Anda di halaman 1dari 34

Untuk Lingkungan Sendiri

(PROGRAM DIPLOMA-3 TEKNOLOGI PULP DAN KERTAS)

Disusun oleh:
Dra.Yusnimar, MSi. MPhil
Suci Ramadhana, A.Md

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
FORMAT LAPORAN LENGKAP
Cover laporan sebagai berikut :

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA TERAPAN


SECARA ON-LINE

JUDUL PERCOBAAN:.......................................

Kelompok : ............................
Nam Mahasiswa :
1. –
2. –
3.

PROGRAM DIPLOMA-3 TEKNOLOGI PULP DAN KERTAS


UNIVERSITAS RIAU
2020

BAB I. TEORI
Berisikan teori singkat dari objek yang dilaksanakan, teori ini dapat diambil dari
berbagai buku bacaan. Setiap buku bacaan dijadikan sumber pustaka, dan ditulis pada
DAFTAR PUSTAKA menurut urutan abjad PENGARANG. Pada bab ini hanya
dimasukkan no. pustakanya.

BAB II. HASIL DAN DISKUSI

3.1. Hasil percobaan, dibuat hasil yang diperoleh dalam skala atau ukuran yang sesuai
3.2. Diskusi, berisikan penalaran saudara terhadap hasil bila dibandingkan terhadap
teoritis. Dapat juga dilengkapi dengan perhitungan kalau ada, gambar – gambar
yang dimaksud mendukung diskusi, grafik dsbnya.
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan berisikan kesimpulan yang ditulis singkat dan dimengerti, berkaitan
dengan judul percobaan
4.2 Saran, berisikan saran untuk kesempurnaan objek ini, tentunya dengan bahan
pertimbangan yang kuat

BAB IV. DAFTAR PUSTAKA


I. PENGENALAN ALAT-ALAT GELAS DI LABORATORIUM

1.1 PERALATAN GELAS UTAMA DIGUNAKAN PADA PRAKTIKUM

Peralatan gelas volumetric adalah: Silinder (tabung) ukur, buret, labu takar,
erlenmeyer dan lain-lain.

1. Silinder (tabung) ukur


Bentulk : berupa gelas yang agak tinggi dengan perincian tercantum pada dinding (lihat
Gambar 1) sbb;

Gambar. 1. Silinder (tabung) ukur

Volume tersedia : 10 ml sampai 2 l


Beban : terbuat dari kaca biasa atau plastic sehingga tidak dapat dipanaskan
Kegunaan : untuk memindahkan atau mengukur volum cairan dengan ketelitian sedang,
misalnya untuk percobaan flokulasi dan pengendapan: pembuatan larutan tertentu,
misalnya larutan KCl jenuh atau larutan 1+ 1 HCl untuk persiapan sample yang
memerlukan presedimentasi guna menghilangkan zat tersuspensi
tertentu:untukmencampur larutan sebesar 0,5 sampai 2 liter dengan menutup tabung
dengan penutup yang tersedia (bentuk tabungnya khusus)

2. Buret
Suatu alat pengisi dengan volume tepat yang digunakan pada pekerjaan-pekerjaan titrasi.
Pembagian skala dari buret umumnya satu bagian skala sama dengan 0,1 ml, tetapi ada
yang sampai 0,001 ml. Pada pemakaian buret supaya diperhatikan waktu mengalirnya
tetesan terakhir waktu buret dikosongkan (nol) ml.
Bentuk : berupa sebuah tabung kaca yang bergaris dam mempunyai kran diujungnya,
untuk mengeluarkan volume cairan yang tertentu dengan debit berupa tetes sampai aliran
(lihat Gambar 2.) sbb;

Gambar 2. Buret biasa.

Pembagian skala pada buret biasa sampai 0,1 ml. Untuk mengetahui perincian skala
tercantum pada dinding buret, lihat Gambar 2.

Volum tersedia : 25 ml ayau 50 ml dengan interval 0,1 ml satu tetes yang keluar dari
ujung buret kira-kira sampai dengan 0,03 ml
Kegunaan : untuk titrasi
Cara mengunakan : sebelum diisi, buret harus dibilas dahulu dua kali dengan jenis
cairan yang akan diisi kedlam buret, pengisisan buret dilalkukan dari atas dengan
menggunakan corong, bila titrasi akan dimulai, ujung buret tidak tidak boleh kosong
(harus terisi cairan), dan semua gelembung harus dihilangkan; tinggi cairan dalam buret
(titran) harus diketahui. Lebih mudah titrasi dimulai dari titik nol dengan pembacaan
yang benar yaitu meniscus cairan menyentuh garis nol tersebut.

3. Labu Takar
Suatu alat penakar volume tepat dengan ukuran : 25 ml, 50 ml, 100 ml, 250 ml dan
seterusnya. Memengang labu takar harus pada lehernya guna menghindarkan kesalahan
volume yang disebabkan pemuaian dan janga sekali-kali memanaskan labu takar.
Gambar 3. Labu Takar

4. Pipet Volume dan Pipet Ukur


Suatu alat pengisi dengan volume tepat.

Gambar 4. Pipet Volume Gambar 5. Pipet Ukur

Alat ini dapat dibedakan antara lain pipet penuh (vol.pipet) dan pipet ukur, dengan
ukuran 10 ml, 15 ml, dan seterusnya. Adanya semacam pipet yang mempunyai bola pada
bagian atas (seperti balon). Pipet ini terutama berguan memipet cairan-cairan yang
menggigit. Pengisapan cairan harus selalu diatas tand cairan-cairan yang mengigit.
Pengisapan cairan harus selalu tanda dan kelihatan. Cairan harus dikeluarkan hati-hati
melalui ujung pipet dengan jari telunjuk sebagai penutup mulut pipet. Setelah airan
mengalir semua maka setelah lebih kurang 15 detik tekanlah ujung pipet 3 kali pada
dinding dalam bejana sebagai akhir dari pemipetan. Jangan sekali-kali meniup atau
mencoba menghilangkan cairan yang menggantung pada ujung pipet. Pipet dengan
volume 10 ml dapat dikosongkan selama 10 detik dan pipet dengan volume 50 ml dapat
dikosongkan dalam waktu 50 detik, demikianlah seterusnya.

