Anda di halaman 1dari 3

FAKTOR DEMOGRAFI DAN RISIKO GIZI BURUK DAN

GIZI KURANG
Persoalan gizi dalam pembangunan Pertama, karakteristik rumah tangga akan
kependudukan masih merupakan persoalan memudahkan penangganan terhadap
yang dianggap menjadi masalah utama penderita gizi buruk. Dengan mengetahui
dalam tatanan kependudukan dunia. Oleh pada level mana risiko terbesar bagi
karena itu, persoalan ini menjadi salah satu penderita gizi buruk maka pola
butir penting yang menjadi kesepakatan penangganannya akan cepat dilakukan.
global dalam Milleneum Development Kedua, karakteristik rumah tangga
Goals . Setiap negara secara bertahap harus memberikan kemudahaan bagi cara
mampu menguranggi jumlah balita yang mengambil tindakan terhadap masalah gizi
bergizi buruk atau gizi kurang sehingga buruk. Seperti ketika seorang balita
mencapai 15 persen pada tahun 2015.  terindikasi penderita gizi buruk dan
informasi yang ada bahwa balita ini
Di Indonesia persoalan gizi ini juga memiliki orang tua dengan pendapatan
merupakan salah satu persoalan utama rendah maka pendekatan kesejahteraan
dalam pembangunan manusia. Sebagai salah merupakan langkah utama untuk mengatasi
satu negara dengan kompleksitas persoalan ini.10-11 Ketiga, mengelompokan
kependudukan yang sangat beraneka rumah tangga dengan risiko terbesar
ragam, Indonesia dihadapi oleh dinamika penderita gizi buruk. Tulisan ini akan
persoalan gizi buruk. membahas model pengaruh demografi
terhadap risiko anak balita menderita gizi
Walaupun proses pembangunan di Indonesia
buruk di tiga komunitas di Sumatera
telah mampu mengatasi persoalan ini, tetapi
Barat. Sumatera Barat yang merupakan
dilihat dari kecenderungan data
provinsi basis pangan di kawasan Sumatera
statistik, masih banyak persoalan yang perlu
seharusnya merupakan daerah yang
diselesaikan terutama yang menyangkut
memiliki prevalensi penderita gizi buruk
persoalan balita gizi kurang. Secara
yang lebih rendah.
bertahap, sebenarnya Indonesia telah
mampu menurunkan prevalensi balita gizi Metode Penelitian Pengumpulan data
kurang. Jika dibandingkan prevalensi balita primer. Kajian ini mengunakan data mikro
gizi kurang di Provinsi Daerah Istimewa melalui studi lapangan yang dilaksanakan
Yogyakarta mencapai 10,9 persen pada tahun 2010 pada tiga komunitas di
sedangkan di Provinsi Nusa Tenggara Timur Sumatera Barat. Jumlah sampel ditetapkan
masih sekitar 33,6 persen.  sebanyak 572 yang akan merefleksikan
situasi rumah tangga di Sumatera Barat yang
Ini menunjukkan perbedaan yang sangat
bercirikan masyarakat nelayan, masyarakat
jauh. Implikasinya, ke depan akan
pertanian dan perkebunan, dan masyarakat
menimbulkan semakin besarnya
perkotaan. Daerah yang representatif pada
ketimpangan pembangunan manusia antar
setiap kabupaten/kota dipilih untuk
provinsi di Indonesia. Terdapat juga
mewakili ketiga jenis masyarakat ini.
kesenjangan antar daerah perkotaan dengan
Sample dipilih secara acak. Kemudian,
perdesaan. Mengetahui informasi ini sangat
penarikan sampel dilakukan secara
penting dalam upaya mengatasi permasalah
sytematical random sampling dari interval
gizi buruk di Indonesia. 
sampel yang ditentukan sesuai dengan
jumlah rumah tangga yang ada. Menghitung risiko penederita gizi buruk dan kurang di
status gizi balita. Untuk menilai status gizi Sumatera Barat.
balita digunakan indek antopometri, yaitu
berdasarkan berat badan menurut umur Hasil temuan menunjukkan bahwa
(BB/U) dengan baku rujukan WHO-NCHS rendahnya tingkat pendidikan kepala rumah
yang disajikan dalam versi skor simpang tangga dan ibu berpengaruh secara
baku. Status gizi dikatakan kurang apabila signifikan terhadap risiko balita menderita
