengusulkan perundangan, melalui kebijakan departemen yang terkait
pemerintah harus bersikap terbuka dan sekaligus aktif mencari masukan, kritik
dan saran dari masyarakat.
Merujuk pada Robert Dahl sebagai mana dikutip Marijan, desain kelembagaan ini
dirancang untuk memenuhi criteria procedural dari demokrasi.
Jika alur nalar pendekatan kelembagaan ini di sederhanakan, dapatlah
dinyatakan bahwa untuk mengkonsolidasikan demokrasi dan mengembangkannya,
maka yang perlu diperbarui adalah desain dari aspek- aspek kelembagaan politik
beserta prosedur-prosedurnya yang memungkinkan demokrasi dapat berlangsung
dengan baik. Problematika krusialnya ini bahwa di daerah-daerah terutama pilkada
yang mudah lebih sering memperlihatkan ritual prosedural yang dikooptasi oleh para
elitlokal dan kelompok oligarkisnya untuk mendapat dukungan dan legitimasi
politik dari pada menjadi peste rakyat yang adil, kompetitif dan berkeadilan. Para
actor politik lokal, dengan kekuatan modal dan jaringan kekerabatan yang
dimilikinya kerap melakukan berbagai upaya manipulatif, perilaku dan
tindakan-tindakan anti-demokrasi lainnya untuk memenangi kontestasi seperti
pemilukada. Beberapa upaya manipulative tersebut dilakukan dengan cara :
1. Membelisuara (money politic)
2. Mempengaruhi atau bahkan menekan pihak penyelenggara dan
pihak-pihak otoritas kepemiluanlainnya (KPU
maupunBawaslu/Panwas)
3. Menebar ancaman dan kekerasan kepada pihak-pihak yang dianggap
dapat menghalangi jalan mereka untuk meraih kemenangan; dan
lain-lain.
Pilkada atau Pemilihan Kepala Daerah dilakukan secara langsung pertama kali
yaitu pada tanggal 1 Juni 2005, yang menyusul satu tahun setelah pertama kalinya
pemilu dilaksanakan secara langsung. Sementara itu, dalam perspektif otonomi
daerah (yang ruhnya adalah desentralisasi kewenangan pemerintahan), Pemilukada
langsung ini juga dapat mengutuhkan dan mengkomplitkan implementasi
prinsip-prinsip otonomi dan desentralisasi dalam bingkai besar agenda politik
nasional, yakni demokratisasi ini menuju era kehidupan yang demokrasi substantif
atau demokrasi yang sesungguhnya. Karena Pemilu kadang langsung pada dasarnya
yaitu pilar yang bersifat memperkokoh bangunan demokrasi secara nasional.
Demikian misalnya dinyatakan oleh Tip O Neil seperti dikutip Agustino (2014),”all
politics is local”, yang maksudnya bahwa demokrasi akan berkembang subur dan
17
terbangun kuat di nasional apabila pada tingkatan yang lebih rendah (lokal)
nilai-nilai demokrasi berakar kuat. Atau sebagaimana dinyatakan pula oleh Juan
J. Linz dan Alfred Stepan (1996) berpendapat bahwa suatu Negara bisa
dikatakan demokratis bila sudah memenuhi prasyarat antara lain, yaiu memberikan
kebebasan kepada warganya untuk dapat merumuskan preferensi polotik melalui
jalur perserikatan, informasi dan komunikasi, kemudian memberikan ruang
berkompetisi yang sehat dan melaluicara-caradamai; serta tidak melarang siapapun
berkompetisi untuk jabatan-jabatan politik.
Dalam konteks itu, Pemilukada langsung mengejewantahkan adanya
desentralisasi tata kelola kekuasaan pada tahap dan sumber muasalnya, yaitu rakyat.
Kemudian seperti dinyatakan Joseph A. Schumpeter (Marijan, 2007), bahwa
demokrasi yang sesungguhnya memang hanya mungkin dapat diwujudkan mana
kalater dapat pranata politik yang memungkinkan terciptanya 3 (tiga) situasi politik
ideal. Yaitu political equality, local accountability, dan local responsiveness. Dan
pranata yang paling tepat ialah Pemilu langsung oleh pemilik sejati kekuasaan.
Semangat dan pikiran demokratisasi inilah yang telah mendasari pilihan sikap
banyak pihak untuk menyambut dan mendorong perubahan model Pemilukada,
dari elites vote ke popular vote tadi sejak awal dekade 2010 ini. Meskipun
sebetulnya UUD 1945 sendiri sama sekali tidak mewajibkan mekanisme setegas itu.
Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 hanya menyatakan, bahwa “Gubernur, Bupati, dan
Walikotamasing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi, kabupaten,
dan kota dipilih secara demokratis”. Tidak ada kewaijban konstitusi agar
Pemilukada dilaksanakan secara langsung oleh rakyat. Teksnya adalah “dipilih
secara demokratis”, dan ini tentu saja bias langsung oleh rakyat, bisa juga oleh para
wakil rakyat di lembaga legislatif.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Demokratisasi merupakan perubahan ke rezim politik yang lebih demokratis.