1.2 PERALATAN PENDUKUNG DAN KHUSUS


Beberapa peralatan pendukung adalah bejana isap, filter dan lain-lain.

1. Bejana isap atau gelas Erlenmeyer vakum


Bentuk : seperti gelas erlenmeyer biasa, disebelah atas ada lubang pipa yang dapat
dihubungkan dengan pompa vakum oleh pipa karet atau pipa plastik.

Gambar 6. Erlenmeyer biasa Gambar 7. Erlenmeyer vakum


Gambar 8. Bejana isap atau gelas Erlenmeyer vacuum dan corong penyaringan
Dengan bagian berpori.

Bahan : terbuat dari kaca dengan dinding tebal, dapat menahan tekanan sampai 5
atmosfir.
Kegunaan : untuk memegang alat filtrasi
Cara menggunakan : biasanya bejana isap kedua dipasang antara yang pertama dengan
pompa untuk menangkap tetes air yang sebetulnya tidak boleh masuk kedalam pompa
vakum.

2. Alat filter berupa corong dengan filter


Bentuk : seperti corong dengan filter kertas, diameter filter kertas cukup besar, hingga
dapat dilipat menjadi seperempat lingkaran yang dapat ditempatkan dalam corong,
membentuk kantongan berupa kerucut, bentuk lain merupakan corong dengan bagian
berpori diatas tangkai corongnya (lihat Gambar 9) sbb;

Gambar 9. Corong filter

Bahan ; corong terbuat dari kaca, porselin, plastik. Filter terbuat dari fiber-fiber asbestos,
kertas atau membrane. Diameter serta sifat-sifatnya terlampir pada Tabel 1.2
Kegunaan : corong untuk tempat filter dan tempat menuang sample, filter berguna untuk
menyaring sample, menahan dan mengumpulkan endapan.
Cara menggunakan: filter kertas harus sesuai dengan bentuk corong yaitu ujung kerucut
kertas harus harus sampai dibawah bagian kerucut corong dan meliputi corong agar tidak
bocor, sebelum mulai penyaringan , filter harus dibasahkan dengan sedikit air suling
hingga menempel dengan baik pada dinding corong, kemudian sample ditungkan dengan
hati-hati kedalam corong.

Tabel 1. Jenis lembar filter


Jenis filter Besarnya Diameter Cocok untuk Hidroskopis Catatan
pori (µm) filter (cm) analisa pada
5500
Kertas biasa 2 - 10 5 – 25 - x -

Kertas tanpa sisa 2 - 10 5 - 25 x x -


Pembakaran

Gelas fiber 2 - 10 5 - 25 x - Tidak


terbakar

Membran 0,2 4-7 x x Menahan


(selulosa asetat 0,45 zat
dan lain-lain) koliodal
dan bakteri

3. Cawan Gooch
Bentuk; berupa beker kecil dengan 100 ml seperti tercantum pada Gambar 10.

Gambar 10. Cawan Goch


Bahan: terbuat dari porselin yang tahan suhu tinggi dalam furnace
Kegunaan : untuk menyaring dan menahan zat tersuspensi
Cara menggunakan : Cawan Gooch ditempetkan diatas cincin karet (gambar 8b) yang
dapat dipasang diatas bejana isap (gambar 8c) atau diatas pemegang fiter khusus

Gambar 11. Cawan Gooch (a), Cincin karet untuk alat filtrasi (b) dan
Alat filtrasi lengkap (c).

4.Cawan Buchner

Gambar 12. Cawan Buchner

Bentuk ; berupa beker dengan volum 500 ml


Bahan : terbuat dari plastic, porselin atau kaca
Kegunaan : untuk menyaring dan mengumpulkan endapan
5. Desikator
Bentuk : berupa panic, dengan penutup yang merupakan pasanagan yang sulit dilepas
Karena tergosok secara khusus penutup menutupi panci secara hermetis (lihat
Gambar 13) didalam panci terdapat rak dan dibawah rak terdapat bahan pengering.

Gambar 13. Alat desikator bahan pengering berada di dasar

Bahan : panci dan penutup terbuat dari kaca tebal, rak terbuat dari porselin dan bahan
pengeringnya adalah silikagel atau CaCl2.
Kegunaan: untuk mengeringkan zat-zat kimia, zat padat beserta tempatnya (cawan,
cawan Gooch, dan lain-lain) karena kelembaban udara dalam desikator diserap oleh
bahan pengering.
Cara menggunakan ; butir-butir selikagel mengandung zat indicator : bila berwarna
biru, berarti berarti masih mampu menyerap kelembaban udara, bila warnanya telah
berubah menjadi merah muda berarti butir-butir telah jenuh dan harus diregenerasi
(dikeringkan lagi) butir-butir selikagelditempatkan dalam dan dimasukkan dalam
oven pada 1050 C selama 24 jam, sampai berwarna biru lagi, desikator harus tertutup
dengan baik karena bila tidak warna silikagel berubah menjadi merah muda dengan
cepat bila perlu permukaan panci yang berkontak dengan penutupnya dilumasi
dengan lemak silicon.
Catatan: Bila benda-benda sangat panas (baru keluar dari furnance dengan suhu lebih
dari 2000C dimasukkan kedalam desikator, dapt mengakibatkan tekannan udara
dalamdesikator menjadi rendah, sehingga setelah benda menjadi dingin tutup tidk
bias dilepaskan lagi dari panci, untuk mencegah terjadinya hal tersebut diatas, maka
benda-benda yang sangat panas harus dibiarkan dulu selama ±30 menit pada suhu
1050 C sebelum dimasukkan dalam desikator.
Juga tersedia desikator khusus denga lubang pipa yang dapat dihubungkan dengan
pompa vakum.