BB/U –2 SD, sedangkan status gizi gizi buruk dan gizi kurang.Bila pengetahuan
dikatakan normal apabila –2 SD ≤BB/U≤ rendah maka pola asuh orang tua terhadap
+2SD. Status gizi dikatakan buruk apabila anak menjadi kurang baik. Selanjutnya
BB/U kurang dari –3 SD.6,9,12 Analisis implikasinya akan berpengaruh terhadap
karakteristik risiko gizi buruk (regresi tumbuh kembang anak. Disinilah
logistik). Analisis karakteristik penderita sebenarnya akar persoalan dari kasus gizi
gizi buruk dilakukan untuk melihat faktor- buruk dan gizi kurang yang terjadi di
faktor yang mempengaruhi munculnya Sumatera Barat. Beberapa kasus gizi buruk
risiko gizi buruk di dalam komunitas yang yang terjadi selama ini baik di Indonesia
akan dikaji. Mengingat variabel terikat yang maupun secara global menemukan bahwa
digunakan merupakan variabel dikotomis, kemiskinan berisiko besar terhadap kasus
yaitu anak balita yang memiliki gizi buruk gizi buruk.
dan anak balita yang memiliki gizi baik,
Dalam studi ini, kondisi tersebut juga
maka digunakan model regresi logistik.
ditemukan. Kelompok masyarakat miskin
Model logistik pada dasarnya digunakan
dengan akses ekonomi yang lebih rendah
untuk melihat probabilitas terjadinya sutau
memiliki risiko terbesar dalam penderita
keadaan dengan memperhitungkan faktor-
balita gizi buruk dan gizi kurang di
faktor lain yang ada dalam model. Dengan
Sumatera Barat. Hampir sekitar 21,6 persen
demikian, model tersebut cukup memadai
balita yang berasal dari kelompok
digunakan dalam penelitian ini, khususnya
masyarakat miskin menderita gizi buruk dan
untuk orang tua terhadap anak menjadi
sekitar 10,2 persen menderita gizi kurang.
kurang baik. Selanjutnya implikasinya akan
berpengaruh terhadap tumbuh kembang Beberapa faktor mempengaruhi gizi buruk
anak. Disinilah sebenarnya akar persoalan
dari kasus gizi buruk dan gizi kurang yang 1.Pengaruh faktor demografi
terjadi di Sumatera Barat.
2.Komunitas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.Usia kepala rumah tangga.
Penilaian Status Gizi Balita. Secara
umum, masih besar jumlah penderita gizi 4.Jumlah anggota rumah tangga.
buruk di daerah kajian. Sekitar 17,6 persen 5.Lapangan usaha kepala rumah
balita memiliki risiko gizi buruk dan 14,0 tangga.
persen menderita gizi kurang. Ini sangat
memprihatinkan karena daerah ini 6.Migran dan kemiskinan
merupakan daerah dengan tingkat produksi
pertanian yang tinggi. Jumlah produksi 7.Kesehatan.
beras, ikan, jagung, ubi-ubian, sayuran dan
Ada dua aspek langsung yang saling
buahan selalu surplus. Pengaruh produksi
mempengaruhi persoalan gizi.
pangan tidak memberikan jaminan terhadap
1. kekurangan pangan seperti uraian 4.Keempat, program-program
diatas. bantuan untuk masyarakat miskin perlu
2. pengaruh dari infeksi penyakit. diintensifkan terutama melakukan
diversifikasi bantuan bukan saja terhadap
Perlu strategi khusus dalam menangani karbohidrat tapi juga mencangkup protein
persoalan gizi ini. dan vitamin.
1.Pertama, pendekatan kesejahteraan
rumah tangga menjadi poin penting untuk
mengatasi gizi kurang pada balita. Simpulan
2.Kedua, pelayanan kesehatan pada Dari implikasi diatas dapat disimpulkan
level Posyandu perlu intensif dilakukan bahwa persoalan gizi dalam masyarakat
terutama pelayanan terhadap perbaikan gizi memiliki multidimensi faktor yang menjadi
balita. penyebab munculnya kasus-kasus gizi buruk
dan gizi kurang di Indonesia. Pangan
3.Ketiga, ditemukan lemahnya merupakan salah satu bagian yang sangat
pengetahuan orang tua terhadap persoalan penting dan menjadi penyebab munculnya
gizi ditemukan dalam studi ini. persoalan gizi. Gizi kurang dipengaruhi oleh
kurangnya asupan terhadap pangan baik segi
kuantitas maupun dari segi kualitas.

Anda mungkin juga menyukai