Demokrasi ialah bentuk pemerintahan yang di mana semua warga negaranya ini
memiliki hak yang seimbang dalam mengambil keputusan yang dapat mengubah
hidupnya. Hakikat demokrasi ini dapat juga dikatakan sebagai pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pemerintahan dari rakyat memiliki arti
bahwa sebuah sistem pemerintahan yang sah dan asli oleh rakyat. Diakui dan
memiliki arti bahwa tanggung jawab pemerintahan itu diberikan untuk rakyat.
Pemilu adalah proses pemilihan oleh rakyat yang mempunyai hak untuk
memilih pemimpinnya. Pemilu yang ideal adalah mampu diselenggarakan oleh
para penyelenggara yang cakap, juga memiliki integritas yang tinggi serta bekerja
secara taat asas, berpijak di atas aturan yang jelas, memastikan, dan gampang
diterapkan.
Pilkada langsung adalah proses pemilihan dimana rakyat terlibat secara
langsung dan terbuka. Demokratisasi politik yang tidak hanya bergantung pada
kondisisosial dan ekonomi, tetapi juga pada desain kelembagaan politik. Pilkada
merupakan salah satu bentuk yang paling ekspresif dari langkah politik untuk
penataan dalam desain kelembagaan untuk mengkonsolidasikan suatu demokrasi.
Berbagai sisi gelap dari demokrasi langsung yang dilahirkan pilkada membuat
problematika baru, diantaranya:
1. Mahar politik (political dowry) digambarkan sebagai fenomena
transaksi antara kandidat pemimpin dan partai politik untuk
memperebutkan jabatan yang diinginkan. Sehingga lahirlah
pemimpin-pemimpin yang tidak kompeten dalam menjalankan
tugasnya dan kerap melakukan korup
2. Maraknya politik uang (money politics), yaitu transaksi jual-beli suara
yang dilakukan antara kandidat dan pemilih suara. Dengan cara
memberikan paket bingkisan atau amplop dengan kisaran nominal
yang cenderung kecil.
21
3.2 Saran
Terkait dengan hal tersebut, saya menyarankan beberapa yang harus
diperhatikan mengenai prinsip-prinsip demokrasi sebagi berikut ini:
Pemerintahan yang berdasarkan konstitusi
Pemilu yang bebas, jujur, dan adil
Dijaminnya HAM
Persamaan kedudukan didepan hukum
Peradilan yang bebas dan tidak memikat
Kebebasan berserikat / berorganisasi dan pendapat
Kebebasan pers / media massa
Makalah yang kami buat ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan.
Pemakalah sadar bahwa ini merupakan proses dalam menempuh pembelajaran ,
untuk itu pemakalah mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah kami. Harapan penyusun semoga makalah ini dapat
dijadikan dalam suatu ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.
23
DAFTAR PUSTAKA
Sutisna, Agus. 2017. Memilih Gubernur Bukan Bandit! Demokrasi Elektoral dan
Pilgub 2017 di Tanah Jawara. SelmaN : CV BUDI UTAMA
Berger, Peter. L and Richard Neuhauss. 1977. To Empower People, the Role of
Meediating Structure in Public Policy. Washington : America Enterprise Institute
for Public Policy Research.
Chandoeka, Neera, 1995. State and Civil Sociaety : Exploration in Political Theory.
London : Sage Publication
Falk, Richard, 1981, Human Right and State Sovereignty,New York : Holmes and
Meier.
Held, David. 1987, Human Right and State Sovereignty, New York : Holmes and
Meier.
Mangun Wijaya, 1994. Dalam Sidney Hook, Sosok Filsuf Humanisme Demokrasi
Dalam Tradisi Pragmatisme. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
Macpherson. C.B, 1997. The Life and Times Of Liberal Democracy. Oxford : Oxford
University Press.
Meyer. T., 2005. Demokrasi Sosial dan Libertarian. Jakarta : Friederich Ebert
Stiftung.
Suyanto Ladiqi, Ismail Suwardi Wekke, Cahyo Seftyono, 2017. Religoin State And
Society, Demokrasi Elektoral dan Pilkada Langsung : Tinjauan Teori dan Sisi
Gelapnya. Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Suyanto Ladiqi, Ismail Suwardi Wekke, Cahyo Soeftyono, 2017. Religion, State and
Society : Exploration of Southeast Asia, Political Science Program Departement of
Politics and Civics Education Universitas Negri Semarang.
Agus Sutisna, 2017, Demokrasi Elektoral dan Pilkada Langsung : Tinjauan Teori dan
Sisi Gelapnya, Universitas Muhammadiyah Tanggerang, Indonesia