6. Tabung Reaksi

Bentuk : berupa suatu tabung agak tinggi dan tidak lebar, yang kadang-kadang
dilengkapi dengan tutup sekrup atau kelem.
Bahan : terbuat dari kaca atau boro silikat yang tahan panasnya sterilisasi
Volume tersedia : beberapa ml samapi ratusan ml
Kegunaan ; untuk tempat reaksi ,untuk analisa mikrobiologi
Cara menggunakan ; untuk analisa mikrobiologi perlu diserilkan dahulu

1.3 PERALATAN INSTRUMENTASI


1. Timbangan
Selain dari neraca yang biasa, juga ada timbangan elektris dan elektronis
(misalnya merek Sauter, Mettler, dan sebagainya) yang pemakaiannya lebih sederhana
dan cepat, timbangan kasar digunakan untuk menimbang berat samapi 2 kg dengan
pembagian skala 1 mg, sedang timbangan sangat teliti digunakan untuk menimbang berat
sampai 200 mg dengan pemakaian skala 0,1 mg.
2. Pengaduk
Sebuah pengaduk dapat terdiri dari sebuah motor dengan poros yang dilengkapi
dengan papan atau baling-baling. Sejenis pengaduk lain adalah sebuah motor yang dapat
menggerakkan sebuah magnet yang terlapisi plastic Teflon yang dipasang dalam beker
berisi cairan yang akan diaduk.

3. Pemanas
Pemanas dapat berupa pemanas listrik atau pemanas gas. Suhu yang dapat dicapai
tidak lebih dari 4000C. Pemanas gas disebut pembakar Bunsen yang memerlukan statip
untuk menempatkan bejana yang akan dipanaskan diatas api .

4. Oven
Ada bermacam-macam jenis dan ukuran oven. Oven pada umumnya digunakan
untuk mengeringkan peralatan, Lumpur (awas: bias berbau), zat kimia dan sebagainya.
Bila ventilasi tertutup oven tersebut juga dapat dipakai sebagai tempat untuk sterilisasi,
skala suhu adalah kira-kira dari 500 sampai 1800 namun suhu yang sering digunakan
adalah 1050C karena didalam oven udara yang panas naik, barang yang paling basah
sebaiknya diletakkan dibagian teratas dari oven

5. Furnace
Furnance adalah oven khusus dengan tinggi suhu yang dapat dicapai adalah 8000
sampai 12000C, namun biasanya digunakan suhu 5500 sampai 6000C. Kegunaan
furnance adalah untuk pembakaran zat-zat organis. Walaupun furnance agak besar dari
luar, namun dalamnya sempit karena memerlukan lapisan batu isolasi yang tebal.
Catatan: Untuk mengeluarkan atau memasukan barang, pakailah selalu sebuah
penjepit dengan panjangnya paling sedikit 30 cm! bacalah selalu buku petunjuk dengan
baik.
MODUL 1
PENENTUAN VISKOSITAS DAN BERAT JENIS
BERBAGAI JENIS CAIRAN

A. TUJUAN
1. Latihan menggunakan alat untuk menentukan viskositas kinematik dan berat
jenis suatu cairan/fluida.
2. Menentukan viskositas kinematik dan berat jenis suatu cairan/fluida
3. Mempelajari pengaruh temperatur terhadap viskositas kinematik dan berat
suatu cairan.

B. TEORI
Viskositas adalah besaran yang mengukur kekentalan fluida. Hingga saat ini,
kita anggap fluida tidak kental. Persamaan Bernolli yang telah kita bahas berlaku
untuk fluida yang tidak kental. Namun, sebenarnya, semua fluida memiliki
kekentalan, termasuk gas. Viskositas pertama kali diselidiki oleh Newton, yaitu
dengan mensimulasikan zat cair dalam bentuk tumpukan kartu, seperti gambar berikut
:

F dv
A

dx

Zat cair diasumsikan terdiri dari lapisan-lapisan molekul yang sejajar satu sama
lain. Lapisan molekul terbawah tetap diam, sedangkan lapisan diatasnya bergerak dengan
kecepatan konstan sehingga setiap lapisan memiliki kecepatan gerak yang berbanding
langsung dengan jaraknya terhadap lapisan terbawah. Pada Gambar 10.59. Fluida
diletakkan di antara dua pelat sejajar. Satu pelat digerakkan dengan kecepatan konstan v
arah sejajar ke dua pelat. Permukaan fluida yang bersentuhan dengan pelat yang diap
tetap diam sedangkan yang bersentuhan dengan pelat yang bergerak ikut bergerak
dengan kecepatan v juga. Akibatnya terbentuk gradien kecepatan. Lapisan fluida yang
lebih dekat dengan pelat bergerak memiliki kecepatan yang lebih besar. Untuk
mempertahankan kecepatan tersebut, diperlukan adanya gaya F/A yang memenuhi
tekanan geser ( shearing stress ).

𝑣
𝐹 = ηA
𝑙

A luas penampang pelat;


l jarak pisah dua pelat;
F gaya yang diperlukan untuk mempertahankan pelat tetap bergerak relatif
dengan kecepatan v;
η konstanta yang disebut koefisien viskositas fluida.

Satuan viskositas adalah N s/m2. Jika dinyatakan dalam satuan CGS, satuan
viskositas adalah dyne s/cm2. Satuan ini disebut juga poise (P). Umumnya koefisien
viskositas dinyatakan dalam cP (centipoises = 0,001 P). Tabel 10.4 adalah koefisien
viskositas beberapa jenis fuida.

Tabel 1. Koefisien viskositas beberapa jenis fluida


Fluida Suhu, oC Koefisien viskositas, η , cPoise
Air 0 1,8
20 1,0
100 0,3
Etanol 20 1,2
Oli mesin (SAE 10) 30 200
Gliserin 20 830
Udara 20 0,018
Helium 0,020
Hidrogen 0 0,009
Karbon dioksida 0,015
Xenon 21 0,023
Uap air 100 0,013
Madu 2.000 – 10.000
Benzena 0,604
Gliserol 1.200
Air raksa 1.526
Dalam praktek seringkali viskositas ditentukan secara relatif yaitu dengan
membandingkan viskositas cairan yang belum diketahui dengan viskositas absolut suatu
cairan baku pembanding’ melalui persamaan berikut :

1 t 
= 1 1
2 t2 2

dimana : η1 = viskositas cairan baku pembanding


η2 = viskositas cairan yang diukur
ρ1 = berat jenis cairan baku pembanding
ρ2 = berat jenis cairan yang diukur
t1 = waktu tempuh cairan baku pembanding melalui kapiler
t2 = waktu tempuh cairan yang diukur

Densitas
Densitas atau massa jenis adalah salah satu besaran fisis fluida yang penting
adalah massa jenis. Massa jenis adalah massa fluida per satuan volum. Untuk fluida yang
memiliki volume kecil massa jenis didefinisikan sebagai

𝒎
𝝆 =
𝑽

ρ adalah massa jenis atau densitas, m massa fluida, V volum fluida

Fluida dengan volume satu gelas, satu ember, bahkan satu kolam dapat ditentukan
massa jenisnya dengan persamaan (10.1). Namun, jika volume fluida sangat besar,
misalnya dam, lautan, atau atmosfer maka massa jenis fluida tidak sama di setiap tempat.
Contohnya, pada lautan massa jenis makin besar jika masuk makin ke dalam. Pada
atmsofer massa jenis makin kecil jika makin jauh dari permukaan bumi. Oleh karena
itu, definisi umum massa jenis fluida adalah

𝒅𝒎
𝝆(𝒓) =
𝒅𝑽
Tabel 2, Massa jenis beberapa fluida
Fluida Massa Jenis (kg/m3)
Air (pada suhu 4 oC) 1,00 x 103
Air laut 1,025 x 103
Air raksa 13,6 x 103
Alkohol 0,79 x 103
Bensin 0,68 x 103
Udara (0 oC, 1 atm) 1,29
Helium (0 oC, 1 atm) 0,179
Karbon dioksida (0 oC, 1 atm) 1,98
Uap air (100 oC, 1 atm) 0,598
Asam asetat 1,049 x 103
aseton 0,785 x 103

Massa Jenis Campuran Fluida


Jika beberapa fluida yang memiliki massa jenis berbeda dicampur, maka massa
jenis campuran fluida merupakan harga rata-rata massa jenis fluida yang dicampur
tersebut. Berapa massa jenis rata-rata tersebut? Misalkan kita mencapur N buah fluida
dengan massa jenis rata-rata masingmasing < ρ1>, < ρ2 >, ..., < ρN>, dan volum masing-
masing V1, V2, ..., VN.

Massa masing-masing fluida tersebut adalah m1 = < ρ1>V1, m2 = < ρ2>V2, ..., mN
= < ρN >VN. Jika N buah fluida tersebut dicampur maka massa jenis rata-rata hasil
campuran akan bergantung pada volum total hasil pencampuran. Jika fluida tidak
mengalami perubahan volum setelah pencampuran maka massa jenis rata-rata adalah

𝝆𝟏𝑽𝟏 + 𝝆𝟐𝑽𝟐
𝝆 =
𝑽𝟏 + 𝑽𝟐
Contoh soal;
Air dan alkohol masing-masing dengan volum 100 mL dan 300 mL dicampur.
Jika dianggap tidak ada perubahan volum selama pencampuran, berapa massa jenis rata-
rata hasil pencampuran?

Jawab
Dari Tabel 2, diperoleh
ρ1 = 1000 kg/m3 = 1 g/mL dan ρ2 = 790 kg/m3 = 0,79 g/mL.

Massa jenis rata-rata campuran adalah

𝝆𝟏𝑽𝟏 + 𝝆𝟐𝑽𝟐
𝝆 =
𝑽𝟏 + 𝑽𝟐

Suhu berpengaruh pada viskositas dan densitas fluida. Pengaruh suhu


terhadap densitas dan kekentalan minyak jelantah dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 1. Pengaruh suhu terhadap densitas (a) dan kekentalan


(b) minyak goreng bekas (Sunandar, 2010)
C. PELAKSANAAN PERCOBAAN

Bahan yang digunakan Alat yang digunakan


1. Aquadest 1.Viscosimeter Oswald
2. Etanol 2. Piknometer 10 ml
3. Gliserol 3. corong kaca
4. Bensin 4. warter bath
5.Minyak nabati 5. Statif dan klem( holder)
6. Termometer

D. PROSEDUR KERJA :

1) Penentuan Berat Jenis atau Densitas (ASTM D 1298-99-2005)


Untuk Uji Densitas Sampel dilakukan dengan cara:
1. Piknometer dikeringkan dengan tissue dan dicatat berat kosongnya sebagai (a)
2. Piknometer dilakukan kalibrasi, yaitu dengan cara piknometer diisi dengan
aquadest pada suhu kamar, diusahakan tidak ada gelembung-gelembung udara
didalam piknometer yang berisi aquadest maupun contoh,
3. Piknometer kemudian dikeringkan, lalu ditimbang dengan menggunakan neraca
analitik dan dicatat berat piknometer yang berisi aquadest sebagai (b),
4. Dilakukan perhitungan untuk kalibrasi alat piknometer yang digunakan,
5. Pada tahap selanjutnya piknometer dibersihkan, lalu dikeringkan kemudian
ditimbang kembali dan catat sebagai berat awal (a),
6. Sampel madu pada suhu kamar dimasukkan ke dalam piknometer yang sudah
dibersihkan dan dikeringkan hingga tumpah, diusahakan tidak ada gelembung
udara yang terbentuk didalam piknometer,
7. Bagian luar piknometer dikeringkan, lalu ditimbang lalu dicatat sebagai berat
akhir (b),
8. Langkah 5-7 diulangi untuk perbandingan
9. Dilakukan perhitungan untuk mencari densitas dari madu, dengan menggunakan
rumus :

𝑏−𝑎
Densitas =
𝑣
Dimana :
b = Berat piknometer yang berisi cairan sampel (gram)
a = Berat piknometer kosong (gram)
v = volume piknometer (ml)

2) Penentuan Viskositas Kinematik (ASTM D 445-65-1970)


Pengukuran Viskositas Kinematik untuk sampel dilakukan dengan menggunakan
viscometer oswatd dengan cara:
1. viscometer oswald yang digunakan dibersihkan dan dikeringkan dengan
menggunakan tissue,
2. viscometer oswald diisi dengan larutan pembanding yaitu aquadest sebanyak 10
ml melalui reservoir besar,
3. Kemudian pada reservoir kecil dihisap sampai melewati garis batas atas pada
viscometer oswald,
4. Setelah sampel melewati garis batas atas kemudian dihitung waktu saat sampel
melewati garis batas atas sampai garis batas bawah, kemudian dicatat waktu
sebagai waktu cairan pembanding,
5. Madu pada suhu kamar dimasukkan kedalam viscometer oswald yang sudah
dikeringkan sebanyak 10 ml melalui reservoir besar,
6. Reservoir kecil dihisap supaya sampel naik melewati garis batas atas pada
viscometer oswald, kemudian dihitung waktu yang dibutuhkan untuk sampel
melewati garis batas bawah dengan menggunakan stopwatch,
7. Waktu yang didapat kemudian dicatat sebagai waktu sampel (t2),
8. Untuk langkah 5-8 diulangi pada perbandingan yang berbeda,
9. Setelah waktu untuk masing-masing sampel didapatkan, selanjutnya untuk
menghitung masing-masing viskositas sampel dengan menggunakan rumus:

ɳ1 𝜌1 𝑡1
=
ɳ2 𝜌2 𝑡2

Dimana :
ɳ1 = Viskositas cairan pembanding (mm2/s )
ɳ2 = Viskositas cairan sampel (mm2/s)
ρ1 = Densitas cairan pembanding (air suling = 0,979 gr/cm3 )
ρ2 = Densitas cairan sampel ( gr/cm3 )
t1 = Waktu cairan pembanding (detik)
t2 = Waktu cairan sampel (detik)

3) Menentukan viskositas berbagai macam cairan pada suhu 40oC


a. Cairan yang akan ditentukan viskositasnya harus bebas dari partikel-partikel
yang nantinya akan menyumbat kapiler alat. Saringlah cairan yang akan diukur
viskositasnya lebih dulu
b. Isilah alat viskosimeter dengan cairan yang akan ditentukan viskositasnya,
dengan memasukkan sample melalui tabung G , menuju reservoir bawah kira-
kira sampai batas antara garis J dan K
c. Tempatkan viskosimeter pada holder, kemudian masukkan dalam water bath
untuk mengkonstankan temperaturnya.
d. Biarkan kira-kira 20 menit sampel dan viskosimeter dalam water bath
e. Letakkan jari di atas tabung B. Hisap cairan melalui tabung A agar naik ke tabung
A sampai kira-kira ditengah-tengah bola C. Lepaskan penghisap dari tabung A
dan biarkan cairan turun memasuki bola I.
f. Hitung efflux time dengan membiarkan cairan turun melalui kapiler alat.
Perhitungan efflux time dimulai ketika cairan turun antara batas D sampai F.
g. Hitung kinematic viscosity sampel dengan mengalikan efflux time dengan
konstanta viscosimeter ( 0,000953 mm2 / detik2 )
h. Ukur suhu cairan sample dengan termometer. Tentukan berat jenis setiap cairan
sample pada suhu tersebut menggunakan piknometer.

F. Daftar Pustaka
1. Mikrajuddin Abdullah. Fisika Dasar I.
file:///G:/BOOKS/Mikrajuddin%20Abdullah%20-
%20Fisika%20Dasar%20I%202016.pdf
2. Penentuan Viskositas Kinematik Cairan (ASTM D 445-65-1970)
4. Penentuan Densitas Cairan (ASTM D 1298-99-2005
MODUL 2
(TITRASI ASAM – BASA)
PENENTUAN ANGKA ASAM LEMAK BEBAS (FFA)

A. TUJUAN
a. Menentukan konsentrasi asam atau basa dari suatu larutan.
b. Menentukan angka asam lermak bebas pada minyak goreng

B. TEORI
Dengan titrasi secara Alkalimetri dapat menentukan konsentrasi larutan asam
dengan menggunakan larutan basa yang sudah diketahui konsentrasinya. Atau
sebaliknya titrasi secara Asidimetri adalah menentukan konsentrasi larutan basa
dengan menggunakan larutan asam yang telah diketahui konsentrasinya.
Basa dapat dititrasi dengan larutan baku asam, proses ini disebut asidimetri.
Sebaliknya asam dititrasi dengan larutan baku basa, proses ini disebut alkalimetri.

Reaksi : H2O+ + OH- 2H2O

Titik akhir titrasi ditunjukan oleh adanya perubahan warna indikator, dimana
pada saat itu jumlah ekivalen asam sama dengan jumlah ekivalen basa, saat persamaan
ini tercapai disebut titik ekivalen.
Untuk menentukan konsentrasi suatu larutan asam atau basa diperlukan suatu
larutan baku, proses ini disebut standarisasi. Larutan baku ada dua macam yaitu :
larutan baku primer (contoh : Asam Oksalat) dan larutan baku sekunder (contoh :
NaOH).

C. PELAKSANAAN PERCOBAAN
1. Bahan-bahan kimia yang digunakan :
- Asam Oksalat 0,1 N
- Larutan NaOH 0,1 N dan HCl 0,1 N
- Indikator fenolftalein
- Minyak goreng ( baru atau jelanta)
2. Alat-alat yang dipakai :
- Erlemeyer 250 ml
- Gelas ukur
- Pipet ukur 10 ml
- Pipet tetes
- Burret

D. PROSEDUR PERCOBAAN
1) Penentuan konsentrasi larutan NaOH dengan larutan standar Asam Oksalat
(Standarisasi larutan standar sekunder dengan larutan standar primer)

Reaksi : 2 NaOH + 2 H2C2O4 2 Na C2O4 + 2 H2O

a. Buat larutan standar NaOH 0,1 N


b. Masukan larutan NaOH 0,1 N kedalam buret
c. Buat larutan standar primer Asam Oksalat 0,1 N
d. Pipet 10 ml larutan asam oksalat, masukkan kedalam erlenmeyer 250
ml (buat duplo)
e. Tambahkan 3 – 4 tetes indikator fenolftalein
f. Titrasi larutan asam oksalat dengan larutan NaOH 0,1 N dengan hati-
hati dan dikocok sampai terjadi perubahan dari tak berwarna sampai
timbul warna merah muda.
g. Catat pemakaian volume NaOH 0,1 N
h. Hitung Normalitas larutan NaOH

𝑉 𝐴𝑠. 𝑂𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑋 𝑁 𝐴𝑠. 𝑂𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡


𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 =
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻

2) Penentuan angka asam lemak bebas (FFA) pada minyak goreng


Saponifikasi berarti pembuatan sabun. Saponifikasi suatu trigliserida menghasilkan
suatu garam dari asam lemak berantai panjang yang merupakan sabun. Reaksi
penyabunan berikut ini:
CH 2OH
CH 2O2C(CH 2)16CH 3

CHO 2C(CH 2)16CH 3 + NaOH CHOH + 3 CH (CH ) CO Na


3 3 6 2

Natrium Stearat (sabun)


CH 2O2C(CH 2)16CH 3 CH 2OH
Trigliserida Gliserol

Angka penyabunan adalah, angka yang menunjukan berapa mg NaOH yang


diperlukan untuk menyabunkan 1 gram minyak atau lemak.
Angka asam adalah : angka yang menunjukan berapa mg NaOH yang diperlukan
untuk menetralkan 1 gram minyak atau lemak.

Penentuan angka asam lemak bebas (FFA) pada minyak goreng sbb;

a. Aduk sampel minyak goreng sampai rata, dan berada dalam keadaan cair
b. Timbang sampel minyak goreng 5 gr masukkan dalam Erlenmeyer 250 ml
c. Tambahkan 25 ml alkohol dan panaskan hingga hangat 50oC
d. Tambahkan 3 tetes indikator pp
e. Titrasi dengan NaOH standar sampai muncul warna merah muda, catat
volume NaOH yang terpakai
f. Hitung asam lemak bebas sebagai % FFA.

(𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 𝑵𝒂𝑶𝑯)(𝑵 𝑵𝒂𝑶𝑯)(𝑴𝒓 𝒂𝒔𝒂𝒎 𝒍𝒆𝒎𝒂𝒌 𝒔𝒕𝒆𝒂𝒓𝒂𝒕)


𝑭𝑭𝑨 = 𝟏𝟎𝟎%
(𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑺𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍) 𝟏𝟎𝟎𝟎

Mr asam lemak stearat = 284,48 g/mol

E. PERTANYAAN
b. Apa yang dimaksud dengan standar primer dan skunder
c. Sebutkan 3 macam zat masing-masingnya sebagai standar primer dan sekunder
d. Apa yang dimaksud dengan indikator, kesalahan titrasi, titik ekivalen dan titik
akhir titrasi
e. Selain fenolftalein, jenis indikator apakah yang bisa dipergunakan untuk titrasi
asam basa, jelaskan apa sebabnya
f. Dari percobaan titrasi asam basa tersebut diatas, buatlah kurva titrasi (pH vs ml
NaOH)
g. Tentukan titik ekivalen titrasi melalui perhitungan dan kurva titrasi.

E.Daftar Pustaka.
h. R.A. Day Jr and A.L. Underwood. “Quantitative Analysis”.
i. I.M. Kolt Hoff and E.B. Sandel, “Text Book of Quantitative in Organic
Analysis”.
MODUL 3
TITRASI IODOMETRI – IODIMETRI
Penentuan kadar klorin pada pemutih (NaClO)

A. TUJUAN
B. Menetapkan normalitas Natrium Thio Sulfat (Na2S2O3) 0,1 N
C. Menentukan kadar Cu ( II ) dalam cupri sulfat
D. Menentukan kadar klorin pada pemutih bayclin (NaClO)

E. TEORI
Iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium ( I2 ) bebas dalam larutan, sedang
proses iodimetri adalah proses titrasi menggunakan larutan I2 sebagai standar.
Titrasi iodometri (redoksimetri) termasuk dalam titrasi dengan cara tidak langsung,
dalam hal ini ion iodide sebagai pereduksi diubah menjadi iodium atau iodium ( I2 ) bebas
yang nantinya dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3. Cara ini digunakan untuk
penentuan oksidator kuat H2O2, Cu (II), Fe (III).
Pada oksidator ditambahkan larutan KI dan asam (asam sulfat), maka zat
oksidator Cu (II) atau Fe (III) akan mengoksidasi iodida membentuk iodium. Iodium
yang terbentuk ditentukan dengan menggunakan larutan baku thio Na2S2O3 yang telah
diketahui konsentrasinya/normalitasnya. Dari jumlah pemakaian larutan thio, maka zat
yang dititrasi dapat dihitung.

Reaksi : 2 Cu++ + 4 I- H+
2 Cu I + I2
H+
I2 + 2 S2O3 2 I- + S4O62

Sebagai indikator, digunakan larutan kanji. Titik akhir titrasi pada iodometri apabila
warna biru telah hilang. Reaksi berlangsung dalam suasana asam atau netral. Indikator
yang sangat peka untuk titrasi adalah larutan kanji (amilum) yang memberikan warna
biru dengan I2. Titik akhir titrasi diamati tepat, lengkapnya warna biru berubah menjadi
warna putih susu.

Sebelum digunakan larutan baku thio Na2S2O3 terlebih dahulu ditentukan


konsentrasinya dengan larutan KMnO4, K2Cr2O7, larutan iod ,atau Ce(SO4)2
sebagai standar primer.
C Pelaksanaan Percobaan

Pembuatan Larutan Na2S2O3 0,005 N


1. 0,6205 gram Na2S2O3 ditimbang dalam gelas arloji pada neraca analitik
2. Dimasukkan ke dalam gelas beaker kemudian dilarutkan dengan 50 ml aquades dan
ditambahkan 10 g Na2CO3.
3. Larutan diaduk hingga homogen dan dipindahkan ke dalam labu ukur 500 ml.
4. Larutan lalu diencerkan dengan air suling bebas CO2 sampai volume larutan 500 ml.
5. Simpan dalam botol yang tertutup dan diberi label.

Pembuatan Larutan K2Cr2O7 0,005 N


1. 0,1225 gram kristal K2Cr2O7 ditimbang dengan gelas arloji pada neraca analitik.
2. Dilarutkan dengan aquades kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 500 ml.
3. Ditambahkan aquades sampai tepat pada tanda 500 ml.

Pembuatan Larutan H2SO4 2N 100 ml


1. Disiapkan labu ukur 100 mL yang telah diisi aquades + ¾ volumenya.
2. H2SO4 pekat (36N) dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur yang telah disiapkan
lewat dinding.
3. Ditambahkan aquades sampai tanda 100 ml kemudian dikocok.

Standarisai Na2S2O3 0,005 N dengan K2Cr2O7 0,005 N


1. Dipipet 25 mL K2Cr2O7 0,005 N dan dimasukkan dalam Erlenmeyer.
2. Ditambahkan 2 gram KI yang bebas iodat dan 5 mL H2SO4 4N.
3. Larutan ditirasi dengan Natrium Thiosulfat yang akan ditentukan normalitasnya.
4. Saat warna kuning hampir menghilang, titrasi dihentikan dan ditambahkan indikator
amilum.
5. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru larutan tepat hilang.
6. Dihitung normalitas NaS2O3, dengan persamaan;

V1 . N1 = V2 . N2

Penentuan kadar klorin pada pemutih bayclin (NaClO)


1. Ambil cairan pemutih (Bayclin) sebanyak 5 ml dengan menggunakan pipet gondok
5 ml.
2. Masukkan kedalam labu takar 100 ml dan encerkan dengan aquades hingga tanda
garis (FP).
3. Kocok sampai menjadi larutan yang homogen.
4. Ambil sebanyak 5 ml dengan menggunakan pipet gondok 5 ml dan masukkan
kedalam tabung erlenmeyer.
5. Tambahkan KI 10% sebanyak 5 ml dan H2SO4 4N sebanyak 5 ml.
6. Lakukan titrasi dengan larutan thiosulfat sebagai titran dan larutan campuran
pemutih sebagai sampel sampai terjadi perubahan warna dari merah tua menjadi
kuning emas.
7. Tambahkan Amilum sebanyak 3-5 tetes sampai terjadi perubahan warna dari
kuning emas menjadi kuning kehijauan pekat.
8. Lakukan titrasi kembali sampai warnanya berubah menjadi warna jernih.
9. Lakukan titrasi sebanyak 3 kali.
10. Catat volume thiosulfat yang dipakai dan jumlahkan jumlah rata-rata dari ketiga
titrasi tadi.( Vthio)

Rumus Perhitungan Kadar Klorin Dalam Pemutih;

(𝐹𝑝)(𝑽 thio)(𝑵 𝒕𝒉𝒊𝒐)(𝑴𝒓 𝑵𝒂𝑪𝒍𝑶 )


𝑲𝒂𝒅𝒂𝒓 𝑲𝒍𝒐𝒓𝒊𝒏 =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Vthio = Volume NaS2O3 terpakai


N thio = N NaS2O3
Fp = Faktor pengenceran (ml)
Volume sampel = volume bayclin yang diuji
Mr Cl = 35,5 gr/mol
Mr NaClO = 74,5 gr/mol
MODUL 4
(TITRASI KOMPLEKSOMETRI)
PENENTUAN KADAR ION Ca+2 DAN Mg+2 DIDALAM AIR

A. TUJUAN
Menentukan kadar ion Ca+2dan Mg+2 yang terdapat didalam air secara titrasi
kompleksometri menggunakan larutan standar garam EDTA.

B. TEORI
Titrasi kompleksometri adalah analisa volumetri yang berdasarkan reaksi
pengomplekan, disini dilakukan titrasi ion logam dengan pengompleks asam etilen
diamin tetra asetat (EDTA), yang biasa digunakan garam dinatriumnya. Rumus EDTA
diberikan berikut ini:

HOOC CH 2 CH 2 COOH

N CH 2 N

HOOC CH 2 CH 2 COOH

EDTA adalah zat pengompleks yang dapat membentuk kompleks kelat dengan
hampir semua logam (kecuali logam alkali) selalu dengan perbandingan 1:1
Contoh reaksi :

Ca+2 + Y-4 ===== CaY-2

Zn+2 + Y-4 ===== ZnY-2


Mg+2 + Y-4 ===== Mg+2

Ni+2 + Y-4 ===== NiY-2

Titik akhir titrasi didapatkan dengan bantuan indikator logam yang berubah
warnanya antara kompleks logam dengan indikator bebas, contohnya EBT atau
eriochrom black T, yang strukturnya diberikan berikut ini;
OH
HO

O 3SNa N N

O 2N

Perlu diketahui bahwa EBT juga merupakan indikator asam basa yang berubah
warnanya bila pH lingkungannya berubah, karena zat ini merupakan asam berbasa 3 dan
sering juga ditulis singkatannya H3Er. EBT harus digunakan dalam selang pH sekitar 7
s/d 11, banyak titrasi EDTA dilakukan pada pH 8 s/d 10. Logam-logam yang banyak
dititrasi menggunakan indikator EBT ialah Ca+2, Mg+2, Ni+2 dan Zn+2. Untuk titrasi Ca+2
titik akhir timbul lebih awal, maka untuk mengatasinya, pada larutan Ca+2 ditambahkan
sedikit ion Mg+2 (terukur). Karena kelat MgEr lebih kuat dari CaEr, maka indikator akan
diikat oleh Mg+2, EDTA akan diikat oleh Ca+2 sampai habis, baru kemudian bereaksi
dengan MgEr, hingga titik akhir sampai pada waktunya.

Prinsip Analisa
Eriochrome Black T (Eriokrom Hitam T) adalah sejenis indicator yang berwarna
merah muda bila berada dalam larutan yang mengandung ion kalsium dan ion
magnesium dengan pH 10,0 ± 0,1
Sejenis molekul lain yaitu asam etilendiamintetraesetat dan garam-garam
natriumnya (EDTA), dapat membuat pasangan kimiawi (chelated complex) dengan ion-
ion kesadahan dan beberapa jenis ion lain. Pasangan tersebut lebih kuat dari pada
hubungan indikator dengan ion-ion kesadahan. Oleh karena itu pada pH 10 larutan akan
berubah menjadi biru yaitu disaat jumlah molekul EDTA yang ditambahkan sebagai
titran, sama (ekuivalen) dengan jumlah ion kesadahan dalam sampek, dan molekul
indicator terlepas dari ion kesadahan.
Perubahan semakin jelas bila pH tinggi, namum pH yang tinggi dapat
menyebabkan ion-ion kesadahan hilang dari larutan, karena terjadi pengendapan
Mg(OH)2 dan CaCO3. Pada pH >9 CaCO3 sudah mulai terbentuk sehingga titrasi harus
dselesi dalam waktu 5 menit. Pembentukan Mg(OH)2 pada sample air alam (air sungai,
air tanah) belum terjadi pada pH 10.
Gangguan
Selain dari Ca2+ dan Mg2+ beberapa kation seperti Al3+ , Fe3+ dan Fe2+ , Mn2+ dan
sebagainya bergabung dengan EDTA. Tetapi untuk air leding, air sungai atau danau,
kosentrasi ion-ion ini cukup rendah (kosentrasi kurang dari beberapa mg/l) dan tidak
mengganggu. Namun kadang-kadang air tanah dan air buangan industri mengandung
kosentrasi ion-ion tersebut lebih dari beberapa mg/l di mana dalam kasus ini sesuatu
inhibitor harus digunakan untuk menghilangkan gangguan tersebut (lihat ref.1,hal 197)
Kekeruhan juga mengurangi jelasnya warna sehingga sample yang terlalu keruh
harus disaring dahulu.
Pengendapan CaCO3 harus dicegah karena akan mengurangi kadar kesadahan
terlarut. Kalau kadar Ca2+ terlalu tinggi endapan dapat muncul dalam waktu titrasi 5
menit, sehingga sample harus diencerkan. Cara ini adalah dengan pembubuhan asam
terlebih dahulu serta pengadukan supaya semua CO2 lenyap keudara untuk sementara
dan pembentukan CO32- pada pH 10 dihindarkan. Tambahkan asam sampai pH larutan
menjadi ± 3 (cek dengan kertas pH) ; aduk 5 sampai 10 menit, kemudian tambahkan
buffer untuk mengubah pH menjadi 10,0 ± 0,1. Cara seperti ini juga dapat dilalukukan
pada sample dengan kadar Ca2+ rendah, untuk mengurangi risiko gangguan.

Ketelitian
Penyimpanan baku yang relative adalah sekitar 2%, untuk seorang laboran yang
berpengalaman dan teliti. Sampel yang telah diencerkan dapat mempunyai
penyimpanagan lebih tinggi karena kesalahan sistimatis buret akan dikalikan dengan
factor pengenceran. Metode melalui titrasi dengan EDTA ini dapat menganalisa sekecil
5 mg/l kesadahan sebagai CaCO3: untk kadar < 5 mg/l .

Pengawetan Sampel.
Ion Ca2+ dan Mg2+ tidak hilang selama pengawetan hanya dapat mengendap
sebagai CaCO3 dan Mg(OH)2 kalu pH terlalu tinggi (>9 ). Bila sample harus disimpan
lebih dari 2 hari, lebih baik diasamkan sampai pH ≤ 5 dahulu atau diasamkan 1 jam
sebelum analisa supaya semua endapan CaCO3 dan lain-lain terlarut kembali.
C. PELAKSANAAN PERCOBAAN
1. Bahan-bahan kimia
- garam natrium EDTA 0,1 M
- ZnSO4.7H2O 0,1 M
- CaCl2 (Ca+2) 0,1 M
- MgCl2 (Mg+2) 0,1 M
- NH4Cl
- NH4OH
- indikator EBT

2. Alat-alat
- buret + klem + statif
- erlenmeyer
- pipet gondok 10 ml
- pipet tetes

1. Prosedur standarisasi larutan garam EDTA dengan larutan ZnSO4 0,1 M


- Pipet masing-masing 10 ml larutan ZnSO4 masukkan kedalam 3 gelas
erlenmeyer
- Tambahkan 1 ml larutan buffer amonium klorida (tes pH larutan = 10 dengan
kertas ph universal)
- Tambahkan 10 ml akuades
- Tambahkan 3 tetes larutan indikator EBT (atau sedikit zat padat EBT boleh
juga)
- Titrasi dengan EDTA sampai timbul perubahan warna
- Hitung konsentrasi EDTA

2. Prosedur penentuan kadar Ca+2 dalam Sampel


- Pipet 10 ml sampel air (volume sampel) dan masukkan kedalam gelas
erlemeyer
- Tambahkan 1 ml larutan buffer amonia-amonium klorida (tes pH larutan = 10
dengan kertas pH universal)
- Tambahkan 10 ml akuades
- Tambahkan 3 tetes larutan indikator EBT (atau sedikit zat padat EBT boleh
juga)
- Titrasi dengan EDTA sampai timbul perubahan warna, catat volume EDTA
yang digunakan.
- Hitung kesadahan total (kesadahan sebagai CaCO3), kemudian hitung
kesadahan Ca+2 atau konsentrasi Ca+2 dalam sampel yang telah dititrasi.

PERHITUNGAN

(𝑽𝒙𝑴)𝑬𝑫𝑻𝑨 𝒙 𝑴𝒓 𝑪𝒂𝑪𝑶𝟑 𝒙 𝟏𝟎𝟎𝟎


1. Kesadahan Total (CaCO3 mg/L)= 𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 (𝒎𝒍)

𝑨𝒓 𝑪𝒂
2. Kesadahan Ca 2+ (mg/L) = Kesadahan total x 𝑴𝒓 𝑪𝒂𝑪𝑶𝟑

3. Kesadahan Mg 2+ (mg/L) = Kesadahan Total – Kesadahan Ca 2+

Daftar Pustaka
[1] Badan Standar Nasional (BSNI), 2000. Revisi SNI 19-6775-2002. Standar Tata
Cara Pengoperasian dan Pemeliharaan Unit Paket Instansi Pengolahan Air (IPA).
Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum.
[2] KEP 907/MENKES/SK.VII. 2002. Tentang Standar Baku Mutu Air Minum.
Menurut PERMENKES
[3] Kusnaedi, 2002. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Minum. Jakarta
: PT. Penebar Swadaya.
[4] Prawito, RH., 1998. Ekologi Pencemaran Lingkungan. Semarang : Satya
Wacana.
[5] Sandora, N. 1995. Kenali dan Pilih Air Sehat untuk Konsumsi. Riau Pos.
[6] Surawira, Unus. 2005. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat.
Bandung : PT. Rineka Cipta.
[7] Sutrisno, Totok, C,. dan Eng Suciastuti. 1987. Teknologi Penyediaan Air Sehat.
Bandung : PT. Rineka Cipta.
[8] Tim Kimia Analisa Instrumentasi,. 2007. Penuntun Praktikum Kimia Anlitik
Intrumentasi. Pekanbaru : UNRI.

Anda mungkin juga menyukai